Anda di halaman 1dari 1

Media sosial menjadi ajang fitnah dan caci maki

KATARSIS (HARUSNYA) KONSTRUKTIF


Oleh : Willy Ramadan (Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Kalsel)
Media sosial atau jejaring sosial merupakan salah satu media yang berfungsi memudahkan manusia
untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain tanpa harus bertemu secara langsung. Inilah hasil
dari sebuah karya modernitas yang masyarakat rasakan sekarang ini. Namun dalam pengunaan dan
pemanfaatannya, ditemukan banyak sekali peyalahgunaan fungsi media sebagaimana seharusnya.
Ada memang masyarakat yang mengunakan media sosial sebagai alat jual beli, berbisnis, menambah
wawasan dan membangun hubungan. Namun disisi lain media sosial juga belakangan menjadi alat
propaganda politik yang membuat masyarakat saling mencurigai, saling mencaci maki, memfitnah dan
hingga sebagai alat untuk menyampai kritik-kritik terhadap pemerintah dengan tanpa memperhatikan
tata krama dan etika.
Melihat begitu kuatnya peranan media dalam kehidupan masyarakat, hingga dianggap sangat
mempengaruhi terhadap perilaku dan cara berpikir masyarakat. Perilaku dan cara pandang yang
diperlihatkan juga cukup beragam. Salah satu dampak media adalah yang dalam teori psikoanalisa
Sigmund Freud disebut sebagai katarsis (chatarsis). Problem hidup dan konflik sosial di sekitar
masyarakat seringkali membuat emosi yang berlebihan. Namun tidak jarang manusia memendam
emosi dan memilih untuk menahan. Sehingga orang yang mengalami perilaku ini memerlukan media
untuk meluapkan emosi yang ada di dalam dirinya sebagai bentuk penyaluran emosi dan pelepasan
kecemasan dan ketegangannya. Proses inilah yang disebut sebagai katarsis. Diantara perilaku katarsis
bisa berbentuk menulis curhatan atau meluapkannya di media sosial. Namun kadang emosi yang
berlebihan dan tidak didasari kesantunan dalam berpikir inilah biasanya melahirkan orang-orang yang
menjadikan media sosial sebagai ajang memfitnah dan mencaci maki. Sebagai bangsa yang beradab,
seharusnya kita memahami betul etika menyampaikan pendapat atau menyampaikan perasaan.
Sehingga yang kita sampaikan memiliki nilai konstruktif-estetis, keindahannya tidak hanya dilihat dari
apa yang kita sampaikan namun juga bagaimana cara kita menyampaikan. Wallahu Alam

Anda mungkin juga menyukai