Anda di halaman 1dari 271

BAHAN AJAR AKUNTANSI PAJAK

PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN


SPESIALISASI ADMINISTRASI PAJAK

PARDIAT



SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TAHUN 2010

i | P age

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rachmat dan ridho Nya,
penulis dapat menyelesaikan Bahan Ajar Akuntansi Pajak untuk Program Diploma III
Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Akuntansi Pajak merupakan bagian dari Akuntansi Umum (General Accounting),
buku-buku akuntansi yang ada pada umumnya berdasarkan praktek-praktek
akuntansi di Amerika Serikat yang belum memasukkan praktek-praktek akuntansi di
Indonesia terutama yang berkaitan dengan perlakuan perpajakan di Indonesia, oleh
karena itu dalam bahan ajar akuntansi pajak ini menekankan pada pembahasan
kewajiban Wajib Pajak :
a. Pembukuan;
b. Memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
c. Memotong PPh. Pihak lain;
d. Menghitung penghasilan neto (rugi) fiskal, penghasilan kena pajak dan pajak
terutang.

Kewajiban memungut PPN atau memotong PPh. Pihak lain berkaitan dengan
transaksi perusahaan yang dilakukan proses pembukuan : jurnal, posting ke buku
besar dan seterusnya.

Kewajiban menghitung penghasilan neto (rugi) fiskal merupakan rekonsiliasi fiskal
atas laba-rugi komersial yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Ada persamaan dan perbedaan antara SAK dan UU PPh 1984 dalam
menentukan atau mengakui penghasilan (pendapatan) dan biaya (beban),
perbedaan dikelompokkan menjadi beda tetap dan beda waktu.

Beda tetap terdiri dari biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak, penghasilan yang bukan objek PPh atau yang dikenai PPh
Final dan bukan pendapatan menurut akuntansi yang merupakan objek PPh. Beda

ii | Page

waktu terdiri dari beda metode penyusutan akuntansi dan penyusutan fiskal, serta
prinsip konservatis yang diakui dalam akuntansi tetapi tidak diakui dalam PPh.

Penentuan harga perolehan aset tetap dan keuntungan (kerugian) pengalihan harta
ada persamaan dan perbedaan antara akuntansi dan PPh yang terdiri dari : jual-beli,
tukar menukar, membangun sendiri, setoran modal dan hibah; demikian juga
mengenai penilaian kembali aset tetap, penggabungan badan usaha, peleburan
badan usaha serta investasi saham.

Untuk mempelajari Akuntansi Pajak, mahasiswa harus sudah menempuh mata
kuliah Akuntansi Keuangan Menengah.

Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan bahan ajar akuntansi
pajak ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang
terhormat.


J akarta, 29 Oktober 2010




Drs. Pardiat, Ak
NIP.060044943

iii | Page

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL..
DAFTAR GAMBAR.
ii
vii
viii
BAB 1. PEMBUKUAN PERPAJAKAN DAN KERANGKA DASAR
AKUNTANSI

1
A
B
C
D
E
F
G
H.
I.
J
K.
Kewajiban Pembukuan & Pengertian Pembukuan ..
Prinsip Pembukuan & Cara Pembukuan ...
Dasar Akrual & Dasar Kas ...
Konsisten
Tahun Buku .......
Penghasilan & Biaya .
Prinsip Harga Historis ...
Konservatis .
Beda Tetap dan Beda Waktu ..
Penyesuaian Fiskal ...
Sanksi tidak menyelenggarakan pembukuan ...
1
3
4
4
5
5
6
6
7
8
9
Rangkuman
Latihan .
10
11
BAB 2. AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN AKUNTANSI
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PIHAK LAIN.

14
A. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai.
1.
2.
Ketentuan Akuntansi PPN mulai 1 April 2010 ..
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai ...
14
16
B. Akuntansi Pemotongan PPh. Pasal 21 . 27
1.
2.
3.
4.
5.

PPh. Pasal 21 Pegawai mulai tahun 2009
PPh. Pasal 21 WPOP Bukan Pegawai ..
Tidak dipotong PPh. Pasal 21 .
Expatriate (Karyawan asing)
Tarif PPh pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua (J HT) dan jaminan
hari tua (J HT) yang dibayarkan sekaligus..
27
36
41
42


46
C. Akuntansi Pemotongan PPh. Pasal 23 & PPN J asa. 50
1.

2.
Pasal 23 UU No.36 Tahun 2008, Peraturan MKRI
NO.244/PMK.03/2008 ..
J asa Kena Pajak & Bukan PKP ..

50
53
D. Akuntansi Pemotongan PPh. Pasal 26 .. 57
1. Pasal 26 UU NO.36 Tahun 2008 57
E. Akuntansi Pemotongan PPh berdasarkan jenis jasa atau usaha .. 62
1.
2.
3.
4.
J asa konstruksi ..
Biaya transportasi dengan angkutan darat
Biaya transportasi dengan kapal laut dan pesawat udara ..
Biaya sewa .
62
65
66
67
iv | P age

5
6.
Biaya Bunga Pinjaman .
Biaya royalti atau imbalan atas penggunaan hak...........................
68
70
Rangkuman
Latihan .
71
72
BAB 3. PENGHASILAN DAN BIAYA 76
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H
Perubahan UU PPh 1984 .
Penghasilan
Laba Bruto Usaha & Laba Usaha ...
Penghasilan Kena Pajak ..
Biaya yang dapat dikurangkan
Biaya yang tidak dapat dikurangkan ..
Penghasilan tidak kena pajak ..
Tarif Pajak Penghasilan
76
76
83
83
84
87
91
91
Rangkuman
Latihan .
93
94
BAB 4. PENYUSUTAN FISKAL & AMORTISASI FISKAL 97
A. Penyusutan Fiskal . 97
1.

2.
Harta berwujud yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat
disusutkan ..
Ketentuan Penyusutan Fiskal ..

97
98
B. Amortisasi Fiskal 108
Rangkuman
Latihan .
112
112
BAB 5. REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL. 114
A.

B.
C.
D.
E.

F.
G.
H.
I.
J .
K.
L.
M
N.
O.
P.
Q.
R.
S.
T.
Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal dan Equalisasi dengan
Pemotongan PPh. Pihak lain dan PPN ..
Peredaran Usaha ..
Pembelian, HPP dan Persedian .
Impor
Equalisasi dan Rekonsiliasi antara jumlah peredaran menurut
SPT. Masa PPN dengan SPT. Tahunan PPh ..
Biaya Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR dsb .
Biaya Transportasi
Biaya Penyusutan dan Amortisasi ..
Biaya Sewa .
Biaya Bunga Pinjaman .
Biaya sehubungan dengan jasa ..
Kerugian piutang tak tertagih ..
Biaya Royalti atau imbalan atas penggunaan hak ...
Biaya Promosi dan penjualan ..
Biaya Entertainment ..
Sumbangan
Zakat
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ..
Biaya Kantor ..
Biaya Listrik, Telpon, Air ..

114
116
118
120

120
128
134
134
134
135
135
135
136
137
138
138
139
140
140
140
v | P age

U.
V.
W
X.
Y.
Z.

Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
Gaji anggota Persekutuan, Firma, CV ...
Gaji pegawai yang merupakan pemegang saham ..
Dividen terselubung ..
Laba (rugi) selisih kurs valuta asing ...
Biaya lain-lain .
Studi kasus Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal
141
141
142
142
143
151
151
Rangkuman ..
Latihan ..
164
165
BAB 6. SEWA GUNA USAHA (LEASING). 172
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Sumber Hukum dan Pengertian ..
SGU tanpa hak opsi ..
SGU dengan hak opsi .
Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Bagi Lessee.
Contoh SGU dengan hak opsi bagi Lessee ..
Penjualan dan Penyewaan kembali (Sale and Lease back) ..
172
173
175
176
178
196
Rangkuman ..
Latihan ..
197
197
BAB 7. HARGA PEROLEHAN AKTIVA TETAP DAN KEUNTUNGAN
(KERUGIAN) PENGALIHAN HARTA.

199
A.
B.
C.

D.

E.
F.
G.
H.
Sumber Hukum ..
Pengertian Aktiva Tetap ...
Pembelian Aktiva Tetap dari pihak-pihak yang tidak ada
hubungan istimewa ...
J ual-Beli Aktiva Tetap antara pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa ...
Tukar menukar aktiva tetap .
Aktiva Tetap yang dibangun sendiri ...
Setoran Modal berupa aktiva tetap .
Hibah ...
199
201

201

204
205
207
211
214
Rangkuman ..
Latihan
217
220

BAB 8. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP.. 227
A.
B.

C.
D.

E.
Sumber Hukum ..
Peraturan MKRI No.79/PMK.03/2008 Penilaian kembali aktiva
tetap untuk tujuan perpajakan .
PSAK No.16 (Revisi 2007) Revaluasi Aktiva Tetap .
Contoh Revaluasi berdasarkan Keputusan MKRI
No.486/KMK.03/2002
Contoh Revaluasi berdasarkan Peraturan MKRI
No.79/PMK.03/2008 ..
227

228
233

233

235
Rangkuman
Latihan .
237
238
BAB 9. PENGGABUNGAN BADAN USAHA DAN PELEBURAN BADAN
USAHA.

242
A. Pengertian & Sumber Hukum . 242
vi | P age

B. Penggabungan badan usaha atau peleburan badan usaha
berdasarkan Nilai Sisa Buku Fiskal

245
Rangkuman
Latihan .
255
256
BAB 10. INVESTASI SAHAM DAN DIVIDEN. 259
A.
B.
C.



D.
Pemegang saham & Investasi saham
Investasi saham dalam negeri .
Peraturan MKRI No.256/PMK.03/2008, m.b. 01-01-2009
Penetapan saat diperolehnya oleh WPDN atas penyertaan
modal pada badan usaha diluar negeri selain badan usaha yang
menjual sahamnya di bursa efek
Peraturan MKRI NO.258/PMK.03/2008, m.b. 1-1-2009
Pemotongan PPh. Ps.26 atas pengalihan dari penjualan atau
pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18(3c)
UU PPh yang diterima atau diperoleh WPLN ...
259
260



264



266
Rangkuman
Latihan
268
270
DAFTAR PUSTAKA
























272






























vii | Page


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Akuntansi PPh. Pasal 21 Tahun 2009 WANTONO (K/1) 30
Tabel 2.2 J urnal PPh. Pasal 21 31
Tabel 2.3 Perhitungan PPh. Pasal 21 WANTONO Pegawai Tetap.
PPh. Pasal 21 Beban Pegawai yang bersangkutan

32
Tabel 2.4 Perhitungan PPh-Pasal 21 Expatriate Tahun 2009 43
Tabel 3.1 Peraturan Pemerintah-PPh. Pasal 4(2) Final.. 79
Tabel 4.1 Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal 98
Tabel 4.2 Tarif Penyusutan. 101
Tabel 4.3 Perbandingan Penyusutan Komersial dan Penyusutan
Fiskal....................................................................................

106
Tabel 4.4 Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Kelompok Harta Tak
Berwujud..............................................................................

109
Tabel 4.5 Data produksi dan amortisasi HPH.. 110
Tabel 5.1 Rekonsiliasi Fiskal Biaya SDM.......................................... 133
Tabel 5.2 Kurs USD per akhir tahun kalender. 145

























viii | P age


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal. 9
1 | P age

BAB
PEMBUKUAN PERPAJAKAN DAN
KERANGKA DASAR AKUNTANSI




A. Kewajiban Pembukuan dan Pengertian Pembukuan.
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya ditulis UU KUP): Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan (cukup jelas).
Pasal 1 angka 29 UU KUP, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan
yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba - rugi pada setiap Tahun Pajak
tersebut. Pengertian Pembukuan menurut UU KUP identik dengan pengertian
akuntansi yaitu proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian
dengan cara tertentu atas transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau
organisasi lain serta penafsiran terhadap hasilnya.
Tujuan penyelenggaraan pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan
neto fiskal atau rugi fiskal berdasarkan UU-Perpajakan dan peraturan
pelaksanaannya, yaitu:
a. Peraturan Pemerintah (PP).
b. Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden.
c. Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan.
d. Keputusan atau Peraturan Direktur J enderal Pajak.
1
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan perbandingan kerangka dasar
akuntansi dan ketentuan pembukuan perpajakan.
2 | P age

e. Keputusan atau Surat Edaran Direktur J enderal Pajak.
f. Keputusan Keberatan dari Direktur J enderal Pajak dan Putusan Banding dari
Pengadilan Pajak, serta putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung
untuk WP yang bersangkutan.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP, pembukuan dapat
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (S.A.K); pada umumnya WP
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan SAK. Pembukuan berdasarkan SAK
berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial (LKK) untuk tujuan
menghitung penghasilan neto fiskal (rugi fiskal) dilakukan penyesuaian fiskal positif
(negatif) berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Akuntansi Pajak adalah bagian dari Akuntansi Umum (General Accounting),
sehingga WP tidak perlu membuat dua pembukuan, cukup satu pembukuan
berdasarkan SAK, kemudian dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Inti dari Akuntansi Pajak Penghasilan adalah melakukan
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh;
dalam bahan ajar ini yang akan dibahas rekonsiliasi fiskal untuk WP Badan terutama
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Sesuai asas self assessment,
penyesuaian fiskal dilakukan oleh WP; mulai tahun pajak 2002 penyesuaian fiskal
dimasukkan dalam Lampiran I SPT Tahunan PPh -WP Badan.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU PPh 1984, WPOPDN yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milliar delapan ratus juta rupiah) boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan ke KPP WP terdaftar dalam
jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Selanjutnya supaya dipelajari:
a. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (MKRI) No.197/PMK.03/2007
tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan bagi WPOP.
b. Keputusan Direktur J enderal Pajak No. KEP-536/PJ /2000
Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi WP yang dapat menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan.

3 | P age

WPLN selain BUT yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak wajib:
a. Mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP;
b. Pembukuan;
c. Penyampaian SPT ke KPP, karena semua penghasilan yang diperoleh di
Indonesia telah dipotong PPh Pasal 26 oleh pihak yang memberikan penghasilan
tersebut.
B. Prinsip Pembukuan & Cara Pembukuan.
Pasal 28 ayat (3) UU KUP Pembukuan atau pencatatan tersebut harus
diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya (cukup jelas).
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU. PPh 1984, menyatakan pengeluaran-
pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam
batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.
Pasal 28 ayat (4) UU KUP Pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan
mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing
yang diizinkan oleh Menteri Keuangan (cukup jelas), Peraturan MKRI
No.196/PMK.03/2007.
Pasal 28 ayat (7) UU KUP Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan
dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP:
Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus
dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus
mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai
ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak
berwujud dan atau pemanfaatan J asa Kena Pajak (J KP) dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (PMDDK) dan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan (PMTDDK).
4 | P age

Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
C. Dasar Akrual & Dasar Kas.
Pasal 28 ayat (5) UU KUP pembukuan perpajakan diselenggarakan dengan
stelsel akrual atau stelsel Kas.
Dasar Kas yang digunakan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
(PhKP) adalah dasar kas campuran bahkan mendekati dasar akrual, penjelasan
Pasal 28 ayat (5) UU KUP:
a. Penjualan meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun yang bukan tunai
(kredit), hal ini sama dengan akrual.
b. Harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian (tunai dan
kredit) dan persediaan (awal dan akhir), hal ini sama dengan akrual.
c. Harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi,
pembebanannya tidak boleh sekaligus tapi harus dilakukan melalui penyusutan
dan amortisasi; hal ini sama dengan akrual.
d. Pasal 6 UU.PPh - 1984, dalam menentukan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto tidak dibedakan antara dasar kas dan dasar akrual.
e. Keputusan Direktur J enderal Pajak KEP-273/PJ /1998 diganti KEP.184/PJ /2002
mulai berlaku 2001; Penghasilan bunga yang bersumber dari kredit non
performing (kurang lancar, diragukan dan macet) diakui sebagai penghasilan
pada saat bunga tersebut diterima bank (dasar kas), hal ini sama dengan
PSAK.No.13 butir 02.
D. Konsistensi.
Pasal 28 ayat (5) UU KUP pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat
asas (konsisten), walaupun demikian berdasarkan Ps. 28 ayat (6) UU KUP
diperkenankan merubah metode pembukuan atau tahun buku, dengan syarat:
a. Diajukan ke Direktur J enderal Pajak (melalui KPP dimana WP terdaftar) sebelum
dimulainya tahun buku yang bersangkutan.
b. Menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat
yang mungkin timbul.
c. Persetujuan Direktur J enderal Pajak
5 | P age

