Anda di halaman 1dari 2

Sampah selalu jadi masalah yang besar bagi negara Indonesia sebagai negara berkembang.

Banyak sekali kasus pada tempat pembuangan akhir (TPA), salah satunya adalah tidak
mampunya daya tampung dengan volume sampah yang dibuang. Masalah lainnya adalah bau
dan menimbulkan berbagai penyakit untuk kehidupan manusia.

Mr. Kamran Rousta yang hadir dalam seminar Waste Refinery di gedung Fakultas Teknik UGM
tanggal 7 Desember kemarin memaparkan bahwa sistem persampahan di Indonesia-lah yang
salah. Berbagai permasalahan sampah muncul karena pemerintah dan masyarakat tidak bisa
menjalankan sistem persampahan yang baik.

Di negara tempat tinggalnya, Swedia, sudah menggunakan sistem persampahan yang baik.
Sampah yang dihasilkan diolah kembali sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan
kembali. Ingatkah dengan 3R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle? Nah, prinsip itulah yang
digunakan oleh masyarakat Swedia dalam mengolah sampahnya. Lihat diagram di bawah ini.


Dari sampah-sampah yang dihasilkan, Swedia berhasil membuat energi terbarukan dalam bentuk
energi panas dan listrik, biogas, 3R yang menghasilkan produk baru, dan sampah yang disimpan
di lahan hanya 1%. Dengan angka 1% tersebut dapat dibayangkan tidak begitu banyak lahan
yang digunakan untuk menyimpan sampah. Kita lihat dengan Indonesia, 78% sampah
membutuhkan lahan untuk disimpan, dapat dibayangkan berapa luas tanah yang dibutuhkan
hanya untuk menyimpan sampah.

Sistem sampah yang dilakukan negara Swedia adalah dengan memilah sampah. Mulai dari skala
kecil, yaitu rumah sampah sudah mulai dipisah. Sampah yang sudah dipilah kemudian dibawa ke
tempat pengolahan untuk diubah menjadi produk baru. Tempat itu disebut subacken.
Subacken merupakan tempat manajemen sampah dan manfaatnya akan dikembalikan untuk
masyarakat.

Di Indonesia sendiri pemilahan sampah dalam skala kecil sudah mulai dilakukan, namun
permasalahannya mobil angkut sampah selalu menyatukan sampah-sampah tersebut. Hal inilah
yang menyebabkan sulitnya (malas) untuk memilah sampah yang sudah menggunung tinggi.
Permasalahan manajemen di Indonesia-lah yang menyebabkan sampah lebih banyak disimpan
dibanding dimanfaatkan kembali menjadi sesuatu yang berguna.


Di UGM, fasilitas tempat sampah sudah disediakan dan diharapkan semua penghuninya
memiliki kesadaran untuk membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Inilah gagasan dari WRC
atau Waste Refinary Community, sebuah komunitas yang peduli terhadap keadaan sampah yang
ada di kampus teknik UGM. Sampah yang sudah dipilah kemudian akan dtransfer ke mini-
subacken yang sudah dibuat. Dari mini-subacken tersebut akan dihasilkan produk-produk baru
untuk kebutuhan para penghuni kampus.

Kepedulian kampus teknik UGM terhadap masalah sampah semoga bisa menjadi contoh bagi
seluruh masyarakat. Begitu besar manfaat yang bisa dihasilkan jika kita memilah sampah. Untuk
itu lakukan pemilahan sampah dari sekarang!

Anda mungkin juga menyukai