)
yang telah dikalibrasi 1 mV = 10 mm dengan kecepatan kertas 50 mm/detik.
Perekaman EKG dilakukan pada pagi hari, sebelum domba lokal (Ovis
aries) memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang (pada keadaan
normal) dan setelah domba lokal (Ovis aries) memperoleh perlakuan penanaman
implan semen tulang pada hari ke-30 setelah operasi. Tiga sandapan bipolar
standar (Lead 1, 2 dan 3) dan tiga sandapan unipolar (Lead aVR, aVL dan aVF)
direkam dengan klip EKG (crocodile clips) sebagai elektroda EKG.
Elektroda EKG yang berjumlah empat buah (merah, kuning, hijau dan
hitam) ditempatkan pada tubuh domba. Tempat untuk meletakkan elektroda EKG
dicukur menggunakan alat cukur dan diberikan gel EKG. Pencukuran dilakukan
pada carnial dorso scapula dextra untuk meletakkan elektroda EKG yang
berwarna merah. Pencukuran pada intercostae sinistra keempat untuk meletakkan
elektroda EKG yang berwarna kuning. Pencukuran didaerah persendian antara
femur dan tibia fibula untuk meletakkan elektroda elektrokardiograf yang
berwarna hitam untuk kaki belakang sebelah kanan dan warna hijau untuk kaki
belakang sebelah kiri.
17
Elektrokardiogram dievaluasi untuk penampakan regular gelombang P,
kompleks QRS dan interval PR (Cebra & Cebra 2002). Menurut Martin (2007),
perekaman mengikuti amplitudo, durasi dari gelombang P dan amplitudo, durasi
dari kompleks QRS serta interval PR dan segmen ST. Perekaman EKG yang
diperoleh dievaluasi pada sandapan bipolar standar, sandapan II. Menurut Martin
(2007), pengukuran amplitudo komplek dan interval biasanya dilakukan pada
sandapan II dengan kecepatan kertas 50 mm/s.
Sandapan II merekam gelombang P, gelombang T dan kompleks QRS
yang berdefleksi positif (Guyton & Hall 2007). Cebra dan Cebra (2002), Ker
(2006), menyatakan gambaran elektrokardiogram normal pada domba di sandapan
II yaitu gelombang P dan gelombang T berdefleksi positif sedangkan Kompleks
QRS berdefleksi negatif. Gelombang yang telah diperoleh dari perekaman EKG,
dihitung amplitudo dan durasinya. Data yang diperoleh diolah menggunakan
perangkat lunak (MINITAB).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Elektrokardiograf dalam bentuk paling sederhana adalah voltmeter atau
galvanometer yang merekam aktivitas perubahan listrik pada jantung dengan
elektroda positif dan negatif (Martin 2007). EKG merupakan alat perekam
berkecepatan tinggi dengan kertas berjalan (Guyton & Hall 2007). Karakteristik
defleksi gambaran EKG pada saat perekamaan disebabkan oleh depolarisasi
atrium dan ventrikel serta repolarisasi ventrikel.
Perekaman gelombang EKG dilakukan pada domba betina yang
memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-TKF dan domba
jantan yang memperoleh perlakuan penanaman implan semen tulang HA-K.
Rekaman EKG yang telah diperoleh dievaluasi pada sandapan bipolar standar,
sandapan II. Menurut Karim dan Kabo (1996), sandapan (Lead) II digunakan
karena mencatat perbedaan potensial bioelektrik jantung yang paling besar. Hasil
evaluasi gelombang EKG disajikan dalam Tabel 1 sampai dengan Tabel 4.
Tabel 1 Amplitudo dan durasi gelombang P dibandingkan dengan standar normal
domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008)
Gelombang P Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF Standar
Amplitudo (mV)
sebelum 0.1670.041
a
0.1170.026
a
0.130
a
sesudah 0.1500.032
a
0.1230.038
a
Durasi (detik)
sebelum 0.0380.004
a
0.0410.005
a
0.040
a
sesudah 0.0400.008
a
0.0370.012
a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang tidak nyata
(p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)
Tabel 1 menyajikan hasil evaluasi gambaran EKG gelombang P.
Diperoleh amplitudo gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-K sebesar 0.1670.041 mV dan 0.1500.032 mV.
Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-K sebesar 0.0380.004 detik dan 0.0400.008 detik.
Amplitudo gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.1170.026 mV dan 0.1230.038 mV.
Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman
19
implan semen tulang HA-TKF sebesar sebesar 0.0410.005 detik dan
0.0370.012 detik. Nilai standar normal domba untuk amplitudo dan durasi
gelombang P adalah 0.130 mV dan 0.040 detik (Ahmed & Sanyal 2008). Semua
nilai amplitudo dan durasi gelombang P yang tersaji dalam Tabel 1 memiliki
perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) dengan standar domba normal.
Gelombang P terjadi karena adanya potensial listrik yang dicetuskan
sewaktu atrium berdepolarisasi (Guyton & Hall 2007). Depolarisasi atrium
menyebabkan atrium berkontraksi sebagai pompa primer. Pompa primer berarti
bahwa atrium akan mengadakan kontraksi terlebih dahulu sebelum ventrikel
berkontraksi. Sebagai pompa primer, atrium membantu mengalirkan darah masuk
kedalam ruang ventrikel.
Penggunaan implan tulang yang berbahan hidroksiapatit, trikalsium fosfat
mempunyai kesamaan matriks anorganik pada tulang yaitu kalsium dan fosfat
(Guyton & Hall 2007). Berdasarkan tinggi potensial listrik yang terekam dalam
amplitudo dan lama atrium berdepolarisasi yang terekam dalam durasi
menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) dengan standar domba normal
(Ahmed & Sanyal 2008). Hal ini menandakan aktivitas atrium tidak terganggu
dengan adanya penanaman implan tulang pada tubuh.
Tabel 2 Durasi interval PR dibandingkan dengan standar normal domba menurut
Ahmed dan Sanyal (2008)
Interval PR Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF Standar
Durasi (detik)
sebelum 0.0920.013
b
0.1010.002
b
0.140
a
sesudah 0.1060.020
b
0.1100.009
b
Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata
(p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)
Tabel 2 menyajikan hasil evaluasi durasi pada interval PR. Durasi pada
interval PR domba sebelum dan sesudah penanaman implan semen tulang HA-K
sebesar 0.0920.013 detik dan 0.1060.020 detik. Sedangkan durasi interval
gelombang PR domba pada sebelum dan sesudah penanaman implan semen
tulang HA-TKF sebesar 0.1010.002
detik dan 0.1100.009 detik.
Nilai standar normal domba untuk durasi interval PR adalah 0.140 mV
(Ahmed & Sanyal 2008). Nilai durasi interval PR yang tersaji dalam Tabel 2
20
memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal. Hal ini
dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis kelamin dan ras
(breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008). Nilai durasi interval PR setelah
penanaman implan semen tulang memiliki durasi dibawah nilai standar normal
domba. Hal ini, berarti bahwa ada percepatan durasi setelah penanaman implan
semen tulang.
Interval PR merupakan penjumlahan waktu depolarisasi atrium dan waktu
perlambatan dari simpul AV (Widjaja 1990). Evaluasi interval PR dengan cara
menghitung jarak antara permulaan gelombang P sampai dengan permulaan
kompleks QRS. Nilai durasi yang kurang dari normal ini menunjukan bahwa
interval PR mengalami percepatan.
Percepatan pada interval PR dapat terjadi karena adanya aritmia yang
berhubungan dengan gangguan impuls pada jantung. Menurut Martin (2007), hal
ini dapat terjadi karena adanya aktivitas prematur sebagian ventrikel jantung.
Depolarisasi ventrikel yang terjadi secara prematur terjadi ketika impuls dari
simpul Sinoatrial (SA) melewati simpul atrioventrikular (AV) melalui konduksi
jalur tambahan yaitu berkas Kent.
Konduksi listrik jantung secara normal dimulai dari simpul SA berjalan
melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul AV ke berkas His dan
sepanjang cabang-cabang berkas His melalui serabut Purkinje ke otot ventrikel
(Guyton & Hall 2007). Namun karena adanya jalur tambahan (berkas Kent) yang
menghubungkan langsung atrium ke ventrikel, menyebabkan impuls yang melalui
berkas Kent akan lebih dulu mengaktifkan sebagian dari ventrikel baru kemudian
disusul oleh impuls dari berkas His (Widjaja 1990).
Karim dan Kabo (1996) menyatakan bahwa impuls dari atrium yang
dikonduksikan ke ventrikel lebih cepat dari biasanya (pre-eksitasi) melalui jalur
tambahan (berkas Kent) menunjukan sindrom WPW (Wolff-Parkinson-White).
21
Tabel 3 Amplitudo dan durasi kompleks QRS dibandingkan dengan standar
normal domba menurut Ahmed dan Sanyal (2008)
Kompleks QRS Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF Standar
Amplitudo (mV)
sebelum 0.8020.438
b
0.8250.357
b
0.300
a
sesudah 0.4250.042
b
0.6830.279
b
Durasi (detik)
sebelum 0.0240.005
b
0.0340.014
b
0.060
a
sesudah 0.0300.006
b
0.0310.005
b
Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata
(p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)
Tabel 3 menyajikan hasil evaluasi amplitudo dan durasi pada kompleks
QRS. Amplitudo kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-K sebesar 0.8020.438 mV dan 0.4250.042 mV.
Sedangkan durasi kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-K sebesar sebesar 0.0240.005
detik dan 0.0300.006
detik.
Amplitudo kompleks QRS domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.8250.357 mV dan 0.6830.279 mV.
Sedangkan durasi gelombang P domba pada sebelum dan sesudah penanaman
implan semen tulang HA-TKF sebesar sebesar 0.0340.014 detik dan
0.0310.005 detik.
Nilai standar domba normal untuk amplitudo dan durasi kompleks QRS
adalah 0.300 mV dan 0.060 detik (Ahmed & Sanyal 2008). Nilai amplitudo dan
durasi kompleks QRS yang tersaji dalam Tabel 3, memiliki perbedaan yang nyata
(P<0.05) dengan standar domba normal. Perbedaan yang nyata (P<0.05) pada
amplitudo dan durasi kompleks QRS sebelum penanaman implan semen tulang
dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis kelamin dan ras
(breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008).
Kompleks QRS disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu
ventrikel berdepolarisasi (Guyton & Hall 2007). Tekanan ventrikel yang tinggi
dalam waktu yang singkat pada periode ejeksi sangat diperlukan bagi ventrikel
sebagai sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh
darah tubuh. Hal ini sangat berguna pada masa persembuhan tulang, menurut
Carlton dan McGavin (1995), ketersediaan suplai darah yang baik dan kestabilan
22
dari patahan tulang adalah kepentingan utama pada persembuhan tulang yaitu
kebaikan formasi tulang dengan meminimalkan kalus periosteal. Untuk hal
tersebut jantung bekerja keras memenuhi kebutuhan suplai darah untuk tulang.
Kenaikan tegangan didalam otot merupakan kompensasi pertambahan
massa otot jantung (hipertrofi). Hipertrofi dapat terjadi karena adanya respon
terhadap kelebihan beban pada salah satu bagian jantung. Menurut Guyton dan
Hall (2007), massa otot jantung yang bertambah menyebabkan pembangkitan
listrik yang lebih besar disekeliling jantung. Hal ini lah yang menyebabkan
potensial listrik yang terekam pada sadapan EKG jauh lebih besar dari normal.
Hipertrofi dapat terjadi pada ventrikel kanan maupun ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kanan terjadi apabila jantung harus memompa darah melalui
katup pulmonalis yang stenotik. Penggunaan semen tulang menurut (PAPSRS
2006), menyebabkan beban emboli. Beban emboli ini akan meningkatkan tekanan
arteri pulmonal dan resistensi pembuluh darah pulmonal. Kedua hal tersebut
menyebabkan dinding ventrikel kanan yang tipis berdilatasi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan daerah ventrikel kanan.
Tinggi potensial listrik pada amplitudo kompleks QRS dan lamanya
kompleks QRS berdepolarisasi yang terekam dalam durasi menyatakan perbedaan
yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal Ahmed dan Sanyal (2008).
Kedua hal tersebut menunjukkan kontraksi ventrikel dengan kenaikan tegangan
didalam otot dalam waktu yang singkat. Hal ini ditandai dengan peningkatan
daerah ventrikel kanan yang menyebabkan potensial listrik yang terekam pada
sadapan EKG jauh lebih besar dari normal.
Tabel 4 Durasi segmen ST dibandingkan dengan standar normal domba menurut
Ahmed dan Sanyal (2008)
Segmen ST Perlakuan Implan HA-K Implan HA-TKF Standar
Durasi (detik)
sebelum 0.1680.018
b
0.2050.028
b
0.120
a
sesudah 0.1980.013
b
0.2150.016
b
Huruf superskrip yang tidak sama pada kolom yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata
(p<0.05) pada selang kepercayaan 95% (uji-t)
Tabel 4 menyajikan hasil evaluasi durasi pada segmen gelombang S dan
gelombang T. Durasi pada segmen ST domba pada sebelum dan sesudah
23
penanaman implan semen tulang HA-K sebesar 0.1680.018 detik dan
0.1980.013 detik. Sedangkan durasi segmen ST domba pada sebelum dan
sesudah penanaman implan semen tulang HA-TKF sebesar 0.2050.028
detik dan
0.2150.016 detik.
Nilai standar domba normal untuk durasi segmen ST adalah 0.120 mV
(Ahmed & Sanyal 2008). Nilai durasi segmen ST yang tersaji dalam Tabel 4
memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) dengan standar domba normal.
Perbedaan yang nyata (P<0.05) durasi segmen ST sebelum penanaman implan
semen tulang, dapat terjadi karena adanya variasi pada ukuran, umur, jenis
kelamin dan ras (breed) hewan (Ahmed dan Sanyal 2008).
Nilai durasi segmen ST yang berbeda nyata (P<0.05) dengan standar
domba normal, pada domba setelah memperoleh perlakuan implan tulang,
menunjukan kemungkinan adanya wilayah iskemik atau infark otot ventrikel.
Khas pada wilayah iskemik atau infark otot ventrikel adalah tidak dapat
memelihara secara normal, membran potensial negatif pada saat ventrikel
beristirahat (Cunningham 2002). Kerusakan (infark) pada otot ventrikel dapat
membuat potensial membran menurun dan pelepasan muatan listrik berulang
(Ganong 2002)
Potensial membran erat kaitannya dengan membran kanal kalsium yang
mempunyai peran khusus pada otot jantung. Membran kanal kalsium berperan
dalam kontraksi jantung yaitu debar atau sistol. Hal ini terjadi selama potensial
aksi berlangsung, kalsium ekstraseluler masuk kedalam sel melalui kanal lambat
kalsium. Masuknya kalsium kedalam sel, memicu dikeluarkannya kalsium dari
retikulum sarkoplasma atau diambil dari pompa balik cairan ekstraseluler ke
dalam sel. Segmen ST merupakan bagian dari repolarisasi ventrikel. Nilai durasi
segmen ST yang tersaji dalam Tabel 4 memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05)
dengan standar domba normal, menunjukan kemungkinan adanya wilayah
iskemik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penanaman implan semen tulang HA-K dan HA-TKF tidak berpengaruh
terhadap aktivitas atrium. Namun penanaman implan semen tulang HA-K dan
HA-TKF berpengaruh terhadap aktivitas ventrikel yang dapat dilihat dari
kontraksi ventrikel yang terekam pada EKG yaitu interval PR, kompleks QRS,
dan segmen ST.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yang lebih lama pada
penggunaan implan semen tulang HA-K dan HA-TKF untuk melihat pengaruh
terhadap aktivitas atrium maupun ventrikel.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed AJ, Sanyal. 2008. Electrocardiographic studies in garol sheep and black
bengal goats. Research Journal of Cardiology 1 (1):1-8.
Brinker WO, Piermattei DL, Flo GL. 1983. Handbook of Small Animal
Orthopedics and Fracture Treatment. WB Saunders Company.
Carlton WM, McGavin MD. 1995. Thomsons Special Veterinary Pathology.
Second edition. Mosby.
Cebra C, Cebra M. 2002. Deases of The Cardiovascular System. Di dalam: Pugh
DG, editor. Sheep and goat Medicine. Ed ke-1. USA: Saunders. Chapter
15. Halm: 394-395.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3.
Philadelphia: WB Saunder Company.
Ganong WF. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: Kedokteran EGC.
Grady MR, Sullivan ML. 2009. Clinical Cardiology Concepts for the Dog and
Cat Electrocardiology. http://www.vetgo.com [Terhubung berkala]
[9 November 2009].
Guyton A, Hall EJ. 2007. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta: EGC.
Honarkar H, Barikani M. 2009. Aplication of biopolimer I: chitosan. Monash
Chem 140:1403-1420
Karim S, Kabo P. 1996. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ker J. 2006. The normal ovine electrocardiogram: a 12-leaded approach.
University of Pretoria etd.
Kudsiova L, Lawrence MJ. 2008. A comparison of the effect of chitosan and
chitosan coated vesicle on monolayer integrity and permeability acvoss
CaCo and 16 HBE 140-cells. Journal of Pharmaceutical Science 97 (9).
Maachou H, Balb KE, Balb Y, Chagnesd A, Coted G, Alliouchea D. 2008.
Characterization and in vitro bioactivity of chitosan/hydroxyapatite
composite membrane prepared by freeze-gelation method. Trends
Biomater. Artif. Organs 22:0-0.
Martin Mike WS. 2007. Small Animal ECGs: An Introductory Guide. Second
Edition. Blackwell Publishing: UK.
26
Mulyono S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using
polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials 25:3829-3835.
Paul W, Sharma CP. 2005. Nanoceramic matrices: biomedical applications.
American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2:41-48.
Pearce AI, Richards RG, Milz S, Schneider E and Pearce SG. 2007. Animal
models for implant biomaterial research in bone: a review. European cells
and materials 13:1-10.
[PAPSRS] Pennsylvania Patient Safety Reporting System. 2006. Bone cement
implantation syndrom. Patient Safety Advisory 3 (4).
Recchia FA, Lionetti V. 2007. Animal models of dilated cardiomyopathy for
translational research. Vet. Res. Commun 31: 3541.
Rezwan K , Chen QZ, Blaker JJ, Boccaccini AR. 2006. Biodegradable and
bioactive porous polymer/inorganic composite scaffolds for bone tissue
engineering. Biomaterials 27:34133431.
Scott HW, McLaughlin R. 2007. Feline Orthopedics. London: Manson
Publishing.
Saraswathy G, Pal S, Rose C, Sastry TP. 2001. A novel bio-inorganic bone
implant containing deglued bone, chitosanand gelatin. Bull. Mater. Sci 24
(4):415-420.
Tisdel CL, Goldberg VM, Parr JA, Bensusan JS, Staikoff LS, Stevenson S. 1994.
The influence of a hydroxyapatite and tricalcium-phosphate coating on
bone growth into titanium fiber-metal implants. J Bone Joint Surg Am
76:159-171.
Widjaja S. 1990. Segi Praktis EKG. Jakarta: Binarupa Aksara.
Willerson JT, Cohn JN, Wellens HJJ, Holmes DR, Jr. 2007. Cardiovascular
Medicine. Ed ke-3. London: Springer.
Yoshida A, Miyazaki T, Ishida E, Ashizuka M. 2004. Preparation of bioactive
chitosan-hydroxyapatite nanocomposites for bone repair through
mechanochemical reaction. Materials Transactions 45:994-998.
Zainol I, Zakaria FA, Saliman MR dan Derman MA. 2008. Preparation and
characterisation of chitosan/nanohydroxyapatite composites. Solid State
Science and Technology 16 (1):153-159.