PSAK No. 1 butir 14, perubahan kebijakan akuntansi yang berpengaruh material
perlu diungkapkan dalam laporan keuangan.
E. Tahun Buku.
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU KUP, Tahun Pajak adalah jangka waktu
satu tahun kalender (1 J anuari s.d. 31 Desember), kecuali bila WP menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Apabila tahun buku tidak sama dengan tahun takwim, yang menentukan
pengisian SPT Tahunan PPh adalah enam bulan pertama, misalnya tahun buku:
- 1 Maret 2008 s.d. 28 Februari 2009, SPT PPh-Tahun 2008,
- 1 J uli 2008 s.d. 30 J uni 2009, SPT PPh-Tahun 2008,
- 1 Agustus 2008 s.d. 31 J uli 2009, SPT PPh-Tahun 2009.
F. Penghasilan dan Biaya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU. PPh
1984) sebagaimana telah diubah dengan:
- UU. No.7 Tahun 1991, mulai berlaku 1 J anuari 1992;
- UU. No.10 Tahun 1994, mulai berlaku 1 J anuari 1995;
- UU. No.17 Tahun 2000, mulai berlaku 1 J anuari 2001;
- UU. No.36 Tahun 2008, mulai berlaku 1 J anuari 2009;
a. Penghasilan.
Akuntansi membedakan penghasilan dari usaha pokok dan penghasilan di
luar usaha, sedangkan PPh membedakan:
a. Penghasilan yang bukan objek pajak, pengertiannya terbatas yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (3) UU. No.36 Tahun 2008.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh - Final,
pengertiannya terbatas yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU. No.36 Tahun
2008; diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c. Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan tarif umum atau
tidak final, pengertiannya semua penghasilan selain huruf a dan b.
b. Biaya.
Tidak semua biaya dapat dikurangkan dari Penghasilan bruto, PPh
membedakan:
6 | P age

a. Biaya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense), sesuai
Pasal 6 UU. No.36 Tahun 2008.
b. Biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible
expense), sesuai Pasal 9 UU. No.36 Tahun 2008.
c. Pasal 4 PP No.138 Tahun 2000
Pengeluaran dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung
PhKP, termasuk:
- Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, dikenakan PPh-Final, norma penghitungan.
- PPh-Pasal 21/23 yang ditanggung perusahaan kecuali PPh-Pasal 26 yang
digross-up.
- Kerugian dari harta atau utang yang dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak.
Prinsip Akuntansi Pajak Penghasilan adalah mempertemukan antara biaya yang
dapat dikurangkan dengan penghasilan yang merupakan objek PPh-tidak final,
karena biaya untuk memperoleh penghasilan yang bukan objek PPh dan biaya untuk
memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh-final tidak boleh dikurangkan; sesuai
dengan prinsip akuntansi adalah mempertemukan biaya dan penghasilan yang tepat
(proper matching cost and revenue).
G. Prinsip Harga Historis.
Pasal 10 (6) UU. PPh 1984 mewujudkan bahwa PPh menganut prinsip harga
historis dalam menentukan penghasilan neto fiskal, hal ini sama dengan akuntansi;
namun demikian berdasarkan Pasal 19 UU. PPh 1984, Menteri Keuangan
berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor
penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan
penghasilan karena perkembangan harga, hal ini pun diimbangi dengan Perubahan
PSAK No.16 (revisi 2007) tentang penilaian aktiva tetap berdasarkan harga pasar.
H. Konservatis.
Akuntansi menggunakan prinsip konservatis, yaitu mengakui kerugian yang
mungkin timbul (belum direalisasi) yang dapat diperkirakan atau ditaksir dengan
membentuk penyisihan, misalnya: penurunan nilai surat-surat berharga, kerugian
7 | P age

piutang, potongan penjualan, retur penjualan, penilaian persediaan berdasarkan
harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah, dsb.
Pasal 9 (1) c UU.PPh-1984, tidak boleh membentuk atau memupuk dana
cadangan, kecuali diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan RI
(No.80/KMK.04/1995, No.235/KMK.01/1998, No.681/KMK.04/1999), mulai tahun
2009 diganti dengan Peraturan MKRI No.81/PMK.03/2009.
Contoh:
Pada tanggal 10 September 2010 dibeli saham PT. APP Tbk di Bursa Efek J akarta
seharga Rp. 100.000.000,- pada akhir tahun 2010 harga pasar (kurs) di Bursa Efek
J akarta (BEJ ) sebesar Rp. 90.000.000,-.
Secara akuntansi, diakui kerugian sebesar Rp. 10.000.000,- walaupun belum terjadi
(saham belum dijual) dengan mendebit Kerugian Penurunan Nilai SSB dan
mengkredit Penyisihan Kerugian Penurunan Nilai SSB.
Kerugian Penilaian nilai SSB sebesar Rp. 10.000.000,- pada akhir tahun 2010, tidak
dapat dikurangkan dalam menghitung Ph KP.
I. Beda Tetap dan Beda Waktu.
Masalah pokok dalam Akuntansi sama dengan Pajak Penghasilan yaitu
menentukan pendapatan (penghasilan) dan beban (biaya) untuk tahun buku yang
bersangkutan; di dalam menentukan penghasilan dan biaya tersebut terdapat
persamaan dan perbedaan mengenai prinsip dan metode, perbedaan terdiri dari
beda tetap (permanent different) dan beda waktu (temporary different).
Beda tetap, terdiri dari:
a. Menurut Akuntansi merupakan beban, menurut Pajak Penghasilan tidak dapat
dibiayakan atau tidak dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena
pajak (non deductable expense), diatur pada Pasal 9 ayat (1) UU. No.36 Tahun
2008;
b. Menurut Akuntansi merupakan pendapatan, menurut Pajak Penghasilan bukan
merupakan objek PPh atau dikenakan PPh-final, diatur pada Pasal 4 ayat (3 dan
2) UU. No.36 Tahun 2008;
8 | P age

c. Menurut Akuntansi bukan merupakan pendapatan, menurut PPh merupakan
objek PPh, misalnya hibah yang tidak memenuhi Pasal 4 ayat (3) huruf a UU.
No.36 Tahun 2008;
d. Menurut Akuntansi bukan beban, menurut PPh dapat dikurangkan untuk
menghitung penghasilan neto fiskal; misalnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan.
Beda waktu terdiri dari:
a. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal;
b. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal;
c. Penyisihan Kerugian Piutang (Allowance for Bad Debts);
d. Penyisihan Kerugian Persediaan (Provission for absolute stock);
e. Penyisihan Pesangon;
f. Penyisihan Penurunan Nilai Surat-Surat Berharga;
g. Penyisihan Potongan Penjualan dan sebagainya.
h. dan sebagainya.
J. Penyesuaian Fiskal.
Laba bersih sebelum PPh menurut akuntansi; dilakukan penyesuaian fiskal
(tidak dijurnal) untuk menghitung Penghasilan Neto Fiskal (Rugi Fiskal).
Penyesuaian fiskal positif yaitu penyesuaian fiskal yang menambah penghasilan neto
fiskal atau mengurangi rugi fiskal, terdiri dari:
a. Biaya yang tidak dapat dikurangkan;
b. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal;
c. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
Penyesuaian fiskal negatif yaitu penyesuaian fiskal yang mengurangi
penghasilan neto fiskal atau menambah rugi fiskal, terdiri dari:
a. Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh;
b. Penghasilan yang dikenakan PPh-final;
c. Selisih penyusutan atau amortisasi komersial di bawah penyusutan atau
amortisasi fiskal.
Mulai tahun pajak 2002, penyesuaian fiskal dicantumkan dalam Lampiran I
SPT Tahunan PPh Badan.

9 | P age

Gambar 1.1 Skema Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal
















K. Sanksi Tidak Menyelenggarakan Pembukuan.
a. Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf g UU KUP, setiap orang yang dengan
sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
Skema Rekonsiliasi Rugi - Laba Fiskal.

Pembukuan WP Menghitung Ph. Neto Fiskal
(Rugi Fiskal)


Dapat berdasarkan Harus berdasarkan UU. PPh 1984
SAK & ISAK dan perubahannya serta PP,
KEPPRES, PMK/KMK, Peraturan
/Keputusan Direktur J enderal Pajak,
S.E. Direktur J enderal Pajak.
Rugi Laba
Komersial Koreksi Fiskal
(Tidak Dijurnal)
Lamp. I SPT PPh Rugi Laba
Fiskal



SPTTahunan PPh
Lamp. I & IV
10 | P age

tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1)d dan Pasal 13 ayat (3) UU KUP, jumlah pajak
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari PPh yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
Ketetapan tersebut merupakan Ketetapan J abatan, berdasarkan Pasal 26 ayat
(4) UU. No.16 Tahun 2000 dalam hal WP mengajukan keberatan harus dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
c. Berdasarkan Pasal 14 ayat (5) UU NO.36 Tahun 2008, WP yang ternyata tidak
atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan, maka
penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Catatan:
Sampai penulisan buku ini belum ada PMK dan belum ada Norma Penghitungan
Penghasilan Neto untuk WP Badan.












RANGKUMAN
Pembukuan perpajakan termasuk akuntansi umum (general accounting) yang
dikaitkan kewajiban perusahaan di bidang perpajakan yaitu membayar PPhnya
sendiri, memotong atau memungut PPh Pihak lain dan memungut PPN dan/atau
PPnBm apabila sudah dikukuhkan sebagai PKP.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara SAK dengan PPh mengenai
penentuan atau pengakuan penghasilan dan biaya; perbedaan terdiri dari beda
tetap dan beda waktu.
Inti dari pembukuan perpajakan adalah membuat penyesuaian fiskal atas laporan
keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal sebagai dasar pengisian
SPT Tahunan PPh
11 | P age


























LATIHAN
PILIHAN GANDA ASOSIASI.
J awaban A, apabila: a, b, c benar.
B, apabila: a dan c benar.
C, apabila: b dan d benar.
D, apabila semua (a, b, c, d) benar.

1. Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU KUP, yang wajib menyelenggarakan
pembukuan:
a. WP Badan DN,
b. WPOPDN yang melakukan kegiatan usaha,
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT),
d. WPOPDN yang melakukan pekerjaan bebas.
2. Berdasarkan Pasal 28 UU KUP, yang tidak wajib menyelenggarakan
pembukuan:
a. Yayasan dan atau organisasi sejenis yang tujuannya tidak mencari
keuntungan,
b. WPLN selain BUT,
c. Organisasi politik dan organisasi massa yang tujuannya tidak mencari
keuntungan,
d. WPOPDN yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Akuntansi Pajak adalah:
a. Bagian dari akuntansi umum.
b. Dapat berdasarkan S.A.K.
c. Untuk menghitung penghasilan neto fiskal atau rugi fiskal.
d. Untuk menghitung PPN, PPnBm dan Kewajiban memotong PPh-Pihak
Lain.

12 | P age



























4. Prinsip pembukuan perpajakan:
a. Harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik;
b. Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
c. Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dibiayakan harus dilakukan dalam
batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang
baik;
d. Kerugian yang dapat diperkirakan dengan cermat dapat dibiayakan.
5. Prinsip Akuntansi yang dapat diterima pada Akuntansi Pajak:
a. Prinsip harga perolehan;
b. Prinsip Proper matching cost and revenue;
c. Prinsip Konsisten;
d. Prinsip Konservatis.
6. Dasar Kas (Akrual Stelsel) yang digunakan untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak:
a. Penjualan meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun kredit;
b. Harga Pokok Penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian tunai
dan kredit serta persediaan awal dan akhir.
c. Pembelian Aktiva Tetap tidak boleh dibebankan sekaligus, harus
dengan penyusutan.
d. Biaya yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus, tapi dengan penyusutan atau amortisasi.
7. Penghasilan dapat dibedakan:
a. Dikenakan PPh-Final.
b. Dikenakan PPh-Tidak Final.
c. Bukan Objek PPh
d. Ditangguhkan pengakuannya.


13 | P age




















8. Biaya dapat dibedakan:
a. Dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
b. Ditangguhkan pembebanannya,
c. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
d. Dibukukan ke Neraca.
9. Beda Tetap antara Akuntansi dan PPh:
a. Menurut akuntansi merupakan penghasilan, menurut PPh bukan objek
PPh;
b. Menurut akuntansi bukan merupakan penghasilan, menurut PPh
merupakan objek PPh;
c. Menurut akuntansi merupakan biaya, menurut PPh merupakan objek
PPh,
d. Menurut akuntansi merupakan penghasilan, menurut PPh dikenakan
PPh-Final.
10. Beda Waktu antara Akuntansi dan PPh:
a. Penyusutan komersial dengan metode saldo menurun,
b. Akuntansi menggunakan Akrual Stelsel, PPh menggunakan Kas
Stelsel,
c. Akuntansi membentuk Penyisihan Pesangon, PPh tidak boleh,
d. PPh dapat melakukan revaluasi, Akuntansi tidak boleh.
1. D
2. B
3. D
4. A
5. A
6. D
7. D
8. A
9. D
10. B
JAWABAN LATIHAN BAB I

14 | P age

BAB
AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN AKUNTANSI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN









A. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai
1. Ketentuan umum akuntansi PPN mulai 1 April 2010.
a. Setiap Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau J asa
Kena Pajak (J KP) wajib melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP), kecuali masih termasuk Pengusaha Kecil yaitu
jumlah peredaran satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)
berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010.
Setelah dikukuhkan sebagai PKP, wajib memungut PPN pada waktu
menyerahkan BKP atau J KP, membuat Faktur Pajak, membuat perhitungan jumlah
Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (PM-DDK) setiap
bulan. Apabila jumlah PK lebih besar dari PM-DDK terjadi kurang bayar yang harus
disetorkan ke Kas Negara; apabila jumlah PK lebih kecil dari PM-DDK terjadi lebih
bayar, yang dapat dilakukan restitusi atau dikompensasi ke bulan berikutnya.


2
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan mampu menghitung:
a. Pajak Pertambahan Nilai;
b. PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 23;
d. PPh Pasal 26;
e. PPh Pasal 4 ayat (2);
f. PPh Pasal 15

15 | P age

Pasal 15 UU NO.42 Tahun 2009 UU Perubahan Ketiga UU PPN:
1) Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan ke KPP;
2) SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
Contoh:
Bulan April 2010 terjadi PPN kurang bayar sebesar Rp.20.000.000,-, paling lama
disetorkan ke Kas Negara tanggal 31 Mei 2010 sebelum SPT MASA PPN
disampaikan ke KPP; SPT Masa PPN bulan April 2010 paling lama disampaikan ke
KPP sebelum tanggal 31 Mei 2010.
b. Pasal 13 ayat (1a) UU NO.42 Tahun 2009.
Faktur Pajak harus dibuat pada:
1) Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan J KP, jadi tidak ada penundaan
pembuatan Faktur Pajak pada penjualan kredit;
2) Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP/J KP;
3) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan;
4) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK.
c. Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran adalah
F.P. Standar yang diisi dengan benar, lengkap dan tidak cacat sebagaimana
dimaksud Pasal 13 ayat (5) UU. NO.42 Tahun 2009; dalam F.P. harus dicantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP/J KP yang paling sedikit memuat:
1) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/J KP;
2) Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima J KP;
3) J enis barang atau jasa, jumlah Harga J ual atau Penggantian dan potongan
harga;
4) PPN yang dipungut;
5) PPnBM yang dipungut;
6) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP;
7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani FP.

16 | P age


d. Pajak 9 ayat (8) UU. NO.42 Th. 2009.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, adalah:
1) Perolehan BKP atau J KP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
2) Perolehan BKP atau J KP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan J KP dari luar Daerah
Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
5) Perolehan BKP atau J KP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak
Sederhana (dihapus pada UU. NO.42 Tahun 2009);
6) Perolehan BKP/J KP yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat(5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima J KP;
7) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan J KP dari luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
8) Perolehan BKP atas J KP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan Pajak;
9) Perolehan BKP atau J KP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan; dan
10) Perolehan BKP sendiri barang modal atau J KP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a), yaitu: Bagi PKP yang belum
berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, PM
atas perolehan/impor barang modal dapat dikreditkan.
2. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai.
Transaksi perolehan BKP/J KP serta penyerahan BKP/J KP dari PT. BUMI
INDAH (sudah dikukuhkan sebagai PKP) pada bulan April 2010, dengan metode
physical; Pembayaran dilakukan dengan mengeluarkan cek BCA, penerimaan
pembayaran berupa cek langsung disetorkan ke BCA.


17 | P age

a. Pembelian tunai.
Pembelian tunai BKP dan langsung diterima FP;
Harga Bruto Rp. 20.000.000,-
Dikurangi Rabat 10% Rp. 2.000.000,-
Rp. 18.000.000,-
Diberikan potongan tunai 15% Rp. 2.700.000,-
Harga Neto Rp. 15.300.000,-
PPN 10% Rp. 1.530.000,-
Dibayar tunai Rp. 16.830.000,-
Catatan: Potongan tunai yang dicantumkan dalam FP dapat
mengurangi DPP.PPN.
J urnal PT.X BUMI INDAH (PT.BI)
Pembelian Rp. 15.300.000,-(D)
PPN (PM-DDK) Rp. 1.530.000,-(D)
BCA Rp. 16.830.000,-(K)
b. Pembelian secara kredit dan FP sudah diterima.
1) Pembelian kredit dari PT.ABC seharga Rp. 25.000.000.-,FP sudah diterima:
Pembelian Rp. 25.000.000.-(D)
PPN (PM-DDK) Rp. 2.500.000,-(D)
Hutang Dagang Rp.27.500.000,-(K)
2) Retur pembelian ke PT.ABC seharga Rp. 2.000.000,- di buat nota retur PPN
Hutang Dagang Rp. 2.200.000,- (D)
Retur Pembelian Rp. 2.000.000,- (K)
PPN (PM-DDK) Rp. 200.000,- (K)
3) Dibayar ke PT.ABC dengan mendapat potongan 5% tidak mengurangi PPN
karena FP sudah dibuat.

Harga Pembelian Rp. 25.000.000,-
Retur Pembelian Rp. 2.000.000,-
Rp. 23.000.000

18 | P age

Potongan tunai 5% Rp. 1.150.000,-
Harga Neto Rp. 21.850.000,-
PPN Rp. 2.300.000,-
Dibayar Rp. 24.150.000,-

Hutang Dagang Rp. 25.300.000,- (D)
BCA Rp. 24.150.000,- (K)
Potongan Pembelian Rp. 1.150.000,- (K)
c. Pembelian kredit BKP dari PT.XYZ seharga Rp.60.000.000,- sampai akhir bulan
dibayar dan belum diterima FP.
Pembelian Rp. 60.000.000,- (D)
PM-Belum Diterima Rp. 6.000.000.- (D)
Utang Dagang Rp.66.000.000,- (K)
d. Membayar uang muka atas pesanan mesin (barang modal) ke PT. GHI sebesar
Rp. 10.000.000,- FP sudah diterima, sampai akhir bulan mesin diterima.
UM-PEMB MESIN Rp. 10.000.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp. 1.000.000,- (D)
BCA Rp. 11.000.000,- (K)
e. Membeli (dibayar dengan uang kas) alat tulis kantor dari supermarket seharga
Rp. 1.100.000,- termasuk PPN dan diterima FP Sederhana (tidak dapat dikreditkan
dengan PK) dikapitalisasi pada harga perolehan ATK; PS.13(7) tentang FP Sederhana
dihapus pada UU. NO.42 Th.2009
Persediaan ATK Rp. 1.100.000,- (D)
Kas Rp. 1.100.000,- (K)
f. Membeli BKP dari pengusaha kecil seharga Rp. 5.000.000,- tidak dikenakan PPN.
Pembelian Rp. 5.000.000,- (D)
BCA Rp. 5.000.000,- (K)
g. Membayar jasa akuntan publik (PKP) perorangan tidak bersifat berkesinambungan.
Honor jasa audit Rp. 10.000.000,-
PPN jasa(FP-Standard) Rp. 1.000.000,-

19 | P age

Rp.11.000.000,-
DipotongPPh-21=5%x50% Rp. 250.000,-
Dibayar Rp. 10.750.000,-

Tahun 2009 dipotong PPh Pasal 21 sebesar tarif PS.17(1a) UU. NO.36/2008
Profesional Fee Rp.10.000.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp. 1.000.000,- (D)
Hutang PPH-21 Rp. 250.000,- (K)
BCA Rp.10.750.000,- (K)
h. Impor BKP dengan Angka Pengenal Impor (API).
1) Buka L/C ke BCA sebesar US.$.10,000.00 untuk impor barang dari XYZ Corporation
di Singapura, dengan syarat 40,60 Artinya: pada waktu buka L/C bayar 40%.
Kurs jual Bank perUS.$ Rp. 9.000,-
Uang muka import Rp. 36.000.000,- (D)
BCA Rp.36.000.000,- (K)
Importir dikenakan komisi impor sebesar 0,125% dari jumlah L/C yang dibuka, yaitu
sebesar US.$. 12,50,
Komisi Import Rp.112.500,- (D)
BCA Rp.112.500,- (K)
2) Pemberitahuan impor telah datang, dan perusahaan menyelesaikan
pembayaran ke BCA serta PIB, realisasi impor US.$,9,900.00 Kurs jual Bank
per US. $ =Rp.9.500,-, Importir beli USD.
KURS Menteri Keuangan =Rp. 9.600,-, Bea Masuk =20%, tidak ada bea masuk tambahan
dan bukan merupakan barang rnewah.
Perhitungan pembayaran ke BCA
Realisasi impor (CIF) US$ 9,900.00
Pembayaran di muka US$ 4,000.00
Sisa US$ 5,900.00
Dibayar ke BCA - 5,900.00 X Rp. 9.500,- =Rp, 56.050.000,-
PlB =Pemberitahuan Impor Barang,
Nilai C.I.F. US.$.9,900.00 X Rp. 9.600,- = Rp. 95.040.000,-

20 | P age

Bea masuk 20% Rp. 19.008.000,-
Nilai Impor Rp.114.048.000,-
PPN-lmpor (dibayar dengan SSP) 10% Rp. 1.404.800,-
PPh-22 Impor (dibayar dengan SSP) 2,5% Rp 2.851.200,

J umlah pembayaran ke BCA
- Pelunasan L/C Impor Rp. 56.050.000,-
- Bea Masuk Rp. 19.008.000,-
- PPN Impor Rp. 11.404.800,-
- PPh-22 Impor Rp. 2.851.200,-
Rp. 89.314.000,-
J urnal:
Uang Muka Impor Rp. 56.050.000,- (D)
Bea Masuk Rp. 19.008.000,- (D)
PPN-(PM-DDK) Rp. 11.404.800,- (D)
PPh-Dibayar di muka Rp. 2.851.200,- (D)
BCA Rp. 89.314.000,- (K)
3) Dokumen Impor dan PIB dibawa ke Bea Cukai untuk mengambil barang, dikenakan
biaya:
- Sewa gudang Rp. 1.500.000,-
- Ongkos bongkar muat Rp. 1.250.000,-
- Bea Angkut Rp. 1.750.000,-
- J asa PPJ K Rp. 3.000.000,- PPh23 =2%
Rp. 7.500.000,-
Biaya Impor Rp. 7.500.000,- (D)
BCA Rp. 7.460.000,- (K)
Hutang PPh Ps.23 Rp. 60.000,- (K)
Perhitungan Harga Pokok Impor:
- Uang muka Impor ke BCA Rp. 92.050,000,-
- Komisi impor Rp. 112,500,-
- Bea Masuk Rp. 19.008.000,-
- Bea Impor Rp. 7.500.000,-
Rp.118.670.500,-

21 | P age


Harga Pokok Impor Rp.118.670.500,- (D)
Uang muka Rp. 92.050.000,- (K)
Komisi impor Rp. 112.500,- (K)
Bea Masuk Rp. 19.008.000,- (K)
Biaya Impor Rp. 7.500.000,- (K)
i. Membayar jasa konsultan ke WPLN dari negara yang sudah ada P3B (Tax Treaty),
seluruh pekerjaan jasa dilakukan di luar negeri dan WPLN menyerahkan Surat
Keterangan Domisili (SKD) sesuai dengan PER-61/PJ /2009 atas jasanya tidak
dipotong PPh Ps.26, apabila SKD tidak sesuai PER-61/PJ /2009 dipotong PPh
Ps.26 sebesar 20%. US.$.4,000.00. Kurs jual Bank per US.S, - Rp. 9,700,-. Kurs
Menteri Keuangan Rp. 9,600,-, perusahaan membeli USD; PPh Pasal 26 beban WPLN
Pemanfaatan J KP dari luar negeri, atau dari luar daerah pabean harus membayar
PPN dan disetor dengan SSP (dapat dikreditkan dengan PK), selain itu harus
memotong PPh Pasal 26 sebesar 20%, perhitungan pajak dengan Kurs Menteri
Keuangan, SSP-PPN J asa LN tersebut sebagai FP-Standard.
Membayar J asa Konsultan Luar Negeri
USD 3.200.00 XRp.9,700,- = Rp. 31.040,000,-
Hutang PPhPs.26 - 20% X 4.000.00 X Rp. 9.600,- Rp. 7.680.000,-
Biaya J asa Konsultan
PPN J asa Luar Negeri;
10% X 4,000.00 X Rp, 9,600,- =
J umlah Pembayaran (dalam rupiah)

Biaya J asa Konsultan LN Rp. 38.720.000,- (D)
PPN(PM-DDK) Rp. 3.840.000,- (D)
BCA Rp.31.040.000,- (K)
Hutang PPhPs,26 Rp. 7.680.000,- (K)
Hutang PPN. J asa LN Rp. 3.840.000,- (K)


Pada waktu pembayaran pajak ke Kas Negara
Hutang PPhPs,26 Rp. 7.680.000,- (D)
Rp. 38.720.000,-

Rp. 3.840.000,-
Rp. 42.560.000,-

22 | P age

Hutang PPN. J asa LN Rp.3.840.000,- (D)
BCA Rp. 11.320.000,-(K.)

Apabila tidak dipotong PPh Pasal 26, jurnalnya:
Biaya J asa LN Rp.38.800.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp 3.840.000,- (D)
BCA Rp.38.800.000,- (K)
Hutang PPN J asa LN Rp 3.840.000,- (K)

Pembayaran PPN J asa LN ke Kas Negara.
Hutang PPN J asa LN Rp.3.840.000,- (D)
BCA Rp.3.840.000,- (K)

j. Penjualan tunai BKP kepada PT. DWIJ AYA SENTOSA.

BCA Rp.125.400.000,- (D)
Penjualan Rp. 114.000.000,- (K)
PPN (PK.) Rp. 11.400.000,- (K)
k. Penjualan secara kredit, FP langsung dibuat (tidak dapat ditunda).
1) Penjualan kredit kepada PT. DEF seharga Rp.25.000.000,- belum termasuk
PPN, FP-Standard dibuat.
Piutang Dagang Rp.27.500.000,- (D)
Penjualan Rp.25.000.000,- (K)
PPN (PK) Rp. 2.500.000,- (K)
2) Diterima retur penjualan dari PT. DEF dan diterima Nota Retur PPN, sebesar
Rp. 3.000.000,-.
Rp.150.000.000,-
Rp. 30.000.000,-
Rp.120.000.000,-
Rp 6.000.000,-
Rp.114.000.000,-
Rp. 11.400.000,-
Rp.125.400.000,-
Harga Bruto
Rabat 20%

Potongan tunai 5%
Harga Netto
PPN (FP-Standard)
Diterima tunai

23 | P age

Retur Penjualan Rp. 3.000.000,- (D)
PPN (PK-Nota Retur) Rp. 300.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 3.300.000,- (K)
3) Terima pelunasan dari PT. DEF potongan tunai 5%, FP langsung diberikan.
BCA Rp. 23.100.000,- (D)
Potongan penjualan Rp. 1.100.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 24.200.000,- (K.)

l. Diterima retur penjualan dari PT. DEF harga neto barang Rp, 1.000.000,- dan
diterima nota retur PPN sebesar Rp. 100.000,-.
Retur penjualan Rp.1.000.000,-(D)
PPN (PK-Nota Retur) Rp. 100.000,-(D)
BCA Rp. 1.100.000,-(K.)
m. Penjualan kredit kepada PT. KLM seharga Rp. 40,000.000,- sampai akhir bulan
belum dibayar dan dibuat FP.
Piutang Dagang Rp. 44.000.000,- (D)
Penjualan Rp.40.000.000,-(K)
PPN (PK) Rp. 4.000.000,-(K)
n. Diterima uang muka pesanan pembelian BKP sebesar Rp. 5.000.000,-
FP-Standard langsung dibuat.
BCA Rp.5.500.000,- (D)
Pesanan Penjualan Rp.5.000.000,- (K)
PPN (PK) Rp. 500.000,- (K)

Perhitungan:
Harga barang semula
Retur penjualan
Rp. 25.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
Rp.22.000.000,-
Rp. 1.100.000,-
Rp.20.900.000,-
Rp 2.200.000,-
Rp.23.100.000,-
Potongan Tunai 5%
Harga Netto
PPN 10%
Penerimaan uang

24 | P age

o. Dipakai sendiri BKP, harga pokoknya Rp. 2.000.000,-, untuk diberikan kepada
pegawai, dibuat FP.
Pemberian natura Rp. 2.200.000,- (D)
Persediaan Barang Dagangan Rp. 2.000.000,- (K)
PPN(PK) Rp. 200.000,- (K)

p. Identitas pembeli tidak lengkap, misalnya tidak ada NPWP, tidak boleh dibuat FP
Standard sebagai gantinya dibuat FP sederhana
1) Penjualan kredit kepada Sdr. Aliwan tidak ada NPWP), BKP seharga
Rp.10.000.000,-, dibuat FP Sederhana
Piutang Dagang Rp. 11.000.000,- (D)
Penjualan Rp. 10.000.000.- (K)
PPN (PK) Rp. 1.000,000.- (K.)
2) Sdr Ali mengembalikan barang yang dibeli seharga Rp
r
1.000.000,- tidak
dapat membuat nota retur dan tidak dapat mengurangi PPN.
Retur Penjualan Rp. 1.000.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 1.000.000,- (K)
3) Sdr. Ali melunasi dan diberikan potongan tunai Rp. 500.000,-. tidak dapat
mengurangi PPN, karena FP telah dibuat
BCA Rp. 9.500.000,- (D)
Potongan tunai Rp. 500.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 10.000.000,- (K)
q. Dijual tunai mesin seharga Rp. 25.000.000,-, mesin tersebut dibeli bulan J anuari 2006
seharga Rp, 30,000.000.-. Nilai bukunya Rp. 22.500.000,- dan PM sebesar
Rp. 3.000.000,- telah dikreditkan dengan PK bulan J anuari 2001 maka pada waktu
penjualan harus memungut PPN (SE-18/PJ . 15/1996) dan PS.16D UU PPN:
- Dibuat FP,
- Dibayar sendiri dengan SSP paling lambal tanggal 15 bulan berikutnya.

BCA Rp. 27.500.000,- (D)
Akumulasi penyusutan Mesin Rp. 7.500,000,- (D)
Mesin Rp. 30.000.000,- (K)
PPN (Penj.AT) Rp. 2.500.000,- (K)

25 | P age

Keuntungan pengalihan harta Rp. 2.500.000,- (K)
r. Penjualan kendaraan operational seharga Rp. 50.000.000,-, kendaraan dibeli awal
tahun 2000 seharga Rp. 80.000.000,-, nilai bukunya Rp. 40.000. 000,-, Oleh karena
pada waktu membeli kendaraan, PM-nya tidak dapat dikreditkan, maka pada waktu
menjual tidak mernungut PPN.
BCA Rp.50.000.000,-(D)
Akumulasi penyusutan Kendaraan Rp.40.000.000,- (D)
Kendaraan Rp. 80.000.000,- (K)
Laba penjualan AT Rp.10.000.000,-(K)
s. Ekspor
Atas ekspor BKP dikenakan PPN =0%
Ekspor BKP ke AS sebesar US. $ 20.000 Kurs beli Bank Rp.9.500,-
BCA Rp.190.000.000,- (D)
Hasil Ekspor Rp.190.000.000,- (K)
t. Mengirim BKP dari Kantor Pusat ke Cabang (yang belum mendapat izin
Sentralisasi PPN) terutang PPN, misalnya PT. ABC yang berkantor pusat di
J akarta mengirim BK.P ke Cabang Surabaya dengan harga pokok Rp. 20.000.000,-.

KP J akarta:
Cabang Surabaya Rp. 22.000.000,- (D)
Pengiriman Barang ke Cabang Rp. 20. 000.000,- (K)
PPN(PK) Rp. 2.000.000,- (K)
Cabang Surabaya:
Pengiriman Barang dari KP Rp.20,000.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp. 2.000.000,- (D)
Kantor Pusat Rp.22.000.000,- (K)
Cabang Surabaya menjual barang tersebut dengan harga Rp.25.000.000,- belum
termasuk PPN.
BCA Rp.27.500.000,- (D)
Penjualan Rp.25.000.000,- (K)
PPN (PK) Rp. 2.500.000,- (K)


26 | P age

u. Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual sudah terutang PPN.
Contoh:
1) Mei PT. BUM1 INDAH (PKP) mengirim barang untuk dijualkan kepada PT.
MERBABU (PKP) harga pokok Rp.30.000.000,- untuk dijual
dengan harga Rp.40.000.000,-, komisi penjualan 10% pada waktu
pengiriman FP dibuat.
Barang Konsinyasi Rp. 30.000.000,- (D)
Piutang PPN Rp. 3.000.000,- (D)
PPN (PK) Rp. 3.000.000,- (K)
Persediaan Br. Dagangan Rp.30.000.000,-(K)

2) PT. MERBABU berhasil menjual barang dengan harga Rp. 39.000.000,- termasuk
PPN disetujui oleh PT. BUMI INDAH, dan PT. MERBABU mentransfer uang hasil
penjualan dengan perhitungan:
Harga jual Rp. 39.000.000--
Komisi penjualan 10% 3.900.000,-
Neto Rp. 35.100,000,-
PPN Rp. 3.000.000,-
J urnal PT. BUMI INDAH
BCA Rp.38.100.000,- (D)
Barang Konsinyasi Rp.30.000.000,- (K)
Laba Penjualan Konsinyasi Rp. 5.100.000,- (K)
Piutang PPN Rp. 3.000.000,- (K)
v. Penjualan ke pemungut PPN.
Penjualan ke Pemerintah (Departemen, Badan, Lembaga, Gubernur,
Kabupaten, Walikota. dsb) yang pembayaran dengan APBN atau APBD, dipungut
PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu
setengah persen) pada saat pembayaran. Pengusaha yang menagih ke Pemerintah
wajib membuat Faktur Pajak.


Contoh:

27 | P age

Pada tanggal 1 Mei 2010.
PT. DWI KENCANA menjual alat-alat tulis kantor ke Departemen Keuangan
seharga Rp. 50.000.000,- belum termasuk PPN
.
Jurnal
Piutang ke Pemerintah Rp. 55.000.000,- (D)
PPN Pemungut Rp. 5.000.000,- (K)
Penjualan ke Pemerintah Rp.50.000.000,- (K)
Pada tanggal 2 J uni 2010 menerima pembayaran dipungut PPN sebesar
Rp.5.000.000,- dan PPh Pasal 22 sebesar Rp.750.000,-.

Jurnal
BCA Rp.49.250.000,- (D)
PPh Dibayar Dimuka Rp. 750.000,- (D)
PPN-Pemungut Rp. 5.000.000,- (D)
Piutang ke Pemerintah Rp.55.000.000,- (K)
B. Akuntansi PPh Pasal 21.
1. PPh Pasal 21 Pegawai Mulai Tahun 2009.
a. Perusahaan yang merupakan pemberi kerja dan memberikan imbalan
kepada orang pribadi sebagai pegawai atau bukan pegawai, wajib menghitung PPh
Pasal 21, menyetorkan ke Kas Negara, melaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21
ke KPP, serta memberikan bukti potong PPh Pasal 21.
b. PTKP status awal tahun (1 J anuari)
Status PTKP
TK/0 Rp.15.840.000,-
K/0 =TK/1 17.160.000,-
K/1 =TK/2 18.480.000,-
K/2 =TK/3 19.800.000,-
K/3 21.120.000,-
Pegawai wajib membuat Surat Pernyataan yang berisi jumlah tanggungan pada awal
tahun kalender (1 J anuari), anak yang lahir tanggal 2 J anuari 2009 masuk PTKP
tahun 2010.


28 | P age

c. Pegawai wanita statusnya TK/0, kecuali menyerahkan Surat Keterangan dari
Camat bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan.
d. Peraturan MKRI No.250/PMK.03/2008.
Biaya J abatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-
tingginya Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah) setahun atau Rp.500.000,- (lima ratus
ribu rupiah) sebulan, untuk pegawai tetap; pegawai tidak tetap tidak ada biaya
jabatan. Biaya Pensiun 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
Rp.2.400.000,- (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp.200.000,- (dua
ratus ribu rupiah) sebulan.
e. Tarif PPh Pasal 21.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh
a. s.d. Rp. 50.000.000,- 5%
b. di atas Rp. 50.000.000,- s.d. Rp.250.000.000,- 15%
c. di atas Rp.250.000.000,- s.d. Rp.500.000.000,- 25%
d. di atas Rp.500.000.000,- 30%
f. Imbalan kepada pegawai yang merupakan objek PPh Pasal 21 dan bukan
objek PPh-Pasal 21 telah dibahas sebelumnya.
g. Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan penuh.
h. Perlakuan PPh Pasal 21.
e. Dibebankan kepegawaian, mengurangi uang yang diterima pegawai.
f. Dibayar atau ditanggung perusahaan.
g. Diberikan tunjangan PPh Pasal 21.
i. Tunjangan PPh Pasal 21 tidak boleh lebih dari PPh Pasal 21 terutang.
j. PPh Pasal 21 dihitung perbulan, mulai tahun 2009 tidak ada SPT Tahunan
PPh Pasal 21; PPh Pasal 21 bulan Desember dihitung atas objek PPh Pasal 21
kumulatif selama setahun dikurangi PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan
disetorkan ke Kas Negara sampai dengan bulan Nopember; dihitung kumulatif untuk
pegawai dan bukan pegawai.


29 | P age

k. PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPhPasal 21 untuk setiap masa pajak
adalah pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya objek PPh Pasal 21.
l. PPh Pasal 21 untuk setiap bulan paling lambat disetorkan tgl 10 bulan
berikutnya dan SPT Masa PPh Pasal 21 dilaporkan ke KPP paling lambat tgl 20
bulan berikutnya.
m. Dalam hal suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran PPh Ps.21/Ps.26 oleh
Pemotong PPh Ps.21/26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21/Pasal 26 pada bulan berikutnya melalui SPT Masa PPh Pasal
21/Pasal 26.
n. Bukti potong PPh Ps.21 (1721A1) untuk pegawai diberikan pada bulan
Desember atau bulan berhenti atau pindah.
o. SPT Masa PPh Pasal 21 Bulan Desember:
h. Semua komponen dari no.6 s.d. no.20 dihitung kumulatif sejak bulan J anuari
s.d. bulan Desember.
i. Form. 1721 A1 untuk masing-masing pegawai wajib dibuat walaupun NIHIL,
tidak dilampirkan pada SPT Masa PPh Ps.21 bulan Desember; yang
dilampirkan Form. 17221.I.
j. No.21 diisi SSP PPh Pasal 21 dari bulan J anuari s.d. Nopember.
k. SPT Masa PPh Ps.21 bulan Des. 2009 paling lama disampaikan ke KPP tgl 20
J anuari 2010; Bukti Potong 1721 A1 paling lambat dibuat akhir bulan J anuari
2010.
p. Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 mulai 1 J anuari 2009 adalah Peraturan
Direktur J enderal Pajak No.PER-31/PJ /2009 diubah dengan No.PER-57/PJ /2009.
Contoh 1:
PT. ABC telah masuk Program J amsostek membayar iuran jaminan kecelakaan
kerja (J KK) sebesar 0,89%, iuran jaminan kematian (J KM) sebesar 0,30% dan iuran
jaminan hari tua (J HT) sebesar 3,7%, pegawai membayar iuran J HT sebesar 2%.
Wantono status K/1 gaji perbulan Rp.3.000.000,- dan tunjangan kegiatan perbulan
Rp.1.000.000,-, mulai bekerja pada bulan J anuari 2009.

30 | P age

Pada bulan September menerima THR sebesar Rp.3.000.000,- dan bulan Desember
2009 menerima bonus prestasi kerja sebesar Rp.5.000.000,-.
Penggantian pengobatan dari J anuari s.d. Desember sebesar Rp.2.400.000,- belum
dikenakan PPh Pasal 21.

Tabel 2.1 Akuntansi PPh Pasal 21 Tahun 2009 WANTONO (K/1)
PPh Pasal 21 Beban
Pegawai
Dibayar
Perusahaan
Tunjangan
PPh Ps.21
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

13.
14.
15.
16.


-/-



17.
18.
19.

20.
Gaji perbulan
J KK & J KM =1,19%x1
Tunjangan
Lain-lain
Tunjangan PPh 21
Ph. Bruto
Bi. J ab =5% x 6
J HT Peg =2% x 1
Ph. Neto sebulan =6-7-8
Ph. Neto setahun =12x9
PTKP (K/1)
PhKP =10-11
Dibulatkan
PPh21 setahun, tarif
PPh21 sebulan =13:12
J HT-Persh =3,7%x1
Perhitungan perbulan
Take Home Pay (THP)
a. Ph. Bruto
b. J KK & J KM no.2
c. J HT. Peg no.8
d. PPh21 no.14
e. Dibayar ke Peg (THP)
Disetorkan ke Kas Negara
Ke J AMSOSTEK=2+8+15
Total Pengeluaran Kas
=16 e+17+18
Deductible =6+15
3.000.000
35.700
1.000.000
-
-
4.035.700
201.785
60.000
3.773.915
45.286.980
18.480.000
26.806.980
26.806.000
1.340.300
111.692
111.000


4.035.700
- 35.700
- 60.000
- 111.692
3.828.308
111.692.
206.700

4.146.700
4.146.700
3.000.000
35.700
1.000.000
-
-
4.035.700
201.785
60.000
3.773.915
45.286.980
18.480.000
26.806.980
26.806.000
1.340.300
111.692
111.000


4.035.700
- 35.700
- 60.000
-
3.940.000
111.692.
206.700

4.258.392
4.146.700
3.000.000
35.700
1.000.000
-
117.263
4.152.963
207.648
60.000
3.885.315
46.623.780
18.480.000
28.143.780
28.143.000
1.407.150
117.263
111.000


4.152.963
- 35.700
- 60.000
- 117.263
3.940.000
117.263
206.700

4.263.963
4.263.963

31 | P age


Tabel 2.2 Jurnal PPh Pasal 21
a.











b.



c.



d.


PAYROL
B. GAJ I D
J KK & J KM D
TUNJ ANGAN D
J HT D
TUNJ ANGAN PPh21
PPh21 DIBAYAR PERSH.

HUTANG GAJ I K
HUTANG PPh21 K
HUTANG J AMSOSTEK K

PEMBAYARAN GAJ I
HUTANG GAJ I D
BANK (KAS) K

SETOR PPh21 KE K.N.
HUTANG PPh21 D
BANK (KAS) K

BAYAR KE J AMSOSTEK
HUTANG J AMSOSTEK D
BANK (KAS) K

3.000.000
35.700
1.000.000
111.000
-
-

3.828.308
111.692
206.700


3.828.308
3.828.308


111.692.
111.692


206.700
206.700

3.000.000
35.700
1.000.000
111.000
-
111.692

3.940.000
111.692
206.700


3.940.000
3.940.000


111.692
111.692


206.700
206.700

3.000.000
35.700
1.000.000
111.000
117.263
-

3.940.000
117.263
206.700


3.940.000
3.940.000


117.263
117.263


206.700
206.700




21. Nondeductible =19-20 - 111.692 -
PER-22/PJ /2009 dan
PER-22/PJ /2009
PPh Ps.21 DTP
Menambah THP jadi


111.692
3.940.000


111.692
4.051.692


117.263
4.057.263

32 | P age

Tabel 2.3 Perhitungan PPh Pasal 21 WANTONO Pegawai Tetap. PPh Pasal 21
Beban Pegawai yang bersangkutan.
Keterangan

J anuari
Perbulan
September Desember
Kumulatif
Setahun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.


11.
12.
13.

14

15.

16.


Gaji
Tunjangan
J KK & J KM 1,19% x no.1
Lain-lain
Tunjangan PPh21
Ph. Bruto Tetap perbulan
Ph. Bruto Tetap setahun
a. THR
b. Bonus
Ph. Bruto-setahun
Pengurangan:
a. Bi. J ab 5% x 9
b. J HT Peg 2% x 12bl
Ph. Neto seth 9-10
PTKP (K/1)
PhKP 11-12
dibulatkan <50 juta
1) PPh Ps.21 setahun
2) PPh Ps.21 Ph.tetap
PPh Ps.21 sebulan
Dibayar
PPh Ps.21 THR
PPh 21 perbulan
PPh21
3.000.000
1.000.000
35.750
-
-
4.035.700
48.428.400
-
-
48.428.400

(2.421.420)
(720.000)
45.286.980
(18.480.000)
26.806.000
26.806.000
1.340.300
-
111.692
10 bulan
-
-
-
3.000.000
1.000.000
35.750
-
-
4.035.700
48.428.400
3.000.000
-
51.428.400

(2.571.420)
(720.000)
48.136.980
(18.480.000)
29.656.980
29.656.000
1.482.800
(1.340.300)
-
-
142.500
111.692
254.192
36.000.000
12.000.000
428.400
2.400.000
-
-
50.828.400
3.000.000
5.000.000
58.828.400

(2.941.420)
(720.000)
55.166.980
(18.480.000)
36.686.980
36.686.000
1.834.300
-
-
-
-
-
-
17.
18.
19.
PPh Ps.21 s/d Nop =(10x111.692) +254.192 =
PPh Ps.21 Des. 2009 Kurang Bayar
Bukti Potong PPh Ps.21
1.371.112
463.188
1721.A.1


33 | P age

Contoh 2:
Sdr. Bantolo (K/2) bekerja di PT. ABC sejak tahun 1990, Gaji bulan J anuari 2009
sebesar Rp.2.500.000,- tunjangan perbulan Rp.800.000,-; pada tgl 30 J uni 2009
berhenti bekerja dapat pesangon Rp.30.000.000,-.
PPh Pasal 21 bulan J anuari 2009.
Gaji perbulan Rp. 2.500.000,-
Tunjangan 800.000,-
J KK & J KM 1,19% 29.750,-
Ph. Bruto perbulan Rp. 3.329.750,-
Pengurangan.
B. J ab 5% (166.488)
J HT Peg. 2% ( 50.000)
Ph. Neto sebulan Rp. 3.113.262,-
Ph. Neto setahun Rp.37.359.144,-
PTKP (K/2) (19.800.000)
PhKP 17.559.144 dibulatkan Rp.17.559.000,-
PPh Ps.21 setahun 877.950
PPh Ps.21 sebulan 73.163
Dibayar 5 bulan s.d Mei Rp. 365.815,-

Perhitung PPh Ps.21 J anuari s.d J uni 2009.
Gaji Rp.15.000.000,-
Tunjangan 4.800.000,-
J KK & J KM 178.500,-
Ph. Bruto Rp.19.978.500,-
Biaya J abatan 5% (998.925)
J HT (300.000)
Penghasilan Neto 18.679.575
PTKP (K/2) 19.800.000
PhKP 0
PPh Ps.21 Terutang 0
PPhPs.21 yang telah dipotong 365.815
Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp.365.815 dikembalikan kepada
Sdr.Bantolo bersamaan dengan pemberian Bukti Potong 1721.A.1 dan kelebihan
tersebut diperhitungkan dengan PPh Ps.21 pegawai yang lain dalam masa pajak
yang sama.

34 | P age

Contoh 3: Pegawai pindah dalam tahun berjalan.
Sdr. CECEP (K/2) bekerja di PT. ABC Kantor Pusat J akarta sejak awal th 2009
dengan gaji bruto perbulan sebesar Rp.10.000.000,-, perusahaan membayar iuran
pensiun kena Dana Pensiun yang sudah disahkan Menteri Keuangan sebesar 5%
dari gaji bruto dan pegawai membayar iuran pensiun sebesar 3% dari jumlah gaji
bruto.
Pada tgl 1 J uli 2009 dipindahkan ke Pabrik di Cibinong dengan gaji bruto
Rp.12.000.000,- perbulan dan bulan September 2009 diberikan THR sebesar
Rp.12.000.000,- langsung dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% pada bulan
September.

Perhitungan di Kantor Pusat J akarta
Gaji bruto bulan J anuari
Pengurangan:
Biaya J abatan 5%
Iuran Pensiun Peg. 3%
Penghasilan Neto Sebulan
Penghasilan Neto Setahun
Dikurangi PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Pasal 21 setahun
PPh Pasal 21 sebulan
Dibayar 5 bulan s.d. Mei
Bulan J uni dibayar

Rp. 10.000.000,-

(500.000)
(300.000)
Rp. 9.200.000,-
Rp. 110.400.000,-
(19.800.000)
90.600.000,-
8.590.000,-
715.833,-
Rp. 3.579.165,-
715.835,-
1721.A-1 dari Kantor Pusat J akarta
Gaji (J anuari s.d. J uni)
Pengurangan:
Biaya J abatan 5%
Iuran Pensiun 3%
Penghasilan Neto 6 bulan
Penghasilan Neto disetahunkan
dikurangi PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan
PPh Pasal 21 disetahunkan
PPh Pasal 21 terutang 6/12
PPh Pasal 21 telah dipotong
dan dilunasi
PPh Pasal 21 Kurang (Lebih) dipotong
Rp. 60.000.000,-

(3.000.000)
(1.800.000)
55.200.000
110.400.000
19.800.000
90.600.000
8.590.000
4.295.000

4.295.000
NHIL

35 | P age

Catatan:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 lainnya supaya dilihat pada Peraturan
Direktur J enderal Pajak No.PER-31/PJ /2009 dan pembahasannya
No.PER-57/PJ /2009.
Pabrik di Cibinong
Gaji J uli s.d. Des.
Pengurangan:
Biaya J abatan 5% max
Iuran pensiun 3%
Penghasilan Neto 6 bulan
Ph. Neto dari KP. J akarta
Penghasilan Neto setahun
dikurangi PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak setahun
PPh Pasal 21 setahun
PPh Pasal 21 KP. J akarta (6 bulan)
PPh Pasal 21 Cibinong (6 bulan)
PPh Pasal 21 perbulan di Cibinong
Rp. 72.000.000,-

(3.000.000)
(2.160.000)
66.840.000
55.200.000
122.040.000
(19.800.000)
102.240.000
10.336.000
4.295.000
6.041.000
1.006.833

Pabrik di Cibinong memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 CECEP:
l. Bulan J uli, Agst, Okt, Nop perbulan Rp.1.006.833,- =Rp.4.027.332,-
m. Bulan September =Rp.1.006.833,- +Rp.1.800.000,- =Rp.2.806.833,-
n. Bulan Desember sebesar Rp.1.006.835,-.
1721.A-1. CECEP dari CIBINONG
Penghasilan Neto di Cibinong
T.H.R bulan September
J umlah Ph. Neto Cibinong
Ph. Neto dari KP J akarta
J umlah Ph. Neto setahun
dikurangi PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Pasal 21 terutang
PPh Pasal 21 KP. J akarta
PPh Pasal 21 terutang di Cibinong
PPh Pasal 21 telah dipotong
PPh Pasal 21 Kurang (lebih) dipotong
Rp. 66.840.000,-
12.000.000,-
78.840.000,-
55.200.000,-
134.040.000,-
(19.800.000)
114.240.000,-
12.136.000,-
4.295.000,-
7.841.000,-
7.841.000,-
NIHIL


36 | P age

2. PPh Pasal 21 WPOP bukan pegawai.
a. Pasal 3 huruf c PER.31/PJ /2009.
Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3) olahragawan;
4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;
5) pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7) agen iklan;
8) pengawas atau pengelola proyek;
9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10) petugas penjaja barang dagangan;
11) petugas dinas luar asuransi;
12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
b. Tidak bersifat kesinambungan.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 sebesar 50% dari Penghasilan Bruto tidak
dikurangi PTKP dan tidak kumulatif karena hanya dibayar sekali dalam satu tahun
kalender. PPh Pasal 21 terutang sebesar Tarif Pasal 17(1)a UU. No.36 Tahun 2008.
Contoh 1:
PT.ABC membayar jasa service komputer kepada Sdr. Budi (sudah ada NPWP)
sebesar Rp.5.000.000,-. PPh Pasal 21 =5%x50%xRp.5.000.000,- =Rp.125.000,-.
Apabila belum punya NPWP, PPh Pasal 21=120%xRp.125.000,- =Rp.150.000,-


37 | P age

Contoh 2:
PT.ABC membayar jasa komisi penjualan sebesar Rp.250.000.000,- kepada
Sdr.Cecep sudah ada NPWP, PPh Pasal 21.
5%x50%xRp.100.000.000,- =Rp. 2.500.000,-
15%x50%xRp.150.000.000,- =Rp.11.250.000,-
=Rp.13.750.000,-
c. Bersifat berkesinambungan dan memperoleh penghasilan lain.
Tarif Pasal 17(1)a UU. No.36 Tahun 2008 diterapkan atas jumlah kumulatif
dalam satu tahun kalender dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan
bruto untuk setiap kali pembayaran; tidak dikurangi PTKP.
Contoh 1: Notaris AMIN dipakai terus oleh PT.ABC
PT. ABC membayar jasa notaris AMIN sudah punya NPWP sebesar Rp.10.000.000,-,
dipotong PPh Pasal 21 = 5% x 50% x Rp.10.000.000,- = Rp.250.000,-; apabila
Notaris tidak punya NPWP dipotong PPh Pasal 21 sebesar 3% (tiga persen).
Contoh 2:
PT. ABC membayar jasa audit ke KAP-BUDIMAN bulan J anuari 2009
Rp.50.000.000,-, bulan Maret Rp.100.000.000,-, bulan J uni 2009 Rp.200.000.000,-.
Bulan Profesional
Fee
Dasar Pemotongan
PPh Ps.21
Tarif PPh21
J an
Maret


J uni
Rp. 50.000.000
50.000.000
s.d
50.000.000
200.000.000
Rp. 350.000.000
Rp. 25.000.000
25.000.000
Rp. 50.000.000
25.000.000
100.000.000
Rp.175.000.000
5%
5%

15%
15%
Rp. 1.250.000
1.250.000
Rp. 2.500.000
3.750.000
15.000.000
Rp. 21.250.000
Apabila KAP BUDI tidak ada NPWP, maka tarif PPh Pasal 21 sebesar 120% dari
tarif tersebut di atas.
J asa Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas merupakan J asa Kena
Pajak (J KP), apabila jumlah penghasilannya sudah diatas Rp.600.000.000,- setahun
sudah wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan atas penyerahan
jasanya terutang PPN sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali jasa dokter bukan
merupakan J KP; kecuali penyerahannya jasanya di Kawasan Bebas (Batam,
Karimun, Bintan) tidak terutang PPN.

38 | P age

Apabila tenaga ahli tersebut dalam bentuk persekutuan (WP-Badan) atas
jasanya dipotong PPh-Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dengan syarat sudah ada
NPWP-WP Badan, tidak ada NPWP dipotong PPh Pasal 23 sebesar 4% (empat
persen).
Catatan:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 kepada bukan pegawai yang lain supaya dilihat
pada Peraturan Direktur J enderal Pajak No.PER-57/PJ /2009.

d. Peserta kegiatan.
Pasal 3 huruf c PER-31/PJ /2009
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
4) Peserta kegiatan lainnya.

Pasal 16(2)b PER-57/PJ /2009
Tarif Pasal 17(1)a UU. No.36 Tahun 2008 diterapkan atas jumlah bruto untuk
setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh
Peserta Kegiatan tersebut di atas.
Contoh:
PT. Kurnia J aya membayar honor Penceramah Sdr. Diman sebesar Rp.5.000.000,-,
dipotong PPh Pasal 21sebesar 5% x Rp.5.000.000,- =Rp.250.000,-.

e. Komisaris bukan pegawai & mantan pegawai.
Pasal 16 huruf c, d, e PER-57/PJ /2009
Tarif Pasal 17(1)a UU. No.36 Tahun 2008 diterapkan atas jumlah kumulatif
dalam satu kalender dari:
1) J umlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan

39 | P age

pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang
sama;
2) J umlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
3) J umlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
f. Bukan pegawai memperkerjakan orang lain.
Pasal 10 ayat (5) PER-57/PJ /2009
Dalam hal pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c PER-
31/PJ /2009 memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26:
1) Mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah
pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat
dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka
besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
2) Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian
jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya
penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Contoh:
Arip Nugraha melakukan jasa perawatan AC kepada PT. Wahana J aya dengan
imbalan Rp.10.000.000,00. Arip Nugraha mempergunakan tenaga 5 orang pekerja
dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp.180.000,00. Upah
harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar
Rp.4.500.000,00. Selain itu, Arip Nugraha membeli spare part AC yang dipakai untuk
perawatan AC sebesar Rp.1.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:

40 | P age

a) Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Arip Nugraha,
dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus
dibayarkan kepada pekerja harian yang diperkerjakan oleh Arip Nugraha dan
biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar
perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT. Wahana J aya atas
imbalan yang diberikan kepada Arip Nugraha adalah sebesar imbalan bruto
dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang diperkerjakan Arip Nugraha dan
biaya spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:
Rp.10.000.000,00 Rp. 4.500.000,00 Rp. 1.000.000,00 =Rp. 4.500.000,00.
PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT. Wahana J aya atas penghasilan yang
diterima Arip Nugraha adalah sebesar:
5% x 50% x Rp. 4.500.000,00 =Rp. 112.500,00
Dalam hal Arip Nugraha tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong oleh PT Wahana J aya menjadi:
5% x 120% x 50% x Rp. 4.500.000,00 =Rp. 135.000,00.

b) Dalam hal PT. Wahana J aya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian
yang dilakukan atau dokumen yang diberikan oleh Arip Nugraha mengenai upah
yang harus dikeluarkan Arip Nugraha atau pembelian material/bahan, PPh Pasal
21 yang harus dipotong PT. Wahana J aya adalah jumlah sebesar:
5% x 50% x Rp.10.000.000,00 =Rp. 250.000,00.
Dalam hal Arip Nugraha tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong oleh PT. Wahana J aya menjadi:
5% x 120% x 50% x Rp.10.000.000,00 =Rp. 300.000,00.
Catatan:
Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong
PPh Pasal 21 oleh Arip Nugraha.
g. Pegawai tidak tetap dan upah harian.
Pasal 9 ayat (1) PER-57/PJ /2009
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a diterapkan atas:
Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp.1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tidak dikurangi

41 | P age

Biaya J abatan. J umlah penghasilan yang melebihi Rp.150.000,00 (seratus lima
puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah).
h. Pensiun yang dibayar tiap bulan.
Pasal 10 ayat (4) PER-57/PJ /2009.
Besarnya penghasilan Netto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya
pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp.2.400.000,00 (dua juta empat
ratus ribu rupiah) setahun.
Penghasilan Kena Pajak sebesar Penghasilan Neto dikurangi PTKP.
PPh Pasal 21 terutang sebesar Tarif Pasal 17(1)a UU. No.36 Tahun 2008
diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak.
3. Tidak dipotong PPh Pasal 21.
Pasal 4 PER-57/PJ /2009.
Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, sebagaimana diamksud dalam Pasal 3 adalah:
a) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
b) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.



42 | P age

4. Expatriate (Karyawan Asing)
Expatriate yang datang ke Indonesia sebelum mencapai 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dapat dikenakan PPh-Pasal 26 sebesar 20% dari
penghasilan bruto; setelah lebih 183 hari dihitung PPh Pasal 21 sejak datang,
dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 apabila terdapat kekurangan tidak
dikenakan sanksi bunga.
Keputusan Direktur J enderal Pajak No.KEP-173/PJ /2002, m.b.1-1-2002
(tahun pajak 2002). Pedoman standar gaji karyawan asing digunakan dalam hal:
a. Terdapat petunjuk bahwa pembukuan WP tidak benar sehingga tidak dapat
dihitung besarnya pajak yang seharusnya terutang.
b. Diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa terdapat pembayaran gaji karyawan
asing yang tidak seluruhnya dibukukan untuk pelunasan PPh Pasal 21/26.
c. Pemeriksaan tidak mendapatkan data yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah gaji karyawan asing dalam rangka penetapan jumlah PPh Pasal 21/26
yang terutang.
Standar gaji karyawan asing adalah jumlah penghasilan bruto satu bulan,
termasuk tunjangan perumahan, tunjangan kendaraan, tunjangan pajak dan
tunjangan lainnya, dalam kontrak kerja dengan tenaga kerja asing:
a. Dibuat Kontrak kerja yang jelas yang menyebutkan jumlah gaji, fasilitas yang
diberikan (perumahan, kendaraan, PPh, dsb).
b. Sebelum mencapai 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dipotong PPh Pasal
26 sebesar 20% dari jumlah bruto, setelah lebih dari 183 hari dihitung kembali
PPh Pasal 21 sejak datang, PPh Pasal 26 yang telah dipotong dapat dikreditkan
dan apabila terjadi kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga.
c. Besarnya Tunjangan PPh-Pasal 21 untuk Expatriate th.2001 s.d. 2008 kurang
lebih antara 29% s.d. 32% dari jumlah bruto, untuk tahun 2009 antara 23% s.d.
27% dari penghasilan bruto. Apabila jumlah gaji yang dibayar (take home pay)
masih dibawah standar gaji, fringe benefit (natura dan kenikmatan) supaya
diberikan dalam bentuk tunjangan, dan diberikan tunjangan PPh Pasal 21.




43 | P age

Tabel 2.4 Perhitungan PPh-Pasal 21 Expatriate Tahun 2009
1)
2)
3)
4)

5)
6)
7)
8)
9)
10)

11)






12)
13)
Nama
Standar gaji
Status
Kurs MKRI

Ph. Bruto =2x4
Bi. J ab=5%x5, max
Ph. Neto sebulan =5-6
Ph. Neto setahun =12x7
PTKP
PhKP setahun =8-9
arrounded
PPh 21 setahun
5% X 50.000.000,-
15% X 200.000.000,-
25% X 250.000.000,-
s.d. Rp.500.000.000,-
30% x di atas 500 juta

PPh 21 sebulan =no.11):12)
% PPh21 atas Ph. Bruto
MR.A
USD 7,620.-
TK/0
Rp. 10.500,-

Rp80.010.000,-
500.000,-
79.510.000,-
954.120.000,-
15.840.000,-
938.280.000,-
938.280.000,-

2.250.000,-
30.000.000,-
62.500.000,-
MR.B
USD 9,700.-
K/1
Rp. 11.000,-

Rp106.700.000,-
500.000,-
106.200.000,-
1.274.400.000,-
18.480.000,-
1.255.920.000,-
1.255.920.000,-


MR.C
USD 12.000.-
K/3
Rp. 11.500,-

Rp138.000.000,-
500.000,-
137.500.000,-
1.650.000.000,-
21.120.000,-
1.628.880.000,-
1.628.880.000,-


95.000.000,-
131.484.000,-
95.000.000,-
226.776.000,-
95.000.000,-
338.664.000,-

226.484.000,-
18.873.667,-
23.59%

321.776.000,-
26.814.667,-
25,13%

433.664.000,-
36.138.667,-
26,19%
Contoh:
MR. SMITH (WNA) datang di Indonesia tanggal 25 Maret 2009 berniat tinggal di
Indonesia selama 3 tahun untuk menjadi
Manajer di PT.ABC dengan syarat dalam kontrak:
a. Mulai bekerja 1 April 2009.
b. Take Home Pay perbulan USD 6.000,-
c. Apartemen, Kendaraan, dan PPh Ps.21/26 ditanggung oleh PT. ABC dan
dinyatakan dalam bentuk tunjangan.
Status Mr. Smith pada waktu datang di Indonesia adalah satu isteri dan satu anak
(K/1), PT.ABC langsung menghitung PPh Pasal 21.

44 | P age

Kewajiban Subjektif Mr. SMITH sebagai WP tgl 25 Maret 2009 dan PTKP dihitung
pada saat kewajiban subjektif timbul, untuk perhitungan PPh Pasal 21 PT.ABC
menggunakan kurs per USD sebesar Rp.10.000,-, seharusnya berdasarkan Kurs MK
pada tiap-tiap akhir bulan.
Apartemen, Kendaraan, Premi Asuransi Kesehatan, perbulan sebesar
Rp.15.000.000,-.
Tunjangan PPh Pasal 21 diperhitungkan Rp.25.000.000,- perbulan, kekurangan atau
kelebihannya akan diperhitungkan pada akhir tahun.
Standard Gaji perbulan USD 10,000.
Perhitungan PPh Ps.21 perbulan mulai April 2009 MR. SMITH (K/1)
Gaji USD 6.000 x Rp.10.000,-
Tunjangan Apartemen.Kend.
Tunjangan PPh Ps.21
Ph. Bruto
Biaya J abatan 5% max
Ph. Neto sebulan
Ph. Neto setahun
PTKP (K/1)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Ps.21 setahun:
5% x Rp. 50.000.000
15% x 200.000.000
25% x 250.000.000
s.d. Rp. 500.000.000
30% x 675.520.000
PPh Ps.21 setahun
PPh Ps.21 sebulan
Rp. 60.000.000
15.000.000
25.000.000
Rp. 100.000.000
(500.000)
99.500.000
Rp. 1.194.000.000
(18.480.000)
Rp. 1.175.520.000

Rp. 2.500.000
30.000.000
67.500.000
Rp. 95.000.000
202.656.000
Rp. 297.656.000
24.804.667

Pada bulan Desember 2009 diberikan bonus sebesar USD10.000,- kurs MK per USD
= Rp.10.500,- dan tunjangan PPh Ps.21 atas bonus sebesar Rp.45.000.000,-.
J umlah pembayaran gaji s.d. Desember 2009 sebesar USD 54.000 dihitung dengan
kurs MK pada tiap-tiap waktu bulan Rp.550.000.000,-

45 | P age

Apartemen, Kendaraan dan premi asuransi kesehatan yang dibayar perusahaan s.d.
Desember 2009 sebesar Rp.147.500.000,- dinyatakan dalam bentuk tunjangan.

Perhitungan PPh Pasal 21 Mr. SMITH.
Bulan April s.d. Desember 2009.
Gaji (take home pay)
Tunjangan Apartemen dsb
Tunjangan PPh 21
Ph. Bruto Teratur 9 bulan
Bi. J abatan maks
Ph. Neto teratur 9 bulan
Ph. Neto disetahunkan
PTKP (K/1)
PhKP disetahunkan
PPh Ps.21 disetahunkan
s.d. Rp.500.000.000
30% x 705.520.000
J umlah
Rp. 550.000.000,-
117.500.000,-
225.000.000,-
Rp. 922.500.000,-
(4.500.000)
Rp. 918.000.000,-
Rp.1.224.000.000,-
(18.480.000)
Rp.1.205.520.000,-

Rp. 95.000.000,-
211.656.000,-
Rp. 306.656.000,-

PPh Ps.21 Ph. Teratur 9 bulan =229.992.000
PPh Ps.21 BONUS:
Ph. Teratur-Neto disetahunkan
Bonus +Tunjangan PPh
Ph. Teratur +Bonus
PTKP (K/1)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Ps.21 terutang
PPh Ps.21 teratur
PPh Ps.21 bonus

Rp. 1.224.000.000,-
150.000.000,-
Rp. 1.374.000.000,-
(18.480.000)
Rp. 1.355.520.000,-
Rp. 351.656.000,-
306.656.000,-
45.000.000,-
Perhitungan PPh Ps.21 Desember 2009
PPh Ps.21 Ph. Teratur 9 bulan
PPh Ps.21 Bonus
PPh Ps.21 Tahun 2009
Rp.229.992.000,-
45.000.000,-
Rp.274.992.000,-

46 | P age

Sudah dibayar s/d Nop
8 x Rp.24.804.667
Kurang Bayar

198.437.336,-
Rp. 76.554.664,-

Perhitungan Tunjang PPh Ps.21
PPh Ps.21 tahun 2009 Rp.274.992.000,-
Tunjangan PPh Ps.21:
- Ph. Teratur Rp.225.000.000,-
- Bonus 45.000.000,-
Dapat dibiayakan Rp.270.000.000,-
Dibayar perusahaan tidak dapat
dibiayakan 4.992.000,-


5. Tarif PPh pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua (JHT) dan jaminan hari tua (JHT) yang
dibayarkan sekaligus.
PP No.68 Tahun 2009, m.b. 16 November 2009.
a. Pengertian.
1) Pegawai adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa
uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua
yang dibayarkan sekaligus.
2) Uang Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan
hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak.
3) Uang manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang
dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana
Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4) THT adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
THT kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

47 | P age

5) J HT adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka
waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.
6) Pengelolan Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang ditunjuk oleh
pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya membayarkan
Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
7) Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,
Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan J aminan Hari
Tua.
b. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, THT atau J HT yang dibayarkan sekaligus dikenai
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final; dianggap dibayarkan sekaligus
dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun kalender.
c. Pengalihan.
Pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai dapat dilakukan secara
langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon
Tenaga Kerja:
1) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak
atas Uang Pesangon dan pemotongan PPh Ps.21 Final dilakukan oleh Pemberi
Kerja pada saat pengalihan uang pesangon.
2) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau
berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap
belum menerima hak atas Uang Pesangon, Pemberi Kerja tidak melakukan
pemotongan PPh Ps.21 Final pada saat pengalihan pesangon, Pemotongan PPh
Ps.21 Final dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat
pembayaran Uang Pesangon kepada pegawai.

48 | P age

3) Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup,
Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat
Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
Pemotongan PPh Ps.21 Final dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau
Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
d. Tarif PPh pasal 21 Final atas penghasilan berupa uang pesangon:
J umlah Uang Pesangon Per Orang Tarif
a) s.d. Rp.50.000.000,-
b) diatas Rp.50 juta s.d.
Rp.100.000.000,-
c) diatas Rp.100 juta s.d.
Rp.500.000.000,-
d) di atas Rp.500.000.000,-
0%
5%
15%
25%

e. Tarif PPh Pasal 21 Final atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT,
J HT:
1) Sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2) Sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
f. Dalam hal terdapat bagian penghasilan sebagaimana dimaksud no.2 yang
terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya,
pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU. No.36 Th.2008 atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang
atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang
bersangkutan; tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran
pajak pendahuluan atau kredit pajak dan berlaku ketentuan Pasal 21 ayat (5a)
UU. No.36 Th.2008.
g. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang
berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, J HT. Bukti

49 | P age

pemotongan PPh Ps.21 wajib dibuat meskipun jumlah PPh Ps.21 yang terutang
pajak nihil, karena dikenai tarif 0%.
h. PP Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan
Tunjangan Hari Tua atau J aminan Hari Tua (LNRI Tahun 2000 Nomor 266,
Tambahan LNRI Nomor 4067), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Contoh:
1) Penghasilan bruto (jumlah uang pesangon) Rp.175.000.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
0% x Rp.50.000.000,00 = Rp. 0,00
5% x Rp.50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp.75.000.000,00 = Rp.11.250.000,00
Rp.13.750.000,00
2) Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan
dalam beberapa kali pembayaran, misalnya:
a. Bulan Desember 2009 = Rp. 50.000.000,00
b. Bulan April 2010 = Rp.125.000.000,00
Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah
pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp.175.000.000,00.
PPh Ps.21 Final - Des.2009 =0% x Rp.50.000.000,- = 0 (NIHIL)
PPh Ps.21 Final April 2010 =5% x Rp.50.000.000,- =Rp. 2.500.000,-
15% x Rp.75.000.000,- =Rp.11.250.000,-
J umlah PPh Ps.21 Final yang harus dipotong =Rp.13.750.000,-
Contoh:
1) Perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran J HT
yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp.150.000.000,00 adalah:
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang:
0% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 0,00
5% x Rp.100.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
J umlah PPh Ps.21 Final Rp. 5.000.000,00
2) Dalam hal jumlah pembayaran uang J HT tersebut di atas dibayarkan dalam
beberapa kali pembayaran, misalnya:

50 | P age

Bulan Desember 2009 sebesar Rp. 50.000.000,00
Bulan Februari 2010 sebesar Rp.100.000.000,00
PPh Ps.21 Final:
Bulan Desember 2009 =0% x Rp. 50.000.000,- = 0 (NIHIL)
Bulan Februari 2010 =5% x Rp.100.000.000,- =Rp.5.000.000,-
J umlah PPh Ps.21 Final Rp.5.000.000,-
Contoh:
Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT atau J HT yang
seharusnya dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan bagian pembayaran pada
tahun ketiga sebesar Rp.50.000.000,00, jika kepada Wajib Pajak orang pribadi yang
bersangkutan dalam tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan menerapkan tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a UU. No.36 Th.2008 atas jumlah bruto tersebut yaitu sebesar 5% x
Rp.50.000.000,00 = Rp.2.500.000,00; apabila Penerima Penghasilan tidak
mempunyai NPWP maka PPh Ps.21 sebesar 120% x 5% x Rp.50.000.000,- =
Rp.3.000.000,-.
C. Akuntansi Pemotongan PPh Pasal 23 & PPn Jasa.
1. Pasal 23 UU No.36 Tahun 2008 & Peraturan MKRI No.244/PMK.03/2008.
Perusahaan yang merupakan WP Badan DN atau BUT, wajib memotong PPh
Pasal 23, menyetorkan ke Kas Negara, melaporkan ke KPP dan memberi bukti
potong PPh Pasal 23 kepada pihak yang dipotong (WPDN):
a. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; tidak terutang
PPN.
2) bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; tidak terutang
PPN.
3) royalti; dan terutang PPN.
4) hadiah dan penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh
Ps.21 ayat (1) huruf e.
Apabila pihak yang dipotong tidak punya NPWP, PPh Pasal 23 sebesar 30% (tiga
puluh persen).


51 | P age

b. Dipotong PPh Pasal 23 dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, sebesar:
- 2% (dua persen) bagi yang punya NPWP;
- 4% (empat persen) bagi yang tidak punya NPWP.
1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, misalnya:
sewa mesin, sewa kendaraan, sewa alat-alat berat dan sebagainya; kecuali sewa
tanah/bangunan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% (sepuluh
persen) dari jumlah bruto.
2) J asa tehnik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Ps.21.
3) J enis jasa lain terdiri dari:
a) J asa penilai (appraisal);
b) J asa aktuaris;
c) J asa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d) J asa perancang (desing);
e) J asa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f) J asa penunjang di bidang penambangan migas;
g) J asa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas;
h) J asa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i) J asa penebangan hutan;
j) J asa pengolahan limbah;
k) J asa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l) J asa perantara dan/atau keagenan;
m) J asa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n) J asa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o) J asa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) J asa mixing film;
q) J asa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r) J asa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang

52 | P age

lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
s) J asa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
t) J asa maklon;
u) J asa penyelidikan dan keamanan;
v) J asa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w) J asa pengepakan;
x) J asa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
y) J asa pembasmian hama;
z) J asa kebersihan atau cleaning service;
aa) J asa catering atau tata boga.
Penjelasan atau rincian jasa lain supaya dilihat pada Peraturan MKRI
No.244/PMK.03/2008.
c. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23:
1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2) Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan SGU dengan hak
opsi;
3) Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh WPOPDN dikenakan PPh Ps.17 ayat (2c) sebesar 10% (sepuluh
persen) bersifat final;
Pasal 4 ayat (3) huruf f UU No.36 Th.2008.
Bukan objek PPh, adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
PT. sebagai WPDN, Koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat (Kumulatif):
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

53 | P age

b) Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor.
4) Dihapus: (bunga obligasi ke Reksa Dana);
5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari CV, Firma, Persekutuan,
Perkumpulan dan Kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
6) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
7) Dihapus (bunga simpanan koperasi);
8) Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atau jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyaluran pinjaman dan/atau pembiayaan
yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
Peraturan MKRI No.251/PMK.03/2008.
1) Atas penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan atau
terutang kepada badan usaha yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
2) Penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan tersebut adalah berupa
bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan atau
pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis
syariah.

3) Badan usaha tersebut terdiri dari:
a) perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan
lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan
telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan;
b) BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana
pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk
PT (Persero) Permodalan Nasional Madani.
2. Jasa Kena Pajak & Bukan PKP.
Ekualisasi dan rekonsiliasi objek pemotongan, PPh Pasal 23, antara SPT
Tahunan PPh Badan dengan J asa Kena Pajak (J KP).

54 | P age

SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 4(2) dilakukan perbulan dan tidak ada
SPT Tahunannya. Pemotongan PPh-pihak lain terutang pada bulan terutang atau
dibayarkannya obyek pemotongan, mana yang lebih dulu (PP.138/2000). Biaya yang
dilaporkan dalam SPT PPh Badan atau yang terdapat dalam Laporan Rugi-Laba
yang dilampirkan dalam SPT PPh Badan, ada yang merupakan obyek pemotongan
PPh-pihak lain. Pembayaran dividen merupakan obyek PPh Ps.23/26. Biaya jasa
yang dibayarkan ke orang Pribadi yang bukan pegawai, pada umumnya dipotong
PPh Pasal 21 dimasukkan dalam Formulir 1721 B.
Biaya jasa ke WPDN dibedakan antara yang terutang PPN dan tidak terutang
PPN serta yang merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh Pihak lain (PPh Ps.
21, PPh Ps. 23, PPh Ps. 4 (2) Final) dan yang bukan. Walaupun jasanya merupakan
J asa Kena Pajak (J KP) kalau pemberi jasa masih termasuk pengusaha kecil tidak
terutang PPN. Objek PPh Pasal 23 tidak ada batas minimal yang tidak dipotong PPh
Berdasarkan Pasal 4 huruf c jo Pasal 1 angka 14 dan angka 15 UU PPN
1984, suatu kegiatan penyerahan jasa dapat dikenakan PPN sepanjang memenuhi
unsur-unsur:
a. Penyerahan J KP;
b. Di dalam Daerah Pabean;
c. Dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
d. Penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo Pasal 5 PP Nomor 144
Tahun 2000, jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa dibidang:
a. Pelayanan kesehatan medik;
b. Pelayanan sosial;
c. Pengiriman surat dengan perangko;
d. Perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Keagamaan;
f. Pendidikan;
g. Kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;
h. Penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. Angkutan umum didarat dan diair;
j. Tenaga kerja;
k. Perhotelan; dan

55 | P age

l. J asa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.

Rincian jenis jasa tidak kena PPN, lihat Penjelasan UU No.42. Tahun 2009.
Contoh 1:
PT. ABC (PKP)

J asa konsultan tahun 2009:
Fee Rp. 100.000.000
PPN (PK) 10.000.000
Rp. 110.000.000
PPh Dibayar Muka (2.000.000
diterima Rp. 108.000.000
PT. DEF (PKP)


B. Konsultan D Rp.100.000.000,-
PM DDK D 10.000.000,-

PPh23 =2% K 2.000.000,-
Dibayar K 108.000.000,-

J urnal PT. ABC.
Pada waktu menyampaikan tagihan dan sudah membuat Faktur Pajak.
Piutang J asa D Rp.110.000.000,-
Penghasilan J asa K Rp.100.000.000,-
PPN (PK) K 10.000.000,-
Pada waktu menerima pembayaran.
Bank D Rp.108.000.000,-
PPh Dibayar Dimuka D 2.000.000,-
Piutang J asa K Rp.110.000.000,-

J urnal PT. DEF
Pada waktu menerima tagihan dan menerima Faktur Pajak.
Biaya J asa D Rp.100.000.000,-
PPN (PM-DDK) D 10.000.000,-
Utang J asa K Rp.110.000.000,-
Pada waktu pembayaran, memotong PPh Pasal 23 dan memberikan Bukti Potong
PPh Pasal 23 kepada PT. ABC.

Utang J asa D Rp.110.000.000,-

56 | P age

Utang PPh Pasal 23 K Rp. 2.000.000,-
Bank K 108.000.000,-
Objek PPh-Pasal 23 sebesar Rp.100.000.000,- sama dengan DPP-PPN sebesar
Rp.100.000.000,-. Pasal 33 UU. No.16 Tahun 2000 tentang tanggung renteng PPN,
dihapus pada UU. No.28 Tahun 2000; oleh karena itu bagi pengguna J KP atau
pembeli BKP tidak dapat dikenakan PPN apabila pemberi J KP atau penjual BKP
tidak memungut PPN sampai dengan 31 Maret 2010; mulai 1 April 2010 berlaku bagi
tanggung-renteng PPN berdasarkan Pasal 16F UU No.42 Th.2009.
Walaupun jasanya termasuk J KP tetapi dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak
terutang PPN.
Contoh 2:
PT. Bunga Rampai menerima tagihan dan membayar jasa konsultan (pengusaha
kecil).
J asa konsultan (NPWP) =Rp. 10.000.000,-
PN J ASA tidak terutang -
J umlah tagihan Rp. 10.000.000,-
PPh-Pasal 23 =2% 200.000,-
Dibayar Rp. 9.800.000,-
J urnal PT. Bunga Rampai.
Pada waktu terima tagihan:
Biaya J asa D Rp. 10.000.000,-
Utang J asa K Rp. 10.000.000,-
Pada waktu pembayaran, melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan memberi Bukti
Potong PPh Pasal 23.
Utang J asa D Rp.10.000.000,-
Bank K Rp. 9.800.000,-
Utang PPh Pasal 23 K Rp. 200.000,-
Berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010, Pengusaha Kecil adalah
pengusaha yang menyerahkan BKP dan atau J KP dalam satu tahun buku
memperoleh jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari
Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak berubah sejak tahun 2004.

57 | P age

J asa yang merupakan objek PPh Pasal 23 tapi bukan J KP atau tidak terutang PPN,
misalnya jasa penyedia tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
D. Akuntansi Pemotongan PPh Pasal 26.
1. Pasal 26 UU No.36 Tahun 2008:
a. Perusahaan yang merupakan WPDN (orang pribadi atau badan) atau BUT
yang melakukan pembayaran ke WPLN wajib memotong PPh Ps.26 sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah bruto kecuali diatur dalam Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) antara RI dengan Negara yang bersangkutan, atas:
1) dividen;
2) bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
3) royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4) imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5) hadiah dan penghargaan;
6) pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7) premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
8) keuntungan karena pembebasan utang.
b. Negara domisili dari WPLN selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau tempat
kedudukan WPLN yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).
c. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT
di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan
penghasilan neto; pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan MKRI
No.82/PMK.03/2009.
d. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan penghasilan neto; pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan MK NO.258/PMK.03/2008.

58 | P age

e. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai tariff P3B
kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
NO.257/PMK.03/2008.
f. PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali:
1) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh BUT di Indonesia.
2) Penghasilan lain sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3) Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang Pribadi atau
badan luar negeri yang berubah status menjadi WPDN atau BUT di Indonesia.
g. Equalisasi dan Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 26, PPN J asa Luar Negeri dan
SPT Tahunan PPh WP Badan.
Biaya J asa yang dibayarkan ke WPLN dibedakan antara WPLN yang berasal dari
negara yang sudah ada P3B dengan Indonesia dan yang belum ada P3B, serta
dibedakan antara jasa yang terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.
1) Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang belum ada P3B dengan Indonesia,
dipotong PPh Ps. 26 sebesar 20% dari jumlah bruto, walaupun seluruh
pekerjaan di lakukan di L.N.
2) SE.03/PJ .101/1996, SE-05/PJ .10/2000, SE-04/PJ .34/2005, berlaku s.d. 31 Des.
2009.
Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang sudah ada P3B dengan Indonesia:
- Seluruh pekerjaan dilakukan di L.N. atau dilakukan di Indonesia kurang dari
time test (rata-rata minimal 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan), dengan
surat keterangan Domisili dari Tax Office Negara yang bersangkutan dapat,
tidak dipotong PPh Pasal 26 maupun PPh Ps. 23; untuk jelasnya supaya
dilihat P3B dengan negara yang bersangkutan.

59 | P age

- Pekerjaan dilakukan di Indonesia sudah melebihi time test sudah merupakan
BUT, apabila sudah ada NPWP dipotong PPhPs.23 sesuai tarif yang berlaku,
apabila belum ada NPWP dipotong PPh Ps.23 dua kali tarif yang berlaku.
3) KEP-05/PJ /1994 berlaku s.d. 31 Maret 2010, Biaya jasa ke WPLN yang jasanya
merupakan J KP, apabila dimanfaatkan di Indonesia termasuk dikawasan Berikat
terutang PPN 10%, yang harus dibayar oleh perusahaan Indonesia; dalam SSP:
NPWP ditulis: 0.000.000.XXX.000 (xxx-kode KPP dimana perusahaan
berdomisili):
- Nama dan alamat WP ditulis nama dan alamat WPLN (perusahaan luar
negeri) yang memberikan jasa atau yang menerima penghasilan dari
Indonesia.
- Merupakan PM-DDK (Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak
keluaran) bagi perusahan yang merupakan PKP.
- Merupakan PM-TDDK (PM tidak dapat dikreditkan dengan PK), bagi
perusahaan yang bukan PKP, misalnya: Bank, Hotel, Asuransi, Rumah sakit
dsb.
Pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar negeri juga terutang PPN sebesar
10% yang tatacaranya seperti tersebut diatas.
4) Biaya jasa LN yang dibayar dalam valuta asing, dirupiahkan dengan Kurs
Menteri Keuangan pada akhir bulan terutangnya atau kurs M.K pada tanggal
pembayaran mana yang lebih dulu untuk pemotongan PPh Pasal 26; untuk PPN
Kurs Menteri keuangan pada waktu pembayaran.
5) Pembayaran jasa keluar negeri atau pemanfaatan barang tidak berwujud dari
luar daerah pabean yang merupakan objek PPh Pasal 26 tetapi tidak terutang
PPN, adalah: dividen, bunga dan branch profit tax.
Contoh 1:
BCA (Bukan PKP) membayar jasa Konsultan (J KP) ke XYZ-Corp. di Singapura,
seluruh pekerjaan dikerjakan di Indonesia kurang dari time test, besarnya Fee
SGD 20.000,- Kurs MK per SGD =Rp.5000,- XYZ-Corp. menyerahkan surat
keterangan Domisili dari Tax Office Singapura, BCA tidak memotong PPh Pasal
26, BCA membayar PPN-J asa LN sebesar 10% =Rp.10.000.000,-


60 | P age


J urnal BCA (Pembukuan Rupiah )
Pada waktu terima tagihan.
Biaya J asa D Rp.100.000.000,-
Utang J asa K Rp.100.000.000,-
Pada waktu membayar jasa keluar negeri:
Utang J asa D Rp.100.000.000,-
Bank K Rp.100.000.000,-
Pada waktu membayar PPN jasa luar negeri ke Bank Persepsi dengan
menggunakan SSP, tidak dapat dikreditkan karena bukan PKP.
Biaya PPN J asa LN D Rp.10.000.000,-
Bank K Rp.10.000.000,-

Contoh 2:
PT. KLM (PKP) membayar royalty (barang tidak berwujud) ke J epang tahun
2004 sebesar USD. 100,000.- kurs Menteri Keuangan Rp.9.000,-, merupakan
pemanfaatan barang tidak berwujud.
- PT. KLM memotong PPh Pasal 26 berdasarkan tarif dalam P3B sebesar =
10% =Rp. 90.000.000,-
- PT.KLM membayar PPN-J asa LN sebesar 10% = Rp.90.000.000,-
merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK.
J urnal PT. KLM (PKP)-Pembukuan Rupiah.
Pada waktu terima tagihan.
Biaya Royalti D Rp.90.000.000,-
Utang Biaya Royalti K Rp.90.000.000,-
Pada waktu membayar royalti ke luar negeri, memotong PPh Pasal 26 dan
menghitung PPN J asa Luar Negeri.
Utang Biaya Royalti D Rp.900.000.000,-
PPN (PM. DDK) D 90.000.000,-
Utang PPh Pasal 26 K 90.000.000,-
Utang PPN J asa LN K 90.000.000,-
Bank K 810.000.000,-


61 | P age


Pada waktu membayar PPh Pasal 26 dan PPN J asa LN ke Bank Persepsi.
Utang PPh Pasal 26 D Rp. 90.000.000,-
Utang PPN J asa LN D 90.000.000,-
Bank K 180.000.000,-
6) SE-04/PJ .34/2005.
WPLN yang dapat menikmati penguranngan tarif PPh Pasal 26 apabila WPLN
tersebut merupakan beneficial owner dari penghasilan berupa deviden, bunga
dan royalti.
Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa
deviden, bunga, royalti baik WPOP maupun WP Badan, yang berhak
sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan tersebut.
Special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company,
pass through company dan sejenisnya tidak termasuk pengertian beneficial
owner, oleh karena itu dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh
persen).
7) Mulai 1 J anuari 2010 untuk Surat Keterangan Domisili berlaku Peraturan Dir.
J end. Pajak NO:
- PER-61/PJ /2009 Tatacara Penerapan P3B dan Perubahannya.
- PER-62/PJ /2009 Pencegahan Penyalahgunaan P3B.
8) Peraturan MKRI No.40/PMK.03/2010.
Tatacara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau J KP dari Luar Daerah Pabean.
a) PPN sebesar 10% (Sepuluh persen) dikalikan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan, jika dalam jumlah tersebut tidak termasuk PPN;
atau sebesar 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) jika dalam jumlah
tersebut sudah termasuk PPN.
b) Saat terutangnya PPN pada saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud/J KP dari luar Daerah Pabean; adalah saat yang diketahui terjadi
lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa:
- Secara nyata digunakan;
- Saat dinyatakan sebagai utang;

62 | P age

- Saat ditagih;
- Saat dibayar sebagian atau seluruhnya.
Apabila hal-hal tersebut tidak diketahui, adalah tanggal kontrak atau
perjanjian ditanda tangani atau saat lain yang ditetapkan oleh Dir. J end.
Pajak.
c) PPN yang terutang wajib dipungut dan disetorkan ke Kas Negara dengan
menggunakan SSP:
- Nama WP dan Alamat WP diisi nama dan alamat orang pribadi atau
badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah
Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud/J KP;
- NPWP diisi dengan angka o (nol), kecuali untuk kode KPP diisi kode
KPP dari Pihak yang memanfaatkan J KP/BKP Tidak Berwujud;
- WP/Penyetor diisi nama, NPWP Pihak yang memanfaatkan J KP/BKP
Tidak Berwujud.
d) Disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos paling
lama tgl 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya PPN, terlambat
dikenai sanksi bunga.
e) Bagi PKP, PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN
diperlakukan sebagai Laporan Pemungutan PPN atas Pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud/J KP dari luar Daerah Pabean.
f) Bagi Bukan PKP (misalnya Bank, Rumah Sakit, Persh. Asuransi, Hotel
dsb), wajib melaporkan PPN yang telah disetor tersebut dengan
menggunakan SSP lembar ke 3 ke KPP paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah saat terutangnya PPN.
Catatan:
Tarif PPh Pasal 26 berdasarkan P3B supaya dilihat pada Resume P3B.
E. Akuntansi Pemotongan PPh Berdasarkan Jenis Jasa atau Usaha.
1. Jasa konstruksi.
PP No.51 Tahun 2008 & PP No.40 Tahun 2009.
a. Perubahan yang merupakan Pengguna J asa Konstruksi wajib memotong
PPh Pasal 4 ayat (2), menyetorkan ke Kas Negara, melaporkan ke KPP dan

63 | P age

memberi bukti potong kepada Penyedia J asa konstruksi, dari jumlah bruto termasuk
harga bahan sebesar:
- 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
J asa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
- 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia J asa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
- 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
J asa selain Penyedia J asa sebagaimana dimaksud dalam (no.1 dan no.2) atau
Penyedia J asa yang memiliki kualifikasi usaha menengah dan besar;
- 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia J asa yang memliliki kualifikasi usaha;
dan
- 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia J asa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
b. Usaha J asa konstruksi termasuk jasa kena pajak (J KP), atas penyerahan
jasa konstruksi terutang PPN sebesar 10% harga bruto termasuk harga
bahan/material; kecuali yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak terutang PPN.
Kriteria Pengusaha Kecil berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010 adalah
jumlah peredaran (omset) satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta
rupiah). Pengusaha J asa Konstruksi (Kontraktor) yang jumlah peredaran satu tahun
atau jumlah nilai kontrak satu tahun sudah Rp.600.000.000,- keatas, wajib
melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Setelah dikukuhkan sebagai PKP, setiap mengajukan tagihan termin
ditambah PPN sebesar 10% dan membuat Faktur Pajak.
Contoh Kontraktor
PT. J ASA KONSTRUKSI (Sertifikasi Menengah) mengadakan kontrak pembangunan
gedung sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan PT.ABC (PKP).
Beli Besi Rp.100.000.000,- dari Pabrik dikenakan PPN sebesar Rp.10.000.000,- dan
Beli Semen dari Pabrik sebesar Rp.250.000.000,- dikenakan PPN sebesar
Rp.25.000.000,-; PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran dengan Syarat ada Faktur Pajak Standar dari
Penjual Besi/Semen.

64 | P age



Tagihan I sebesar Rp.1.000.000.000,-
PPN 10% 100.000.000,-
J umlah Tagihan Rp.1.100.000.000,-
PT.ABC memotong
PPh Ps. 4(2) sebesar 3% 30.000.000,-
Dibayar/diterima Rp.1.070.000.000,-
PT. J AYA KONSTRUKSI membuat Faktur Pajak sebesar Rp.100.000.000,- yang
merupakan Pajak Keluaran.
Perhitungan dalam SPT Masa PPN bulan
Pajak Keluaran Rp.100.000.000,-
PM dapat dikreditkan 35.000.000,-
Kurang Bayar Rp. 65.000.000,-
J urnal PT. J AYA KONSTRUKSI
Menyampaikan tagihan ke PT.ABC:
Piutang Usaha D Rp.1.100.000.000,-
PPN (PK) K 100.000.000,-
Ph. J asa Konstruksi K 1.000.000.000,-
Pada waktu menerima cek dari PT.ABC:
Bank D Rp.1.070.000.000,-
PPh-Final D 30.000.000,-
Piutang Usaha K 1.000.000.000,-

J urnal PT.ABC
Pada waktu menerima tagihan:
Proyek Dalam Proses D Rp.1.000.000.000,-
PPN (PM-DDK) D 100.000.000,-
Utang Usaha K 1.100.000.000,-
Pada waktu membayar:
Utang Usaha D Rp.1.100.000.000,-
Hutang PPh Ps.4(2) K 30.000.000,-

65 | P age

Bank K 1.070.000.000,-

2. Biaya transportasi dengan kendaraan angkutan darat.
Pasal 23 ayat (1)c UU. No.36 Tahun 2008 atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali tanah/bangunan, dipotong PPh Pasal
23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto.
Biaya transportasi untuk mengangkut bahan atau barang dengan angkutan
dapat dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto.
Keputusan Direktur J enderal Pajak Nomor PER-70/PJ /2007 mulai berlaku 9
April 2007 s.d. 31 Des. 2008.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis dipotong PPh Pasal 23 sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; sebelum 9 April 2007
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 3% (tiga persen).
Apabila perusahaan angkutan darat telah dikukuhkan sebagai PKP, atas jasa
angkutan darat (bukan angkutan umum) dikenai PPN sebesar 10% (sepuluh persen).
Contoh:
PT. DWIJ AYA (PKP) membayar biaya angkutan darat dari J akarta ke Surabaya
sebesar Rp.10.000.000,- untuk mengangkut barang hasil produksi ke CV. MAJ U
(PKP).
J urnal PT. DWIJ AYA:
Biaya Angkut D Rp.10.000.000,-
PPN (PM-DDK) D 1.000.000,-
Hutang PPh Ps.23 K 200.000,-
Bank/Kas K 10.800.000,-
J urnal PT. MAJ U:
Bank/Kas D Rp.10.800.000,-
PPh Dibayar Dimuka D 200.000,-
PPN (PK) K 1.000.000,-
Ph. J asa Angkutan K 10.800.000,-


66 | P age



3. Biaya transportasi dengan kapal laut dan pesawat udara.
a. Pelayaran dalam negeri.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.416/KMK.04/1996, SE-29/PJ .4/1996.
WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau
badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha
pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun diluar negeri
atau dengan kapal pihak lain. Atas penghasilan dari pengangkutan orang dan barang
bagi WP perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh sebesar 1,2% (satu
koma dua persen) dari peredaran bruto bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan barang
yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya. Apabila WP Badan mengangkut
barang dengan kapal yang merupakan pelayaran dalam negeri wajib memotong
PPh-Final sebesar 1,2% dari jumlah bruto.
b. Pelayaran atau penerbangan luar negeri.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.417/KMK.04/1996.
Besarnya PPh-bagi perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri sebesar
2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai
uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang atau barang yang
dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia ke pelabuhan luar
negeri. Apabila WP-Badan mengangkut barang menggunakan perusahaan
pelayaran atau penerbangan asing wajib memotong PPh-final sebesar 2,64%.
c. Penerbangan dalam negeri.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.475/KMK.04/1996, SE-35/PJ .4/1996.
Perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan yang
bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian carter.

