Anda di halaman 1dari 21

SUPPOSITORIA

A. Definisi Supositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan
melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut, atau
meleleh pada suhu tubuh, dan efek yang ditimbulkan adalah efek sistemik atau lokal. Bahan
dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Semakin
pendek waktu melarut/mencair semakin baik karena efektivitas obat semakin baik.
Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan
begitu masuk, harus dapat bertahan untuk suatu waktu tertentu.
Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g
untuk anak kecil. Umumnya memiliki panjang 32 mm, berbentuk silinder, dan kedua
ujungnya tajam. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukurannya dari ukuran dan berat
untuk orang dewasa. Penyimpanan suppositoria dalam wadah tertutup baik dan di tempat
yang sejuk pada suhu 5-15 C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan tidak bisa
digunakan.
Keuntungan sediaan obat dalam bentuk suppositoria antara lain :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3. Langsung dapat masuk ke saluran pembuluh darah sehingga akan memberikan
efek yang lebih cepat dibanding obat per oral
4. Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
5. Menghindari biotransformasi hati / sirkulasi portal
6. Bila obat ditujukan untuk efek lokal

Kerugian sediaan obat dalam bentuk suppositoria :
1. Cara pakai tidak menyenangkan
2. Absorbsi obat seringkali tidak teratur / sukar diramalkan
3. Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan
4. Tidak semua obat bisa dibuat suppositoria





B. Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi:
1. Suppositoria rectal : Suppositoria rectal untuk dewasa berbentuk berbentuk
lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2
g Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan.
Biasanya suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk
silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain
bentuk peluru,torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan
obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk
yang menggunakan basis oleum cacao
2. Suppositoria vaginal : Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot lebih kurang 5,0 g dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau
yang dapat bercampur dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi. Suppositoria ini biasa dibuat sebagai pessarium .
3. Suppositoria uretra : suppositoria untuk saluran urine yang juga disebut
bougie. Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke
dalam saluran urine pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria
berdiameter 3- 6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran ini masih
bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka
beratnya 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan
beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 gram,
bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya.
4. Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga disebut juga kerucut telinga,
keduanya berbentuk sama dengan suppositoria uretra hanya ukuran
panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. suppositoria telinga umumnya
diolah dengan basis gelatin yang mengandung gliserin. Namun, suppositoria
untuk obat hidung dan telinga jarang digunakan .

Jika diamati kondisi distribusi bahan obat di dalam sistem, suppositoria dapat
diklasifikasikan sebagai suppositoria emulsi, suppositoria larutan, dan suppositoria
emulsi.
a. Suppositoria Suspensi
Bentuk ini memiliki kelarutan bahan obat yang rendah di dalam basis sehingga
bahan obat berada dalam bentuk tersuspensi (suspensi beku). Untuk menghindari
hal itu dapat dilakukan hal-hal seperti berikut :
1. Pengadukan yang intensif, agar distribusi obat tersebar secara merata di
seluruh masa suppositoria sehingga memiliki ketepatan dosis yang tinggi.
2. Mempertahankan viskositas bahan obat setinggi mungkin dengan cara
menuang masa suppositoria pada suhu tertentu, sedikit lebih tinggi daripada
suhu titik bekunya.
3. Masa harus cepat membeku di dalam cetakan agar tidak terjadi proses
sedimentasi, yaitu distribusi bahan obat tidak meratadan akan terakumulasi di
ujung suppositoria.
b. Suppositoria Larutan
Suppositoria larutan akan terbentuk jika bahan obat benar-benar larut dalam
basis. Kelarutan bahan obat di dalam suppositoria adalah kecil, pada saat melebur
kelarutan bahan obat akan meningkat dan pada saat basis suppositoria membeku
sejumlah senyawa akan kembali menghablur. Resorpsi bahan obat suppositoria
larutan lebih rendah daripada suppositoria suspensi.

c. Suppositoria Emulsi
Basis suppositoria lipofil mempunyai kemampuan untuk mengikat sejumlah
kecil cairan tanpa penambahan emulgator. Namun kebanyakan basis yang
digunakan saat ini mengandung tambahan emulgator, maka pada saat meracik
cairan (misalnya ekstrak sari tumbuhan dalam bentuk cair pada suppositoria wasir)
akan terbentuk emulsi sejati (emulsi beku). Basis pengemulsi mempunyai berbagai
keuntungan dalam teknologi pembuatan dan biofarmasi. Sedangkan kerugiannya
adalah pengerasan akibat penguapan airnya, mudah mengering, mudah tercemari
mikroba, mempengaruhi stabilitas bahan obat dan masa lemak, serta dapat
mengurangi resorpsi bahan obat.

C. Waktu dan Cara Pakai Suppositoria
1. Waktu pemakaian suppositoria adalah :
a. Sesudah defactio untuk suppositoria analia
b. Pada waktu malam hari
2. Cara pakai suppositoria adalah :
a. Pertama-tama cucilah tangan terlebih dahulu
b. Buka bungkus aluminium foil dan lunakkan suppositoria dengan air
c. Berbaring miring dengan tungkai yang di bawah lurus, dan yang di atas
ditekuk
d. Masukkan suppositoria ke dalam anus dengan menggunakan jari kira-kira 2
cm dan terus berbaring selama 15 menit
e. Cuci tangan setelah memasukkan suppositoria



D. Penyimpanan Supositoria
1. Penyimpanan supositoria dalam wadah tertutup baik dan pada suhu yang berkisar
2C-8C serta terlindung dari cahaya.
2. Disarankan pada orang tua yang mempunyai anak dengan riwayat Kejang
Demam atau Epilepsi, untuk menyediakan supositoria penurun panas atau
supositoria anti kejang sebagai persediaan obat di rumah.










Cara penggunaan Supositoria :
1. Cuci tangan Anda sampai bersih dengan air sabun
2. Keluarkan supositoria dari kemasan dan basahi sedikit dengan air bersih
3. Bila supositoria terlalu lembek, maka dinginkan lebih dahulu dala leari es selama
30 menit, atau rendam dalam air dingin sebelum membuka kemasan.
4. Atur posisi tubuh anak berbaring menyamping dengan kaki bagian bawah
diluruskan, sementara kaki bagian atas ditekuk ke arah perut





5. Angkat bagian atas dubur untuk menjangkau daerah anus.









6. Masukan supositoria, ditekan dan ditahan dengan jari telunjuk sampai betul betul
masuk ke bagian otot sfinkter rektum (sekitar 0,5 1 inci dari lubang dubur). Jika
tidak dimasukan sampai bagian otot sfinkter, supositoria akan terdorong keluar
lagi dari lubang dubur













7. Tahan posisi tubuh anak agar tetap berbaring menyamping dengan kedua kaki
menutup selama kurang lebih 5 menit untuk menghindari supositoria terdorong
keluar.




E. Penggunaan suppositoria bertujuan :
1. Untuk tujuan lokal seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit
infeksi lainnya. Suppositoria untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh
membran mukosa dalam rektum.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal
dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati




F. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat per rektal:
1. Faktor fisiologis antara lain pelepasan uobat dari basis atau bahan dasar, difusi
obat melalui mukosa, detoksifikasi atau metanolisme, distribusi di cairan jaringan
dan terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan jaringan.
2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain : kelarutan obat, kadar obat dalam
basis, ukuran partikel dan basis supositoria.

Bahan dasar yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut dalam
air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah lemak
cokelat (oleum cacao), polietilenglikol (PEG), lemak tengkawang (oleum shorae) atau
gelatin. Sifat ideal bahan dasar/ basis yang digunakan antara lain:
a. Tidak mengiritasi
b. Mudah dibersihkan
c. Tidak meninggalkan bekas
d. Stabil
e. Tidak tergantung PH
f. Dapat bercampur dengan banyak obat
g. Secara terapi netral
h. Memiliki daya sebar yang baik/ mudah dioleskan
i. Memiliki kandungan mikrobakteri yang kecil (10 2 / g ) dan tidak ada
enterobakteri pseudemonas aeruginosa dan s.aureus.

G. Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Bahan dasar yang digunakan harus meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam
cairan yang ada di rektum.
2. Obat harus larut dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut,
obat harus diserbukkan terlebih dahulu sampai halus.
3. Setelah campurn obat dan bahan dasarnya meleleh atau mencair, campuran itu
dituangkan ke dalam cetakan supositoria dan didinginkan. Cetakan ini dibuat dari
besi yang dilapisi nikel dan logam lain; ada juga terbuat dari plastik.
Daftar Pustaka
http://siskhana.blogspot.com/2010/04/suppositoria.html
http://dokteranakku.net/articles/2012/10/cara-pemakaian-supositoria-yang-benar.html
http://catatanseorangfarmasi.blogspot.com/2011/10/suppositoria.html
http://kamuskesehatan.com/arti/supositoria/










IMMUNOSERA ET VACCINA
(Imunoserum dan vaksin)

A. IMMUNOSERA (Imunoserum)

Imunoserum adalah sediaan cair atau sediaan kering beku, mengandung imunoglobulin
khas yang diperoleh secara pemurnian serum hewan yang telah dikebalkan. Imunoserum
mempunyai khasiat khas menetralkan toksin kuman atau bisa ular atau mengikat kuman atau
virus atau antigen lain yang sama dengan yang digunakan pada pembuatannya. Imunoserum
diperoleh dari hewan sehat yang diimunisasi dengan penyuntikan toksin atau taksoid, venin
suspensi mikroorganisme atau antigen lain yang sesuai. Selama imunisasi hewan tidak boleh
diberi penisilin. Imunoglobulin khas diperoleh dari serum yang mengandung kekebalan
dengan pengendapan fraksi dan perlakuan dengan enzim atau dengan cara kimia atau fisika
lain.

Dapat ditambahkan pengawet antimikroba yang sesuai dan ditambahkan serba sama bila
sediaan dikemas dalam dosis ganda. Sediaan akhir steril dapat dibagi secara aseptik dalam
wadah steril dan tertutup kedap untuk menghindari kontaminasi. Alternatif lain, setelah
sediaan dibagikan dalam wadah steril dapat dibekukeringkan untuk mengurangi kadar air
hingga tidak lebih dari 1,0% b/b. Kemudian wadah ditutup kedap dalam hampa udara atau
diisi gas nitrogen bebas oksigen atau gas inert lain yang sesuai sebelum ditutup kedap; pada
setiap kasus wadah ditutup kedap sedemikian rupa untuk meniadakan kontaminasi.
Imunoserum direkonsitusi segera sebelum digunakan.

Imunoserum yang diperoleh dengan perlakuan enzim dan pengendapan fraksi paling
stabil pada pH 6. Metode pembuatan imunoserum sedemikian rupa sehingga kehilangan
aktifitas tidak lebih dari 5% per tahun bila disimpan pada pH 6 pada suhu 20 C dan tidak
lebih dari 20% pertahun bila disimpan pada suhu 37 C.

Imunoserum berupa cairan hampir tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, tidak keruh,
dan hampir tidak berbau kecuali bau pengawet antimikroba yang ditambahkan. Sediaan
kering berupa padatan atau serbuk warna putih kuning pucat, mudah larut dalam air
membentuk larutan tidak berwarna atau warna kuning pucat, dan tidak mempunyai sifat
sesuai dengan sediaan cair.

Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang telah dikebalkan dengan penyuntikan
toksin atau toksoida, bisa ular atau suspensi jasad renik atau diberi penisilina.
Zat pengawet yang cocok dapat ditambahkan, dan harus ditambahkan untuk sediaan
yang disimpan dalam dosis ganda. Sediaan yang diperoleh dengan pengeringan bekuan
mengandung air tidak lebih dari 1,0 %. Rekontutitusi dilakukan pada saat akan digunakan.

Pemerian :
a. Imunoserum
cair
: Tidak keruh, hampir tidak berwarna
atau kuning sangat lemah, hampir tidak
berbau kecuali bau bakterisida yang
ditambahkan.

b. Imunoserum
kering beku
: Serbuk atau kerak, tidak berwarna atau
kuning pucat.larutan dalam air
menyerupai imunoserum cair
Persyaratan berikut berlaku untuk imunoserum cair dan imunoserum kering beku
yang direkonstitusi.

1. IMUNOSERUM ANTIDIPHTHERICUM
= Imunoserum Antidifteri = Antitoksin Difteri

Persyaratan
Kadar
: Imunoserum antidiferi mengandung globulin
dengan antitoksin khas yang dapat menetralkan
toksin Corynebacterium diphtherioe potensi
kurang dari 1000 UI per ml.

Pemerian : Keasaman-kebasaan : Albumin : Protein asing :
protein jumlah : Toksisitas abnormal :
Penyimpanan Memenuhi syarat yang tertera
pada Imunosera.

Identifikasi : Mempunyai aktivitas khas menetralkan toksin
Corynebacterium diphtheriae dan tetap tidak
berbahaya bagi hewan yang peka

2. IMUNOSERUM ANTIRABIENICUM
= Imunoserum Antirabies = Antitoksin Rabies

Persyaratan
Kadar
: Imunoserum Antirabies mengandung globulin
anti khas rabies yang dapat menetralkan virus
rabies.

Pemerian : Keasaman-kebasaan ; Albumin; Protein Asing ;
protein jumlah; Toksin abnormal; Sterilitas,
penyimpanan memenuhi syarat yang tertera pada
immunosera.

Identifikasi : Mempunyai aktivitas khas menetralkan virus
rabies dan tetap tidak berbahaya bagi hewan
yang peka.

3. IMUNOSERUM ANTITETANICUM
= Imunoserum Antitetanus = Antitoksin Tetanus

Persyaratan
Kadar
: Imunoserum Antitetanus mengandung globulin
antitoksin khas yang dapat menetralkan toksin
Clostridium tetani.

Pemerian : Keasaman-kebasaan ; Albumin; Protein Asing ;
protein jumlah; Toksisitas abnormal; Streilitas,
penyimpangan memenuhi syarat yang tertera
pada immunosera.

Identifikasi : Mempunyai aktivitas khas menetralkan toksin
Clostridium tetani dan tetap tidak berbahaya
bagi hewan yang peka
4. IMUNOSERUM ANTIVENINUM POLYVALENTE
= Imunoserum Antibisa Polivalen = Antibisa Ular

Persyaratan
Kadar
: Imunoseru Antibisa Polivalen adalah larutan
steril, terutama mengandung glubolin dengan
anti zat khas dapat menetralkan bisa
Ankystrodon rhodostoma, Bungarus fasciatus
dan Naja sputatrix. Potensi tiap mili menetralkan
tidak kurang dari 10 LD
50
dan tidak lebih dari 25
LD
50
bisa Ankystrodon rhodoston, tidak kurang
dari 25 LD
50
dan tidak lebih dari 50 LD
50
bisa
Naja Sputatrix.

Pemerian : Keasaman-kebasaan ; Toksisitas abnormal;
Streilitas, Susut pengeringan; penyimpanan;
Penandaan memenuhi syarat yang tertera pada
immunosera.


B. VAKSIN
Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman atau racunnya yang telah
dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat
antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi
penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman.
Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang
mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang
sekarang ini sudah jarang ditemukan.
1. Jenis Vaksin
Diantara penyakit berbahaya tersebut termasuk penyakit cacar, tbc, difteri, tetanus,
batuk rejan, poliomielitis, kolera, tifus, para tifus campak, hepatitis B dan demam kuning
terhadap penyakit tersebut telah dapat dibuat vaksinnya dalam jumlah besar, sehingga
harganya terjangkau oleh masyarakat luas. Di negara yang sudah berkembang beberapa
vaksin khusus telah pula diproduksi, misalnya terhadap penyakit radang otak, penyakit
gondok, campak Jerman (rubela) dan sebagainya. Bahkan beberapa vaksin yang sangat
khusus dapat pula dibuat, tetapi harganya akan sangat mahal karena penggunaan yang
terbatas.
Untuk kepentingan masyarakat luas, di beberapa negara sedang dijajagi kemungkinan
pembuatan vaksin berbahaya dan merugikan, misalnya vaksin terhadap malaria dan demam
berdarah. Karena penyakit tersebut di atas sangat berbahaya, pemberian imunisasi dengan
cara penyuntikan kuman/antigen murni akan menyebabkan anak anda benar-benar menjadi
sakit. Maka untuk itu diperlukan pembuatan suatu jenis vaksin dari kuman yang telah
dilemahkan atau dimatikan terlebih dahulu, sehingga tidak membahayakan dan tidak akan
menimbulkan penyakit.
Pada dasarnya vaksin dibuat dari:
- Kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
- Kat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan
- Kagian kuman tertentu yang biasanya berupa protein khusus.
Contoh vaksin yang terbuat dari kuman yang dimatikan: vaksin batuk rejan, vaksin
polio jenis salk.
Contoh vaksin yang terbuat dari kuman hidup yang dilemahkan: vaksin BCG, vaksin
polio jenis sabin, vaksin campak
Contoh vaksin yang terbuat dari racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula
toksoid): toksoid tetanus dan toksodid difteri.
Contoh vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman: vaksin hepatitis B

2. Cara membuat vaksin
Pembuatan vaksi melalui beberpa tahap, dan kita akan mencontohkan
pembuatan vaksin polio ditempuh dengan mengebangbiakkan virus polio untuk
pembuatan vaksin polio inaktif ( IVP ) virus polio dikembangbiakkan dengan
menggunakan sel vero ebagai media pembiakan ( sel ginjal kera ) dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Penyiapan media ( sel vero ) untuk pengembangbiakkan virus
b. Penanaman / inokulasi virus
c. Pemanenan virus
d. Pemurnian virus
e. Inaktivasi / atenuasi virus

Penyiapan media ( sel vero ) dilakukan dengan menggunakan mikrokarier yaitu
bahan pembawa yang akan mengikat sel tersebut, bahan tersebut adalah NN Diethyl
Amino Ethyl ( DEAE ) dan pada proses selamjutnya sel vero ini harus dilepaskan dari
mikrokarier dengan menggunakan enzim tripsin ( pankreas babi ) selanjutnya
pembuangan nutrisi dengan cara dicuci dengan menggunakan larutan PBS buffer
larutan ini kemudian dinetralkan dengan serum anak sapi ( calf serum ). Sel sel vero
yang sudah dimurnikan dan dinetralisasi itu kemudian ditambahkan mikrokarier yang
baru dan ditempatkan di bioreactor yang lebih besar dan didalamnya ditambahkan
nutrisi dan virus siap untuk dibiakkan. Sel vero yang sudah berkambang biak dan
bertambah jumlahnya kemudian dilepaskan lagi dari mikrokriernya dengan tripsin
babi dan proses ini dilakukan berulang ulang sampai dihasilkan jumlah yang di
inginkan.

Daftar Pustaka
http://prabudiasto.wordpress.com/2012/07/13/imunoserum/
https://katahatimutiara.wordpress.com/2013/03/24/farmakoterapi-dan-aplikasi-
obat/#more-1794
http://www.scribd.com/doc/75017989/Bentuk-sediaan
http://pasarherbaltop.blogspot.com/2012/02/vaksin-dan-cara-pembuatannya.html
http://exkasaputra.blogspot.com/2012/03/imunisasi-dan-vaksin.html

















PENYAKIT CACING

Penyakit Cacing merupakan penyakit yang tinggi terjadi di Indonesia, penyakit ini
biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang tidak bersih dan tidak di
masak terlebih dahulu karena makanan ini sudah kotor oleh lalat. Makanan yang demikian
lah yang menyebabkan cacingan pada manusia.

Cacing pada umumnya menyukai hidup di daerah yang kotor dan lembab, kecuali
cacing yang hidup di tubuh manusia. Tapi bukan berarti orang yang sudah hidup bersih tidak
cacingan karena bisa saja cacing di bawa oleh orang lain. Cacing biasanya meningkat di saat
musim penghujan karena cacing menyukai daerah yang lembab.

Sifat-sifat umum cacing :
Bentuk, ada 2 macam :
a. Pajang serta bulat, seperti silinder misalnya yang disebut cacing kalung.
b. Panjang tapi pipih, misalnya cacing pita.
Ukurannya:
a. Ada yang amat panjang misalnya cacing pita 12-18m
b. Ada yang kecil kira-kira 1mm, hingga untuk dapat melihat dengan jelas harus
menggunakan mikroskop

Patogenesis:
Cara memimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan berbagai macam
kemungkinan. Pada umumnya peranan cacing yang telah dewasa pada tubuh manusia dengan
jalan:
a. Mengisap darah manusia
b. Mengisap darah dan mengeluarkan bisa atau racun
c. Didalam tubuh (usus) menghisap zat-zat makanan manusia hingga kekurangan zat
makanan.
d. Karena cacing di dalam usus dapat berkembang biak dengan banyak maka dapat
menimbulkan sumbatan pada saluran pencernaan.
e. Ada cacing berbentuk larva bersarang di dalam pembuluh limfa dan pembuluh darah
sehingga peredaran darah dan limfe terganggu, akibatnya badan atau organ menjadi
bengkak.

Perkembangan Cacing
Cacing dapat berkembang melalui perkawinan antara cacing betina dan cacing jantan.
Kemudian cacing betina bertelur. Seekor cacing betina dapat bertelur seharinya sebanyak 200
butir. Bentuk telur cacing itu ada yang bulat dan ada pula yang bulat lonjong ukurannya
berkisar antara 20 dan 100 mikron. Maka untuk dapat melihat dengan nyata kita harus
pergunakan mikroskop.

Faktor resiko terkena penyakit cacingan
Setiap orang dari semua usia bisa terkena penyakit cacing, akan tetapi faktor resiko
terbesar terserang penyakit cacingan adalah para balita dan anak-anak. Karena mereka sering
tidak menjaga kebersihan dengan baik, maka dari itu orang tua harus ikut menjaga dan selalu
memperhatikan kebersihan misalnya saja, kuku yang tidak dipotong pendek dan dibiarkan
dalam keadaan kotor, tidak mencuci tangan dengan sabun setelah bermain di tanah,
membiasakan menggigit jari-jari kuku dsb. Cacingan tidak mengenal usia, orang dewasapun
dapat terserang penyakit cacing kremi yang sering disebabkan karena pemakaian handuk
secara bersamaan, mengonsumsi makanan setengah matang, tidak menjaga kebersihan badan
dan lingkungan dsb.

Cara Penularan

Cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang tercemar
telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi
makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat
berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk lewat
makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah
tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air
mengering, mereka menempel pada butiran debu.
Telur yang menumpang pada debu itu bisa menempel pada makanan dan minuman yang
dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang manusia.
Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain.

SIKLUS :

Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak, membentuk koloni
dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk protein untuk
membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per hari.
Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang minum 0,2
milimeter darah per hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa besar kehilangan zat gizi dan
darah yang digeogotinya. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan 200.000
telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari mereka sanggup
memproduksi 600.000 telur.

