Anda di halaman 1dari 4

Manajemen PPOK

Manajemen PPOK harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:


a. Menentukan keparahan penyakit dengan memperhatikan gejala-gejala pasien,
keterbatasan aliran udara, frekuensi dan tingkat keparahan eksaserbasi, komplikasi,
kegagalan pernapasan, penyakit penyerta, dan status kesehatan secara umum.
b. Menerapkan rencana pengobatan bertahap yang mencerminkan penilaian dari tingkat
keparahan penyakit.
c. Memilih pengobatan yang sesuai dengan preferensi nasional dan budaya, keterampilan
dan preferensi pasien, dan ketersediaan obat lokal
Pengobatan farmakologi dapat digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala, mengurangi
frekuensi dan tingkat keparahan eksaserbasi, meningkatkan status kesehatan, dan meningkatkan
kemampuan beraktivitas.
1. Bronkodilator : obat golongan ini adalah yang paling banyak diberikan, digunakan
untuk manajemen gejala pada copd
Diberikan dalam bentuk inhalasi
Diberikan bila diperlukan, untuk meredakan gejala intermiten atau memburuk,
dan secara teratur untuk mencegah atau mengurangi gejala persisten
Pilihannya adalah 2 agonis, antikolinergik, methylxanthines, dan terapi
kombinasi tergantung pada ketersediaan obat-obatan dan respon individu dari segi
meredakan gejala dan efek samping
Perawatan rutin dengan long-acting bronkodilator, termasuk formulasi nebulasi,
lebih efektif dan mudah daripada pengobatan dengan bronkodilator short-acting
Menggabungkan bronkodilator dengan kelas farmakologis yang berbeda dapat
meningkatkan efektivitas dan mengurangi risiko efek samping dibandingkan
dengan peningkatan dosis dari bronkodilator tunggal

2. Glukokortikosteroid inhalasi: perawatan rutin dengan glukokortikosteroid inhalasi
tidak dapat menurunkan FEV1 dalam jangka waktu lama tetapi telah terbukti dapat
mengurangi frekuensi eksaserbasi dan dapat meningkatkan status kesehatan pasien
dengan FEV1 <50% dan eksaserbasi berulang. Pengobatan dengan glukokortikosteroid
inhalasi kemungkinan dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Glukokortikosteroid inhalasi yang dikombinasikan dengan long acting 2 agonis lebih
efektif daripada diberikan secara tunggal dalam mengurangi eksaserbasi dan
meningkatkan fungsi paru-paru dan status kesehatan. Namun, terapi kombinasi
kemungkinan dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Pada pasien dengan FEV1 < 60%, pemberian terapi dengan long-acting agonis b2,
glukokortikosteroid inhalasi dan kombinasi keduanya dapat mengurangi tingkat
penurunan fungsi paru-paru. Penambahan long-acting b2 agonis / glukokortikosteroid
inhalasi ke antikolinergik (tiotropium) akan memberikan manfaat tambahan.

3. Glukokortikosteroid oral: pengobatan jangka panjang dengan glukokortikosteroid oral
tidak dianjurkan

4. Phosphodiesterase-4 inhibitor: pada pasien stadium III: copd parah atau stadium IV:
copd sangat parah dan riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis, phosphodiesterase-4
inhibitor, roflumilast, dapat mengurangi eksaserbasi bila diberikan dengan
glukokortikosteroid oral. Eefek ini juga terlihat ketika roflumilast ditambahkan ke long
acting bronkodilator.

5. Vaksin: vaksin influenza digunakan untuk mengurangi penyakit serius dan kematian
pada pasien copd sebesar 50%. Vaksin mengandung virus tertentu dan harus diberikan
sekali setiap tahun. Vaksin pneumococcal polysaccharide direkomendasikan untuk
pasien copd dengan usia 65 tahun atau lebih tua, dan telah terbukti dapat mengurangi
pneumonia pada mereka yang berusia 65 tahun dengan FEV1 <40%.

6. Antibiotik: tidak dianjurkan kecuali untuk pengobatan eksaserbasi infeksi dan infeksi
bakteri lainnya.

7. Agen mukolitik: pasien dengan sputum kental dapat diterapi dengan mukolitik, tetapi
manfaatnya secara keseluruhan sangat kecil. Penggunaannya tidak direkomendasikan.

8. Antitusif: pemakaian teratur dikontraindikasikan pada copd

Pengobatan nonfarmakologis meliputi rehabilitasi, terapi oksigen, dan intervensi bedah
1. Rehabilitasi: pasien pada semua tahap copd dapat memperoleh manfaat dari program
latihan olahraga, yakni peningkatan toleransi latihan dan penurunan gejala dyspnea serta
kelelahan. Manfaat dapat dipertahankan bahkan setelah program rehabilitasi paru selesai.
Panjang minimum program rehabilitasi yang efektif adalah 6 minggu, semakin lama
program maka semakin efektif hasil yang didapat.

2. Terapi oksigen: pemberian oksigen jangka panjang (> 15 jam per hari) untuk pasien
dengan gagal pernapasan kronis dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan dapat
memperbaiki keadaan hemodinamik paru, karakteristik hematologi, kapasitas latihan,
mekanik paru-paru, dan kondisi mental
Terapi oksigen diberikan untuk pasien dengan stadium IV / copd sangat
parah jika :
1) PaO2 berada pada atau dibawah 7.3 kPa (55 mmHg) atau SaO2 di bawah 88%,
dengan atau tanpa hiperkapnia; atau
2) PO2 berada diantara 7.3 kPa (55 mmHg) dan 8,0 kPa (60 mmHg) atau SaO2
adalah 88%, dan bila ada bukti hipertensi paru, edema perifer yang menunjukkan
gagal jantung kongestif, atau polisitemia (hematokrit> 55%).
Tujuan terapi oksigen jangka panjang adalah meningkatkan PaO2 dasar pada saat
istirahat setidaknya 8,0 kPa (60 mmHg), dan / atau menghasilkan SaO2 setidaknya
90%, yang dapat memelihara fungsi organ penting dengan memastikan jumlah
oksigen yang memadai.

3. Perawatan bedah: bullectomy dan transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan stadium IV: copd sangat parah. Saat ini belum ada bukti yang cukup yang
mendukung penggunaan operasi untuk pengurangan volume paru-paru (LVRS).

Anda mungkin juga menyukai