0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
90 tayangan4 halaman
Teknik bedah endoskopi sinus (FESS) digunakan untuk menangani sinusitis kronis dengan cara membuka dan membersihkan daerah osteomeatal untuk memulihkan ventilasi dan drenase sinus secara alami. FEES adalah pemeriksaan evaluasi fungsi menelan menggunakan endoskopi lentur untuk menilai 5 proses fisiologi dasar seperti sensitivitas, spillage, residu, penetrasi, dan aspirasi. Kedua prosedur ini menggunakan pendekatan endosk
Teknik bedah endoskopi sinus (FESS) digunakan untuk menangani sinusitis kronis dengan cara membuka dan membersihkan daerah osteomeatal untuk memulihkan ventilasi dan drenase sinus secara alami. FEES adalah pemeriksaan evaluasi fungsi menelan menggunakan endoskopi lentur untuk menilai 5 proses fisiologi dasar seperti sensitivitas, spillage, residu, penetrasi, dan aspirasi. Kedua prosedur ini menggunakan pendekatan endosk
Teknik bedah endoskopi sinus (FESS) digunakan untuk menangani sinusitis kronis dengan cara membuka dan membersihkan daerah osteomeatal untuk memulihkan ventilasi dan drenase sinus secara alami. FEES adalah pemeriksaan evaluasi fungsi menelan menggunakan endoskopi lentur untuk menilai 5 proses fisiologi dasar seperti sensitivitas, spillage, residu, penetrasi, dan aspirasi. Kedua prosedur ini menggunakan pendekatan endosk
A. Definisi Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan mucociliary clearance dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang bersifat invasif radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-etmoidektomi eksternal dan lainnya, maka BSEF merupakan teknik operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di Eropa oleh Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990 sudah mulai diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia. Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip- polip yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi melalui ostium-ostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya membuka drenase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah endoskopi ini kemudian berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi bermacam- macam kondisi hidung, sinus dan daerah sekitarnya seperti mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya. Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa alat endoskop bersudut dan sumber cahaya yang terang, maka kelainan dalam rongga hidung, sinus dan daerah sekitarnya dapat tampak jelas. Dengan demikian diagnosis lebih dini dan akuratdan operasi lebih bersih / teliti, sehingga memberikan hasil yang optimal. Pasien juga diuntungkan karena morbiditas pasca operasi yang minimal. Penggunaan endoskopi juga menghasilkan lapang pandang operasi yang lebih jelas dan luas yang akan menurunkan komplikasi bedah.
B. Indikasi Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal. Indikasi lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi dan perluasannya, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang invasif dan neoplasia. Bedah sinus endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.
C. Kontraindikasi 1) Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan sekuester. 2) Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi). 3) Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.
D. Persiapan Pra-operasi 1) Persiapan Kondisi Pasien. Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada inflamasi atau udem, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya diterapi dengan steroid dahulu (polipektomi medikamentosa). Lihat. Kondisi pasien yang hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan, demikian pula yang menderita asma dan lainnya. 2) Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan variasinya. Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus medius sempit karena deviasi septum, konka media bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi. 3) CT Scan. Gambar CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus paranasal dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah-daerah rawan tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus terutama meatus media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti kedalaman fossa olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan diidentifikasi, demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis interna penting diketahui. Gambar CT scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT tersebut, operator dapat mengetahui daerah- daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi. Untuk menilai tingkat keparahan inflamasi dapat menggunakan beberapa sistem gradasi antaranya adalah staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.
II. FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing) Adalah pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan. Tahapan pemeriksaan dibagi menjadi 3 tahap: 1. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswalowing assessment) untuk menilai fungsi muskular dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral. 2. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi makanan, dinilai kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman untuk pasien 3. Pemeriksaan terapi dengan meng-aplikasikan berbagai maneuver dan posisi kepala untuk menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan menelan.
Dengan pemeriksaan FEES, dinilai 5 proses fisiologi dasar, seperti 1. Sensitivitas Pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangan berperan dalam terjadinya aspirasi 2. Spillage (preswallowing leakage) Masuknya makanan ke dalam hipofaring sebelum reflex menelan dimulai, sehingga mudah terjadi aspirasi 3. Residu Menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat proses menelan terjadi maupun sesudah proses menelan. 4. Penetrasi Masuknya makanan ke vestibulum laring tetapi belum melewati pita suara. Sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan ke jalan napas saat inhalasi 5. Aspirasi Masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang sangat berperan dalam terjadinya komplikasi paru.
DAFTAR PUSTAKA Soepardi E., Iskandar N. Buku ajar ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2012 Tamin susyana. Buku ajar ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher- disfagia orofaring . Edisi ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2012 Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis