Anda di halaman 1dari 31

1

SMF/Lab Ilmu Penyakit THT Laporan Kasus


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman


HERPES ZOSTER OTIKUS






Oleh :
Sri Handaryati
04.45421.00211.09

Pembimbing :
dr. Soehartono, Sp. THT


Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Lab Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012

2

BAB I
PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang
Herpes zoster otikus atau Ramsay Hunt syndrome adalah berupa sindrom
yang terdiri dari nyeri telinga hebat, gangguan pendengaran, pusing, erupsi vesikel
pada kulit biasanya pada aurikula dan meatus akustikus eksternus disertai dengan
parese fasialis. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi penyebaran
virus varicella zoster pada telinga. Herpes zoster virus selain dapat menginfeksi
secara langsung, juga dapat timbul oleh karena reaktivasi dari infeksi endogen yang
sebelumnya merupakan infeksi laten virus varicella. Virus ini secara laten bersarang
pada akar ganglion saraf sensoris selama bertahun-tahun pada pasien yang menderita
chicken pox stadium awal.
1,2,3
Individu-individu dengan sistem imun yang rendah
seperti penderita kanker yang menjalani radioterapi atau kemoterapi, penderita HIV
mempunyai risiko yang lebih besar terhadap reaktivasi infeksi laten virus varicella
zoster. Stress fisik dan emosional juga merupakan faktor presipitasi terjadinya
Ramsay Hunt Syndrome.
4,5
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3 5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di
bawah 20 tahun.
3,4


Ramsay Hunt Syndrome adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus paralisis
fasialis yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak. Insidens
laki-laki dan wanita adalah sama. Insiden Ramsay Hunt syndrome 5 kasus/100.000
populasi. Kedua terbanyak penyebab paralisis fasial atraumatik dibandingkan dengan
Bells palsy, Ramsay Hunt Syndrome onset paralisisnya lebih berat dan prognosisnya
jelek. Pada beberapa studi kasus, hanya 10-22% individu dengan paralisis fasialis
yang signifikan dapat sembuh sempurna. Penelitian Mayo menemukan insiden
Ramsay Hunt Syndrome 130 kasus / 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara
signifikan pada usia lebih dari 60 tahun, 10% dari populasi ini berisiko menurunnya
sistem imun yang meliputi karsinoma, trauma, radioterapi atau kemoterapi.
2,3,4
3

Pengobatan herpes zoster otikus secara keseluruhan sama dengan terapi
herpes zoster karena pada dasarnya herpes zoster menimbulkan manifestasi herpes
zoster otikus. Komplikasi herpes zoster otikus yang sering ditemukan adalah
neuralgia pasca herpatik dan infeksi sekunder.
1,2

Pada laporan ini dipaparkan tentang kasus seorang penderita herpes zoster
otikus dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penanganan yang diberikan. Serta
komplikasi yang dapat terjadi pada penderita herpes zoster otikus.
2.2. Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk dapat mengetahui tentang patofisiologi, gejala, tanda, penegakkan
diagnosis, komplikasi serta penatalaksanaan pada penyakit Herpes Zoster
Otikus sehingga nantinya para dokter dapat menegakkan diagnosis serta
memberikan penanganan yang tepat pada kasus herpes zoster otikus.
2. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior di Laboratorium Ilmu
Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan.










4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Telinga adalah bagian panca indra untuk pendengaran dan keseimbangan,
terletak di sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu
telinga luar (auris eksterna), telinga tengah (auris media), dan telinga dalam (auris
interna).
5

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus
akustikus eksternus) sampai membran timpani. Aurikula atau pinna adalah cuping
telinga yaitu bagian menonjol dan membentuk daun telinga yang terdiri dari heliks,
antiheliks, tragus, konka aurikularis dan lobulus. Kerangka aurikula terdiri dari
tulang rawan elastik kecuali pada lobulus yang hanya terdiri dari jaringan ikat dan
lemak.

Meatus akustikus eksternus adalah liang telinga yang bermula dari konka
aurikularis sampai membran timpani. Panjangnya pada orang dewasa berkisar antara
25 mm. Meatus akustikus eksternus dibagi 2 yaitu:
1. Pars kartilageneus: terletak 1/3 lateral yang kerangkanya terdiri atas tulang rawan
elastik sehingga dapat digerakkan, arah sumbunya medial kranio dorsal. Kulit yang
melapisinya ditumbuhi rambut dan mengandung glandula serumenosa.
2. Pars osseus: terletak 2/3 medial terdiri dari tulang keras dengan arah sumbu medio
ventral kaudal. Kulit yang melapisinya tidak mengandung jaringan lemak, folikel
rambut dan kelenjar.
6,7









2.1.1. Gambar Anatomi Telinga
8

5

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani, batas
depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis). Membran
timpani berukuran kurang lebih 3-6 mm, mempunyai posisi miring menghadap ke
bawah. Bentuknya tidak rata, tetapi menyerupai kerucut dengan diameter sekitar 10
mm. Membran ini terdiri dari bagian keras di bawah (pars tensa) yang merupakan
bagian terbesar dan bagian lunak (pars flaccida) di bagian atas. Bagian tengahnya
dinamakan umbo, merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Dari
umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu jam 7 untuk
membran timpani kiri dan jam 5 untuk membran timpani kanan. Di dalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu
maleus, incus dan stapes.
8,9

Ke arah depan, rongga ini mempunyai saluran yang berhubungan dengan
nasofaring, yaitu melalui tuba auditiva atau tuba eustachius. Saluran ini diperlukan
untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan dengan tekanan udara luar.
Penyesuaian tekanan dilakukan melalui gerakan menelan ludah jika seseorang
merasa telinganya tidak nyaman.
8

Dinding dalam telinga tengah berbatasan dengan tulang pembatas telinga
dalam. Pada tulang ini terlihat penonjolan akibat keberadaan kanalis semisirkularis
(penerima rangsang keseimbangan). Selain itu, juga terdapat tempat lekat tulang
pendengaran, yaitu os stapes, di bawahnya terdapat foramen rotundum, yang
menutup membran mukosa yang penting untuk memelihara keseimbangan tekanan di
ruang telinga dalam.
8

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Bentuk
telinga dalam sedemikian kompleks sehingga disebut labirin. Tulang dan membran
labirin memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibular (skala
vestibuli) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklear (skala
timpani) merupakan organ pendengaran.
8

Telinga di inervasi oleh beberapa saraf, yaitu n.VII, n.VIII, dan n. X. Saraf
fasialis (n.VII) mempunyai dua subdivisi, subdivisi pertama merupakan saraf fasialis
yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, dan subdivisi kedua adalah saraf
intermediate.
8,9

6

2.2. Herpes Zoster Otikus
Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan
luar oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi
klinis herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita
sehingga sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia
atau otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunts
syndrome, disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada
daerah telinga. Ketika berhubungan dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini
disebut sindrom Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan
ruam kulit, yang dianggap berasal dari infeksi virus varicella zoster (VZV).
4-7







(a) (b)
2.2.1. (a) Gambaran vesikel pada aurikula sinistra pada herpes zoster otikus;
(b) Gambaran krusta pada auris destra pada herpes zoster otikus, tampak seperti
gambaran madu
10,11







(a) (b)
2.2.2. (a) Gambaran krusta dan erosi yang telah mengering pada auris destra
pada herpes zoster otikus; (b) Tampak gambaran krusta kehitaman dengan
discharge yang keluar dari MAE
11


7

2.3. Epidemiologi
Ramsay Hunt syndrome adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese
fasialis yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak. Insidens
laki-laki dan wanita adalah sama. Insiden Ramsay Hunt syndrome 5 kasus/100.000
populasi. Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasial
atraumatik dibandingkan dengan Bells palsy, Ramsay Hunt syndrome onset
paralisisnya lebih berat dan prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden
Ramsay Hunt syndrome 130 kasus / 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara
signifikan pada usia lebih dari 60 tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena
menurunnya sistem imun yang meliputi karsinoma, trauma, radioterapi atau
kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak tahun 2008 oktober 2010
terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8 laki-laki dengan usia
rata-rata di atas 40 tahun.
3,4

2.4. Etiologi
Virus varicella zoster adalah anggota dari famili herpes viridae yang
berukuran 140-200 mikron, mempunyai struktur yang khas seperti nukleokapsid
yang dikelilingi oleh lemak. Golongan virus ini mempunyai struktur yang sama
dengan DNA virus. Berdasarkan sifat biologinya seperti siklus replikasi, penjamu,
sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamilia
yaitu alfa, beta, dan gamma. Virus varicella zoster dalam subfamilia alfa mempunyai
sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi
vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes zoster alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion. Virus yang
laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro herpes zoster alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
7,8
Adapun yang menjadi faktor risiko herpes zoster adalah :
5
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia lanjut, disebabkan
oleh daya tahan tubuh melemah. Semakin tua usia penderita herpes, semakin
tinggi pula risiko terserang.
8

2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV
dan leukemia
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi
4. Orang dengan transplantasi organ mayor, seperti transplantasi sumsum tulang.

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi primer terletak pada ganglion genikulatum nervus fasialis.
Ganglion genikulatum ini mudah terinfeksi oleh virus Varicella zoster. Penyakit ini
disebabkan reaktivasi virus varicella zoster, bertanggung jawab untuk 2 infeksi klinis
utama pada manusia, yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster. Setelah infeksi
primer (varicella) sembuh, virus varicella zoster menjadi laten tinggal di dalam tubuh
penderita selama bertahun-tahun yaitu di dalam dorsal akar ganglion dari nervus
spinalis atau ekstra ganglia medula dari saraf kranialis. Pada 3-5 dari 1000 individu,
virus varicella zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama herpes zoster atau reaktivasi virus dihubungkan keadaan cell-
mediated immune yang menurun, yang dapat disebabkan oleh bertambahnya usia,
proses keganasan, perawatan keganasan (kemoterapi atau radioterapi), pemakaian
obat-obat imunosupresan dan infeksi.
12,13
Setelah reaktivasi, virus bermigrasi dari saraf sensoris ke kulit yang
menyebabkan ruam dermatomal yang disertai nyeri berat. Virus yang berdiam di
dalam ganglion kranialis, saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk saraf
fasialis dan vestibulokoklearis. Akibat infeksi langsung virus varicella zoster pada
nervus vestibulokoklearis, maka timbul gejala berkurangnya pendengaran, tinnitus,
gangguan keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi, letak nervus
fasialis sangat dekat dengan nervus vestibulokoklearis, virus dengan mudah
menginfeksi nervus fasialis, sehingga tidak jarang herpes zoster otikus disertai
dengan parese wajah akibat infeksi pada nervus fasialis. Setelah terinfeksi
vestibulokoklearis, virus akan terdistribusi sepanjang saraf sensoris yang
menginervasi telinga dan akan menimbulkan timbulnya ruam merah yang kemudian
terbentuk vesikel pada telinga.
11,13


9







2.5.1. Patofisiologi Herpes Zoster
13

2.6. Gejala Klinis
Setelah masa inkubasi 4 20 hari, muncul gejala prodromal berupa demam,
sakit kepala, malaise, kadang-kadang mual dan muntah. Kemudian diikuti dengan
nyeri yang hebat pada daerah telinga dan mastoid yang biasanya mendahului
timbulnya lesi yang berupa vesikula yang berada diatas kulit yang hiperemis. Virus
yang menetap di ganglion genikulatum akan menyebabkan hiperakusis, gangguan
sekresi kelenjar lakrimalis, fasial paralisis, gangguan sekresi kelenjar liur dan
penurunan rasa pengecapan pada duapertiga depan lidah. Bila lesi terjadi di distal
korda timpani menyebabkan kelumpuhan otot- otot wajah unilateral. Bila lesi lebih
proksimal pons sampai ke meatus akustikus internus akan disertai gejala strabismus,
gangguan pendengaran dan keseimbangan.
11-14

2.6.1 (A) Gambaran klinis kasus herpes zoster otikus. Wanita 53 tahun mengalami paralisis wajah sebelah kanan
dengan otalgia pada sisi kanan dan nyeri tenggorokan. Gejala ini muncul pada 3 hari setelah onset gejala dan
tampak aktivitas yang minimal dari motorik fasial dengan bangkitan elektromyografi. Pengobatan meliputi
steroid oral selama 10 hari, dosis diturunkan secara tappering off selama 2 minggu dan asiklovir diberikan secara
intravena selama 1 minggu. (B) Tampak perbaikan sempurna dari fungsi motor fasial 4 bulan setelah onset. (C)
lesi kulit pada meatus eksternus telinga kanan pada pasien dengan adanya pembentukan krusta.
15
10

Secara klinis Ramsay Hunt syndrome memiliki manifestasi yang bermacam-
macam. Tetapi Hunt membaginya menjadi 4 klasifikasi, yaitu :
a. Penyakit yang menyerang sensori dari saraf kranial VII
b. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII
c. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran
d. Penyakit yang menyerang sensori dan motorik dari saraf kranial VII dengan gejala
gangguan pendengaran dan sistem vestibuler.
4

Terdapat tiga daerah dimana vesikel pada herpes zoster oticus dapat dijumpai
yaitu: deretan kecil pada permukaan kulit posteromedial telinga, mukosa palatum dan
2/3 anterior lidah.
3,4

2.7. Diagnosis
Anamnesis
3,4,7

Biasanya pasien datang dengan otalgia berat. Keluhan meliputi rasa
nyeri, melepuh atau terbakar di dalam dan sekitar telinga, wajah, mulut,
dan atau lidah.
Terdapat lesi vaskuler seperti varisela pada telinga luar
Bisa disertai fasial paralisis yang ditandai mulut mencong, tidak bisa
mengangkat alis
Vertigo, mual dan muntah
Gangguan pendengaran, hyperacusis, tinnitus
Mata sakit, lakrimasi
Timbulnya nyeri dapat mendahului ruam dengan beberapa jam atau
hari, juga pada pasien dengan Ramsay Hunt syndrome, vesikel dapat
muncul sebelum, selama atau setelah fasial paralisis
Riwayat terkena varisela. Pasien yang memberikan riwayat herpes
zoster infeksi virus sebelumnya < 100%.
Pemeriksaan Fisik
3,4,7

Exanthem vesikuler, biasanya dari meatus akustikus eksternus, konkha
dan aurikula.
11

Ruam dapat muncul pada kulit postaurikula, dinding lateral hidung, dan
lidah anterolateral
Vertigo dan gangguan pendengaran sensorineural. Kelumpuhan saraf
wajah, seperti bells palsy
Dysgeusia (perubahan dalam rasa)
Ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup mata ipsilateral, yang
dapat menyebabkan mata kering dan iritasi kornea.
Adapun kriteria diagnosis pada sindrom Ramsay Hunt adalah :
Kelumpuhan wajah yang terjadi secara akut disertai nyeri pada telinga
Terdapat lesi seperti varisela pada telinga luar
Dapat disertai berkurangnya pendengaran, dysakusis dan vertigo
Sering meluas sampai saraf kranial ke V, IX dan X dan cabang dari
saraf kranial yang beranastomosis dengan saraf fasialis
Dapat dibedakan dengan bells palsy berdasarkan perubahan kulit dan
tingginya kejadian disfungsi cochleosaccular.
Pemeriksaan Penunjang
7,11

Pada pemeriksaan penunjang penderita dengan Ramsay Hunt
Syndrome sebelum terapi acyclovir dimulai dipertimbangkan pemeriksaan
laboratorium darah yaitu pemeriksaan darah rutin, Blood urea nitrogen
(BUN), kreatinin dan elektrolit. Jika diagnosis Ramsay Hunt Syndrome tidak
dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisis dipertimbangkan
pemeriksaan CT scan kepala untuk mencari etiologi lain dari penyebab fasial
paralisis. Pemeriksaan dengan audiogram menunjukkan ketulian retrocochlear
dan pada tes vestibular menunjukkan nistagmus spontan dan penekanan pada
respon suhu labyrinthine. Pemeriksaan tambahan termasuk serologi dan
pemeriksaan pada cairan serebrospinal menunjukkan adanya peningkatan
sedikit pada jumlah sel-sel dan kadar protein yang disebabkan oleh meningitis
serosa. Pemeriksaan hantaran saraf dilakukan untuk menentukan tingkat
kerusakan dari saraf fasial dan untuk mengetahui potensi untuk
penyembuhan.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menentukan ada tidaknya virus
varicella zoster. Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
12

dapat mendeteksi sejumlah virus DNA yang sangat kecil. Teknik ini sekarang
banyak digunakan. Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi virus varisella-zoster
dalam saliva, air mata dan cairan telinga tengah. Tetapi pemeriksaan ini tidak
terlalu bermakna dalam menegakkan diagnosis Ramsay Hunt Syndrome.
Penggunaan neuroimaging dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dengan menggunakan gadolinium diethylene-triamine pentaacetic acid (Gd-
DTPA) kadang-kadang dapat menunjukkan tanda peradangan pada saraf
fasial dan menentukan penyebaran infeksi ke saraf lain atau otak.
2.8. Pengobatan
1,5-7

Simptomatis
Istirahat dan meningkatkan daya tahan tubuh. Analgesia yang cukup
adalah penting bagi individu dengan nyeri yang signifikan dari herpes zoster
otikus. Antiemetik/antimual dan vitamin B kompleks juga diperlukan untuk
meringankan gejala.
Medikamentosa
Sampai saat ini, terapi untuk herpes zoster otikus umumnya analgesik
dan antibiotik untuk infeksi bakteri sekunder, namun agen antiviral jelas
berperan dalam membatasi tingkat keparahan dan lamanya gejala jika
diberikan pada awal perjalanan penyakit. Pemberian acyclovir dalam waktu
sebelum 72 jam post muncul ruam menunjukkan tingkat peningkatan
pemulihan fungsi saraf wajah dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut.
Selain itu, penggunaan antiviral telah menunjukkan penurunan kejadian dan
keparahan neuralgia post herpetik. Pemberian topikal losion berisikan
calamine dapat digunakan pada ruam atau gelembung dan bersifat
mendinginkan, kadang-kadang untuk derajat nyeri parah memerlukan obat
opioid seperti morfin. Pengobatan topikal tergantung pada stadiumnya. Jika
masih stadium vesikel, diberikan bedak yang mengandung asam salisilat 1%
dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosi, diberikan kompres terbuka, kalau terjadi ulserasi,
dapat diberikan salep antibiotik, misalnya salep kloramfenikol.
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
akut, mengurangi vertigo dan membatasi terjadinya neuralgia postherpetik.
13

Pasien yang diobati dengan acyclovir dan prednison memiliki hasil yang
lebih baik. Dari studi kasus memperlihatkan bahwa secara statistik terjadi
perubahan yang signifikan pada pasien yang diterapi prednisone dan
acyclovir dalam waktu 3 hari. Terjadi penyembuhan sempurna pada 75%
pasien yang diterapi prednisone dan acyclovir dalam 3 hari pertama, hanya
30% pasien yang sembuh sempurna bila terapi baru diberikan setelah 7 hari.
Kombinasi terapi antara acyclovir dengan steroid menunjukkan pemulihan
fungsi nervus fasialis lebih baik dan mencegah degenerasi saraf dibanding
hanya dengan steroid atau acyclovir saja. Pemberian acyclovir secara cepat
yaitu dalam waktu kurang dari 3 hari menunjukkan pemulihan fungsi nervus
fasialis meningkat dan mencegah terjadinya degenerasi saraf yang lebih
lanjut.
Untuk pengobatan herpes zoster pada pasien dengan HIV, rejimen
parenteral rawat inap harus disediakan dengan immunosupresi berat,
keterlibatan saraf trigeminal, lesi okuler, atau keterlibatan multidermatomal.
Untuk rawat jalan, direkomendasikan famcyclovir atau valacyclovir selama
7-10 hari. Menggunakan steroid secara rutin tidak disarankan karena efek
samping imunosupresif. Pengobatan pada ibu hamil sama seperti pada pasien
HIV. Antidepresan, antikonvulsan, opioid, dan analgesik topikal kadang-
kadang digunakan dalam pengobatan neuralgia post herpetik.
Terapi medikamentosa untuk fasial paralisis pada Ramsay Hunt
Syndrome bertujuan untuk mengatasi inflamasi dan iskemik pada saraf. Dosis
steroid yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 1 mg/kgBB/hari per oral
dalam dosis terbagi selama 5 hari kemudian diturunkan. Obat antivirus seperti
acyclovir digunakan untuk mencegah replikasi partikel virus. Acyclovir
diberikan 800 mg 5 kali sehari per oral selama 7-10 hari. Pada infeksi berat
diberikan 10-12 mg/kgBB/IV setiap 8 jam selama 7-14 hari. Selain acyclovir,
telah dikembangkan antiviral lainnya, yaitu valacyclovir (3 x 1000 mg) yang
diberikan selama 10-14 hari dan famcyclovir (3 x 500 mg) selama 10 hari.
Pada kasus yang disertai paralisis wajah dapat dilakukan electrotherapi saraf
fasial untuk mencegah atropi.

14

2.9. Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada Ramsay Hunt syndrome meliputi Bells palsy, otitis
eksterna dan neuralgia trigeminal.
11

2.10. Pencegahan
Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang
yang berusia lebih dari 60 tahun, bahkan jika mereka telah menderita cacar air di
masa lalu. Kelompok usia ini menderita morbiditas yang signifikan dari zoster.
Vaksin VZV berisikan virus yang telah dilemahkan. Banyak orang yang telah di
vaksin sejak kecil akan tetap mendapat penyakit cacar saat dewasa. Sejauh ini, data
klinis telah membuktikan bahwa vaksin bisa efektif selama lebih dari 10 tahun dalam
mencegah infeksi varisela dan pada individu yang sehat.
11,12

2.11. Komplikasi
Secara garis besar komplikasi yang dapat terjadi pada pasien herpes zoster
meliputi neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder dan paralisis motorik, dan yang
jarang, dapat menyebabkan herpes zoster encephalitis. Paralisis motorik terjadi saat
virus menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Beberapa paralisis
dapat terjadi, misalnya di wajah, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria
dan anus, sedangkan komplikasi neuralgia pasca herpetik dan infeksi sekunder terjadi
pada daerah yang terdapat erupsi vesikula, contohnya seperti pada herpes zoster
otikus pada daerah telinga.
5,6
Paralisis yang berat akan mengakibatkan tidak lengkap
atau tidak sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis fasial
yang permanen dan synkinesis. Terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga
menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai
sikatriks. Vesikel pada daerah telinga dapat terjadi ulkus dan jaringan nekrotik.
11
Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa
tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan
gradasi nyeri yang bervariasi. Makin tua penderita, makin tinggi persentasinya.
Sepertiga kasus di atas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi,
sedangkan pada usia muda, hanya terjadi 10% kasus. Kemungkinan hal ini
15

berhubungan dengan perbedaan daya imun tubuh antara usia muda dengan usia
lanjut.
7,11,12

2.12 Paralisis fasialis pada Herpes Zoster Otikus
Untuk dapat menilai sebab-sebab paralisis wajah, perlu dimengerti anatomi
dan fungsi saraf. Nervus kranialis VII (fasialis) berasal dari batang otak, berjalan
melalui tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya ada lima
cabang utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, Nervus VII juga mengurus
lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, sensasi nyeri, raba,
suhu dan kecap.
19








2.12.1 Anatomi nervus fasialis
10
Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut
motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering
mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-
kelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku.
6,7
Saraf fasialis
mempunyai 2 subdivisi , yaitu:
1.Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2.Saraf intermedius (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis
yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis
7,8
- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke
16

korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus
traktus solitarius.
7
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior.
Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf
fasialis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua
yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan
berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke
ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan
submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.
7
- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.
7
Bermula dari nucleus motorik VII di medulla oblongata serabut-serabut
motorik langsung membuat lengkungan mengitari nucleus motorik VI. Karena masih
di dalam medulla oblongata maka lengkungan ini dinamai internal genu.
Kemudian keluar dari medulla oblongata di bawah pons bersama-sama dengan
N.Intermedius. Nervus gabungan ini disebut N.Intermediofacialis; langsung masuk
ke telinga melalui meatus akustikus interna (dinamai segmen meatal N.VII). Pada
dasar meatus internus, N.VII langsung masuk kanal tulang di sekitar labirin
dinamakan segmen labirin N.VII. Segmen ini membentuk lengkungan dengan
segmen timpanik berupa Genu pertama N.VII. pada Genu pertama ini terletak
ganglion genikulatum, yang merupakan neuron sensoris dari pengecapan lidah.
7

Pada segmen labirin keluar cabang N.VII, masuk ke dalam kranium lagi
membentuk N.petrosus superficialis mayor; sifat saraf ini adalah visceromotorik
untuk glandula lakrimal dan kelenjar-kelenjar mukosa hidung.
Setelah menyusuri dinding kavum timpani dan antrum, N.VII berbelok ke bawah
Genu ke II, menuju processus mastoid N.VII memberi dua cabang :
1. Untuk m.stapedius
2. Untuk nervus chorda tympani, berisi serabut sensoris khusus untuk 2/3 anterior
lidah.

17

Setelah keluar dari processus mastoid melalui foramen stylomastoid, bagian N.VII
ini disebut segmen ekstra temporal, lalu bercabang lima :
1. Cabang temporal
2. Cabang zygomatik
3. Cabang buccal (pipi)
4. Cabang mandibular
5. Cabang cervical; ke m.platysma.
7


2.12.2 Topografi nervus fasialis
11
Studi dari saraf fasial intratemporal menunjukkan bahwa Bells palsy dan
herpes zoster oticus adalah hasil dari gangguan konduksi saraf wajah di dalam tulang
temporal. Di segmen labirin dari kanal falopi, nervus facialis menempati >80% dari
luas penampang dari kanal fasialis sekitarnya antara foramen meatus dan fossa
geniculata (berbeda dengan <75% di segmen timpani dan segmen vertikal kanal).
Karena diameter foramen meatus sempit dan keberadaan sebuah berkas yang
mengelilingi dari periosteum yang hampir menutup tempat masuk dan
menyempitkan saraf di lokasi ini, foramen meatus tampaknya merupakan zona
tekanan transisi atau "hambatan fisiologis" adanya edema pada saraf. Rasio dari luas
penampang dari saraf ke foramen meatus secara signifikan relatif lebih kecil di
tulang temporal pediatrik terhadap orang dewasa, mungkin hal ini dapat menjelaskan
rendahnya insiden Bells palsy pada populasi pediatrik.
15
Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi, terletak pada kedua hemisfer
cerebri, sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus presentralis
kontralateral. Akibatnya, gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear oleh suatu
18

lesi membiarkan persarafan otot frontalis tetap utuh (paralisis sentralis). Tetapi jika
sebuah lesi melibatkan nukleus saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami
kelumpuhan (paralisis perifer).
15

Gambar 2.12.3 Lesi saraf fasialis
16
Beberapa skala pengukuran untuk menilai derajat kelemahan otot wajah telah
dikembangkan. Diantaranya adalah skala House-Brackmann yang sering digunakan.
Skala House-Brackmann facial neuropati :
1- Normal
2 disfungsi ringan (sedikit kelemahan, hanya tampak pada inspeksi)
3 disfungsi moderat (kelemahan lebih nyata, tetapi tidak tampak perbedaan pada
kedua sisi wajah)
4 disfungsi moderat berat (kelemahan nyata dan tampak perbedaan pada kedua sisi
wajah)
5 hanya memiliki sedikit fungsi motor persepsi 6 - Complete paralysis
2.12. Prognosis
Prognosis Ramsay Hunt Syndrome sangat tergantung pada cepatnya
pengobatan dimulai. Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi
sebelum 72 jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik. Kemungkinan
terjadi paralisis fasialis yang permanen, pada beberapa pasien paralisis parsial dapat
sembuh sempurna. Dalam penelitian, hanya 10-22% dari individu dengan
kelumpuhan wajah signifikan sembuh sempurna. Dalam satu studi, 66% dari pasien
dengan kelumpuhan tidak lengkap telah sembuh dengan sempurna..
11,14


19

BAB III
LAPORAN KASUS

Anamnesa (autoanamnesa) dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Februari
2012.
Identitas Pasien
Nama : Tn.AM
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Pegawai Offshore
Agama : Islam
Suku : Banjar
Alamat : Samarinda

Anamnesa
Keluhan Utama : nyeri pada telinga kanan

Riwayat penyakit Sekarang :
Nyeri pada telinga kanan dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien merupakan rujukan dokter dengan diagnosis perikondritis aurikula
dextra dan tonsilitis akut. Pada awalnya pasien mengalami demam, batuk dan pilek,
keluhan tersebut berkurang setelah berobat. Kemudian muncul keluhan nyeri
menelan dan pasien berobat kembali dan diberikan antibiotik dan antinyeri, namun
keluhan tidak berkurang, 3 hari kemudian muncul keluhan di telinga kanan berupa
nyeri disertai pembengkakan dan timbulnya bintil-bintil berair kemerahan yang
sebagian berisi nanah. Nyeri pada telinga kanan dirasakan semakin berat. Terkadang
telinga kanan juga dirasakan berdenging, tidak ada gatal dan keluarnya cairan dari
telinga. Pasien juga mengeluhkan pusing berputar, mual dan kemudian pasien
merasakan mati rasa pada wajah sebelah kanan dan wajah tampak mencong.

Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat varicella saat kecil
Riwayat alergi disangkal pasien
20

Riwayat lingkungan :
Riwayat varicella pada teman kerja pasien

Riwayat keluarga :
Tidak ada penyakit serupa di keluarga pasien

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36.8 C
Status generalisata :
Kepala leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

Status Lokalis (THT)
Struktur Dextra Sinistra
TELINGA
Aurikula Vesikel berkelompok, sebagian
berupa pustul dan sebagian pecah
menjadi krusta, sikatrik (-), nyeri
tarik dan tekan tragus (-)
Radang (-), deformitas (-),
sikatrik (-), nyeri tarik (-), nyeri
tekan tragus (-)
Retroaurikula Vesikel (+), pustul (+), fistel (-),
sikatrik (-)
Radang (-), sikatrik (-)
MAE Vesikel (+), sekret (-), hiperemi
(-)
Sekret (-), hiperemi (-)
21

Membran tympani Sulit dievaluasi Jernih, Intak, oedem (-), retraksi
(-), refleks cahaya (+)
HIDUNG
Foeter Tidak ada Tidak ada
Septum nasi Tidak ada deviasi
Vestibulum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Mukosa cav.nasi Hiperemis (-), discharge (-),
tumor (-)
Hiperemis (-), discharge (-),
tumor (-)
Konka nasi Permukaan halus, hiperemis (-),
edema (-)
Permukaan halus, hiperemis (-),
edema (-)
TENGGOROKAN
Foeter (-) (-)
Tonsil T2, hiperemis (+), debris (+) T2, hiperemis (+), debris (+)
Uvula Simetrris, hiperemis (-), edema (-)
Palatum mole Simetris, hiperemis (-), edema (-)
Dinding faring Permukaan halus, hiperemis (-),
granul (-), refleks muntah (+)


Pemeriksaan penunjang (26 Februari 2012)
Laboratorium
Leukosit : 12.200/mm
3
Hemoglobin : 15,7 g/dl
Trombosit : 256.000/mm
3
Hematokrit : 44,6 %
GDS : 85 mg/dl

Diagnosis
Diagnosis Kerja : Herpes zoster otikus Dextra (Sindrom Ramsay Hunt)
Diagnosis lain : Tonsilitis akut
Diagnosis komplikasi : Parese N. VII perifer dextra
22

Diagnosis banding :
Bells Palsy
Perikondritis aurikula
Otitis externa
Penatalaksanaan
IVFD RL 14 tpm
Injeksi cefotaxime 3x1 gr IV
Asiklovir tab 5 x 800 mg
Na diklofenak tab 2 x 50 mg
Asiklovir zalf untuk MAE
Paracetamol tab 3x1
Mertigo tab 3x1
Neurobion 2x1
Konsul Spesialis saraf
Prognosis
Dubia

23


Gambar 3.1. Foto Tn AM

















24

LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal Observasi Penatalaksanaan
26/2/21012 S : nyeri telinga kanan (+), bengkak
pada telinga kanan (+), nyeri menelan
(+), demam (-), pusing berputar (+)
O : tanda vital : TD 120/80, N 88
x/menit, RR 20 x/menit T 36,7C
Tonsil : T2/T2 Hiperemis (+)
Aurikula Dextra : vesikel
berkelompok (+), pustula (+),
sebagian pecah mjd krusta, sekret (-),
oedem (+), wajah sebelah kanan
tertinggal jika tersenyum,
mengedipkan mata dan mengangkat
alis
Retroaurikula dextra : vesikel dan
pustula (+)
A : herpes zoster otikus dan
tonsilitis akut
Lapor dr,Sp. THT, adv :
- Ciprofloxacin drip 2x
200 mg
- Asiklovir 5x 800 mg
tab
- Asiklovir zalf untuk
MAE
- Na diklofenak 2x50
mg tab
- Analsik 3x1 tab
- Imboost force 1x1

27/2/2012 S : nyeri telinga kanan (+), bengkak
pada telinga kanan (+), nyeri menelan
(+), demam (-), pusing berputar (+)
O : tanda vital : TD 110/80, N 82
x/menit, RR 20 x/menit T 36,5C
Tonsil : T2/T2 Hiperemis (+)
Aurikula Dextra : vesikel
berkelompok (+), pustula (+),
sebagian pecah mjd krusta, sekret (-),
oedem (+), wajah sebelah kanan
tertinggal jika tersenyum,
mengedipkan mata dan mengangkat
alis
Retroaurikula dextra : vesikel dan
pustula (+)
A : herpes zoster otikus dan
tonsilitis akut
Lapor dr,Sp. THT, adv :
- Ciprofloxacin drip 2x
200 mg stop ganti inj.
Cefotaxim 3x1 gr IV
- Asiklovir 5x 800 mg tab
- Asiklovir zalf untuk
MAE
- Na diklofenak 2x50 mg
tab
- Analsik tab 3x1
- Imboost force 1x1
- Konsul Sp.S
28/2/2012 S : nyeri telinga kanan (+) berkurang,
bengkak pada telinga kanan (+)
berkurang, nyeri menelan (-), demam
(-), pusing berputar (+)
O : tanda vital : TD 120/80, N 80
x/menit, RR 20 x/menit T 36,8C
Tonsil : T2/T2 Hiperemis (+)
Aurikula Dextra : vesikel
berkelompok (+), pustula (+),
sebagian pecah mjd krusta, sekret (-),
oedem (+), wajah sebelah kanan
Lapor dr,Sp. THT, adv :
- Ciprofloxacin drip 2x
200 mg stop ganti inj.
Cefotaxim 3x1 gr IV
- Asiklovir 5x 800 mg tab
- Asiklovir zalf untuk
MAE
- Na diklofenak 2x50 mg
tab
- Analsik tab 3x1
- Imboost force 1x1
25

tertinggal jika tersenyum,
mengedipkan mata dan mengangkat
alis
Retroaurikula dextra : vesikel dan
pustula (+)
A : herpes zoster otikus dan
tonsilitis akut
- mertigo 3x1 tab
- Neurobion 2x1
- Konsul Sp.S
29/2/2012 S : nyeri telinga kanan (+) berkurang,
bengkak pada telinga kanan (+)
berkurang, nyeri menelan (-), demam
(-), pusing berputar (+)
O : tanda vital : TD 110/80, N 82
x/menit, RR 20 x/menit T 36,5C
Tonsil : T2/T2 Hiperemis (+)
berkurang
Aurikula Dextra : vesikel
berkelompok (+), pustula (+),
sebagian pecah mjd krusta, sekret (-),
oedem (+) berkurang, wajah sebelah
kanan tertinggal jika tersenyum,
mengedipkan mata dan mengangkat
alis
Retroaurikula dextra : vesikel dan
pustula (+)
A : herpes zoster otikus dan
tonsilitis akut
Lapor dr,Sp. THT, adv :
- Ciprofloxacin drip 2x
200 mg stop ganti inj.
Cefotaxim 3x1 gr IV
- Asiklovir 5x 800 mg tab
- Asiklovir zalf untuk
MAE
- Na diklofenak 2x50 mg
tab
- Analsik tab 3x1
- Imboost force 1x1
- Mertigo 3x1 tab
- Neurobion 2x1


1/3/2012 S : nyeri telinga kanan (+) berkurang,
bengkak pada telinga kanan (+)
berkurang, nyeri menelan (-), demam
(-), pusing berputar (+)
O : tanda vital : TD 110/80, N 82
x/menit, RR 20 x/menit T 36,5C
Tonsil : T2/T2 Hiperemis (+)
berkurang
Aurikula Dextra : vesikel
berkelompok (+), pustula (+),
sebagian pecah mjd krusta, sekret (-),
oedem (+) berkurang, wajah sebelah
kanan tertinggal jika tersenyum,
mengedipkan mata dan mengangkat
alis
Retroaurikula dextra : vesikel dan
pustula (+)
A : herpes zoster otikus dan
tonsilitis akut
Lapor dr,Sp. THT, adv :
- pasien boleh pulang
- Asiklovir 5x 800 mg tab
- Asiklovir zalf untuk
MAE
- Na diklofenak 2x50 mg
tab
- Analsik tab 3x1
- Imboost force 1x1
- Mertigo 3x1 tab
- Neurobion 2x1



26

BAB IV
PEMBAHASAN

Herpes zoster otikus merupakan penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi
dari virus varicella zoster. Herpes zoster otikus bermanifestasi sebagai otalgia berat
dan berhubungan dengan cutaneous vesicular eruption, biasanya pada aurikula dan
meatus akustikus eksternus. Jika berhubungan dengan kelumpuhan wajah / fasial
paralisis, penyakit ini disebut sindrom Ramsay Hunt.
Pada kasus ini dipaparkan seorang laki-laki berusia 31 tahun datang dengan
keluhan otalgia pada telinga kanan disertai timbulya vesikel dan kemudian
mengalami fasial paralisis. Pada literatur Ramsay Hunt syndrome adalah penyebab 2-
10% dari seluruh kasus parese fasialis yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan
5% pada anak-anak. Insidens laki-laki dan wanita adalah sama. Penyakit ini
meningkat secara signifikan pada usia lebih dari 60 tahun, 10% dari populasi ini
berisiko karena menurunnya sistem imun yang meliputi karsinoma, trauma,
radioterapi atau kemoterapi. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam
Malik Medan, sejak tahun 2008 oktober 2010 terdapat 15 pasien herpes zoster
otikus yaitu 7 wanita dan 8 laki-laki dengan usia rata-rata di atas 40 tahun
Herpes zoster merupakan reaktivasi dari virus varicella zoster di dalam dorsal
akar ganglion dari nervus spinalis atau ekstra ganglia medula dari saraf kranialis
yang terdistribusi sepanjang saraf sensoris yang menginervasi telinga. Dari
anamnesis didapatkan riwayat pernah terkena varicella pada pasien saat anak-anak
dan juga pada lingkungan kerja pasien diketahui teman pasien baru sembuh dari
varicella. Diagnosis herpes zoster otikus pada umumnya dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang hanya
dilakukan untuk membantu dalam mendiagnosis herpes zoster. Berdasarkan
anamnesis didapatkan adanya keluhan otalgia berat pada telinga kanan yang disertai
erupsi vesikel-vesikel pada aurikula, meatus akustikus eksternus dan juga daerah
retroaurikula. Adanya keluhan lain seperti pusing berputar, mual dan telinga
berdenging serta adanya keluhan wajah yang tampak mencong berhubungan dengan
penjalaran infeksi virus secara langsung pada nervus VIII.
27

Pada pemeriksaan fisik di telinga, pada daerah aurikula, retroarikula dan
meatus akustikus eksternus (MAE) didapatkan adanya vesikel-vesikel berkelompok,
yang sebagian berupa pustula dan sebagian vesikel pecah membentuk krusta. Lesi
tidak disertai rasa gatal. Pemeriksaan dengan menggunakan otoskop sulit untuk
dilakukan karena terdapatnya vesikel pada MAE sehingga tidak bisa mengevaluasi
keadaan membran tympani. Terdapat tiga daerah dimana vesikel pada herpes zoster
oticus dapat dijumpai yaitu : deretan kecil pada permukaan kulit posteromedial
telinga, mukosa palatum dan 2/3 anterior lidah. Pada pasien tidak dijumpai vesikel
pada mukosa palatum maupun sisi anterior lidah. Pada pemeriksaan fisik juga
dijumpai parase N.VII perifer dimana saat dilakukan pemeriksaan neurologis untuk
menilai otot wajah yaitu saat penderita diminta mengangkat alis, tampak kerutan dahi
sebelah kanan menghilang. Saat diminta menunjukkan gigi tampak adanya asimetri
antara sisi kanan dan kiri bibir, dimana pada sisi kanan yang lemah sudut nasolabialis
tetap mendatar. Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang
mengarahkan yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah.
Juga ada hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari
sistem piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau
hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).
Studi dari saraf fasial intratemporal menunjukkan bahwa paralisis saraf fasial
pada herpes zoster oticus adalah hasil dari gangguan konduksi saraf wajah di dalam
tulang temporal. Di segmen labirin dari kanal falopi, nervus facialis menempati
>80% dari luas penampang dari kanal wajah sekitarnya antara foramen meatus dan
fossa geniculatum (berbeda dengan <75% di segmen timpani dan segmen vertikal
kanal). Karena diameter foramen meatus sempit dan keberadaan sebuah berkas yang
mengelilingi dari periosteum yang hampir menutup tempat masuk dan
menyempitkan saraf di lokasi ini, foramen meatus tampaknya merupakan zona
tekanan transisi atau "hambatan fisiologis" adanya edema pada saraf. Nervus fasialis
merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik serta
serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena
mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok, berada di dalam saluran
tulang yang sempit dan kaku.
28

Pada herpes zoster otikus paralisis n.VII yang terjadi merupakan paralisis
perifer yang ditemukan pada 60%-90% kasus dimana jika sebuah lesi melibatkan
nukleus saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami kelumpuhan (paralisis
perifer). Pada pasien didapatkan asimetri wajah, ketidakmampuan untuk
mengerutkan dahi, saat tersenyum tampak pasien tidak dapat mengangkat sudut
mulut sehingga wajah tampak mencong ke satu sisi. Pada pasien tidak ditemukan
gangguan sensasi pengecapan akibat kelumpuhan n.VII. Akibat infeksi langsung
virus varisela-zoster pada nervus vertibulokoklearis, maka timbul gejala
berkurangnya pendengaran, tinnitus, gangguan keseimbangan dan keluhan vertigo,
karena secara anatomi, letak nervus fasialis sangat dekat dengan nervus
vestibulokoklearis.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini hanya berupa
pemeriksaan laboratorium darah dimana didapatkan adanya leukositosis seebagai
pertanda adanya infeksi. Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis herpes zoster adalah pemeriksaan
darah untuk menentukan ada tidaknya virus varicella zoster yaitu dengan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction). Penggunaan neuroimaging dengan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) kadang-kadang dapat menunjukkan tanda peradangan pada
saraf fasial dan menetukan penyebaran infeksi ke saraf lain atau otak. Pemeriksaan
hantaran saraf dilakukan untuk menentukan tingkat kerusakan dari saraf fasial dan
untuk mengetahui potensi untuk penyembuhan.
Sindrom ramsay hunt dapat dibedakan dengan bells palsy berdasarkan
adanya perubahan pada kulit yaitu timbulnya lesi vesikular dan tingginya kejadian
disfungsi cochleosaccular. Pada kasus otitis eksterna didapatkan rasa gatal, sekret
yang kental dan purulen dan rasa nyeri yang lebih ringan. Demikian pula pada
perikondritis aurikula didapatkan rasa nyeri yang makin lama mankin meningkat,
oedem pada aurikula, warna merah tua/kebiruan, keras dan nyeri tekan dan lobulus
tidak terkena.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah pemberian medikamentosa berupa
berupa obat-obat simptomatik sepeti analgesik dan antibiotik untuk infeksi bakteri
sekunder, vitamin untuk membantu kerja normal sel saraf, dimana obat ini bekerja
memperbaiki keluhan neuropati perifer pada nervus facialis, pemberian agen antiviral
29

pada herpes zoster otikus umunya sama dengan penatalaksaan pada kasus herpes
zoster lainnya untuk membatasi tingkat keparahan dan lamanya gejala jika diberikan
pada awal perjalanan penyakit. Pemberian acyclovir dalam waktu sebelum 72 jam
post muncul ruam menunjukkan tingkat peningkatan pemulihan fungsi saraf wajah
dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut. Selain itu, penggunaan antiviral telah
menunjukkan penurunan kejadian dan keparahan neuralgia post herpetik. Antiviral
yang dipakai seperti acyclovir, valacyclovir dan famcyclovir. Dosis acyclovir yang
dianjurkan untuk perawatan herpes zoster adalah 5 x 800 mg selama 7 hari. Selain
acyclovir, telah dikembangkan antiviral lainnya, yaitu valacyclovir (3 x 1000 mg)
dan famcyclovir (3 x 500 mg). waktu untuk terapi antiviral yang efektif adalah pada
saat virus replikasi aktif, yaitu dalam waktu kurang dari 72 jam setelah serangan.
Pada kasus ini dilakukan konsultasi pada bagian neurologi dan mendapat terapi
berupa kortikosteroid oral. Kortikosteroid sistemik digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit akut, mengurangi vertigo dan membatasi terjadinya neuralgia postherpetik.
Pasien yang diobati dengan acyclovir dan prednison memiliki hasil yang lebih baik.
Antidepresan, antikonvulsan, opioid, dan analgesik topikal kadang-kadang
digunakan dalam pengobatan neuralgia post herpetik. Penatalaksanaan paralisis fasial
dapat dilakukan dengan electrotherapi saraf fasial untuk mencegah atropi.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam. Pada kasus herpes zoster
otikus dengan kelumpuhan saraf fasial didapatkan pengembalian fungsi neurologis
ke awal dalam penelitian, hanya 10-22% dari individu dengan kelumpuhan wajah
signifikan sembuh sempurna. Dalam satu studi, 66% dari pasien dengan kelumpuhan
tidak lengkap telah sembuh dengan sempurna. Sindrom Ramsay Hunt umumnya
menyebabkan gejala yang lebih parah dan memiliki prognosis yang lebih buruk dari
bells palsy. Prognosis sangat tergantung pada cepatnya pengobatan dimulai. Pada
kasus ini penegakkan diagnosis tidak dilakukan secara dini sehingga terapi diberikan
setelah 72 jam onset ruam vesikular muncul. Hasil pemulihan akan lebih baik jika
perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang
sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini.
Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai
kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%. Anak-anak lebih memungkinkan
untuk mencapai kesembuhan sempurna dibanding orang dewasa.
30

BAB III
KESIMPULAN

Herpes zoster oticus merupakan penyakit infeksi virus yang mengenai
ganglion genikulatum. Herpes zoster oticus yang disertai dengan paralisis nervus
facialis disebut Sindrom Ramsay Hunt tipe I. Herpes zoster oticus yang disertai
dengan paralisis nervus facialis merupakan urutan kedua paling sering dari kejadian
paralisis facialis akut. Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan berupa pengobatan
simptomatis dan medikamentosa seperti antiviral dan kortikosteroid. Diagnosis yang
ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam setelah onset
memberikan hasil yang lebih baik. Pada laporan kasus didapatkan penegakkan
diagnosis tidak dilakukan secara dini sehingga penatalaksanaan tidak diberikan
secara dini akibatnya prognosis pada pasien menjadi dubia ad malam dalam
mencapai pemulihan sempurna.

















31

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasibuan, Sayuti. Penatalaksanaan Klinis Herpes Zooster yang Melibatkan
Mukosa Mulut. Dentika Dental journal, Vol 11, No. 2. 2006. p166-70
2. Handoko, Ronny. Penyakit Virus. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 1999. p107-9
3. Roxas M. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia, Diagnosis and Therapeutic
Cnsiderations. Vol.2, 2006
4. Nangrum HB, Nagpure PS. Ramsay Hunt syndrome. Case Report. Nazareth
Hospital.July,2008
5. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL .Edisi 6.FK-UI.
Jakarta.2007.Hal:10-11
6. Kim D, Bhimani M. Ramsay Hunt Syndrome presenting as Simple Otitis Externa.
Case report.Mey,2008
7. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf fasialis. Dalam:Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta,1997.hal.139-140
8. Ear Anatomy (http://www.nlm.nih.gov, diakses tanggal 24 Februari 2012)
9. Menner, Albert L, M.D. A Pocket guide to the Ear. Thieme : Stuttgart. New York.
2003. p84-5
10. Bull, Tony R. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th Edition. Revised and
Expanded. Thieme : Stuttgart. New York. 2003. p59
11. Bloem, Christina. Herpes Zoster Oticus. 2010. (online)
(http://www.emedicine,medscape.com, diakses tanggal 24 februari 2012)
12. D. Pasha R. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery : Clinical Reference
Guide Sixteenth Edition. Singular : Thomson Learning. 2000. p366
13. Pathway of the infection of herpes. (http://atlas-emergency-medicine.org.,
diakses tanggal 24 Februari 2012)
14. Herpes Zoster Otikus, Facial Palsy in a Young Adult, Note the vascular
(http://www.umm.edu, diakses tanggal 24 Februari 2012)
15. Lee KJ. Facial nerve paralysis. In: Essential otolaryngology head and neck
surgery. 8th edition. New York,2003. P.199-201,212
16. Balasubramanian T, Ramsay Hunt syndrome. (http www.drtbalu.com, diakses
tanggal 24 Februari 2012)

Anda mungkin juga menyukai