Hubungan Manajer-Karyawan Miskin Komunikasi dan Kepercayaan
Selasa, 05 Desember 2006 - 12:00 WIB
Kehidupan di tempat kerja lebih sering menyerupai sebuah perkawinan yang rapuh. Hubungan antara pengusaha atau para manajer dengan karyawannya ditandai dengan miskin komunikasi dan kadar kepercayaan yang rendah.
Situasi seperti itu, menurut sebuah survei dari Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD) dan Kingston University Business School, Inggris, menyebabkan rendahnya kinerja, produktivitas dan tingginya tingkat pergantian karyawan.
Survei dilakukan atas 2.000 karyawan pada perusahaan-perusahaan di Inggris. Ditemukan, hampir sepertiga karyawan mengeluhkan jarangnya atau bahkan ketiadaan sama sekali feedback atas performance mereka.
Empat dari 10 merasa tidak mendapat informasi yang cukup mengenai apa yang terjadi dalam organisasi. Dan, sekitar dua pertiga tidak puas dengan kesempatan-kesempatan yang mereka miliki untuk memberikan pandangan dan pendapat kepada atasan.
Tiga perempat karyawan jarang atau tidak pernah merasa kerja mereka diperhitungkan, dan lebih dari dua pertiga merasa jajaran direktur dan manajer senior tidak memperlakukan mereka dengan penuh kepedulian.
Lebih dari 4 dari 10 mengeluh karena merasa berada di bawah tekanan yang besar satu atau dua kali seminggu atau lebih. Dan, satu dari 9 mengalami stres tingkat tinggi.
Tidak Puas
Hampir separo karyawan tidak puas pada hubungan dengan manajer. Hanya kurang dari sepertiga yang mengaku tidak puas dengan cara organisasi mereka dikelola, dengan 37% memiliki kepercayaan pada tim managemen senior mereka.
Yang perlu mendapat perhatian khusus dari para manajer atau pengusaha, seperempat karyawan tidak puas dengan pekerjaan mereka sekarang. Lebih jauh lagi, hampir separo mengaku sedang mencari pekerjaan lain atau dalam proses meninggalkan perusahaan.
Penasihat Hubungan Karyawan pada CIPD Mike Emmott mengatakan, Banyak karyawan merasa seperti pasangan (suami atau istri) yang ditelantarkan.
Seperti dalam perkawinan, hubungan yang baik memerlukan kerja dan komitmen. Tapi, dengan hanya tiga dari sepuluh karyawan merasa terikat, temuan survei ini mengesankan bahwa sejumlah manajer belum berbuat cukup untuk mempertahankan staf mereka, tambah dia.
Kurangnya komunikasi membuat karyawan merasa tidak ter-support dan tidak merasa kerja keras mereka diakui. Akibatnya, kemesraan berlalu dari hubungan, merusak produktivitas, dia mengingatkan.
Pembela
Menurut Profesor Manajemen HR pada Kingston University Business School Catherine Truss, studi ini memperlihatkan seberapa besar praktik manajemen mempengaruhi perilaku orang berkaitan dengan kerja mereka.
Banyak yang bisa dilakukan oleh para manajer untuk membuat sfat mereka merasa dihargai, yang pada akhirnya menguntungkan baik pengusaha maupun karyawan, kata dia.
Kami menemukan bahwa orang yang termotivasi dengan kinerja yang baik cenderung berperan sebagai pembela bagi pengusaha mereka dan menunjukkan kepuasan kerja yang lebib besar. Maka dari itu, penting bagi semua pihak untuk berusaha memerhatikan masalah ini.
Akhirnya, Emmott menyimpulkan, Pengusaha harus berusaha membangkitkan hasrat dan semangat, dan membuat kerja sebagai pengalaman yang lebih menggembirakan bagi semua karyawan.