Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Penelitian

1

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA (Punica
granatum) SEBAGAI ANTIMIKROBA
Staphylococcus aureus PENYEBAB INFEKSI KULIT dan JARINGAN
LUNAK di RUMAH SAKIT dan KOMUNITAS
SECARA IN VITRO

Dewi Santosaningsih*, Sri Winarsih **, Natasha Diah P.***

*Laboratorium Mikrobiologi FKUB, ** Laboratorium Mikrobiologi FKUB,
**Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKUB


ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram postif dari family
Staphylococcaceae yang dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi pada
manusia khususnya penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak. Staphylococcus aureus
dikenal sebagai penyebab paling sering bakteremia yang didapat pada infeksi
nosokomial dan komunitas. Meskipun tersedia banyak antibiotika, bakteri S.aureus
telah mampu membentuki strain yang dapat resisten terhadap obat pilihan yang telah
ada. Kulit buah delima (Punica granatum) dipercaya memiliki bahan-bahan aktif yang
mempunyai efek antimikroba. Salah satunya adalah tannin dan flavonoid yang
terdapat dalam kulit buah delima (Punica granatum) telah diketahui sebagai senyawa
antimikroba yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak
kulit buah delima terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus penyebab infeksi kulit dan
jaringan lunak di rumah sakit dan komunitas secara in-vitro. Konsentrasi ekstrak
yang dipakai adalah 0%; 0,0625%; 0,125%; 0,25%; 0,5%; 1%
v
/
v
. Metode yang
digunakan adalah metode dilusi tabung. Hasil statistik one way ANOVA
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan konsentrasi
ekstrak kulit buah delima terhadap jumlah koloni S.aurus isolat di rumah sakit
maupun di komunitas (p<0,05). Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang
erat antara konsentrasi ekstrak dengan jumlah koloni (korelasi, r = -0,943 untuk isolat
rumah sakit dan r= -0,959 untuk isolat komunitas: p<0,05). Uji T menunjukkan
perbedaan bermakna jumlah koloni S.aureus antara isolat rumah sakit dan
komunitas pada konsentrasi hambat minimum (0,25%) ekstrak kulit buah delima.
Kesimpulan pada penelitian ini yaitu ekstrak kulit buah delima mempunyai efek
antimikroba terhadap S.aureus penyebab infeksi kulit dan jaringan lunak isolat rumah
sakit dan komunitas dengan kadar hambat minimum 0,25% dan kadar bunuh
minimumnya 0,5% pada kedua isolat tersebut.

Kata kunci: Staphylococcus aureus, ekstrak kulit buah delima (Punica granatum).



ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a gram-positive cocci, member of the family
of Staphylococcaceae that can cause various infectious diseases in human,
especially skin and soft tissue infection. Staphylococcus aureus is known as the most
frequent cause of nosocomial and community acquired bacteremia. Although there
are many antibiotics available, S.aureus is capable to produce strains that are
resistant to the existing antibiotics. Pomegranate (Punica granatum) contains active
compounds that have antimicrobial effect. Tannin and flavonoid, found in
Pomegranate were known as antimicrobial compounds. This study aimed to
Jurnal Penelitian

2

determine the effect of Pomegranate extracts to inhibit the growth of S.aureus
causing skin and soft tissue infection in hospital and community in vitro. The
concentrations of extract used were 0%; 0,0625%; 0,125%; 0,25%; 0,5%; 1%
v
/
v .
.
The method used was the tube dilution method. The results showed that there was
significant difference of the number of S.aureus colonies among concentration of
Pomegranate extract on the S.aureus isolate hospital and community colony
numbers (p<0,05). The correlation test showed good relationship between
concentration of the extract with the number of S.aureus colonies (coefifisient
correlation, r = -0,943 for hospital isolate and r= -0,959 for community isolate:
p<0,05). T- test result showed that significant difference of the number of S.aureus
colonies between hospital isolate and community isolate of mnimum inhibitory
concentration. It is concluded that Pomegranate extracts has antimicrobial effect
against S.aureus causing skin and soft tissue infection in hospital and community
with the minimum inhibitory concentration (MIC) value on 0,25% and the minimum
bactericidal concentration (MBC) value on 0,5% in both isolates.

Keywords: Staphylococcus aureus, Pomegranates (Punica granatum) extract.


PENDAHULUAN

Infeksi adalah invasi dan
pembiakan mikroorganisme dijaringan
tubuh, secara klinis mungkin tidak
tampak atau timbul cedera seluler
secara lokal akibat kompetisi
metabolisme, toksin, replikasi intrasel,
atau respon antigen-antibodi.
Infeksinya dapat tetap terlokalisasi,
subklinis, dan bersifat sementara jika
mekanisme pertahanan tubuh efektif.
Infeksi lokal dapat menetap dan
menyebar menjadi infeksi klinis atau
kondisi penyakit yang bersifat akut,
subakut, atau kronis. Infeksi lokal yang
dapat menjadi sistemik bila
mikroorganisme mencapai sistem
limfatik atau vaskular.
1
Mikroorganisme penyebab
infeksi terbanyak adalah bakteri.
Staphylococcus aureus (S.aureus)
adalah sekelompok bakteri yang dapat
menyebakan berbagai macam
penyakit karena infeksi dari berbagai
jaringan tubuh. S.aureus dikenal
sebagai flora normal tubuh yang
bersifat patogen oportunistik, yang
berarti bahwa bakteri tersebut dapat
menimbulkan penyakit pada penderita
dengan sistem kekebalan tubuh
kurang baik. Manifestasi klinik infeksi
S.aureus mulai dari furunkel,
karbunkel, folikulitis pada kulit,
pneumonia pada paru, osteomyelitis,
sampai dengan sepsis yang dapat
menimbulkan kematian.
2
Staphylococcus aureus juga
dikenal sebagai penyebab paling
sering Hospital-Acquired bacteremia
(nosocomial). Lebih dari 2 juta pasien
yang terkena infeksi nosokomial di
Amerika Serikat, kira-kira 61% terkena
infeksi S.aureus (Honeyman et al,
2001). Penyebaran S.aureus tidak
hanya dirumah sakit saja tapi juga di
komunitas, sekitar 11-38%
Community-Acquired bacteremia
disebabkan oleh bakteri ini.
3
Jumlah
infeksi staphylococcus baik pada
Hospital-Acquired (HA-SA) dan
Community-Acquired (CA-SA) telah
meningkat selama 20 tahun ini.
4
Dari
data tersebut, diketahui tingkat infeksi
S.aureus di rumah sakit lebih tinggi
dibandingkan dengan infeksi S.aureus
di komunitas. Makin tinggi tingkat
kejadian infeksi meenyebabkan
banyak jenis dari infeksi S.aureus
resisten terhadap banyak antibiotika.
5
Manifestasi klinis infeksi
S.aureus umum ditemukan pada
rumah sakit (Hospital Acquired
S.aureus) yang menyerang orang-
orang dengan kondisi sistem imun
yang rendah.
6
Infeksi luka pasca
operasi merupakan infeksi kulit dan
jaringan lunak S.aureus di rumah sakit
yang penting setelah infeksi saluran
kemih akibat pemasangan kateter,
dikarena dapat menyebabkan
Jurnal Penelitian

3

komplikasi sehingga memperlama
masa perawatan penderita di rumah
sakit. Sedangkan pada Community-
Acquired infection adalah infeksi
S.aureus yang terjadi pada orang-
orang yang (dalam satu tahun terakhir)
tidak pernah dirawat di rumah sakit
atau tidak pernah mendapatkan
prosedur medis (seperti dialysis,
operasi, pemasangan kateter).
Manifestasi klinis CA-SA infection
paling umum terjadi pada kulit dan
jaringan lunak berupa furunkel,
karbunkel, folikulitis dan abses.
7
Penanganan pengobatan
infeksi khususnya pada bakteri
S.aureus ini yang paling umum
dilakukan adalah dengan terapi
antibiotika. Antibiotika saat ini
merupakan obat yang paling banyak
digunakan dan disalahgunakan. Hal ini
meningkatkan resiko terjadinya
resistensi bakteri terhadap antibiotika
dan toksisitas antibiotika terhadap
penderita.
8
Resistensi S.aureus
terhadap antibiotika menjadi masalah
yang sulit diatasi pada saat ini. Pola
resistensi S.aureus terhadap
antibiotika di rumah sakit dan di
komunitas berbeda. Pencetus
terjadinya resistensi S.aureus
terhadap antibiotika baik di rumah
sakit maupun di komunitas adalah
penggunaan antibiotika yang tidak
rasional.
2
Penderita rumah sakit yang
menggunakan antibiotika terutama
antibiotika spektrum luas tanpa
dibatasi penggunaanya dapat
meningkatkan resistensi bakteri, selain
itu dirumah sakit juga beresiko terjadi
penularan bakteri yang lebih pathogen
akibat tindakan invasif sehingga
menjadi salah satu faktor pencetus
resistensi terhadap antibiotika.
Sedangkan pada komunitas sering
terjadi penggunaan antibiotika secara
bebas dan tidak terkontrol sehingga
sering terjadi kegagalan
menyelesaikan regimen pengobatan
sehingga mudah terjadi resistensi
terhadap antibiotika. Oleh karena itu
perlu alternatif sumber antimikroba
baru yang bisa menggantikan obat
yang sudah ada sekarang guna
menghambat resistensi S.aureus
terhadap antibiotika baik di rumah
sakit maupun di komunitas.
9

Penggunaan tanaman sebagai
pengobatan alternatif semakin
berkembang saat ini. Menurut WHO,
tanaman obat merupakan sumber
yang berharga untuk membuat
berbagai macam obat. Sekitar 80%
individu dari negara-negara
berkembang menggunakan
pengobatan tradisional dengan bahan
yang berasal dari tanaman obat.
Penggunaan ekstrak dan zat fitokimia
tanaman yang memiliki kandungan
antimikroba dapat menjadi dasar
penemuan antibiotika baru dalam
terapi kasus infeksi bakteri.
10
Tanaman delima (Punica
granatum) banyak tumbuh di daerah
yang panas kering dan cukup sinar
matahari, sehingga tidak
mengherankan bila tanaman delima
gampang ditemukan di Indonesia,
selain di Indonesia tanaman delima
banyak ditemukan di daratan
Mediterania, Persia, dan beberapa
negara di Asia.
11,12
Hampir setiap
bagian dari tanaman delima dapat
juga dimanfaatkan untuk obat baik
kulit kayu, bunga, akar tanaman
maupun kulit buahnya. Dalam suatu
percobaan fitokimia membuktikan
bahwa kulit buah delima mengandung
bahan aktif tannin 26%, flavonoid, dan
sterol. Bahan aktif tersebut diduga
dapat berfungsi sebagai antibakteri.
11


Berdasarkan uraian diatas,
ingin dilakukan penelitian untuk
mengetahui efek antimikroba kulit
buah delima terhadap S.aureus secara
in vitro, sehingga diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar lebih lanjut
untuk memperoleh alternatif
pengobatan penyakit yang ditimbulkan
oleh S.aureus baik di rumah sakit
maupun di komunitas.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian
Desain penelitian yang
dilakukan adalah penelitian
eksperimental laboratoris dengan
menggunakan metode dilusi tabung
untuk mengetahui potensi ekstrak kulit
Jurnal Penelitian

4

buah delima (Punica granatum) yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan
S.aureus secara in vitro. Pengujian
ekstrak kulit buah delima sebagai
antimikroba menggunakan metode
dilusi tabung yang meliputi dua tahap,
yaitu tahap pengujian bahan pada
media MH Broth untuk menentukan
KHM (Kadar Hambat Minimum) dan
tahap penanaman pada medium NAP
(Nutrient Agar Plate) dengan metode
streaking (penggoresan) yang
bertujuan untuk menentukan KBM
(Kadar Bunuh Minimal). Rancangan
penelitian ada enam kelompok
perlakuan.

Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan ekstrak kulit buah
delima dilakukan di Politeknik Negeri
Malang. Sedangkan penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya pada bulan April 2010
sampai bulan Agustus 2010.

Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel
yang digunakan adalah dua kelompok
bakteri S.aureus koleksi kelompok
studi MRSA Indonesia yang disimpan
di laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya
yang berasal dari swab infeksi luka
pasca operasi pasien yang dirawat di
RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang
mewakili isolat rumah sakit dan swab
infeksi jaringan kulit dan jaringan lunak
pasien yang diperoleh dari Puskesmas
di Kabupaten Malang yang mewakili
isolat komunitas.

Besar Sampel
Pada penelitian ini digunakan 6
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
(0%; 0,0625%, 0,125%; 0,25%; 0,5%
dan 1%
v
/
v
), dengan masing-masing
berjumlah 4 sampel untuk bakteri
S.aureus di rumah sakit dan 4 sampel
untuk bakteri S.aureus di komunitas.

Variabel penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah 6 konsentrasi
ekstrak kulit buah delima. Konsentrasi
tersebut didapatkan dengan melalui
eksplorasi (penelitian pendahuluan).

2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam
penelitian ini adalah jumlah koloni
S.aureus yang tumbuh pada NAP

Definisi Operasional
Kulit buah delima yang
digunakan berasal dari kulit
buah delima merah yang
diambil dari daerah Tumpang,
Malang Jawa Timur.
Ekstrak kulit buah delima
adalah kulit buah delima yang
dijadikan ekstrak cairan kental
dengan pelarut etanol 96%
melalui proses ekstraksi dan
evaporasi, dan konsentrasi
ekstrak yang digunakan adalah
0%; 0,0625%, 0,125%; 0,25%;
0,5% dan 1%
v
/
v
. (berdasarkan
eksplorasi).
Kadar Hambat Minimum (KHM)
adalah kadar atau konsentrasi
minimum larutan ekstrak kulit
buah delima yang mampu
menghambat pertumbuhan
bakteri uji (S.aureus),
merupakan konsentrasi terkecil
yang tidak dijumpai kekeruhan
pada larutan ekstrak kulit buah
delima yang telah diberi bakteri
uji tersebut dalam media
Nutrient broth
Kadar Bunuh Minimum (KBM)
adalah kadar atau konsentrasi
minimum larutan ekstrak kulit
buah delima yang mampu
membunuh bakteri uji
(S.aureus), ditandai oleh
jumlah koloni pada medium
NAP kurang dari 0,1% dari
original inokulum.
Original inokulum adalah
inokulum bakteri dengan
konsentrasi 10
6
CFU/ml (Colony
Forming Unit/ml) yang
diinokulasikan pada media
NAP (Nutrient Agar Plate).

Jurnal Penelitian

5

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan
variabel numerik dengan satu faktor
yang ingin diketahui yaitu perbedaan
jumlah koloni bakteri S.aureus yang
terdapat pada NAP berdasarkan faktor
perlakuan pemberian ekstrak kulit
buah delima (Punica granatum), maka
uji statistik yang digunakan adalah
One-Way ANOVA. Apabila diperoleh p
< 0,05 (5%), dilanjutkan dengan
analisa Post Hoc Test (Tukey Test),
untuk mengetahui perlakuan mana
saja yang menyebabkan jumlah koloni
bakteri S.aureus cenderung tidak
berbeda dan berbeda nyata.
Selanjutnya dibuat grafik yang
menggambarkan adanya hubungan
antara ekstrak kulit buah delima dalam
berbagai konsentrasi dengan jumlah
koloni bakteri S.aureus.
Setelah itu dilakukan uji
statistik regresi korelasi untuk
memperkirakan jumlah koloni bakteri
bila diberikan dosis tertentu dari
ekstrak kulit buah delima serta
mengetahui kuatnya hubungan antara
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
terhadap pertumbuhan S.aureus
secara in vitro. Serta dilakukan uji T-
test , untuk melihat apakah ada
perbedaan yang bermakna atau tidak
pada pertumbuhan jumlah koloni
S.aureus antara isolat rumah sakit dan
komunitas pada konsentrasi hambat
minimum tertentu. Batas kepercayaan
yang digunakan dalam peneltian ini
adalah 95% ( <0,05).

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
DATA

Data Hasil Penelitian
1 Hasil Identifikasi bakteri
Escherichia coli
Pada penelitian ini sampel
yang dipergunakan adalah dua
kelompok bakteri S.aureus yaitu
berasal dari isolat rumah sakit dan
komunitas yang diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya,
dengan masing-masing berjumlah 4
sampel untuk bakteri di rumah sakit
dan 4 sampel untuk bakteri di
komunitas. Untuk uji efektifitas ekstrak
kulit buah delima dilakukan proses re-
identifikasi bakteri terlebih dahulu.
Dengan melakukan kultur medium
Nutrient Agar Plate, pewarnaan Gram,
tes Katalase, dan tes Koagulase. Hasil
berbagai uji identifikasi dapat dilihat
pada Tabel 1,2 dan Gambar 1.

Tabel 1. Hasil Uji Identifikasi
S.aureus di Rumah Sakit
Isolat Pewarnaan
Gram
Tes
Katalase
Tes
Koagulase
RS 1

RS 2

RS 3

RS 4
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih

Tabel 2. Hasil Uji Identifikasi
S.aureus di Komunitas
Isolat Pewarnaan
Gram
Tes
Katalase
Tes
Koagulase
KOM 1

KOM 2

KOM 3

KOM 4
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Bergerombol
seperti anggur,
berwarna ungu
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Adanya
gelembung
udara
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih
Terdapat
gumpalan
putih


Gambar 1. Uji Identifikasi Bakteri
S.aureus Hasil Pewarnaan Gram
dengan Pembesaran Mikroskop
(1000x)
Jurnal Penelitian

6

2. Hasil Uji Dilusi Tabung
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan 6 macam konsentrasi
ekstrak kulit buah delima (Punica
granatum), dengan variasi konsentrasi
0%; 0,0625%, 0,125%; 0,25%; 0,5%
dan 1%
v
/
v
.
Perbandingan tingkat
kekeruhan pada masing-masing
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
terhadap S.aureus isolat rumah sakit
dan komunitas pada tabung dapat
dilihat pada Gambar 2.
Dari hasil pengamatan tingkat
kekeruhan larutan ekstrak kulit buah
delima dilakukan berdasarkan pada
penglihatan dengan mata telanjang.
Dari hasil pengamatan terhadap
kekeruhan pada tabung untuk isolat
rumah sakit maupun komunitas
dengan konsentrasi 0,0625% nampak
sangat keruh yang berarti sangat
banyak bakteri yang tumbuh, pada
tabung konsentrasi 0,125% nampak
sedikit keruh yang berarti masih ada
sedikit bakteri yang tumbuh
sedangkan pada tabung konsentrasi
0,25%; 0,5% dan 1% nampak jernih
yang berarti tidak ada bakteri yang
tumbuh. Dari hasil pengamatan dapat
diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak, semakin kecil
tingkat kekeruhan pada tabung dan
dapat terlihat bahwa pada konsentrasi
0,25% merupakan konsentrasi terkecil
yang tidak menunjukkan kekeruhan
pada tabung, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Kadar Hambat
Minimum (KHM) penelitian ini adalah
pada konsentrasi 0,25% (baik isolat
rumah sakit maupun komunitas
memiliki nilai KHM yang sama pada
konsentrasi 0,25%).






Gambar 2. Hasil Uji Kepekaan Ekstrak Kulit Buah Delima terhadap S.aureus
dengan metode dilusi tabung

Selanjutnya untuk
menentukan KBM, tiap-tiap tabung
tersebut diinokulasikan pada NAP
(Nutrien Agar Plate) untuk melihat
pertumbuhan koloninya, kemudian
dihitung jumlah koloninya dengan alat
penghitung koloni (colony counter).

3. Hasil Perhitungan Koloni
Escherichia coli pada media
NAP
Setelah tabung diinkubasi
selama 18-24 jam pada suhu 37
o
C
dan diamati tingkat kekeruhan untuk
melihat KHM, tiap konsentrasi ekstrak
1%
1%
0,5%
0,5%
0,25%
0,25%
0,125%
0,125%
0,0625%
0,0625%
Isolat RS
Isolat
KOM
Kontrol Positif
isolat Rumah Sakit
Kontrol Positif
isolat Komunitas
Jurnal Penelitian

vii

tersebut di inokulasi penuh dalam NAP
(Nutrient Agar Plate). Sebelum di
inokulasi, tabung dengan konsentrasi
0,0625% hingga 0,25% dilakukan
pengenceran dengan larutan NaCl
sebanyak 1000x, sedangkan
konsentrasi 0% sebanyak 10000x. hal
ini dilakukan karena apabila tidak
diencerkan maka akan didapatkan
pertumbuhan koloni bakteri yang tidak
dapat dihitung (terlalu padat),
sehingga pengenceran ini bertujuan
untuk memudahkan penghitungan
jumlah koloni bakteri yang tumbuh
pada NAP dengan konsentrasi ekstrak
yang sebenarnya. Kemudian NAP
diinkubasi pada suhu 37
o
C selama
18-24 jam. Setelah dinkubasi, maka
dilakukan pengamatan dan
perhitungan jumlah pertumbuhan
koloni bakteri pada masing-masing
plate. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada Gambar 3 dan 4




Gambar 3. Perbandingan Kepadatan Koloni S.aureus Isolat Rumah Sakit pada
Setiap Konsentrasi Setelah Ditanan Pada Media NAP




Gambar 5.4 Perbandingan Kepadatan Koloni S.aureus Isolat Komunitas pada
Setiap Konsentrasi Setelah Ditanan Pada Media NAP
0%
0%
0,0625%
0,0625%
0,125%
0,125%
0,25%
0,25%
0,5%
0,5%
1%
1%
OI
OI
Jurnal Penelitian

7



Berdasarkan hasil
pertumbuhan dan perhitungan koloni
bakteri S.aureus isolat rumah sakit
dan komunitas tersebut dapat
ditentukan KBM (Kadar Bunuh
Minimum) dari ekstrak kulit buah
delima yaitu pada NAP yang tidak
ditumbuhi koloni atau jumlah koloni <
dari 0,1 % dari original inoculums.
Pada penelitian ini, nilai KBM ekstrak
kulit buah delima terhadap S.aureus
isolat rumah sakit maupun komunitas
terlihat pada konsentrasi 0,5%.
Masing-masing plate dihitung
jumlah koloni bakterinya dengan
menggunakan colony counter. Cara
perhitungan koloni bakteri tersebut
adalah sebagai berikut: pertama
dilakukan pengamatan pertumbuhan
koloni pada cawan petri secara
subjektif apakah koloni sangat banyak
atau tidak. Apabila sangat banyak
maka dipilih sembilan kotak yang
mewakili masing masing cawan petri,
jumlah koloni yang didapatkan adalah
hasil kali jumlah koloni 9 kotak dengan
luas plate dikalikan jumlah
pengenceran yang dilakukan (jumlah
koloni /9 kotak X X r
2
X pengenceran
X 1000 (CFU/ml)) . Apabila dalam satu
cawan petri semua koloni dapat
terhitung semua, maka tidak perlu
dikalikan luas cawan petri, hasil
pengamatan ini adalah CFU/plate.
Untuk menjadikan CFU/ml, kemudian
dikalikan 1000 dimana 1 ose setara
dengan 0,001 ml. hasil penghitungan
koloni yang tumbuh di NAP dapat
dilihat pada Tabel 3 dan 4.


Tabel 3. Jumlah koloni S.aureus Isolat Rumah Sakit pada NAP Setelah Diberi
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Delima x10
6
CFU/mL)
Konsentrasi
Isolat
Rerata SD
1 2 3 4
0%
1610 1770 1480 1540 1600 125.17
0,0625%
401 388 397 404 397.5 6.95
0,125%
242 251 239 230 240.5 8.66
0,25%
98 101 102 94 98.75 3.59
0,5%
0 0 0 0 0
1%
0 0 o 0 0
0i*
28868 27787 27087 28422 28041


Tabel 4. Jumlah koloni S.aureus Isolat Komunitas pada NAP Setelah Diberi
Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Delima x10
6
CFU/mL)
Konsentrasi
Isolat
Rerata SD
1 2 3 4
0%
2890 3040 2520 2770 2805 219.77
0,0625%
313 309 301 308 307.75 4.99
0,125%
186 193 199 184 190.5 6.86
0,25%
65 69 71 78 70.75 5.44
0,5%
0 0 0 0 0
1%
0 0 o 0 0
0i*
29872 28895 27977 29478 29055.5


Jurnal Penelitian

9

Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap jumlah koloni bakteri
S.aureus isolat rumah sakit maupun
komunitas yang dihasilkan pada media
NAP dalam beberapa konsentrasi
ekstrak kulit buah delima dan kontrol
positif (konsentrasi 0%) pada tabel 3
dan 4 menunjukkan hasil yang cukup
bervariasi. Adanya perbedaan
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
pada perlakuan memberikan pengaruh
atau efek yang berbeda sebagai
antimikroba terhadap jumlah koloni
bakteri S.aureus yang dihasilkan pada
media NAP. Adanya pengaruh
pemberian ekstrak kulit buah delima
tersebut mulai terlihat dimana jumlah
koloni bakteri S.aureus yang
dihasilkan pada medium NAP menjadi
lebih sedikit setelah diberikan
perlakuan ekstrak kulit buah delima
mulai pada konsentrasi 0,0625%
dibandingkan dengan jumlah koloni
bakteri S.aureus yang dihasilkan pada
media NAP pada kelompok kontrol
bakteri (konsentrasi 0%). Kemudian
jumlah koloni bakteri S.aureus yang
dihasilkan pada media NAP
cenderung semakin menurun ketika
diberikan konsentrasi yang lebih tinggi.
Bahkan pada konsentrasi yang lebih
tinggi yaitu 0,5% sampai dengan
100% sudah tidak didapatkan
pertumbuhan bakteri S.aureus sama
sekali pada NAP tersebut. Dengan
demikian, berdasarkan penilaian
secara deskriptif menurut rata-rata
jumlah koloni bakteri S.aureus yang
dihasilkan pada media NAP tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa
pemberian perlakuan berupa ekstrak
kulit buah delima menunjukkan
pengaruh sebagai antimikroba apabila
dibandingkan dengan jumlah koloni
kontrol bakteri.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk
menguji kepekaan S.aureus baik isolat
rumah sakit maupun komunitas
terhadap ekstrak kulit buah delima
(Punica granatum) melalui metode
tube dilution test. Tujuan dari
penelitian ini adalah melihat
perbedaan Kadar Hambat Minimum
(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM) ekstrak kulit buah delima
terhadap S.aureus baik isolat rumah
sakit maupun komunitas dimana
masih dianggap sangat sensitif
terhadap ekstrak kulit buah delima,
sehingga diharapkan hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai alternatif
terapi infeksi S.aureus di rumah sakit
dan di komunitas
Dalam penelitian ini, sampel
yang digunakan adalah dua kelompok
bakteri S.aureus yaitu masing-masing
berjumlah 4 sampel untuk bakteri di
rumah sakit dan 4 sampel untuk
bakteri di komunitas. Bakteri S.aureus
isolat rumah sakit dan komunitas
berasal dari swab luka pasien yang
mengalami infeksi kulit dan jaringan
lunak. Isolat bakteri yang dipakai
dalam penelitian ini disimpan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang. Sebelum dipergunakan untuk
penelitian, bakteri ini dire-identifikasi
terlebih dahulu dengan pewarnaan
Gram, tes Katalase, dan tes
Koagulase. Dengan melakukan
pewarnaan Gram, didapatkan
gambaran bentuk bakteri bersifat gram
positif, yang ditandai dengan bakteri
S.aureus akan tampak berbentuk
bulat, menggerombol seperti anggur
berwarna ungu. Sedangkan pada hasil
tes Katalase terjadi gelembung udara
positif maka bakteri tersebut adalah
Staphylococcus. Tes koagulase
diperoleh hasil positif dengan adanya
gumpalan putih pada gelas obyek
(S.aureus ini bersifat patogen).
Dalam penelitian ini digunakan
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
sebesar 0%; 0,0625%, 0,125%;
0,25%; 0,5% dan 1%
v
/
v
. Konsentrasi
tertinggi 1% ditentukan berdasarkan
penelitian pendahuluan, dimana pada
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
0,5% tidak didapatkan pertumbuhan
koloni bakteri S.aureus pada Nutrient
Agar Plate (NAP). Sehingga diambil
konsentrasi satu tingkat diatas
konsentrasi KBM mengingat isolat
yang dipakai pada penelitian ini ada
dua jenis.
Jurnal Penelitian

10

Pada penelitian ini digunakan
kontrol bahan dan kontrol bakteri
(kontrol positif) baik untuk menentukan
KHM maupun pada pengamatan
jumlah koloni bakteri pada medium
NAP untuk mengetahui KBM. Tujuan
digunakannya kontrol bahan adalah
untuk memastikan bahwa ekstrak kulit
buah delima yang digunakan tidak
terkontaminasi oleh bakteri.
Sedangkan kontrol bakteri digunakan
untuk memastikan bahwa suspensi
bakteri yang digunakan tidak
terkontaminasi oleh bakteri selain
S.aureus.
Dari pengamatan pada tabung
(tube dilution tes) dapat ditentukan
bahwa Kadar Hambat Minimum (KHM)
ekstrak kulit buah delima terhadap
bakteri S.aureus isolat rumah sakit
dan komunitas adalah pada
konsentrasi 0,25% (nilai KHM kedua
isolat tersebut sama), sedangkan
Kadar Bunuh Minimum (KBM)
terhadap bakteri S.aureus baik isolat
rumah sakit maupun komunitas pada
penelitian ini diperoleh konsentrasi
0,5%. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
adanya pertumbuhan koloni bakteri
pada konsentrasi 0,5%, setelah larut
NAP dan diinkubasi selama 18-24 jam,
dan jika dibandingkan dengan kontrol
bahan mempunyai keadaan yang
sama (tidak terjadi pertumbuhan
koloni). Dengan ditemukaan adanya
KBM larutan ekstrak kulit buah delima
yang memiliki daya tahan mikroba
terhadap S.aureus baik pada isolat
rumah sakit maupun komunitas yang
ditunjukkan dengan tidak adanya
pertumbuhan koloni pada konsentrasi
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian
diatas didapatkan bahwa ekstrak kulit
buah delima dapat menghambat
pertumbuhan S.aureus isolat rumah
sakit dan komunitas dimana semakin
tinggi konsentrasi ekstrak maka
semakin sedikit koloni S.aureus yang
tumbuh.
Dalam penelitian ini, nilai kadar
hambat minimum (KHM) dan kadar
bunuh minimum (KBM) ekstrak kulit
buah buah delima (Punica granatum)
terhadap S.aureus isolat rumah sakit
dan komunitas memiliki nilai yang
sama. Namun, pada posisi KHM
0,25% (yang sama antara isolat rumah
sakit dan komunitas) terdapat
perbedaan jumlah koloni yang masih
tumbuh (pada isolat rumah sakit =
98,75 3,59; sedangkan pada isolat
komunitas = 70,75 5,44). Dari hasil
uji T-Test terlihat adanya perbedaan
yang bermakna antara kedua KHM
tersebut. Dengan demikian, ekstrak
kulit buah delima kemungkinan lebih
efektif terhadap isolat komunitas
dibandingkan dengan di rumah sakit.
Walaupun secara kasat mata nilai
KHM kedua isolat tersebut sama
namun dari hasil uji T-tes nampak
adanya perbedaan, dimana pada
pertumbuhan koloni dirumah sakit
yang tumbuh lebih banyak dari pada
komunitas. Hal ini menandakan
S.aureus isolat komunitas lebih sensitif
terhadap ekstrak kulit buah delima
dibandingkan dengan isolat rumah
sakit. Perbedaan kepekaan
antimikroba khususnya ekstrak kulit
buah delima terhadap pertumbuhan
S.aureus isolat rumah sakit dan
komunitas bisa dikarenakan dirumah
sakit banyak faktor yang
mempengaruhi ketidak sensitifan
terhadap obat misalnya resiko
penularan faktor resistensi dari bakteri
yang lebih pathogen akibat tindakan
invasif di rumah sakit dan seringnya
terpapar obat-obatan, sehingga dinilai
kesensitifan terhadap antimikroba
dirumah sakit diduga kurang sensitif
dibandingkan dengan dikomunitas.
Hasil penghitungan jumlah
koloni bakteri S.aureus isolat rumah
sakit dan komunitas yang diperoleh
berdasarkan 4 kali pengulangan ini
kemudian dianalisa dengan software
SPSS 17. Uji statistic yang digunakan
adalah uii one-Way ANOVA, Uji
Korelasi, Uji Regresi serta Post hoc.
Semua analisa data dihitung
berdasarkan batas kepercayaan 95%.
Artinya, kemungkinan kesalahan hasil
penelitian bekisar 5%.
Jurnal Penelitian

11

Berdasarkan hasil uji ANOVA
didapatkan nilai signifikansi 0,000
(p<0,05) yang berarti terdapat
perbedaan efek pada pemberian tiap
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
terhadap pertumbuhan bakteri
S.aureus. hasil uji korelasi
menunjukkan nilai koefisiensi korelasi
Pearson S.aureus isolat rumah sakit
yaitu R= -0,943, sedangkan pada
isolat komunitas didapatkan R= -
0,959. Tanda negatif menunjukkan
hubungan yang terbalik yaitu semakin
tinggi konsentrasi ekstrak kulit buah
delima semakin sedikit jumlah koloni
bakteri yang tumbuh, dan sebaliknya.
Nilai 0,943 dan 0,959 menunjukkan
bahwa koefisien korelasinya sangat
kuat (nilai lebih dari 0,5).
Hasil uji Regresi didapatkan
koefisien kolerasi R Square (R
2
)
sebesar 0,890 untuk isolat rumah sakit
dan 0,920 untuk isolat komunitas.
Angka ini menunjukkan besarnya
derajat keeratan hubungan antara
konsentrasi ekstrak kulit buah delima
dengan jumlah koloni S.aureus isolat
rumah sakit sebesar 89%. Sedangkan
11% lainnya dipengaruhi oleh faktor
lain, sama halnya juga dengan
besarnya derajat keeratan hubungan
antara konsentrasi ekstrak kulit buah
delima dengan jumlah koloni S.aureus
isolat komunitas sebesar 92%.
Sedangkan 8% lainnya dipengaruhi
oleh faktor lain yang tidak diteliti,
misalnya karena waktu penyimpanan
ekstrak yang lama sehingga
menurunkan daya kerja ekstrak atau
terdapatnya error saat dilakukkan
penelitian tersebut. Hubungan antara
perubahan konsentrasi ekstrak kulit
buah delima dengan pertumbuhan
koloni bakteri S.aureus isolat rumah
sakit dapat dinyatakan rumus Y =
3,425 0,691 X, sedangkan untuk
rumus pada S.aureus isolat komunitas
yaitu Y = 3,472 0,718 X.
Kemampuan ekstrak kulit
buah buah delima dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S.aureus isolat
rumah sakit dan komunitas
disebabkan oleh adanya bahan-bahan
aktif yang memiliki daya antimikroba,
yaitu tannin dan flavonoid. Flavanoid
dapat digambarkan sebagai deretan
C6 C3 C6 (cincin benzen
tersubstitusi) disambung oleh rantai
alifatik 3 karbon, senyawa ini
merupakan senyawa flavonoid larut
dalam air serta dapat dieksresikan
menggunakan etanol 70.
13
Mekanisme flavanoid sebagai
antimikroba adalah berikatan dengan
protein ekstraseluler tertentu pada
S.aureus. Ikatan ini menghambat kerja
enzim berperan dalam proses
transpeptisida, yaitu tahap akhir dari
pembentukan dinding sel dengan
terbentuknya rantai peptida
peptidoglikan. Keadaan tersebut
menyebabkan dinding sel bakteri
menjadi rapuh dan pada akhirnya
dinding sel tersebut akan mengalami
lisis.
14
Sedangkan mekanisme
antimikroba tannin berkaitan dengan
kemampuan tannin membentuk
kompleks dengan protein polipeptida
dinding sel bakteri sehingga terjadi
gangguan pada dinding bakteri dan
bakteri lisis. Selain itu tannin juga
memiliki sifat dapat menginaktifkan
adhesin sehingga bakteri tidak dapat
melekat pada sel inang dan
menginaktifkan enzim protease.
Kedua mekanisme tersebut akan
menghambat kemampuan bakteri
menginvasi jaringan inang.
15

Obat antimikroba mempunyai
susunan kimiawi dan mekanisme kerja
yang berbeda antara obat satu dengan
obat yang lainnya. Mekanisme kerja
obat antimikroba diantaranya dengan
menghambat sintesa dinding sel
bakteri, merusak membran sel,
menghambat sintesa protein,
menghambat sintesa asam nukleat
dan sebagai antagonis metabolit.
Semua mekanisme kerja obat tersebut
diharapkan dapat mengganggu
kelangsungan hidup bakteri dan
membunuh bakteri. Contoh
antimikroba yang bekerja dengan
menghambat sintesa dinding sel
bakteri yaitu golongan -laktam
(penisilin, cephalosporin, karbapenam)
Jurnal Penelitian

12

dan golongan non -laktam
(vankomisin, basitrasin).
Tannin dan flavonoid yang
terkandung di dalam ekstrak kulit buah
delima memiliki aktivitas antimikroba.
Salah satu mekanisme kerja
antimikroba tersebut adalah dengan
membentuk kompleks dengan protein
polipeptida dinding sel bakteri
sehingga terjadi gangguan pada
dinding bakteri, sintesa dinding sel
terganggu dan bakteri lisis. Hal ini
mirip dengan mekanisme kerja
antimikroba -laktam.
Aplikasi klinis yang mungkin
diterapkan dari penelitian ini adalah
penggunaan ekstrak kulit buah delima
sebagai bahan dasar obat antimikroba
yang bermanfaat pada proses terapi
infeksi kulit dan jaringan lunak yang
disebabkan oleh S.aureus. Namun
sebelum ekstrak kulit buah delima
sebagai antimikroba diaplikasikan bagi
masyarakat, masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai
penelitian secara in vivo dari ekstrak
ini sendiri masih diperlukan. Oleh
karena perbedaan geografis dan iklim
antara daerah dalam satu negara,
perlu diperhitungkan karena dapat
mempengaruhi kandungan bahan aktif
dari suatu tanaman. Begitu juga
dengan metode ekstraksi yang lebih
efektif masih perlu dicari. Selain itu
juga masih perlu penelitian lebih lanjut
mengenai penelitian secara in vivo
pada hewan coba yang kemudian
dilanjutkan dengan uji klinik pada
manusia.
Penelitian secara in vivo pada
hewan coba bertujuan untuk
memperkirakan dosis efektif (uji
farmakologi) dan memperkecil resiko
penelitian pada manusia (uji
toksikologi). Selain untuk menentukan
dosis efektif, uji farmakologi lain
diperlukan untuk menguji zat-zat aktif
terkandung dalam ekstrak kulit buah
delima dengan pelarut etanol yang
dapat bersifat sebagai antibakteri atau
menimbulkan efek berbahaya bagi
manusia. Uji toksisitas pada hewan
coba dilakukan dalam tiga tahap yaitu
tahap toksisitas akut, tahap toksisitas
jangka lama dan tahap toksisitas
khusus. Walaupun telah dilakukan uji
farmakologi dan toksikologi pada
hewan coba, masih diperlukan uji
klinik untuk menguji efeknya pada
manusia. Pengujian pada manusia
bertujuan untuk memastikan
efektivitas, keamanan dan gambaran
efek samping yang dapat timbul dari
pemakaian ekstrak kulit buah delima
pada manusia.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa :
Ekstrak kulit buah delima
(Punica granatum) dapat
menghambat pertumbuhan dan
membunuh S.aureus isolat
rumah sakit dan komunitas
secara in vitro, ditunjukkan
dengan semakin besar ekstrak
kulit buah delima maka
semakin kecil pertumbuhan
bakteri S.aureus baik pada
isolat rumah sakit dan
komunitas.
Kadar Hambat Minimum (KHM)
ekstrak kulit buah delima
terhadap S.aureus isolat rumah
sakit dan komunitas dalam
penelitian ini adalah sama yaitu
pada konsentrasi 0,25%.
Namun demikian, dari hasil uji
T-test terlihat adanya
perbedaan bermakna antara
jumlah koloni yang tumbuh
pada KHM tersebut. Dengan
demikian, ekstrak kulit buah
delima dapat dikatakan lebih
efektif terhadap isolat
komunitas dibandingkan
terhadap isolat rumah sakit.
Kadar Bunuh Minimum (KBM)
ekstrak kulit buah delima
terhadap S.aureus isolat rumah
sakit dan komunitas dalam
penelitian ini juga sama yaitu
pada konsentrasi 0,5%.




