BLOK 19
HEWAN KESAYANGAN 2
MODUL I
Unit Pembelajaran 1
Oleh:
MUH DISNA FAIZAL
2011/311747/KH/6972/SU
Kelompok 2
Unit Pembelajaran 1
Kucing Muntaber
Learning Objective
1. Apa saja parasit yang menyerang pada saluran gastrointestinal anjing dan kucing?
meliputi: etiologi, gejala klinis, diagnosa dan pengobatan preventif
2. Apa saja penyakit zoonosis pada anjing dan kucing? bagaimana penularannya?
Pembahasan
I. Parasit yang menyerang pada saluran gastrointestinal anjing dan kucing
A. Dypilidiasis
1. Etiologi
Dypilidiasis disebabkan oleh infeksi cacing (Cestoda) Dipylidium caninum
yang tinggal di dalam usus halus anjing, kucing, serigala, dingo dan manusia,
memiliki panjang sampai 50 cm. Cacing tersebut dilengkapi dengan 4
pengisap pada skoleksnya, serta kait-kait yang ditarik ke dalam. Puluhan
proglotid yang berbentuk oval, atau seperti kendang, masing-masing memiliki
satu pasang alat reproduksi hermafrodit dengan 2 buah muara genital yang
terletak di sebelah lateral dari tubuhnya. Di dalam proglotid yang mengandung
telur dalam jumlah besar terdapat kapsul telor yang berbentuk ovoid. Tiap
kapsul berisi sebanyak 3-30 butir, telur yang berdiameter 44-54
mengandung embrio yang memiliki 6 kait dan bersifat motil (hexacanth,
onkosfer) (Subronto, 2006).
Segmen cacing yang mengandung telur (gravid) keluar tubuh bersama
tinja anjing dan kucing secara spontan. Segmen tersebut secara aktif bergerak
di daerah sekitar anus, atau jatuh di tanah, atau tempat tidur penderita, dan
membebaskan serta menyebarkan telur cacing. Kapsul cacing yang berisi
embrio akan dimakan oleh larva pinjal, yang bentuknya mirip cacing. Kapsul
tersebut pecah, onkosfer menetas, dan embrio menembus dinding usus larva
pinjal, yang selanjutnya berkembang menjadi sistiserkoid di dalam jaringan
tubuh larva. Saat pinjal menyelesaikan metamorphosis dan menjadi dewasa,
sistiserkoid menjadi infektif. Anjing atau kucing yang tanpa sengaja menelan
pinjal tersebut akan terinfeksi oleh cacing Dypilidium. Di dalam usus,
10
10
2. Gejala klinis
a. Pada infeksi akut
Anemia, gangguan pernafasan. Pada anak anjing atau kucing yg
menyusu menimbulkan anemia berat, diare berdarah, berlendir, sesak
nafas. Bisa anoxia karena anemia, bisa karena kerusakan pada pulmo.
b. Pada infeksi kronis
Kurus, bulu kusam, nafsu makan menurun, pica (makan benda asing).
Gangguan pernafasan, terdapat lesi pada kulit (Griffiths, 1978).
3. Diagnosa
Menurut Foreyt (2001), diagnosa dapat dilakukan berdasar gejala
klinis, sejarah, didukung pemeriksaan darah dan tinja (telur per gram
tinja/epg). Anak anjing atau kucing yang masih menyusu gejala klinisnya
lebih hebat, walau belum ditemukan telur cacig dalam tinja.
4. Pengobatan preventif
a. Pengobatan,
pemberian
Anthelminthika
antara
lain:
Tenium,
kebersihan
10
kista
(berisi
bradizoit)
dan
ookista
(berisi
sporozoit)
(Levine,1978).
2. Phatogenesis
Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T. gondii.
Dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan menjadi trofozoit.
Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon
matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual
ini dilanjutkan dengan daur seksual.
mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di
dalam tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual menghasilkan
takizoit. Takizoit membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang
secara berangsur , terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit
dalam kista ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten). Bila kucing
sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka
berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi.
Jika hospes perantara imakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa
prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka
masa prepatennya 20 -24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah
terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista.
3. Gejala klinis
Anemia dan gejala anoreksia juga sangat mencolok. Ekspresi muka tampa
sayu, mata berair dan mukaosa mata maupun mulut tampak pucat. Migrasi
larva juga menyebabkan batuk, dispnoea, dan adanya radang paru ringan. Rasa
nausea terlihat bila lambung juga mengalami iritasi oleh cacing, yang kadang
keluar bersamaan dengan saat batuk atau muntah (Griffiths, 1978).
4. Diagnosa
a. Ada antibody immunoglobulin M (IgM), di dalam tubuh sedang terjadi
infeksi toksoplasma akut (belum lama terjadi).
b. Kadar immunoglobulin G (IgG) meningkat 4 x lebih tinggi dari hasil
pemeriksaan 3 minggu sebelumnya, juga menunjukkan aktifnya
infeksi.
c. Uji serologis lainnya adalah uji aglutinasi, uji komplemen, dan uji
polymerase chain reaction ( PCR ), Teknik diagnosis mutakhir seperti
reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) telah
digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis akut (Ballweber, 2001).
10
10
di usus dan bisa terbunuh oleh obat cacing. Obat yang umum digunakan,
antara lain:
Kandungan
Minimum Umur / Berat Badan
Piperazin salt
6 minggu/lebih
Pyrantel pamoat / praziquantel 4 minggu/lebih atau 1.5 lbs/lebih
T. gondii tidak mampu memanfaatkan asam folat dari luar, untuk
memenuhi kebutuhannya organisme tersebut harus dapat menyintesiskan
sendiri, obat yang dapat menghambat sintesis asam tersebut antara lain :
a. Sediaan sulfa : sulfadiasin 120 mg/kg, diberikan 2 4 minggu.
b. Dosis kombinasi dengan pyrimetamin adalah untuk sulfadiasin 60
mg/kg, dan untuk pyrimetamin 0,5 mg/kg. Dosis tersebut adalah untuk
sehari.
c. Antibiotik clindamycin- HCl dengan dosis 10 12 mg/kg diberikan per
os, sekali sehari yang diberikan selama minimal 4 minggu
akanmemberikan hasil yang baik (Foreyt, 2001).
6. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan:
a. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan daging dan
sayuran sampai bersih kemudian dimasak sampai matang (jangan
setengah matang, apalagi mentah).
b. Anak kucing sangat terancam infeksi sampai umur 6 bulan, karena itu
sangat penting untuk memberikan obat cacing secara reguler. Anak
kucing ekskresi telur terjadi lebih cepat daripada anak anjing,
deworming mulai dapat dilaksanakan secara efektif mulai umur 2 3
minggu, diulangi pada minggu ke 5, 7 dan 9. Pemberian obat
(berdasarkan umur):
1) Umur 2 12 minggu = setiap dua minggu sekali;
2) Umur 12 minggu sampai 6 bulan = setiap bulan sekali;
3) Umur 6 bulan dan seterusnya = setiap tiga bulan sekali.
c. Pada induk kucing, treatment dilakukan bersama anaknya. Kucing
dewasa ditreatment secara reguler, dilakukan monitoring agar eliminasi
parasit dapat terawasi (Ballweber, 2001).
10
DAFTAR PUSTAKA
Ballweber, L. R. 2001. The Practical Veterinarian: Veterinary Parasitology. Woburn:
Butterworth Heineman
Blagburn, B.L and Dryden, M.W. 1999. Pfizer Atlas Veterinary Clinical Parasitology.
USA: Pfizer inc
Chiodini, P.L., Moody, A.H., Manser, D.W. 2003. Atlas of Medical Helminthology
and Protozoology. London: Chuchill Livingstone
Foreyt, W. J. 2001. Veterinary Parasitology: Reference Manual; 5th Ed. Iowa:
Blackwell Publishing
Griffiths, H. J. 1978. A Handbook of Veterinary Parasitology: Domestic Animals of
North America. Minneapolis: University of Minnesota Press
Latimer, K.S., Mahaffey, E.A., and Prasse, K.W. 2003. Duncan and Prasse's
Veterinary Laboratory Medicine: Clinical Pathology, 4th ed. USA: WileyBlackwell
Levine, N. D. 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. USA: Burgess Publishing
Company
Subronto, 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
10