Manifestasi Klinik dari Cacingan
a. Pada kasus infeksi cacing ringan, tanpa gejala atau kadang tidak menimbulkan gejala
nyata. Gejala yang harus dikenali adalah lesu, tak bergairah, suka mengantuk, badan
kurus meski porsi makan melimpah, serta suka menggaruk-garuk anusnya saat tidur
karena bisa jadi itu pertanda cacing kremi sedang beraksi. Gangguan ini
menyebabkan, kurang zat gizi, kurang darah atau anemia. Berkurangnya zat gizi
maupun darah, keduanya berdampak pada tingkat kecerdasan, selain berujung
anemia. Anemia akan menurunkan prestasi belajar dan produktivitas. Menurut
penelitian, anak yang kehilangan protein akibat cacing tingkat kecerdasannya bisa
menurun. Anemia kronis bisa mengganggu daya tahan tubuh anak usia di bawah lima
tahun (balita).

b. Tetapi pada kasus-kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Ascaris pada cacing dapat
bermigrasi ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi usus dan
ileus obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian.

c. Infeksi usus akibat cacingan, juga berakibat menurunnya status gizi penderita yang
menyebabkan daya tahan tubuh menurun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
penyakit lain, termasuk HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. Jenis penyakit parasit
ini kecil sekali perhatiannya dari pemerintah bila dibandingkan dengan HIV/AIDS
yang menyedot anggaran cukup besar, padahal semua bentuk penyakit sama
pentingnya dan sikap masyarakat sendiri juga tak peduli terhadap penyakit jenis ini.

Beberapa Jenis Cacing

Beberapa jenis cacing sangat potensial untuk menimbulkan infeksi pada anak-anak. Dan
untuk selanjutnya mereka akan menjadi sumber penularan bagi infeksi berikutnya yang
sangat potensial. Keadaan yang demikian inilah yang menyebabkan infeksi akibat parasit
cacing sukar diatasi secara tuntas. Penderita yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat,
merupakan sumber penularan bagi orang-orang dekat di sekitarnya
Cacing gelang ( Ascaris lumbricoidus )
Cacing betinanya yang panjangnya kira-kira 20-30 cm ini mampu bertelur 200.000
telur per harinya. Dalam waktu lebih kurang 3 minggu telur ini akan berisi larva yang bersifat
infektif, yang dapat menjadi sumber penularan jika secara tidak sengaja mencemari
makanan/minuman yang kita konsumsi. Cacing ini hidup sebagai parasit dalam usus halus,
sehingga akan mengambil nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh kita dan menimbulkan
kerusakan pada` lapisan usus tersebut. Akhirnya timbullah diare dan gangguan penyerapan
sari-sari makanan tersebut. Bahkan pada keadaan yang berat, larva dapat masuk ke paru
sehingga membutuhkan tindakan operatif.

Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Cacing ini juga menghisap sari makanan yang kita makan. Dia menghisap darah dan
hidup di dalam usus besar. Cacing betinanya bisa bertelur 5 ribu-10 ribu butir per hari.
Biasanya infeksi cacing ini menyerang pada usus besar. Infeksinya sering menimbulkan
perlakaan usus, karena kepala cacing dimasukkan ke dalam permukaan usus penderita. Pada
infeksi yang ringan biasanya hanya timbul diare saja. Tetapi pada infeksi yang berat, hampir
pada sebagian besar permukaan usus besar dapat ditemukan cacing jenis ini. Akibatnya diare
yang terjadi juga relatif berat dan dapat berlangsung terus menerus. Karena juga dapat
menyebabkan perlukaan usus, maka anemia sebagai komplikasi perdarahan merupakan akibat
yang tidak begitu saja dapat dianggap ringan. Inilah sebetulnya akibat-akibat infeksi cacing
yang tidak pernah kita perkirakan selama ini dan proses yang merugikan itu berlangsung
terus tanpa kita sadari. Infeksi cacing biasanya menimbulkan anemia.

Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
Inilah cacing yang paling ganas, karena ia menghisap darah. Cacing betinanya bisa
bertelur 15 ribu-20 ribu butir per hari. Penularannya cepat, karena larva cacing tambang
sanggup menembus kulit kaki dan selajutnya terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus.
Cacing dewasa bertahan hidup 2-10 tahun. Cacing tambang ini menimbulkan perlukaan pada
permu-kaan usus, sehingga perdarahan dapat terjadi secara lebih berat dibanding dengan
infeksi cacing jenis lainnya. Perdarahan yang lebih berat ini disebabkan karena mulut (stoma)
cacing mengerat permukaan usus. Bahkan satu ekor cacing saja dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,0050,34 cc sehari. Mengingat itu semua, maka infeksi cacing
tambang merupakan penyebab anemia yang paling sering ditemukan pada anak-anak,
sehingga dapat mempengaruhi daya tubuhnya dan menurunkan prestasi belajar.
Telur cacing gelang yang masuk ke pencernaan akan menetas menjadi larva. Larva ini
menembus dinding usus halus menuju jantung dan paru-paru. Cacing gelang menyebabkan
gizi buruk dan membuat anak tidak nafsu makan, karena nutrisinya direbut cacing. Cacing
betinanya bisa bertelur mencapai 200 ribu butir per hari. Cacing dewasa dapat bertahan hidup
6-12 bulan.
Frekuensi penyebaran: terdapat di daerah katulistiwa, daerah pertambangan dan
perkebunan, prevalensi lebih dari 70%.

Cacing kremi ( Oxyuris vermicularis )
Cacing ini hidup di bagian akhir dari usus halus, di dekat usus besar. Cacing ini kecil
sekali, yang betina panjangnya 8-10mm, yang jantan 5mm dengan ekor bengkok. Telurnya
banyak, sampai 10.000. Bentuk telur panjang, sedikit cekung. Besarnya 20-45
mikron. Cacing ini mirip kelapa parut, kecil-kecil dan berwarna putih. Awalnya, cacing ini
akan bersarang di usus besar. Saat dewasa, cacing kremi betina akan pindah ke anus untuk
bertelur. Telur-telur ini yang menimbulkan rasa gatal. Bila balita menggaruk anus yang gatal,
telur akan pecah dan larva masuk ke dalam dubur. Saat digaruk, telur-telur ini bersembunyi di
jari dan kuku, sebagian lagi menempel di sprei, bantal atau pakaian. Lewat kontak langsung,
telur cacing menular ke orang lain. Lalu siklus cacing dimulai lagi.

Pencegahan Penyakit Cacing Pada Anak

Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan dan terapi
merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya.
Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula dikerjakan. Menjaga
kebersihan diri (Ian lingkungan serta sumber bahan pangan adalah merupakan sebagian dari
usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing. Memasyarakatkan cara-cara hidup
sehat, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar, dimana usia ini merupakan usia yang
sangat peka untuk menanamkan dan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan baru. Kebiasaan
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala merupakan salah satu contohnya.
Beberapa Tips Pencegahan :
Cucilah tangan sebelum makan.
Budayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum makan. Kebiasaan akan terpupuk dengan baik apabila orangtua meneladani.
Dengan mencuci tangan makan akan mengeliminir masuknya telur cacing ke mulut sebagai
jalan masuk pertama ke tempat berkembang biak cacing di perut kita.
Pakailah alas kaki jika menginjak tanah. Jenis cacing ada macamnya. Cara masuknya pun
beragam macam, salah satunya adalah cacing tambang (Necator americanus ataupun
Ankylostoma duodenale). Kedua jenis cacing ini masuk melalui larva cacing yang menembus
kulit di kaki, yang kemudian jalan-jalan sampai ke usus melalui trayek saluran getah bening.
Kejadian ini sering disebut sebagai Cutaneus Larva Migran (dari namanya ini kita sudah tahu
lah apa artinya; cutaneus: kulit, larva: larva, migrant: berpindah). Setelah larva cacing sampai
ke usus, larva ini tumbuh dewasa dan terus berkembang biak dan menghisap darah manusia.
Oleh sebab itu Anda akan mengalami anemia.
Gunting dan bersihkan kuku secara teratur. Kadang telur cacing yang terselip di antara kuku
Anda kemudian masuk ke usus Anda dan mendirikan koloni di sana.
Jangan buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh. Setiap kotoran
baiknya dikelola dengan baik, termasuk kotoran manusia. Di negara kita masih banyak warga
yang memanfaatkan sungai untuk buang hajat. Dengan perilaku ini maka kotoran-kotoran
dapat mencemari lingkungannya. Jika lingkungan sudah tercemar, penularan sering terjadi
pada semua orang. Orang yang sudah menjaga diri sebersih apapun terkadang masih dapat
terjangkit parasit cacing ini.
Peduli lah dengan lingkungan, maka akan dapat memanfaatkan hasil yang baik. Jika air
yang digunakan terkontaminasi dengan tinja manusia, memungkinkan telur cacing bertahan
pada kelopak-kelopak tanaman yang ditanam dan terbawa oleh angin sehingga dapat
memungkinkan menempel pada makanan yang kita konsumsi.
Cucilah sayur dengan baik sebelum diolah. Cucilah sayur di bawah air yang mengalir. Agar
kotoran yang melekat akan terbawa air yang mengalir, di samping itu nilai gizi sayuran tidak
hilang jika dicuci di bawah air yang mengalir.
Berhati-hati terhadap makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang
sanitasinya buruk. Perlu dicermati juga, makanan mentah tidak selamanya buruk. Yang harus
diperhatikan adalah kebersihan bahan makanan agar makanan dapat kita makan sesegar
mungkin sehingga enzim yang terkandung dalam makanan dapat kita rasakan manfaatnya.
Buanglah kotoran hewan peliharaan seperti kucing atau anjing pada tempat pembuangan
khusus.
Pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi Anda yang
risiko tinggi terkena infestasi cacing ini, seperti petani, anak-anak yang sering bermain pasir,
pekerja kebun, dan pekerja tambang (orang-orang yang terlalu sering berhubungan dengan
tanah.

Penanggulangan

Penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan merupakan pilihan yang
dianjurkan. Obat anti cacing Golongan Pirantel Pamoat (Combantrin dan lain-lain)
merupakan anti cacing yang efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang disebabkan
parasit cacing.
Intervensi berupa pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat 10 mg / kg BB dan
albendazole 10 mg/kg BB ) dosis tunggal diberikan tiap 6 bulan pada anak SD dapat
mengurangi angka kejadian infeksi ini pada suatu daerah
Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan memberikan tingkat keberhasilan
yang memuaskan, sehingga infeksi cacing secara perlahan dapat diatasi secara maksimal,
tuntas dan paripurna.

Daftar Pustaka
http://artikel-tentang-kesehatan.blogspot.com/2011/11/penyakit-cacingan.html
http://aivi-blogger-remaja.blogspot.com/2012/01/makalah-penyakit-kecacingan.html










PENYAKIT AKIBAT
PENYALAHGUNAAN NAPZA

Banyak sekali jenis narkoba dengan beragam akibat penyalahgunaannya, yaitu :
1. Sabu-Sabu
a. Pada Mata
Anda akan melihat sesuatu yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan.
b. Pada Kulit
Pembuluh darah akan mengalami panas berlebihan dan pecah
c. Pada Otak
Menyebabkan depresi kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat
menyebabkan kerusakan otak secara permanen.
d. Pada Hati
Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam sabu-sabu bisa melemahkan aktivitas sel-
sel hati yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
2. Cimeng
a. Pada Kulit
Terlihat kering dan keriput, dan seperti usia lebih tua.
b. Pada Pencernaan
Nafsu makan hilang akibat melemahnya daya pikir, dan rasa letih yang berlebihan,
sehingga bisa berakibat kematian.
c. Pada Otak
Menimbulkan depresi, hiperaktif, tak bisa mengendalikan diri, dan penggunaan secara
terus menerus dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen.
d. Pada Mata
Mata menjadi merah, sukar tidur, gangguan presepsi penglihatan dan dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan yang berakibat fatal bagi dirinya.
3. Ecstasy
a. Pada Rongga Mulut
Mulut terasa kering, kaku pada pingkal lidah dan otot-otot rahang serta dapat
mengakibatkan luka pada lidah dan bibir.
b. Pada Jantung
Memacu denyut jantung di atas normal. Dampak buruknya bisa mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah jantung hingga menimbulkan kematian.
c. Pada Otak
Mengakibatkan gangguan pada otak berupa depresi, paranoid dan bahkan sampai
terjadi kerusakan permanen pada otak.
d. Pada Pencernaan
Nafsu makan turun, daya tahan tubuh turun drastis, mudah sakit dan mempengaruhi
metabolisme tubuh yang berakibat kerusakan permanen pada ginjal dan hati yang
dapat menyebabkan kematian.

4. Putaw
a. Pada Otak
Menyebabkan gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, gangguan proses pikir,
gangguan perilaku dan pemakaian terus menerus dapat menyebabkan kerusakan otak
secara permanen.
b. Pada Mulut
Terasa kering, kaku dan bicaranya cadel.
c. Pada Kulit
Menjadi kering dan keriput, tampak usia lebih tua.
d. Pada Jantung
Memacu denyut jantung, tekanan darah meningkat, dampak buruknya mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah jantung dan menyebabkan kematian.
e. Pada Pencernaan
Mempengaruhi metabolisme tubuh yang berakibat kerusakan permanen pada organ-
organ tubuh.
5. Magic Mushrooms
a. Pada Otak
Kenangan masa lalu akan bangkit, khususnya pengalaman buruk (bad trip), dapat juga
menimbulkan mimpi buruk (nightmare) seperti di neraka. Pemakaian terus menerus
akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel otak secara permanen.
b. Pada Lidah
Menyebabkan kekakuan dan gangguan sensitifitas lidah sehingga mengakibatkan sulit
menelan.
c. Pada Mata
Terjadi gangguan presepsi penglihatan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
d. Pada Pencernaan
Terjadi kekacauan yang mengakibatkan mual dan muntah-muntah yang tak
tertahankan, sehingga menimbulkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan gangguan
keseimbangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai