PENDAHULUAN
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan
atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia,
dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Selama
perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu
dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan
lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu
sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam
masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial,
termasuk juga aturan-aturan moral. Dengan kata lain, mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku
etis atau tidak? Tentu saja secara faktual, telah berulang kali terjadi hal-hal yang tidak etis dalam
kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu disangkal, tetapi juga tidak perlu menjadi fokus perhatian
kita. Pertanyaannya bukan tentang kenyataan faktual, melainkan tentang normativitas :
seharusnya bagaimana dan apa yang menjadi dasar untuk keharusan itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani Kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan. Etika
adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab.
2.2 Pengertian Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari
bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti sibuk dalam konteks individu,
komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis
dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik
dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital
yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya
bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi
pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras
dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat
umum, atau serikat pekerja.
2.3 Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah
etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari
dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
2.4 Etika Bisnis Yang Baik
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal
pokok yaitu :
Produk yang baik
Managemen yang baik
Memiliki Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
Sudut pandang ekonomis.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen
dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh
karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak,
tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak.
Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja
menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
Sudut pandang moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita
lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas
diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan
dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan Hukum Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek
hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international.
Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan Makalah
Etika Bisnis apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih
jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi
tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal :
Quid leges sine moribus yang artinya : apa artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas
BAB III
KASUS
3.1 Contoh Kasus Etika Bisnis Dalam Praktek
Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga
terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi
mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di
bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa
(18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para
saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam
kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu
terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh
akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya.
Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam
laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak
kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut, tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus
tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI
saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap
oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi
dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja
yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus
korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau
memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan
dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan
pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai
pengajuan kredit.
3.2 Pembahasan Diskusi :
Dalam berita ini, akuntan publik (Biasa Sitepu) diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi
dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor. Keterlibatan itu
karena Biasa Sitepu tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor
yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi
pinjaman. Empat kegiatan data laporan keuangan tersebut tidak disebutkan apa saja akan tetapi
hal itu telah membuat adanya kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut. Sehingga
dalam hal ini terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsi.
Jika dugaan keterlibatan akuntan publik di atas benar, maka sebagai seorang akuntan
publik, Biasa Sitepu seharusnya menjalankan tugas dengan berdasar pada etika profesi yang ada.
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah :
1. Independensi, integritas, dan obyektivitas
2. Standar umum dan prinsip akuntansi
3. Tanggung jawab kepada klien
4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
5. Tanggung jawab dan praktik lain
Aturan-aturan etika ini harus diterapkan oleh anggota IAI-KAP dan staf professional
(baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu
Kantor Akuntan Publik (KAP).
3.3 Solusi:
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar
beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1) Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat
menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
2) Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya
diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3) Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
4) Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan
publik telah melanggar etika profesi.
5) Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Biasa Sitepu dalam menjalankan tugasnya harus mempertahankan integritas dan
obyektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh
membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau
mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain.