Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

OBSERVASI FEBRIS






Penyusun :
Nadiah binti Ahmad Lutfi 030.07.307

Pembimbing :
Dr. Riza, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 1 APRIL 8 JUNI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 7 tahun (21/06/2005)
JK : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Bawal 1 no.11 RT 005/009 Koja
Tanggal masuk RS : 7 April 2013

Orang tua/wali
Ayah
Nama : Tn. E
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan: Buruh
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : Rp.1.950.000/bulan
Ibu
Nama : Ny. S
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Wali
Nama :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat Pekerjaan :
Penghasilan :
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku bangsa/bangsa :

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloananamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa tanggal 9
April 2013 pada jam 14.00 WIB.
KELUHAN UTAMA : Demam sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
KELUHAN TAMBAHAN : Kepala pusing, batuk, pilek, mual, nyeri ulu hati, muntah, mencret
dan nafsu makan berkurang.



RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
5 hari SMRS, ibu pasien mengatakan bahwa pasien panas tinggi tiba-tiba pada malam
hari. Demam naik turun, tidak disertai menggigil, berkeringat dan mengigau. Pasien juga
mengeluhkan kepala pusing. Ibu pasien juga sempat mengukur panas menggunakan thermometer
dan mengaku suhu tubuh pasien meningkat yaitu 39.9 C dan panas turun yaitu suhu tubuh 37.3 C
setelah pasien meminum obat penurun panas.
4 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien demam, batuk dan pilek. Demam naik turun,
panas turun setelah pasien meminum obat penurun panas dan pada siang hari panas naik lagi.
Batuknya berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien kemudian mendapatkan
rawatan di IGD RSUD Koja dan diberikan obat. Setelah minum obat keluhan berkurang.
3 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien masih demam, batuk dan pilek. Buang air
besar cair, tiga kali per hari, sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan, berampas, tidak
berlendir dan berdarah. Selain itu, pasien juga berasa mual, nyeri ulu hati, muntah dan nafsu
makan berkurang. Muntah setiap kali makan, sebanyak satu per tiga gelas, isi muntah berisi
makanan yang dimakan. Buang air kecil biasa dan tidak ada keluhan.
1 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien masih demam, batuk, pilek, mencret, mual,
muntah, nyeri perut dan tidak mau makan. Pasien kemudian mendapatkan pengobatan di
puskesmas dan keluhan berkurang setelah minum obat.
Beberapa jam SMRS, pasien datang ke IGD RSUD Koja dibawa oleh orang tua nya
karena keluhannya tidak sembuh setelah mendapatkan pengobatan dan untuk mendapatkan
perawatan lanjut di rumah sakit.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan dirawat di rumah sakit pada tahun
2010. Riwayat asma dan alergi makanan disangkal.

RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Tidak ada ahli keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat asma dan
alergi pada keluarga disangkal.

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada
Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan dua kali ke puskesmas
KELAHIRAN Tempat Kelahiran Puskesmas
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan - Spontan
- Tidak ada penyulit atau kelainan
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi - Berat lahir: 3500 gr
- Panjang: 55 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran : Tidak ada kelainan bermakna.






RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : 5 bulan
Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan
- Duduk : 7 bulan - Bicara : 24 bulan
- Berdiri : 10 bulan - Membaca/Menulis : 4 tahun
Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis : belum berkembang
- Payudara : belum berkembang
- Menarche : belum berkembang
Gangguan Perkembangan Mental/Emosi
Bila ada, jelaskan :
Kesimpulan riwayat perkembangan: Riwayat perkembangan sesuai umur pasien saat itu.

RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 +
2-4 +
4-6 +
6-8 + + + +
8-10 + + + +
10-12 + + + +
2 tahun + + + +

Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/Pengganti 3x/hari, satu piring
Sayur 3x/hari, satu porsi kecil
Daging 2x/minggu,satu potong
Telur 3x/minggu, satu butir
Ikan 3x/minggu, satu potong
Tahu 3x/minggu, satu potong
Tempe 3x/minggu, satu potong
Susu (merk/takaran) 1x/minggu, satu gelas
Kesulitan makan bila ada, jelaskan :
Kesimpulan riwayat makanan : Nafsu makan berkurang sejak sakit.

RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 X X
DPT/DT 2 4 6
POLIO 0 2 4
CAMPAK 9 X X
HEPATITIS B 0 1 6
MMR X X
IPA
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap.



RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)
No Tgl Lahir
(umur)
Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati
(sebab)
Keterangan
Kesehatan
1 12 tahun Perempuan + Sehat
2 7 tahun Laki-laki + Sehat
3
4
5

RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Perumahan :
- Menyewa
- Keadaan rumah : tinggal berempat, pasien dan orang tua nya serta kakak.
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak ada
yang menderita penyakit yang serupa. Pasien memakai
sumber air dari PAM.
Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : Lingkungan perumahan tidak sesuai dengan
standar.

Ayah Ibu
Nama Tn.E Ny.S
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 30 27
Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat) SD SD
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
Berdarah
+ Kejang - Darah -
Demam
Thypoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 April 2013, Pukul 14.00 WIB)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 35 kg
Tinggi Badan : 135 cm
Status Gizi (CDC) : BB/U : 35/26 x 100% = 134.62%
TB/U : 135/127 x 100% = 106.30%
BB/TB : 35/30 X 100% = 116,67%
Kesan: Gizi baik

Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 72x/menit, reguler, isi cukup, equal.
Suhu Tubuh : 36,5
o
C
Frekuensi Napas : 28x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominothorakal
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Kepala : normocephali, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, Diameter
3mm/3mm, RCL+/+, RCTL+/+, mata cekung (-/-)
Telinga : normotia, sekret -/-, serumen +/+
Hidung : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (-/-)
Mulut : Bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor
Gigi : tidak ada karies
Faring : hiperemis
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Toraks
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SN vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, datar, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, bising usus (+) meningkat, turgor kulit baik
Genitalia : kelamin laki-laki
Anggota Gerak : akral hangat, sianosis (-), oedem (-)
Tulang Belakang : scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : -
- Bruzinsky I : -
- Bruzinsky II : -
- Laseque : -
- Kerniq : -

Reflek Patologis :
- Babinsky : -
- Oppenheim : -

Reflek Fisiologis :
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+


Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 7 April 2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Hematologi
Hb 13,9 13,7 17,5 g/dl
Leukosit 6,200 4.200 - 9.100 /uL
Hematokrit 41 40 - 51 %
Trombosit 208.000 140.000 - 440.000 /uL
Diabetes
GDS 94 60-100 mg/dl
Elektrolit
Na 130 134-146 mmol/L
K 3,08 3,4-4,5 mmol/l
Cl 94 96-108 mmol/l

RESUME
Seorang pasien An. A, laki-laki berumur 7 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan
keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi dan naik turun. Pasien juga merasakan kepala
pusing, batuk berdahak bening, pilek, mual, nyeri ulu hati, muntah, diare dan nafsu makan
berkurang. Muntah setiap kali makan, sebanyak satu per tiga gelas dan isi muntah makanan yang
dimakan. Diare, frekuensi tiga kali per hari, sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan,
berampas, tidak berlendir dan berdarah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gizi baik, tampak
sakit ringan, dan kesadaran compos mentis. Frekuensi nadi 72x/menit, suhu tubuh 36,5
o
C,
frekuensi napas 28x/menit, tekanan darah 90/60mmHg dan bising usus meningkat. Pada
pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan.



DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
- Viral infection
- Diare akut tanpa dehidrasi
-
Diagnosis Banding :
- Daire akut tanpa dehidrasi et causa infeksi bakteri
- Demam tifoid

Rencana Pemeriksaan Lanjut
- Tes widal

PENATALAKSANAAN
- IVFD RA 15 tpm
- Ranitidin 2 x 40 mg IV
- Vectrine 3 x 1 cth
- Zircum syrup 1 x 1 cth
- PCT syrup 3 x 1 cth

PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Follow up tanggal 9 April 2013
S : Demam (-), kepala pusing (-), batuk (+), pilek (+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
BAB lembek (+), 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, nafsu makan baik.

O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 72x/menit
TD : 90/60 mmHg
RR : 28x /menit
Suhu : 36,5
0
C
Abdomen : supel, datar, nyeri tekan epigastrium (-), bising usus (+)

A : viral infection
Diare akut tanpa dehidrasi

P : IVFD RA 15 tpm
Ranitidin 2 x 40 mg IV
Vectrin syrup 3 x 1 cth
Zircum syrup 1x1 cth
PCT syr 3 x 1 cth
Pasien pulang
ANALISA KASUS

Diagnosis Kerja
1.Viral infection
- emam sejak hari terjadi tiba-tiba terus-menerus terkadang turun namun
tidak pernah mencapai suhu normal dan fluktuasi suhu ang terjadi lebih dari
- Batuk dan pilek. Batuknya berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan.
- Pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan. Demam yang tidak
diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

2.Diare akut tanpa dehidrasi
- Buang air besar konsistensi cair sejak 3 hari SMRS, terjadi tiba-tiba, frekuensi
3x/hari, volume sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan, berampas, tidak
berlendir dan berdarah.
- Muntah setiap kali makan, volume sebanyak satu per tiga gelas, isi muntah berisi
makanan yang dimakan.
- Buang air kecil biasa dan tidak ada keluhan.
- Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis dan
tanda-tanda vital dalam batas normal. Mata tidak cekung, mulut dan lidah basah,
bising usus meningkat dan turgor kulit kembali cepat.





Patofisiologi Demam



Terapi
Secara umum, pasien yang mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan
hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain
itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan demam.

1.IVFD RA 15 tpm
- Merupakan terapi cairan
- Rehidrasi
2.Ranitidin 2 x 40 mg IV
- Antasida
- Dyspepsia prophylaxis
- Dosis: 1-2 mg/kgBB/hr
3.Parasetamol syrup 3 x 1 Cth
- Antipiretik (menurunkan demam)
- Dosis PCT: 20 mg/kgBB
4.Zircum syrup 1 x 1 Cth
- Suplemen zinc
- Mengurangi keparahan dan durasi dari diare
- Dosis: 10-20mg/hari selama 10-14 hari
5.Vectrine syrup 3 x 1 Cth
- Mukolitik, sebagai pengencer lendir pada gangguan saluran pernafasan akut dan
kronik.
- Dosis: 5 ml, 3 kali sehari


TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang 1,2
Demam merupakan salah satu keluhan utama yang paling sering disampaikan orang tua
pada waktu membawa anaknya ke dokter atau ke tempat pelayanan kesehatan. Beragam penyakit
memang biasanya dimulai dengan manifestasi berupa demam, terutama penyakit infeksi pada
umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas, keracunan termasuk oleh obat, proses
imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak yang dibawa ke dokter adalah karena demam.
Demam pada umumnya tidak berbahaya tetapi demam tinggi dapat membahayakan. Penelitian di
luar negeri menunjukkan bahwa 95% ibu merasa khawatir bila anaknya demam.
Demam merupakan salah satu gejala yang diperlukan dalam menentukan diagnosis.
Penilaian demam dengan menggunakan termometer masih jarang dilakukan oleh ibu di rumah.
Penelitian di Arab Saudi mendapatkan hanya 24% ibu menggunakan termometer. Penilaian suhu
tubuh yang paling banyak (94%) dilakukan ibu justru dengan menggunakan perabaan. Hal
tersebut menjadi kendala untuk mendapatkan data yang obyektif tentang demam. Tidak semua
demam memerlukan antipiretika karena demam justru merupakan petunjuk bahwa pada anak
sedang terjadi proses penyakit.
Pada umumnya demam dengan suhu yang tidak tinggi tidak membahayakan. Di luar
negeri sebagian besar anak yang demam ditangani sendiri oleh ibu dengan memberi antipiretika
(48%) dan hanya 18% saja yang dibawa ke dokter atau sarana kesehatan. Tindakan ibu
memberikan antipiretika dipengaruhi oleh kekhawatiran akan bahaya demam, pemahaman ibu
tentang demam dan hambatan yang terjadi. Di samping itu golongan antipiretika tertentu
(parasetamol atau ibuprofen) merupakan tindakan pertolongan pertama yang praktis dan cukup
aman pada anak yang menderita demam yang cukup tinggi oleh sebab penyakit apapun, sebelum
mencari pertolongan dokter atau pusat pelayanan kesehatan. Sementara itu ibu harus mampu
mendeteksi apakah demam pada anaknya memang perlu diberi terapi atau hanya pengawasan.
Demikian pula apakah demam telah turun sehingga tidak perlu pemberian antipiretika lagi.


1.Definisi Demam 3,4
Demam atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang berarti api
(pyro). Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas normal yang disebabkan
perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal tubuh berbeda tergantung dari daerah
pengukuran. Batasan normal suhu tubuh antara lain sebagai berikut :
1. Temperatur oral berkisar antara 33,2 38,2
0
C
2. Temperatur rektal berkisar antara 34,4 37,8
0
C
3. Temperatur aksila berkisar antara 35,5 37,5
0
C
4. Temperatur membran timpani berkisar pada 35,4 37,8
0
C
Suhu tubuh bervariasi pada setiap individunya, tergantung pada berbagai faktor; antara
lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperature ruangan, tingkat aktivitas, dan sebagainya.
Peningkatan suhu tubuh tidak selalu mengisyaratkan terjadinya demam. Sebagai contoh,
peningkatan suhu tubuh pada seseorang akan meningkat pada keadaan peningkatan metabolisme
tubuh (latihan fisik), tetapi hal tersebut tidak didefinisikan sebagai demam, karena pusat
pengaturan suhu tubuh di otak berada pada batas normal.

2.Pengaturan Suhu Tubuh 5,8
2.1. Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas
Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan
produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur
seluruh mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju
hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila
kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun.


2.1.1 Produksi Panas
Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate antara lain: (1) laju metabolisme
dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3)
metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan
perangsangan simpatis terhadap sel; (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri.
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas
dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan
adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang
terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai
banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan
produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan
vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan
suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam
mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat,
pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom
untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan
pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat.
Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan
mempertahankan suhu tubuh.
2.1.2 Kehilangan Panas
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu:
(1) Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis
gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara
apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan
panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana
terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda.
Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih
luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) Konveksi : pemindahan panas
melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi :
kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk
air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga
kehilangan panas melalui urine dan feses.
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan
panas pada bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada
anak yang lebih besar.
2.2 Konsep Set-Point dalam pengaturan suhu tubuh
Konsep Set-Point dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan
temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke
tingkat Set-Point. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh
seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat
dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke
tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point.
2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh.
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area
preoptik hipotalamus anterior
Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak
dengan menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik
atau dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode,
area preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif
terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk
mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera
mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh
tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan
tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan
untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. Walaupun sinyal yang ditimbulkan
oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada
bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam
pengaturan suhu.
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III,
disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan
otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari
reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan
penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1
menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus
kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam,
IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel
untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik
hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam
OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan
erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam
jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih
cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1.
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan
memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas
(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku
manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau
menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai
peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan
konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2
diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat
mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin
vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fever.
Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan
aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis.

3.Etiologi Demam 4,6
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada
hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor
perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli
pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma,
hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan
imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang
(penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin
(tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry,
hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam
mediterania familial). Umumnya demam pada anak disebabkan oleh virus yang sembuh sendiri.
Tetapi sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius diantaranya meningitis bakterialis,
bakterimia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran kemih, enteritis bakteri, infeksi tulang dan
sendi.

4.Patogenesis Demam 1,10
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah
adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus,
menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen
eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-
produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan
pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor
Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11).
Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap
pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan
sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.


4.1 Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya,
pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis
interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya
endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun
DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap
hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung
makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin
shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.

4.1.1Pirogen Mikrobial
4.1.1.1 Bakteri Gram-negatif
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan
adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali
ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS).
Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related).
Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah,
keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell).
Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1,
kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam.
Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor hageman, seperti
yang terdapat pada gambar 1.4 dan gambar 1.5



4.1.1.2 Bakteri Gram-positif
Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding
sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan
pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi
demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan
perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif.
Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus
diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif
(misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.
4.1.1.3 Virus
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah
disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara
melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap
komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon
dan nekrosis sel akibat virus.
4.1.1.4 Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang
akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada
dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai
demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang
infeksi jamur invasif.



4.1.2 Pirogen Non-Mikrobial
4.1.2.1 Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
terjadinya demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune
hemolytic anemia).
4.1.2.2 Kompleks Antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi
antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen
yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit
dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh
immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang
berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin
disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan
dengan pelepasan IL-1.
4.1.2.3 Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat
menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam
tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat
suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin =
FUO).



4.1.2.4 Sistem Monosit-Makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan
terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab
dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan
agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer
juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga
peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte
colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah
untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan
yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-
sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan
mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada
limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan
dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid
dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan
penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-
1) dan Tumor necroting factor (TNF).

4.2 Pirogen Endogen
4.2.1 Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori,
dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel
kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi
organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.
Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2
agonis (IL- dan IL-) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-
1 ini berkompetisi dengan IL- dan IL- untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif
IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi
menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di
hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan
otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat
(SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP.

Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial
Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen
antigen dipresentasikan pada sel-T
Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada

permukaan monosit-makrofag
Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF
Sekresi dari :
Interferon dan Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif
IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam,

aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B
IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi

sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi
IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE
IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, perangsangan

sekresi T-cell dependent B-cell
Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor
Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1
Lisozim Zat penting bagi proses peradangan
Tabel 1.1 Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag

Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam
pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta
aktivasi sel-B, maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan
B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati,
seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan
sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi
zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia
terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi
dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya
serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat
timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah.
Fungsi utama Interleukin-1 :
Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2)
Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut
Respon inflamasi Proteolisis otot
Supresi nafsu makan Absorpsi tulang
Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur

4.2.2 Tumor Necrosis Factor (TNF)
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh
monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak,
sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang
sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai
aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia
mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi
normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek untuk
merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta
meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.
Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak
mempunyai efek langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap
sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam.
Tumor necrosis factor identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein
dan menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi
kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau
prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus
HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan dalam
kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan graft-versus-host
disease.
4.2.3 Limfosit yang Teraktivasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu
sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis
antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon
inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit
(dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah
antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF)
merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T
menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam tabel 1.2



4.2.4 Interferon
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel
yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang
teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam
aminonya, yaitu interferon- (INF alfa) interferon- (INF beta) dan interferon-gama (ITNF
gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan
makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi
oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan
dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, sehingga
diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.
Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-
B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat
secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-
activating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon
mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi
natural killer cell. Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan
berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus
replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan
cara mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara
tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas antivirus dan antitumor interferon
terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis
imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa dari manusia sehat
dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi
sebagai antagonis IL-4.
Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai
penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti
hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa dingin, nyeri
sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada
separuh pasien ang mendapat interferon dan dapat mencapai 40 Efek samping ini dapat
diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal
hati, gagal jantung, neuropati dan pansitopenia.
4.2.5 Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh
limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting
pada pertumbuhan dan fungsi sel-T, Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Telah dilaporkan
adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2.
Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar
dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell
atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan
IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma tampak
cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan IL-2 dapat
menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti peningkatan kerentanan
terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya diantaranya lemah badan,
demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2
menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi
aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan
oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2
diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan
beberapa bentuk keganasan.
4.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan
adalah eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-
stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast
juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah
menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi
granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan
diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik
pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan
terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non
Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.

5.Fase Demam 3,7
Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan proses dari perjalanan demam
(peningkatan dan penurunan demam). Stadium tersebut antara lain :
1. Stadium inkrementi, ialah stadium dimana suhu tubuh mulai terjadi peningkatan, dapat
muncul mendadak atau perlahan-lahan.
2. Stadium fastigium, ialah puncak dari kejadian demam itu sendiri, dapat berupa puncak
yang berbentuk datar, tajam (peak), atau parabola. Biladidapat grafik suhu yang bergelombang
sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang dengan variasi diantara 1-3 minggu,
maka disebut demam undulans.
3. Stadium dekrementi, yaitu stadium turunnya suhu tubuh. Apabila suhu turun dengan
mendadak maka keadaan tersebut disebut krisis, bila suhu turun perlahan disebut lisis. Bila suhu
turun mencapai normal kemudian meningkat kembali disebut residif, sedangkan bila suhu
meningkat sebelum suhu turun ke batas normal, maka disebut rekrudensi.

6.Jenis dan Tipe Demam 4,9
Sampai saat ini, dikenal beberapa tipe demam, yaitu :
1. Demam kontinyu
Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi yang tidak lebih
dari 1
0
C. Contoh penyakitnya antara lain; demam dengue, demam tifoid, pneumonia, infeksi
respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat,
malaria falciparum, dan lain-lain.



2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian kembali ke suhu
normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam
teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 1
0
C. Demam mendadak tinggi disertai menggigil, suhu
turun secara drastis, setelah serangan demam penderita merasa lelah. Contoh penyakitnya antara
lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam
intermiten, yaitu :
Demam quotidian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria falciparum dan
demam tifoid





Demam tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana (Plasmodium
vivax). Serangan demam tiap 2 x 24 jam (misal: Minggu Selasa Kamis)
Demam quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana (Plasmodium
malariae). Serangan demam tiap 3 x 24 jam (misal: Minggu Rabu Sabtu)




3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu normal,
fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 1
0
C. Contoh penyakitnya antara lain; infeksi virus, demam
tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.


4. Demam berjenjang (step ladder fever )
Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama beberapa
hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya pada demam tifoid.
Demam naik turun yang >7 hari, pada minggu pertama demam subfebril (kenaikan suhu tidak
tinggi), puncak demam makin lama makin tinggi, siang hari suhu badan turun, tapi tidak
mencapai normal dan meninggi pada malam hari, anak lesu, tidur mengigau, BAB cair; pada
minggu kedua demam tinggi terus-menerus.




5. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback )
Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu, kurang
lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini didapatkan pada
beberapa penyakit,seperti demam dengue, yellow fever ,Colorado tick fever , Rit valley
fever,dan infeksi virus seperti; influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.




6. Demam Pel-Ebstein atau undulasi
Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana terjadi
peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti itu
seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis bruselosis, dan
pielonefritis kronik.



7. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)
Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di
awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik,
dan endokarditis bakterial.



Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:
1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis
etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan
laboratorium,
misalnya tonsilitis akut.
2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan
dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya
demam tifoid.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

7.Diagnosis Banding Kasus Demam 1,4
Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :
1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda lokal pada anak
biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :
a) Infeksi pernapasan bagian atas
Gejala batuk dan pilek
Nyeri menelan
Rhinorhoea
Faring hiperemis
Tonsil hiperemis dan membengkak
Detritus pada tonsil
Pembesaran kelenjar getah bening.


b)Otitis media dan eksterna
Otorhoea
Nyeri telinga
Kanalis akustikus eksternus tampak hiperemis
Membran timpani hiperemis dan cembung
c)Sinusitis
Nyeri kepala sekitar orbita
Rhinorhoea yang berbau atau purulen
Nyeri perkusi pada daerah yang terkena)
d)Mastoiditis
Benjolan lunak dan nyeri sekitar daerah mastoid
Tanda peradangan local
e)Abses tenggorokan
Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar
Nyeri saat menelan
Kesulitan menelan/ mendorong masuk air liur
Pembesaran kelenjar getah bening servikal
f)Infeksi jaringan lunak dan kulit
Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor,dolor, rubor, pustula, dan lain-
lain.
Selulitis, abses kulit, dan lain-lain.
g)Demam rematik akut
Tanda peradangan lokal pada sendi
Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan lain-lain.
Peningkatan LED dan ASTO

2.Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi local. Demam yang timbul tanpa disertai tanda-
tanda infeksi lokal,dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a)Demam dengue, demam berdarah dengue
Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji bendung/ rumple leede positif
Pembesaran hati
Tanda-tanda gangguan sirkulasi
Peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, serta penurunan nilai trombosit dan leukosit
Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka demam berdarah dengue
b)Demam malaria
Demam tinggi khas bersifat intermiten
Demam terus-menerus
Menggigil, nyeri kepala, berkeringat, dan nyeri otot-sendi
Anemia
Hepatosplenomegali
Hasil apus darah malaria positif
c)Demam tifoid
Demam lebih dari tujuh hari
Letargis atau terdapat penurunan kesadaran
Nyeri perut, kembung, mual, muntah
Diare atau konstipasi
d)Infeksi saluran kemih
Demam terutama dibawah usia dua tahun
Nyeri ketika berkemih
Berkemih lebih sering dari biasanya
Mengompol (anak usia > 3 tahun)
Urgensi (ketidakmampuan menahan berkemih yang sebelumnya mampu dilakukan
Nyeri ketok sudut kostovertebra atau nyeri tekan suprapubis
e)Sepsis
Tampak sakit berat, tanpa penyebab jelas
Penurunan kesadaran
Hipotermia atau hipertermia
Takikardia, takipneu
Gangguan sirkulasi
Leukositosis atau leukopenia


f)Keadaan penurunan sistem imun
Infeksi HIV-AIDS
Keganasan
Diabetes mellitus
Dan lain-lain

3.Demam yang disertai ruam. Demam dapat pula bermanifestasi membentuk ruam tertentu pada
sistem integumen, adapun demam yang memiliki manifestasi ruam, yang sering diderita oleh
anak-anak antara lain :
a)Campak
Ruam makula atau papul eritema yang mulai muncul di daerah leher, belakang telinga menuju
ke tubuh dan ektremitas
Batuk, pilek, nyeri tenggorokan
Konjungtivitis
Bercak koplik
Riwayat imunisasi campak (-)
b)Eksantema subitum
Terutama pada bayi (6-18 bulan)
Ruam muncul setelah suhu turun
Ruam biasanya dimulai dari tubuh kemudian menyebar ke ekstremitas


c)Demam skarlet (Skarlatina)
-Demam tinggi, tampak sakit berat
-Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya didahului di daerah lipatan (leher, ketiak, dan lipat
inguinal)
-Peradangan hebat pada tenggorokan dan kelainan lidah (strawberry tongue)
-Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik
d)Demam berdarah dengue
e)Infeksi virus lain
-Chikunguya
-Enterovirus
-Gangguan sistemik dari ringan hingga berat

4.Demam lebih dari tujuh hari
a)Demam tifoid
-Demam lebih dari tujuh hari
-Letargis atau terdapat penurunan kesadaran
-Nyeri perut, kembung, mual, muntah
-Diare atau konstipasi



b)TB milier
-Demam lama (> 2 minggu)
-Berat badan menurun
-Anoreksia
-Pembesaran hati dan/atau limpa
-Batuk
-Tes tuberkulin positif
-Riwayat kontak dengan penderita TB
-Gambaran milier pada foto thorax dada
C)Endokarditis infektif
-Berat badan turun
-Pucat
-Jari tabuh
-Bising jantung
-Pembesaran limpa
-Petekie
-Splinter haemorrhages pada kuku
-Hematuria mikroskopik



d)Demam rematik akut
-Bising jantung yang dapat berubah-ubah sewaktu-waktu
-Artritis/ atralgia
-Gagal jantung
-Takikardia
-Pericardial friction rub
-Fokus infeksi streptokokal
e)Abses dalam
-Demam tanpa fokus infeksi yang jelas
-Radang setempat atau nyeri
-Tanda-tanda spesifik tergantung tempatnya (otak, paru, hepar,ginjal, dll
f)Demam malaria

8.Penatalaksanaan Demam 4, 10
Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus demam
yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam tentu saja tidak
membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak diturunkan dapat meningkat tiba-
tiba ke level yang membahayakan. Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada
umumnya terjadi jika suhu tubuh mendekati 42
0
C (107,6
0
F). Secara umum, pasien yang
mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat
merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti
dapat membantu menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh
peningkatan masukan cairan dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral
yang sesuai, dengan kadar elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan
ialah dengan memberikan kompres hangat pada daerah peredaran darah besar; misalnya dileher,
ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat
hangat daerah sekitar pembuluh darah besar tersebut,dan kemudian akan menghangatkan darah
itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang pusat pengaturan suhu untuk menurunkan
termostat ke titik yang lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita lihat pada
pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah (flushing),karena vasodilatasi pembuluh
darah, sebagai upaya pembuangan panas tubuh.
Medikasi yang utama untuk penatalaksanaan demam ialah dengan pemberian antipiretik.
Contoh antipiretik yang sering digunakan untuk kasus demam antara lain; parasetamol,
ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber mengatakan antipiretik asam asetil
salisilat dan ibuprofen lebih efektif untuk penatalaksanaan demam pada anak, sekaligus
mengurangi gejala prodromal lain yang menyertai demam, karena efek analgetiknya lebih kuat
dibandingkan dengan parasetamol. Namun begitu, asam asetil salisilat dan ibuprofen memiliki
resiko perdarahan lambung dan gangguan agregasi trombosit yang lebih tinggi dibandingkan
dengan parasetamol. Oleh karena itu, obat tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan pada kasus
demam yangdisertai perdarahan, misalnya pada demam berdarah dengue, purpura
trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan lain-lain. Pada umumnya antipiretik digunakan
bila suhu tubuh anak lebih dari 38
0
C. Orang tua dan sebagian besar dokter memberikan
antipiretik pada setiap keadaan demam. Seharusnya antipiretik tidak diberikan secara automatis,
tetapi memerlukan pertimbangan. Pemberian antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak,
bukan dari suhu yang tertera pada angkatermometer saja. Saat ini pemberian resep antipiretik
terlalu berlebihan,antipiretik diberikan untuk keuntungan orang tua daripada si anak. Meski tidak
ada efek samping antipiretik pada perjalanan penyakit, namun terdapat beberapa bukti yang
memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi pemberian antipiretik, antara lain :

1. Demam lebih dari 39
0
C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, biasa timbul
pada keadaan otitis media atau mialgia.
2. Demam lebih dari 40,5
0
C
3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan gizi kurang,
penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,memerlukan antipiretik.
4. Anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.

Klasifikasi Antipiretik
Obat antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para aminofenol
(parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat (aspirin, salisilamid),
dan asam asetik (indometasin). Namun yang akan dibahas pada bagian ini ialah antipiretik yang
sering dipakai pada penatalaksanaan demam pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan
aspirin.
1. Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol
merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan
demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria.
Cara terakhir ini merupakan alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak
muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian
menunjukkan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang
sama daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin,hanya parasetamol tidak mempunyai
daya antiinflamasi, oleh karena itutidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti artritis
reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping lain yang berasal dari
pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi.
Dosis parasetamol lazim yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per
dosis, makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik dan direkomendasikan diberikan setiap 4
jam. Dosis parasetamol 20 mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tetapi
memperpanjang efek antipiretik sampai 6-8 jam.Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan
demam terjadi setelah 30 menit, puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan rekurendalam 3-4
jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang
mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorpsi sehingga menghalangi penurunan
demam. Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak
akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati, maupun koagulopati. Obat yang dilaporkan
mempunyai interaksi denganparasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopramid, beta
bloker,dan klopromazin.



2.Ibuprofen
Ibuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik,
analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory
Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis PGE-2 melalui penghambatan
siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID yang direkomendasikan sebagai
antipiretik di Amerika Serikat adalah ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini
diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar
efek maksimal untuk antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang
akan menurunkan suhu tubuh 2
0
C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih
poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara
parasetamol. Awitan antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak
yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah
parasetamol.Efek antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan
dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan
demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40
mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping
yang lebih rendah. Pemberian sitokin (misalnya GM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan
mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen
mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas.
Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya penyakit yang sebelumnya telah ada
pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh pengobatannya.Di pihak lain efek samping
biasanya berhubungan dengan dosis dansedikit lebih sering dibandingkan dengan parasetamol
dalam dosis antipiretik. Reaksi samping ibuprofen lebih rendah daripada aspirin.Anak yang
menelan 100 mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali
asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat dengan
muntah (kumbah lambung), arang aktif, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada
antidotum spesifik terhadap keracunan ibuprofen.




3.Salisilat

Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas dipakai
dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai 70%
sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya terbalik. Dalam
penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosissetara terbukti kedua
kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih efektif sebagai
analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on
Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada laporannya
tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan
kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih digunakan secara luas di berbagai
tempat di dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil
dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping
lebih tinggi daripada parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan
obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),
metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya metabolisme
natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :

1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB
memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena waktu
paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis awal ialah 80
mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan untuk mempertahankan kadar
salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom
Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada
pengobatan artritis reumatoid.
3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation agent yang
terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin menghambat
siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik rendah,
direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan
penyakit jantung koroner.

Kontraindikasi pemberian aspirin
a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat
menyebabkan sindrom Reye.
b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat menyebabkan
anemia hemolitik.
c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan aspirin
(aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan hiperreaktivitas
bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-
akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang
diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap otot-otot polos
salurannapas.
d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki kecenderungan untuk
mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversibel.
Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah< 20 mg/100 mL, umumnya dianggap
sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut
keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek
samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis
prostaglandin pada organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis
respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan
ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis
respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu
ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik menunjukkan
adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu
protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.




DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke-dua belas. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI : Jakarta, 2007.
2. Poerwoko, dkk. Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan tindakan ibu.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM : Yogyakarta, 2003.
3. Roespandi H, dr., Nurhamzah W, dr. Buku Saku Panduan Pelayanan
KesehatanAnak di Rumah Sakit, Cetakan I. Tim Adaptasi Indonesia-WHO :
Jakarta, 2009.
4. Soedarmo SSP, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta, 2010.
5. Patofisiologi Demam. Didapatkan dari
http://coretanmedis.blogspot.com/2012/09/demam-pada-anak.html
6. Bellig L.L. 2005. Fever. Didapatkan dari
http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm
7. Powel R.K. 2004. Fever. In : Richard E.B., Robert M.K., Hal B.J. Nelson
Textbook of Pediatrics. Volume 2. 17
th
edition. Philadelpia. Saunders. 839-841.
8. Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21
st

edition. San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259.
9. Kayman H. Management of Fever: making evidence-based decisions. Clin Pediatr. Jun2003
(42); 3836.
10. Sumarno S.P.S., Herry G., Sri Rezeki S.H. 2002. Demam, Patogenesis dan
Pengobatan. Buku Ajar Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. IDAI. Edisi
1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 27-38.
11. Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious Diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK,Overby KJ,
penunting udolphs fundamental of pediatrics Edisi ke-2. NewYork:McGraw-Hill.
2002;312-7.10.
12. Dinarello A.C., Gelfan A.J. 2001. Fever and Hypertermia. Didapatkan dari
http://www.harrisononline.com.

Anda mungkin juga menyukai