Jurnal Penelitian

13

SARAN

Adanya berbagai kekurangan
dalam penelitian ini maka perlu
diadakan penelitian lebih lanjut
dengan memperhatikan:
Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui bahan aktif apa yang
paling berperan sebagai
antimikroba pada ekstrak kulit
buah delima tersebut.
Aplikasi klinis ekstrak kulit buah
delima (Punica granatum) sebagai
antimikroba masih memerlukan
penelitian lebih lanjut berupa
penelitian in vivo. Hal ini
dikarenakan belum adanya
penelitian medis mengenai dosis
efektif, farmakodinamik,
farmakokinetik, toksisitas, dan efek
samping yang ditimbulkan ekstrak
kulit buah delima. Dengan dasar
hal diatas, maka perlu dilakukan
suatu penelitian in vivo mengenai
dosis efektif, farmakodinamik,
farmakokinetik, toksisitas, dan efek
samping yang ditimbulkan ekstrak
kulit buah delima pada hewan
coba dan manusia sehingga
nantinya dapat diaplikasikan
dengan aman pada manusia
khususnya untuk penyembuhan
infeksi kulit dan jaringan lunak.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui efektivitas
ekstrak kulit buah delima dalam
menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri lain selain
S.aureus penyebab infeksi kulit
dan jaringan lunak pada isolat
rumah sakit dan komunitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W A Nemwn. 2002.
Kamus Kedokteran Dorland Edisi
29. Alih Bahasa oleh Huriawati
Hartanto dkk. 2002. Jakarta,
Indonesia: EGC. hal.770,1012.
2. Dzen, S.M., Roekistiningsih;
Santoso, S., Winarsih, S.,
Sumarno, Islam, S.,
Noorhamdani, Murwani, S.,
Santosaningsih, D. 2003.
Bakteriologi Medik. Malang:
Bayumedia Publishing.
3. Honeyman, A,. Friedman H.,
Bendinelli, M. 2001.
Stapylococcus aureus infection
and disease. New York: Kluwer
Academic/Plenum Publiser.
4. Fizchetti, V.A. 2000. Gram
positive pathogen. Washington:
ASM Press.
5. Banarje, S.N., Emori, T.G.,
Culver, D.H. 1991. Secular trends
in nosocomial primary
bloodstream infections in the
United Stases, 1980-1989. Am J
Med, 91:Suppl 3B:3B-86S 3B-89S
6. Modric, J.2003. What is
Staphylococcus aureus?. (online)
(www.healthhye.com/staphylococ
cus-aureus.html, diakses tanggal
15 Desember 2009)
7. Jane D. Siegel, MD. 2006.
Management of Multidrug-
Resistant Organisms In
Healthcare Settings. CDC journal,
page 74-75
8. Brunton, L.L. 2006. Goodman and
Gillmans The Pharmacological
Basic of Therapeutics Eleventh
Edition. USA: The mcGraw-Hill
Companies, Inc.
9. Kalbe farma. 2006. Genom
Community-acquired MRSA
epidemik sebabkan pneumonia
pada anak. (online)
(http://www.kalbefarma.com/?mn=
news&tipe=detail=18568, diakses
tanggal 21 November 2009)
10. Simpen, I.N. 2009. Isolasi
Chasew Nut Shell Liquid dari Kulit
Biji Jambu Mente (Anacardium
occidentale L.) dan Kajian
BeberapaSifat Fitokimianya.
Jurnal Kimia 2(2) 71-76
(http://www.scielo.br/pdf/mioc/v10
1n6/v101n6a14.pdf).
11. Herbmed. Punica Granatum.
2000.
(htp:/www.ibiblio.org/pfaf/cgi-
bin/arr
html?Punica+granatum&CAN=CO
MIND, Diakses 7 Desember
2009).
12. Pioneerherbs. Punica Granatum.
2000.
Jurnal Penelitian

14

(http://www.pioneerherbs.com/pu
nica granatum.html, diakses
tanggal 6 Desember 2009).
13. Harbone, J.B. 1987. Metode
Fitokimia : Penuntun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan.
ITB. Bandung.
(http://www.scribd.com/doc/96768
30/metode-fitokimia ,diakses
tanggal 20 Maret 2010.
14. Tzuchiya, H., Sato, M., Miyazaki,
T., Fujiwara, S., Tanigaki, S.,
Ohyama, M., Tanaka, T., Inuma,
M. 1994. Comporative Study on
the Antibacterial Activity of
Phytpchemical Flavones against
Staphylococcus aureus. J.
Ethnopharmacol, (online), 50(1),
p. 27-34,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov,
diakses 14 desember 2010).
15. Cowan, M. M. 1999. Plants
Products as Antimicrobial Agents.
Clinica Microbiology Review
Vol.12 No.4





Menyetujui,
Pembimbing I






dr. Dewi Santosaningsing, M.Kes
NIP. 19710329 199802 2 001

Anda mungkin juga menyukai