KELOMPOK 4 1. RB. Muh Miftahor 120341100072 2. M. Habibi Syaifullah 120341100060 3. Syafuddin 120341100056 4. Durri Arroniri 120341100058 5. Resiana Tri A.F 120341100052 6. Abd.Rahmad R 120341100054 7. Aryo alfiansyah nizar 120341100064 8. Hendra 120341100040
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2014 I.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu (reef) dan karang (coral), Terumbu (reef) merupakan rangkaian struktur keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air, sedangkan Karang (coral) merupakan organisme laut invertebrata, berbentuk polip, berukuran mikroskopis, mampu menyerap kapur dan mengendapkannya Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum cnidaria yang memiliki tentakel. Terumbu karang tersusun atas polip-polip yang hidup berkoloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO 3 . Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut,Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar 23-28 O c dan salinitas perairan berkisar 30-35 o / oo . Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Faktor alami yang dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yaitu akibat sedimentasi dari aliran sungai yang bermuara kewilayah estuaria. Pengaruh sedimentasi cukup tinggi mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan terumbu karang bahkan dapat menyebabkan kematian pada terumbu karang. Sedangkan pengaruh manusianya masih banyaknya melakukan pengambilan terumbu karang melalui penambangan karang dan pengrusakan melalui pembuatan bangunan di kawasan pantai dalam upaya menanggulangi masalah tersebut khususnya dalam rangka memulihkan kembali fungsi dan peranan ekosistem terumbu karang sebagai habitat biota laut. Salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui pembuatan terumbu karang buatan dan transplanta si karang. Teknologi transplanstasi karang (coral transplantation) Adalah usaha mengembalikan terumbu karang melalui pencangkokan Atau pemotongan karang hidupuntuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalamikerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Terumbu Karang Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat terancam didunia. Sebanding dengan hutan hujan dalam keanekaragaman hayatinya dan merupakan sumber keuntungan ekonomi yang besar dari perikanan dan pariwisata, ekosistem terumbu karang adalah salah satu kepentingan dunia. Selain itu, karang memegang fungsi penting di negara-negara berkembang, khususnya di negaranegara kepulauan berkembang. Hingga kini, tekanan yang disebabkan oleh kegiatan manusia-seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan yang merusak- telah dianggap sebagai bahaya utama untuk terumbu karang. Sementara masalah-masalah ini belum hilang, selama dua dekade terakhir telah muncul ancaman lain yang lebih potensial. Terumbu karang telah terpengaruh dengan naiknya tingkat kemunculan dan kerusakan karena pemutihan karang (Coral Bleaching), yaitu suatu fenomena sehubungan adanya aneka tekanan, khususnya kenaikan suhu air laut. Pemutihan yang parah dan lama dapat perluasan kematian karang dan peristiwa kematian dan pemutihan terumbu yang aneh di tahun 1998 telah mempengaruhi sebagianbesar daerah terumbu karang di kawasan Indo- Pasifik. Beberapa upaya telah dilakukan untuk membudidayakan karang, terutama di Asia Tenggara (lihat Kotak 9) (Franklin et al., 1998). Lain seperti transplantasi pada karang langsung, untuk budidaya karang maka patahan ditransplantasikan pada lokasi yang terlindung dan tumbuh menjadi ukuran tertentu sebelum dipakai untuk tujuan lain. Pembudidayaan karang yang sukses dapat berguna sebagai sumber karang untuk merehabilitasi terumbu yang rusak dan dapat dipakai sebagai atraksi bawah air bagi snorkeller (Alcock, 1999). Diperlukan penyelidikan lebih lanjut mengenai budidaya karang untuk memotong biaya dan meninggikan tingkat kesuksesan. Penelitian di Australia menunjukkan tingkat kematian dapat ditekan antara 25% dan penghilangan biomassa dari koloni karang donor sampai dengan 50% tidak mempengaruhi pertumbuhannya (Alcock, 1999). Tujuan lain dari percobaan adalah untuk membandingkan metode melampirkan fragmen ke karang. Dalam percobaan 1, kami membandingkan dua metode: resin epoxy dan kabel ties-Z spar.Dalam percobaan 2, kami membandingkan empat metode:-Z spar epoxy, ikatan kabel, PC Kelautan Epoxy Putty, dan semen hidrostatik.Untuk setiap metode lampiran, sekitar 50% dari fragmen ditempelkan di lokasi sumber dan 50% di lokasi restorasi Tujuan akhir kami adalah untuk menguji apakah menggores makroalga dari seluruh fragmen dijamin meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Faktor ini diuji hanya dalam percobaan 2."Penghapusan alga" pengobatan adalah orthogonal dengan "transplantasi" dan "metode lampiran" perawatan, yang tergores danfragmen unscraped dibagi rata di antara yang lain perawatan. 2.2. Teknik-Teknik Transplantasi Karang Beberapa teknik untuk meletakan karang yang di transplantasikan adalah semen, lem plastik, penjepit baja, dan kabel listrik plastik. Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, ada beberapa kententuan untuk transplantasi karang, yaitu (Coremap & Yayasan Lara Link Makassar, 2006): 1.Untuk transplantasi karang diperlukan suatu wadah beton sebagai substrat dimana karang ditanam. 2.Jenis karang bercabang lebih cepat pertumbuhannya, dan mampu menyesuaikan dibandingkan karang masif. 3.Semua lokasi perairan pada dasarnya dapat dilakukan transplantasi dengan syarat kondisi hidrologik masih dalam batas toleransi pertumbuhan karang. 4.Hasil percobaan pada habitat yang berpasir tetapi dengan kesuburan yang tinggi pertumbuhan karang lebih cepat dibandingkan pada daerah yang karannya rusak. 5.Wadah karang yang ditransplantasi sebaiknya tidak menghalangi aerasi oleh arus. Menurut Anonim (2010), karang untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan tempat pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman dan turbiditas. Transplantasi karang dalam koloni besar dapat dilakukan walaupun tanpa memerlukan perlekatan. Tingkat ketahanan hidup karang yang ditransplantasi dapat tinggi walaupun tidak dilekatkan pada substrat asal saja pelaksanaannya dilakukan di daerah terlindung terutama dari aksi gelombang. Untuk mengurangi stres, karang yang akan ditransplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastic berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru sedangkan reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan) (Timotius, 2003). Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2007) karang dari genus Acropora sp memiliki pertumbuhan pada umur 3 6 bulan. Dipilihnya genus Acropora Formosa sebagai bahan penelitian dalam transplantasi karang karena, jenis karang ini memiliki awal pertumbuhan, memiliki kisaran pertumbuhan yang cepat serta memiliki ketahanan hidup yang besar. Deslina (2004) kisaran pertambahan panjang genus Acropora Formosa adalah 1.20 cm selama 2 bulan, dan menurut Sadarun, (1999) Genus Acropora Formosa memiliki ketahan hidup yang besar dari genus Acropora sp lainnya. Genus Acropora formasa juga mengalami Awal pertumbuhan yang cepat dan pertambahan panjang lebih tinggi dibandingkan dengan genus Acropora sp lainnya (Ofri Johan dkk, 2008).
2.3. Metode Tranplantasi Karang Jarring Dan Rangka
Gambar 1. Metode tranplantasi karang Metode jaring sangat mudah di pahami laju pertumbuhan karang Hal ini sangat penting karena merupakan masukan bagi pelaksanaan dan langkah-langkah untuk mengambil kebijaksanaan pengembangan kegiatan rehabilitasi karang dan yang lebih penting lagi kalau ada kerja sama dalam hal ini adalah proyek dengan pemerintah setempat dan pemerintah pusat maka cara ini juga akan mengurangi angka kerusakan karena alasan akan tersedianya lapangan kerja dari kegiatan ini. Dan berlangsungnya kehidupan bawah laut yang berkelanjutan. Metode Jaring dan Rangka, metode ini terbuat dari rangka besi yang dicat anti karat dan di atasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapih. Pemilihan lokasi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan transplantasi karang. Lokasi transplantasi terlebih dahulu perlu diperlakukan identifikasi lokasi dan survey. Amyrillia (2003) dalam Furqan (2007), menuliskan bahwa karang yang akan ditransplantasi diambil dari lokasi yang tidak rusak atau sudah mengalami sedikit kerusakan serta memiliki area terumbu karang yang luas dan kaya sehingga tidak terkena dampak dari pengambilan bibit transplantasi. Beberapa kriteria yang digunakan dalam penentuan lokasi kegiatan transplantasi karang menurut Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2006), antara lain : 1. Kondisi terumbu karang pada lokasi yang akan dijadikan kegiatan transplantasi karang telah mengalami kerusakan. 2. Kerusakan terumbu karang pada lokasi kegiatan tersebut disebabkan oleh aktifitas langsung manusia, dan bukan karena faktor alam yang tidak dapat dihentikan. 3. Terhindar dari berbagai macam pencemaran yang disebabkan antara lain oleh limbah kimia, limbah industri dan limbah rumah tangga yang sangat membahayakan pertumbuhan karang. 4. Tidak terkena pengaruh bencana alam tahunan seperti pengaruh musim barat dan timur. 5. Sumber pengambilan bibit karang tidak terlalu jauh, sehingga dapat mengurangi biaya-biaya, waktu dan tenaga yang diperlukan untuk kegiatan transplantasi karang. 6. Mudah dijangkau dengan transportasi umum sehingga tidak menyulitkan dalam pelaksanaan kegiatan dan monitoring. 7. Memiliki kualitas perairan yang sesuai dengan kondisi karang yang akan ditransplantasi. 8. Kemiringan dasar perairan kurang dari 30 o . 9. Dasar perairan terdiri dari patahan karang, karang mati, batuan keras dan hindari dasar perairan yang mengandung lumpur dan berpasir. 10. Ada dukungan dan kemauan masyarakat setempat dan aparat pemda untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Menurut Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2006) peralatan yang digunakan pada pelaksanaan kegiatan transplantasi karang terdiri dari dua bagian yaitu peralatan utama dan peralatan pendukung. Peralatan utama adalah peralatan yang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan transplantasi karang. Komponen peralatan utama antara lain meliputi : 1. Peralatan diving dan snorkeling. 2. Wadah sample seperti ember, keranjang dan sebagainya. 3. Sarana transportasi laut seperti perahu dan speed boat. 4. Jangka sorong atau kaliper (skala kecil 0.01 cm). 5. Pemotong karang seperti tang, gunting, pahat. 6. Rangka besi yang dicat anti karat. 7. Jaring dengan mesh 2.2 cm x 2.2 cm. 8. Pengikat karang seperti tali pancing, tali plastik, lem dan sebagainya. Peralatan pendukung adalah peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan transplantasi karang tetapi tidak bersifat mutlak disiapkan melainkan hanya bersifat sarana pendukung dan penunjang kegiatan transplantasi karang. Diantaranya: 1. Kamera bawah air. 2. Video bawah air. 3. Alat tulis bawah air. 4. Alat pengukur kualitas air. 5. GPS dan beberapa peralatan lainnya. Penyiapan meja Meja yang digunakan dibuat dari rangka besi yang dicat anti karat dan di atasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapi. Ukuran meja sebaiknya mempertimbangkan aspek transportasi dari darat ke laut dan proses penenggelaman serta penataan di dasar laut. Ukuran yang besar akan memerlukan tempat yang besar shingga menyulitkan dalam transportasi di mobil dan di perahu serta mempersulit pada saat penenggelaman (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006). Rangka yang ideal berukuran 100 80 cm berbentuk persegi empat dan pada bagian ujung-ujung atau sudut segi empat tersebut terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm. Di bagian atasnya di tutupi dengan jaring tempat mengikat substrat karang yang berjumlah kurang lebih 12 buah, pada setiap substrat diikat bibit karang, dimana jarak masing-masing bibit 25 cm (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006 ). Penyiapan Bibit Demi menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di alam, maka pada kegiatan transplantasi karang pengambilan bibit di alam direkomendasikan 1 (satu) kali saja dan selanjutnya bibit dapat diperoleh dengan cara melaksanakan pembibitan dengan membuat kebun induk khusus untuk bibit transplantasi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006). Pengadaan bibit untuk transplantasi karang harus dilakukan secara hati- hati. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan bibit antara lain adalah sebagai berikut (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006): 1. Diambil dari lokasi yang berdekatan dengan lokasi penempatan media transplantasi. 2. Mempunyai kedalaman perairan yang sama dengan penempatan rangka besi. 3. Dipilih dari jenis karang yang sehat dan pertumbuhan cepat. 4. Diambil dari koloni induk karang yang besar atau dewasa dengan diameter lebih kurang 40 cm.
Penyiapan bibit transplantasi karang dapat dilakukan dengan memotong bagian cabang dari induk koloni karang dari jenis bercabang, tetapi bisa juga pembibitan ini dilakukan dengan pemotongan pada induk karang jenis karang massif. Bibit koloni karang yang dipilih dari karang keras yang bercabang dan karang lunak dipotong dengan menggunakan alat potong karang, sedangkan bibit karang massive menggunakan pahat. Bibit karang minimal berukuran 7 cm (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006). Transportasi Bibit Proses pemindahan bibit transplantasi sebaiknya dilakukan di dalam air untuk mencegah matinya polip karang dan zooxanthella dalam jaringan karang (Amaryllia, 2003 dalam Furqan, 2007). Menurut Clark and Edwards (1995) dalam Sadarun (1999), untuk mengurangi stress terumbu karang yang akan ditransplantasi setelah pemotongan dari induknya dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah yang bagian bawahnya berlubang dan pengangkutan dilakukan dalam air dan sebaiknya proses ini menghabiskan maksimal waktu 30 menit untuk setiap frakmen/bibit karang yang akan dipindahkan. Harriot dan Fisk (1988) dalam Sadarun (1999), mengatakan bahwa pengangkutan karang transplantasi diatas dek kapal yang terlindung selama kurang dari satu jam, tidak berbeda nyata dengan pengangkutan dalam air. Bila terkena udara selama dua jam, keberhasilan karang yang ditransplantasi antara 50- 90% dan jika terkena udara selama tiga jam, keberhasilan karang yang ditransplantasi antara 40-70%. Beberapa cara transplantasi bibit karang berdasarkan lokasi pengambilan bibit (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006) adalah sebagai berikut : a. Jarak dekat Lokasi kegiatan penempatan karang transplantasi yang dekat dengan tempat bibit, kurang lebih radius 20 m, sebaiknya bibit dikumpulkan dalam ember yang bagian bawahnya berlubang. Tumpukan karang dalam ember maksimal 2 lapis atau tumpukan untuk menghindarkan kerusakan polip karangnya, selanjutnya ember tersebut ditarik dalam air menuju lokasi penempatan bibit.
b. Jarak menengah Lokasi yang membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk menempuhnya, menggunakan perahu, bibit dimasukkan kedalam ember yang berisi air laut sebanyak 2 lapis tumpukan. Selama dalam perjalanan menuju lokasi penempatan, ember tersebut harus dijaga agar terhindar dari sinar matahari langsung dan tetesan air hujan atau air tawar yang dapat mematikan polip karang.
c. Jarak jauh Pengangkutan jarak jauh sebaiknya bibit diambil dalam bentuk koloni, dibungkus dalam plastik yang berisi air laut dan oksigen seperti mengangkut ikan, kemudian disimpan dalam wadah box Styrofoam berukuran 50 cm 40 cm x 30 cm. Setelah itu diberi es batu agar metabolisme karang bibit agak menurun, sehingga dapat lebih meningkatkan daya tahan hidup dari bibit tersebut.
PENUTUP 3.1 Kesimpulan Karang untuk ditransplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan tempat pelaksanaan transplantasinya terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman dan turbiditas, tidak semua terumbu karang dapat di transplantasikan. Ada ketentuan untuk transplantasi karang mulai dari persediaan wadah beton sebagai subtrat, jenis karang yang akan ditransplantasikan sebaiknya yang bercabang, sampai lokasi perairannya. Metode Jaring dan Rangka, metode ini terbuat dari rangka besi yang dicat anti karat dan di atasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapih. Lokasi transplantasi terlebih dahulu perlu diperlakukan identifikasi lokasi dan survey. Amyrillia (2003) dalam Furqan (2007), menuliskan bahwa karang yang akan ditransplantasi diambil dari lokasi yang tidak rusak atau sudah mengalami sedikit kerusakan serta memiliki area terumbu karang yang luas dan kaya sehingga tidak terkena dampak dari pengambilan bibit transplantasi. Beberapa cara transplantasi bibit karang berdasarkan lokasi pengambilan bibit (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2006) adalah sebagai berikut : a. Jarak dekat b. Jarak menengah c. Jarak jauh
DAFTAR PUSTAKA
Adger, W.N., Hughes, T.P., Folke, C., Carpenter, S.R. and Rockstrm, J. (2005) Social-ecological resilience to coastal disasters. Science, 309, 1036-1039. Dizon, R.M., Edwards, A.J. and Gomez, E.D. (2008) Comparison of three types of adhesives in attaching coral transplants to clam shell substrates. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems, 18, 1140-1148 Edwards, A.J. and Gomez, E.D. (2007). Reef Restoration Concepts and Guidelines: making sensible management choices in the face of uncertainty. Coral Reef Targeted Research & Capacity Building for Management Programme: St Lucia, Australia. iv + 38 pp. ISBN 978-1-921317-00-2. Gomez, E.D. (2009) Community-based restoration: the Bolinao experience. Coral Reef Targeted Research & Capacity Building for Management Program, St Lucia, Australia. 4 pp. Seguin, F., Le Brun O., Hirst, R., Al-Thary, I. and Dutrieux, E. (2010) Large coral transplantation in Bal Haf (Yemen): an opportunity to save corals during the construction of a Liquefied Natural Gas plant using innovative techniques. Proceedings of the 11th International Coral Reef Symposium, 1267-1270. .