67 | P age

Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh berdasarkan charter dari pengangkutan
orang atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan di luar negeri.
Besarnya PPh adalah 1,8% (satu koma delapan persen) dari peredaran
bruto; merupakan kredit pajak (tidak final).
Apabila WP Badan melakukan charter penerbangan dalam negeri, wajib memotong
PPh-Pasal 23 sebesar 1,8% (satu koma delapan persen).
4. Biaya sewa.
Biaya sewa terdiri dari sewa tanah dan atau bangunan, sewa kendaraan
angkutan darat, sewa harta selain tanah bangunan dan kendaraan angkutan darat,
termasuk charter kapal, charter pesawat, charter kendaraan; berkaitan dengan
kewajiban memotong PPh-Pasal 4(2) final atau PPh Pasal 23, PPh Pasal 15.
a. Sewa tanah atau bangunan.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 dan perubahannya No.5 tahun
2002, Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.120/KMK.03/2002, Keputusan Direktur
J enderal Pajak No.KEP-227/PJ /2002.
Besarnya PPh yang terutang bagi WP orang pribadi maupun WP Badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari penyewaan tanah dan atau bangunan
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau
bangunan dan bersifat final. J umlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah
yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas
lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun
yang disatukan.
Apabila WP Badan menyewa tanah dan atau bangunan, wajib memotong PPh
Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, pada saat
pembayaran atau terutangnya sewa tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu
terjadi; menyetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro serta melaporkan
ke KPP.


68 | P age


b. Sewa harta selain tanah/bangunan.
Pasal 23 ayat (3)c UU. No.36 tahun 2008, atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali tanah atau bangunan, dipotong PPh
Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto.
Keputusan Direktur J enderal Pajak Nomor PER-70/PJ /2007, mulai berlaku 9 April
2007 s.d. 31 Des.2008.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (selain
kendaraan angkutan darat dan tanah dan atau bangunan), untuk jangka waktu
tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, dipotong
PPh Pasal 23 sebesar 4,5% (empat setengah persen) dari jumlah bruto tidak
termasuk PPN (sebelumnya sebesar 6%).
Sewa atau carter kendaraan angkutan darat, kapal atau pesawat dalam
negeri maupun luar negeri, telah dibahas dalam Biaya Transportasi tersebut diatas,
kemungkinan WP melaporkan dalam Biaya Sewa.

c. Dilakukan equalisasi dan rekonsiliasi antara Biaya Sewa menurut SPT Tahunan
PPh WP Badan dengan SPT Masa PPh Pasal 23, SPT Masa PPh Pasal 4(2),
SPT Masa PPh Ps.15.

d. Sewa terutang PPN sebesar 10%, kecuali yang menyewakan masih termasuk
pengusaha kecil (omset 1 tahun <Rp.600.000.000,-) dan jasa dibidang angkutan
umum didarat dan air baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta.
5. Biaya bunga pinjaman.
Pasal 6 (1) a UU PPh 1984 dan perubahannya, biaya bunga merupakan
biaya yang dapat dikurangkan (deductible).
Penjelasan:
Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang deviden yang diterima bukan merupakan objek
pajak, biaya bunga tersebut dapat dikapitalisasikan pada harga perolehan saham.



69 | P age


Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diberikan contoh:
PT. A (distributor) meminjam uang sebesar Rp.10.000.000.000,- untuk membeli
saham (setoran modal) sebesar 25% dari modal yang ditempatkan PT.B (pabrikan)
seharga Rp.10.000.000.000,-
Bunga tahun 2001 sebesar 20 % = Rp.2.000.000.000,- tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya, tetapi dapat dikapitalisasi pada harga perolehan saham PT. B
menjadi Rp.12.000.000.000,-

SE.46/PJ .04/1995, 5-10-1995
Perlakuan biaya bunga apabila WP menerima bunga deposito/tabungan yang
dikenakan PPh-Final:
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besar atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito/tabungan, maka seluruh biaya
bunga tidak dapat dibebankan (non deductible).
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam deposito/tabungan, maka seluruh biaya bunga yang dapat
dikurangkan adalah biaya bunga rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-
rata deposito/tabungan.
Contoh:
Tingkat bunga pinjaman 20%
Rata-rata pinjaman perbulan Rp. 150.000.000,-
Rata-rata deposito perbulan Rp. 40.000.000,-
Beban Bunga komersial Rp. 30.000.000,-
yang dapat dikurangkan 20% X Rp.110.000.000,- Rp. 22.000.000,-
Koreksi fiskal positif Rp. 8.000.000,-
Biaya bunga atas pinjaman untuk membangun bangunan, dikapitalisasi ke harga
perolehan bangunan.
Pasal 23 ayat (1) a 2, UU. No.36 Tahun 2008, atas pembayaran atau
terutangnya bunga pinjaman ke WPDN atau BUT dipotong PPh Pasal 23 sebesar
15% (lima belas persen), kecuali bunga yang dibayarkan ke Bank dan Sewa Guna
Usaha dengan hak opsi.
Pasal 26 ayat (1) b atas pembayaran atau terutangnya bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang

70 | P age

ke WPLN selain BUT dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen),
kecuali WPLN tersebut menyerahkan Surat Keterangan Domisili dari negara P3B,
dipotong PPh Pasal 26 sesuai tarif P3B.
6. Biaya royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU. No.36 Tahun 2008:
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan
atas:
a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusasteraan, kesenian
atau karya ilmiah, paten, disain atau model, rencana, formula atau proses
rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak
serupa lainnya;
b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial atau ilmiah;
c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau
komersial;
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a pengunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan
melalui satelit, kabel, serat optic, atau teknologi yang serupa;
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum radio
komunikasi;
e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture film), film
atau pita video untuk siaran televise, atau pita suara untuk siaran radio;

71 | P age

f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut diatas.
g. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU. No.36 Tahun 2008 dan perubahannya, biaya royalti
merupakan biaya yang dapat dikurangkan.
Pasal 23 ayat (1) angka 3 UU. No.36 Tahun 2008, WP Badan yang
membayar royalti ke WPDN wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas
persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; akuntansinya dibahas dalam Bab IV.
Pasal 26 ayat (1) huruf c UU. No.36 Tahun 2008, semua WP yang membayar
royalti ke WPLN, wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen)
atau sesuai tarif P3B dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Royalti termasuk barang tidak berwujud kena pajak terutang PPN sebesar
10% termasuk royalti yang dibayar ke WPLN
Contoh:
PT. XYZ Indonesia pada tahun 2007 membayar royalti ke PT. XYZ Corporation di
USA sebesar USD 100.000 kurs MK sebesar Rp. 9.000. PT. XYZ wajib memotong
PPh Pasal 26 sesuai tarif P3B yaitu 10% X Rp. 900.000.000,- = Rp. 90.000.000,-
dan wajib membayar PPN J asa Luar Negeri sebesar Rp. 90.000.000,- yang
merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK; akuntansinnya dibahas dalam
Bab 5.












RANGKUMAN
Perusahaan terutama WP Badan DN dan BUT yang membayar
biaya wajib menghitung dan memotong PPh-Pihak Lain (PPh Pasal 21,
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15 dan PPh Pasal 4 ayat (2) Final,
menyetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
melaporkan ke KPP dimana perusahaan terdaftar dalam bentuk SPT Masa.
Apabila sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
wajib memungut PPN pada waktu penyerahan BKP/J KP yang kurang atau
lebih bayar untuk setiap masa pajak (bulan) dilaporkan dalam SPT Masa
PPN.


72 | P age


































LATIHAN.
1. Buat perhitungan perbulan (PK&PM) dan jurnal atas transaksi berikut ini:
a. Pada tanggal 5 Mei 2010 PT. ABC menjual barang dagangan secara kredit
kepada PT. Setia Abadi, harga barang Rp. 100.000.000,- belum termasuk PPN.
Pada tanggal 30 Maret 2010 PT. Setia Abadi melunasi diberikan potongan
tunai 5%.
b. Pada tanggal 10 Mei 2010 PT. ABC membeli barang dagangan secara kredit
dan PT. WINDU KENCANA. harga barang Rp. 80.000.000,- belum termasuk
PPN. Pada tanggal 5 J uni 2010, dilunasi diberikan potongan tunai 7,5%.
c. Pada Tanggal 3 Mei 2010 PT. ABC menjual barang dagangan secara krediT
ke PT. REJ EKI seharga Rp. 90.000.000,- belum termasuk PPN. Pada tanggal 10
J uni 2010 dibayar tunas tidak diberikan potongan tunai.
d. Pada tanggal 12 Mei 2010 PT. ABC membeli barang dagangan secara kredit
dari PT. USAHA MAKMUR harga barang Rp. 120.000.000,- belum termasuk
PPN.
Pada tanggal 20 Mei 2010 PT. ABC mengembalikan barang yang rusak
seharga Rp. 10.000.000,- ke PT. USAHA MAKMUR dan disetujui. Pada tanggal
20 J uni 2010 dilunasi diberikan potongan tunai 3%,
e. Pada tanggal 5 J uni 2010 PT. ABC menerima tagihan dari XYZ Corp. Singapur
atas jasa marketing di Singapur sebesar USD 10,000.-: kurs tengah Bl Rp.
5.000,- kurs MK= Rp. 5.050,-, Tanggal 30 J uni dibayar dengan kurs realisasi
Rp. 5.100,- dan kurs MK sebesar Rp. 5.075,-.
f. Pada tanggal 5 Mei 2010, PT. ABC membuka L/C setesar USD 20,000.- ke
Bank Mandiri untuk import barang dari LION-Corp. di USA, bayar uang muka
impor sebesar 20% kurs realisasi Rp. 8.950,-. Pada tanggal 10 J uli 2010,
menyelesaikan pernbayaran ke Bank Mandiri kurs realisasi Rp. 9.000,- kurs MK
sebesar Rp. 9.050,-; bea masuk sebesar 15% dan tidak ada bea masuk
tambahan PT. ABC mem puny ai API.
Pada tanggal 15 J uli 2010 mengurus pengeluaran barang impor ke Bea
Cukai, biaya EMKL sebesar Rp. 10.000.000,-.
Hitung harga pokok impor dan jurnal atas transaksi tersebut.

73 | P age


. g. Pada tanggal 10 J uli 2010 PT. ABC membuat tagihan ke Departemen Pertanian atas
penjualan barang seharga Rp. 100.000.000,- belum termasuk PPN.
Pada tanggal 10 Agustus 2010 diterima pembayaran atas tagihan tersebut.
2. CV. MAJ U J AYA berusaha dalam bidang pakaian jadi (garment) untuk diekspor
ke USA, tahun 2009 :
a. Memperkerjakan 300 pegawai wanita bagian jahit dengan gaji perbulan
Rp.1.200.000,- dan 15 pegawai wanita sebagai staf perusahaan dengan
gaji perbulan Rp.3.000.000,-, dengan mendapat fasilitas yang sama.
1) Perusahaan telah masuk program J AMSOSTEK dengan membayar
iuran J KK =0,89%, J KM =0,30%, J aminan Kesehatan =3%, J HT =
3,70% dan J HT yang dibayar pegawai 2%.
2) Penyediaan makan dan minuman perbulan sebesar Rp.72.000.000,-.
3) Pakaian seragam tiga kali tahun 2009 sebesar Rp.45.000.000,-.
4) THR dibayarkan bulan September sebesar satu bulan gaji (tidak
dihitung premi J AMSOSTEK).
5) Antar jemput pegawai dengan bus sebesar Rp.150.000.000,- untuk
tahun 2009.
6) Tidak ada potongan gaji dan tidak ada lembur selama tahun 2009.
7) Piknik ke Taman Safari tahun 2009 sebesar Rp.45.000.000,-
b. Memperkerjakan Mrs. SUSY-Expatriate dari Hongkong sebagai Manager
Produksi dengan take home pay perbulan USD 3.000, dengan kurs per
USD =Rp.9.300,-, tunjangan perumahan dan tunjangan transport sebulan
Rp.10.000.000,- serta Tunjangan PPh Pasal 21 digross up; standar gaji
perbulan USD 5.000.
c. Sdr. Wagyman (K/2) sebagai Manager Umum & SDM dengan gaji bruto
perbulan Rp.10.000.000,- dan Sdr. Waty (TK/0) sebagai Manager
Keuangan dengan gaji Rp.12.000.000,- perbulan ditambah 1X THR, tidak
masuk Program J amsostek.
d. Direktur Utama Sdr. ANDI (K/3) gaji perbulan Rp.25.000.000,- dan Direktur
Sdr. BUDI (K/2) gaji perbulan Rp.22.000.000,-; Sdr. ANDI dan Sdr. BUDI
adalah pesero dari CV. MAJ UJ AYA.


74 | P age


































SOAL :
a. Untuk pegawai wanita, hitung rincian biaya SDM tahun 2009 yang dapat
dibiayakan, yang merupakan objek PPh Pasal 21, yang tidak dapat
dibiayakan dan PPh Pasal 21 tahun 2009.
b. Hitung Biaya Gaji dan Tunjangan PPh Pasal 21 untuk Mrs. SUSY!
c. J elaskan perlakuan PPh Pasal 21 untuk gaji Sdr. ANDI dan Sdr. BUDI!
d. Hitung seluruh Biaya tersebut diatas yang dapat dikurangkan dan yang
tidak serta berapa jumlah Objek PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 terutang
th 2009!

3. PT. KONSULTAN MANAJ EMEN dikenai PPh-Tidak Final dan sudah dikukuhkan
sebagai PKP, transaksi pada triwulan kedua tahun 2010.
a. Pada tgl 5 April menagih ke PT. WIJ AYA atas jasa manajemen sebesar
Rp.100.000.000,- dan diterima pembayaran tgl 10 Mei.
b. Pada tgl 20 April menerima tagihan dari ANDI & Rekan (PKP) atas jasa
manajemen sebesar Rp.20.000.000,- dibayar tgl 20 Mei.
c. Pada tgl 3 Mei RUPS PT. KONSULTAN MANAJ EMEN diputuskan
pembagian dividen ke PT.OPQ (55%) sebesar Rp.55.000.000,- dan Sdr.
Bowo Laksono (45%) sebesar Rp.45.000.000,- dibayar tgl 3 J uni.
d. Pada tgl 10 April bayar sewa kantor kepada PT. WAHANA (PKP) untuk
jangka waktu 3 bulan (April s.d. J uni) sebesar Rp.36.000.000,-.
e. Pada tgl 11 Mei bayar sewa kendaraan untuk perjalanan keluar kota sebesar
Rp.3.000.000,- ke PT. TRANSPORTASI J AYA (PKP).
f. Pada tgl 10 Mei bayar bunga ke Bank Mandiri sebesar Rp.10.000.000,-.
g. Pada tgl 20 April diterima tagihan dari KAP .WONOJ OYO & Rekan (Akuntan
Publik belum PKP) atas tagihan jasa audit tahun 2009 sebesar
Rp.20.000.000,- dibayar tgl 20 Mei.
h. Pada tgl 21 Mei mengajukan tagihan atas jasa manajemen ke PT. SEMEN
GRESIK sebesar Rp.120.000.000,- dibayar tgl 2 J uni.
Catatan : harga belum termasuk PPN.


75 | P age


Diminta :
a. J urnal atas transaksi tersebut diatas.
b. Sebutkan jenis dan jumlah PPh yang harus dipotong perbulan.
c. Sebutkan jenis dan jumlah PPh yang dipotong pihak lain.

4. TSB Indonesia merupakan PMA yang pemegang sahamnya 95% oleh TSB
Corp. Ltd di USA dan 5% oleh PT. Elektrik J aya, PT. TSB memproduksi
barang-barang elektronik dengan merk TSB untuk diekspor dan dijual didalam
negeri, sudah dikukuhkan sebagai PKP dan tempat usaha di J alan Raya Bogor
KM.71, transaksi selama triwulan kedua tahun 2010 (Pembukuan Rupiah); Pt.
TSB mempunyai Rek. USD untuk pembayaran keluar negeri.
a. Tanggal 5 April menerima tagihan atas jasa pemeriksaan barang ekspor
dari XYZ-Corp. Singapur sebesar USD 10,000; kurs tengah BI Rp.9.300,-
dan Kurs MK Rp.9.280,-; dibayar tgl 5 Mei kurs tengah BI Rp.9.320,- dan
kurs MK Rp.9.310,-; XYZ Corp menyerahkan Surat Keterangan Domisili
(SKD).
b. Tanggal 10 April bayar royalti ke TSB Corp sebesar USD 100,000,- kurs
tengah BI Rp.9.310,- dan kurs MK Rp.9.315,- TSB Corp menyerahkan
SKD; dan bayar dividen sebesar USD 180.000.
c. Tanggal 10 April menerima tagihan dari TSB Corp atas jasa teknik yang
dikerjakan di Indonesia kurang dari time test sebesar USD 5,000; dibayar
tgl 5 Mei.

Diminta :
a. Perhitungan PPh Pasal 26, PPN J asa Luar Negeri atas transaksi tersebut
diatas!
b. J urnal atas transaksi tersebut diatas!


| P age

76
BAB

PENGHASILAN DAN BIAYA













A. Perubahan UU PPh 1984.
UU. No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, telah beberapa kali diubah, yaitu :
a. UU. No.7 Tahun 1991 Perubahan Pertama;
b. UU. No.10 Tahun 1994 Perubahan Kedua;
c. UU. No.17 Tahun 2000 Perubahan Ketiga;
d. UU. No.36 Tahun 2008 Perubahan Keempat.
Perubahan keempat mulai berlaku 1 J anuari 2009, yang berkaitan dengan
penghasilan, biaya dan perhitungan penghasilan kena pajak sebagai berikut.
Berdasarkan Pasal 34 UU No.10 Tahun 1994, peraturan pelaksanaan tentang PPh
yang belum dicabut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
UU PPh1984 dan perubahannya.
B. Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 4 UU No.36 Tahun 2008, penghasilan dibedakan antara :
penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final sebagaimana dimaksud ayat (1),
merupakan objek PPh Final sebagaimana dimaksud ayat (2), dan bukan merupakan
objek PPh sebagaimana dimaksud ayat (3).
3
Tujuan Instruksional Khusus.

Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menghitung:
a. Penghasilan yang merupakan objek PPh-tidak final, objek PPh-Final
dan bukan objek PPh
b. Biaya yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan.
c. Penghasilan Kena Pajak, tarif PPh dan PPh terutang.

| P age

77
(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk (UU. No.7/1983) :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (UU.
No.10/1994);
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
(UU. No.10/1994);
c. laba usaha; (cukup jelas), (UU. No.10/1994);
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal (UU. No.10/1994);
2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial, termasuk yayasan, koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; Peraturan MKRI. No.245/PMK.03/2008.

| P age

78
5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h. royalty atau imbalan atas penggunaan hak (No. PER-33/PJ /2009).
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(PP.No.130/2000);
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Tambahan pada Perubahan ke IV :
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
(SE.04/PJ .42/2002)
s. surplus Bank Indonesia.
1. Pasal 4 ayat (2) UU. NO.36 Tahun 2008.
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan

| P age

79
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, mengenai pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan ke IV :
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan;
dan
e. penghasilan tertentu lainnya.
Yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Tabel 3.1 Peraturan Pemerintah-PPh Pasal 4(2) Final.
No. Th. PPH FINAL
15 2009 PPh atas bunga simpanan anggota koperasi yang diterima orang
pribadi dihitung berdasarkan bunga yang diterima perbulan,
dipotong oleh Koperasi :
a. 0% (nol persen) s.d. Rp.240.000,- perbulan.
b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga simpanan lebih
dari Rp.240.000,-.
16 2009 PPh atas Bunga Obligasi dengan kupon, diskonto obligasi
dengan kupon, diskonto dari obligasi tanpa bunga :
a. 15% bagi WPDN dan BUT.
b. 20% atau sesuai tarif P3B bagi WPLN selain BUT.
17 2009 Penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan

| P age

80
dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan dibursa dikenai PPh-Final sebesar 2,5% (dua
koma lima persen) dari margin awal.
18 2009 Bantuan, Sumbangan, Zakat yang bukan merupakan objek PPh
q19 2009 Penghasilan berupa deviden dari dalam negeri yang
diterima/diperoleh WPOPDN dikenai PPh-Final sebesar
10%(sepuluh persen).
25 2009 PPh Kegiatan usaha berbasis Syariah.
132 2000 Penyelenggara undian wajib memotong atau memungut PPh-
Final atas hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto
nilai undian yang dibayarkan atau nilai pasar hadiah berupa
natura/kenikmatan yang diserahkan.
41
14
1994
1997
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi/badan dari transaksi saham di bursa efek (paralel)
dipungut PPh-Final oleh penyelenggara bursa efek sebesar
0,1% (nol koma satu persen) dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan.
Pemegang saham pendiri dikenakan PPh-Final sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) dari harga saham pada saat penawaran
umum perdana.
29
5
1996
2002
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPOP atau
badan dari persewaan tanah/bangunan dikenakan PPh-Final
sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan.
48
27
79
71
1994
1996
1999
2008
Pengalihan tanah/bangunan.
a. WPOP dan Yayasan dikenakan PPh-Final 5%.
b. Perusahaan real estate, mulai 1-1-2009 :
- RS, RSS dikenakan PPh Final 1%.

| P age

81
- BUK RS/RSS dikenakan PPh Final 5%.
c. WP Badan/BUT tidak final.
73
40
51
40
1996
2000
2008
2009
Usaha J asa Konstruksi dikenakan PPh-Final atas jumlah
pembayaran :
a. Pelaksanaan Konstruksi oleh Penyedia J asa yang memiliki :
- Kualifikasi usaha kecil 2%,
- Kualifikasi bukan usaha kecil 3%,
- Tidak memiliki kualifikasi 4%.
b. Perencanaan atau Pengawasan Konstruksi :
- Ada kualifikasi sebesar 4%.
- Tidak ada kualifikasi sebesar 6%.

2. Pasal 4 ayat (3) UU. NO.36 Tahun 2008.
Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :
1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PP NO.18 Tahun 2009;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK NO.245/PMK.03/2008.
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;




| P age

82
a. Warisan (cukup jelas);
b. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor (dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan
saham tersebut dihapus pada Perubahan ke IV);
f. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
g. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan (NO.651/KMK.04/1994);
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;


| P age

83
i. Dihapus pada perubahan ke IV :
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (berlaku
s.d. 31 Des 2008); dicabut
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha diatur atau berdasarkan PMK; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Tambahan pada perubahan ke IV :
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur atau
berdasarkan PMK (NO.246/PMK.03/2008 dan No.154/PMK.03/2009).
l. Sisa lebih diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirbala yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK (NO.80/PMK.03/2009).
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara J aminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan PMK (NO.247/PMK.03/2008).
C. Laba Bruto Usaha & Laba Usaha.
Pasal 4 ayat (1) c UU. No.7 Tahun 1983, yang merupakan objek PPh adalah
Laba Bruto Usaha, mulai UU. No.10 Tahun 1994 dirubah menjadi Laba Usaha
(cukup jelas), tidak ada perubahan sampai dengan Perubahan ke IV.
D. Penghasilan Kena Pajak.
Pasal 16 ayat (1) UU. No.36 Tahun 2008, Penghasilan Kena Pajak sebagai
dasar penerapan tarif bagi WPDN dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara
mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

| P age

84
dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 7 ayat (1) serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, d, e dan g.
Pembukuan WP pada umumnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), yang menghasilkan Laporan Keuangan Komersial; untuk menghitung
Penghasilan Neto (Rugi) Fiskal perlu dibuat penyesuaian fiskal berdasarkan
ketentuan pelaksanaannya.
E. Biaya yang Dapat Dikurangkan.
Bagi perusahaan yang menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung
penghasilan kena pajak, dibedakan :
a. penghasilannya bukan obyek PPh,
b. penghasilannya dikenakan PPh-bersifat Final,
c. penghasilannya merupakan obyek PPh yang dikenakan PPh berdasarkan tarif
Ps.17 UU PPh 1984 atau PPh-nya Tidak Final.
Bagi perusahaan yang seluruh penghasilannya bukan obyek PPh dan seluruh
penghasilannya dikenakan PPh-Final tidak sulit menyusun Rekonsiliasi Rugi-Laba
Fiskal, wajib melaporkan penghasilannya dan jumlah PPh-nya dalam lampiran I, II,
IV untuk SPT PPh Tahunan WP Badan dan BUT; semua penghasilan dilakukan
penyesuaian fiskal negatif dan semua biaya dilakukan penyesuaian positif, sehingga
Penghasilan Neto Fiskal 0 (Nihil).
Bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan obyek PPh-Tidak Final
perlu menyusun Rekonsiliasi Biaya Fiskal berdasarkan Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal
11 UU PPh 1984. Rekonsiliasi Fiskal terdiri dari penyesuaian fiskal positif (koreksi
Fiskal Positif) dan penyesuaian fiskal negatif (koreksi fiskal negatif), mulai tahun
pajak 2002 dimasukkan dalam lampiran I (1771-I) SPT PPh Badan, yang bersumber
pada Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh1984.
1. Pasal 6 UU PPh 1984 :
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan,

| P age

85
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak
kecuali Pajak Penghasilan (UU. No.17/2000);
Perubahan ke IV :
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain :
1) biaya pembelian bahan;
2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
3) bunga, sewa, royalti;
4) biaya perjalanan;
5) biaya pengolahan limbah;
6) premi asuransi;
7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (No.02/PMK.03/2010).
8) biaya administrasi; dan
9) pajak kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A (UU. No.10/1994);
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri
Keuangan (UU. No.10/1994);
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan (UU. No.10/1994);
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing (UU. No.10/1994);


| P age

86
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia (UU. No.10/1994);
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan (UU. No.10/1994);
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat
(UU. No.17/2000);
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial;
2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat J enderal Pajak; yang pelaksanaannya diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Direktur J enderal Pajak (KEP-238/PJ /2001).

Perubahan ke IV :
i. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat J enderal Pajak; dan
3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu;
4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k.
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
(NO.105/PMK.03/2009).

| P age

87

Tambahan pada Perubahan ke IV :
j. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ditetapkan dengan PP;
k. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP;
l. biaya pembangunan infrastuktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
PP;
m. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP; dan
n. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dalam PP.
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun (UU. No.7/1983).
(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
F. Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan.
1. Pasal 9 UU PPh1984:
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
(UU. No.10/1994);
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota (UU. No.10/1994);
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang
yang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan

| P age

88
dengan Keputusan Menteri Keuangan (NO.80/KMK.04/1999 Perubahan
terakhir NO.204/KMK.04/2000).
Perubahan ke IV :
a. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara J aminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadanngan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
PMK (NO.81/PMK.03/2009).
b. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (UU. No.10/1994);
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (NO.83/PMK.03/2009);
d. J umlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (UU.
No.7/1983);
e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas

| P age

89
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah;
Perubahan ke IV :
f. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l,
dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PP (NO.18 Tahun 2009);
g. Pajak Penghasilan (UU. No.7/1983);
h. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya (UU. No.10/1994);
i. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham (UU. No.10/1994);
j. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan (UU. No.10/1994).
(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A. (UU.
No.10/1994);
2. Pasal 3 PP. No. 138 Tahun 2000 :
(1) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9
ayat (8) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan J asa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
kecuali :

| P age

90
a. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan
huruf g Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan J asa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sepanjang tidak dapat dibuktikan
bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar;
b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat
dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan.
(2) Pajak Masukan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) sehubungan dengan pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-undang Pajak Penghasilan,
terlebih dulu harus dikapitalisasi dengan pengeluaran/biaya tersebut dan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
3. Pasal 4 PP. No. 138 Tahun 2000 :
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
termasuk:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Obyek Pajak;
b. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final;
c. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak
atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-
undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak
Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak; dan

| P age

91
e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Obyek Pajak.
G. Penghasilan Tidak Kena Pajak Untuk WPOPDN.
Pasal 7 ayat (1) UU. No.36 Tahun 2008.
1. Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar :
a. Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp.1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp.1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
H. Tarif Pajak Penghasilan.
1. Pasal 17 UU. No.36 Tahun 2008.
a. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi :
1) WPOP DN adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh
s.d. Rp. 50.000.000 5%
di atas Rp. 50.000.000 s.d. Rp.250.000.000 15%
di atas Rp.250.000.000 s.d. Rp.500.000.000 25%
di atas Rp.500.000.000 30%
2) WP badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua
puluh delapan persen).
b. Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan PP.
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua
puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun 2010.

| P age

92
(2b) WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yaang
disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima
persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan PP.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan
kepada WPOP DN adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2c) diatur dengan PP (PP. NO.19 Tahun 2009).
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dapat diubah dengan KMK.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah
penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak
tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang
terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak
melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
2. Pasal 31E ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008.
WP Badan DN dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000.000-
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(1b dan 2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

| P age

93
Contoh CV. MAJ U J AYA
Peredaran Usaha Th.2009 Rp.4.500.000.000,-
PHKP Rp.400.000.000,-
PPh terutang =50%x28%x400jt = Rp. 56.000.000,-
Tarif Lama (Th.2008) Rp. 102.500.000

Contoh PT. TORNADO
Peredaran Usaha 2009 Rp.30.000.000.000,-
PHKP Rp.2.400.000.000,-
PHKP-Tarif 14% =4,8/30x2.400.000.000 384.000.000,-
PHKP-Tarif 28% Rp.2.016.000.000,-
PPh-terutang
- 14% x 384.000.000 Rp. 53.760.000,-
- 28% x 2.016.000.000 564.480.000,-
Rp. 618.240.000,-
Tarif lama (2008) 702.500.000,-
Selanjutnya supaya dipelajari SE-66/PJ /2010.















RANGKUMAN
UU PPh 1984 telah mengalami perubahan keempat, tidak terjadi
perubahan total bahkan ada ketentuan atau ayat yang tidak berubah sejak UU
No.7 Tahun 1983; peraturan pelaksanaan yang terdiri PP, Peraturan atau
Keputusan Presiden, Peraturan atau Keputusan MKRI, Peraturan atau
Keputusan Direktur J enderal Pajak, Surat Edaran Direktur J enderal Pajak; yang
belum dicabut dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
UU PPh yang baru (perubahan terakhir); oleh karena itu mahasiswa harus
mempelajari peraturan pelaksanaan yang ditulis dalam bahan ajar tersebut.
Penghasilan yang bukan objek PPh terbatas yang diatur dalam Pasal 4
ayat (3), Penghasilan yang dikenakan PPhFinal terbatas diatur dalam Pasal 4
ayat (2) dan Pasal 15, sedangkan penghasilan yang merupakan objek PPhtidak
final tidak terbatas pada Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai huruf s.


| P age

94






























Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
bukan objek PPh atau dikenakan PPhfinal, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto atau tidak dapat dibiayakan.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dikenai PPhtidak final dibedakan antara biaya yang dapat dikurangkan dan biaya
yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tarif PPh untuk WP Badan DN dan BUT, tahun 2009 sebesar 28%, tahun
2010 sebesar 25%; untuk WP Badan DN yang telah masuk bursa (go public) yang
memenuhi syarat tertentu tarif PPh Badan berkurang 5% (lima persen) dari WP
Badan DN yang belum masuk bursa.
WP Badan DN yang jumlah peredaran brutonya setahun kurang dari
Rp.50 milyar, mendapat pengurangan tariff PPh sebesar 50% dari jumlah
peredaran Rp.4.800.000.000,-.

LATIHAN
Pilihan ganda asosiasi :
J awaban A, apabila a, b, c benar.
B, apabila a dan c benar.
C, apabila b dan d benar.
D, apabila semua benar.

1. Penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final :
a. Laba usaha;
b. Keuntungan pengalihan harta;
c. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
d. Imbalan bunga dari DJ P.
2. Penghasilan yang merupakan objek PPhfinal :
a. Bunga deposito yang diterima WPOPDN;
b. Bunga deposito yang diterima WPLN;
c. Bunga simpanan anggota koperasi yang diterima orang pribadi;
d. Bunga simpanan anggota koperasi yang diterima WP Badan DN.


| P age

95






























3. Penghasilan WPOPDN yang bukan merupakan objek PPh :
a. Zakat;
b. Warisan;
c. Hibah dari orang tua kandung;
d. Hibah dari kakek.
4. Penghasilan WP Badan DN yang bukan objek PPh :
a. Setoran modal dari WPOPDN;
b. Setoran modal dari WPOPLN;
c. Setoran modal dari WP Badan DN;
d. Setoran modal dari perusahaan induk.
5. Penghasilan WPOPDN yang dikenak PPh Final :
a. Bagian laba dari CV;
b. Dividen yang diterima dari PT;
c. Pembayaran dari perusahaan asuransi jiwa;
d. Keuntungan dari penjualan tanah.

SOAL
1. CV. ABC berupa perdagangan, peredaran usaha tahun 2010 sebesar
Rp.3.600.000.000,-, penghasilan kena pajak Rp.300.000.000,-, PPh Pasal 25
tahun 2010 yang sudah dibayar Rp.50.000.000,- dan diterbitkan STP. PPh
Pasal 25/2010 Rp.12.000.000,-.
a. Hitung PPh terutang tahun 2010!
b. Hitung PPh kurang (lebih) bayar tahun 2010!
2. Persekutuan tenaga ahli (WP Badan) berusaha dalam bidang konsultan
manajemen, jumlah tagihan tahun 2010 sebesar Rp.960.000.000,-, yang
sudah dibayar dan dipotong PPh sebesar Rp.800.000.000,-.
Penghasilan kena pajak tahun 2010 sebesar Rp.80.000.000,-, tidak ada PPh
Ps.25.
a. Hitung PPh terutang tahun 2010!
b. Hitung PPh kurang (lebih) bayar tahun 2010!


| P age

96



Jawaban :
1. D
2. A
3. A
4. D
5. C
6. A
7. B
8. D
9. A
10. B


| P age

97
BAB
PENYUSUTAN FISKAL & AMORTISASI FISKAL










A. Penyusutan Fiskal.
1. Harta berwujud yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat disusutkan.
Pasal 9 ayat (2) UU. No.7/1983 tidak berubah sampai dengan UU.
No.36/2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi,
pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun lebih luas
dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun dalam prakteknya sama
yaitu Aktiva Tetap dan selanjutnya digunakan istilah Aktiva Tetap.
Pasal 11, Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud yang dimiliki dan digunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara pengalihan yang merupakan objek
PPh tidak final.
Tanah (hak milik, HGU, HGB, hak pakai) tidak dapat disusutkan; biaya
perpanjangan hak dapat diamortisasi, NBF =Harga Perolehan. Penyusutan Aktiva
Tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang bukan merupakan objek PPh atau dikenai PPh Final tidak dapat dikurangi dari
penghasilan brute, nilai buku fiskal adalah harga perolehan dikurangi dengan
akumulasi penyusutan yang seharusnya.

4
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menghitung penyusutan
fiskal atau amortisasi fiskal serta mampu membuat rekonsiliasi dengan
penyusutan komersial atau amortisasi fiskal.

| P age

98
2. Ketentuan Penyusutan Fiskal.
a. Penyusutan fiskal dimulai pada bulan pengeluaran atau pada bulan selesai
pengerjaannya, kecuali dengan persetujuan Dir. J end. Pajak dapat dimulai sejak
harta tersebut digunakan atau menghasilkan.
b. Dasar penyusutan fiskal adalah harga perolehan tidak dikurangi nilai residu.
c. Mulai tahun 2001 dilakukan dalam bulan penuh, dilakukan per jenis aktiva tetap;
dilampirkan dalam SPT PPh dengan lampiran khusus (e SPT PPh).
d. Penyusutan tahun 2009 dan seterusnya, tidak ada perbedaan yang prinsipiil
dengan penyusutan tahun 2001-2008.
e. Penyusutan fiskal harta berwujud kelompok bangunan hanya boleh dengan
metode garis lurus.
Permanen sebesar 5% pertahun;
Tidak permanen sebesar 10% pertahun.
f. Penyusutan fiskal harta berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode
garis lurus atau metode saldo menurun, WP hanya boleh memilih satu metode;
perubahan metode penyusutan fiskal harus mendapat persetujuan dari Dir. J end.
Pajak.
g. Penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai
buku fiskalnya disusutkan sekaligus.
h. Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal.
Tabel 4.1 Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal
Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Penyusutan
Garis lurus Saldo menurun
Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 ttahun 25% 50%
2 8 tahun 12,5% 25%
3 16 tahun 6,25% 12,5%
4 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -

| P age

99
i. Kelompok harta bangunan dan bukan bangunan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009.
j. Pengalihan Aktiva Tetap.
Pengalihan Aktiva Tetap dihitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta:
a. Komersial =Harga J ual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Akuntansi (NBA).
b. Fiskal =Harga J ual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Fiskal (NBF).
Pasal 4 ayat (1) huruf d UU No.36 Tahun 2008, keuntungan pengalihan harta
merupakan objek PPh
k. Penggantian Asuransi.
Pasal 11 ayat (9) UU No.36 Tahun 2008.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat
diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dir. J end.
Pajak jumlah kerugian (NBF harta yang bersangkutan) dibukukan sebagai beban
(deductible expense) pada waktu yang sama dengan penerimaan penggantian
asuransi.
Contoh:
Bangunan selesai dibangun pada akhir tahun 2000 seharga Rp.30.000.000.000
taksiran umur komersial 30 tahun metode penyusutan garis lurus, mulai penyusutan
komersial dan penyusutan fiskal tahun 2001, diasuransikan dengan Polis sebesar
Rp.100.000.000.000,-. Pada bulan J uli 2010 terbakar habis, dan penggantian
asuransi baru diketahui dengan pasti pada bulan Maret 2011 sebesar
Rp.60.000.000.000,-; belum pernah dilakukan Revaluasi.
Keterangan Akuntansi Fiskal
Harga Perolehan
Penyusutan
NB 30 J uni 2010
Penggantian Asuransi
Keuntungan
Objek PPh sebesar
30.000.000.000
9.500.000.000
20.500.000.000
60.000.000.000
39.500.000.000
30.000.000.000
14.250.000.000
15.750.000.000
60.000.000.000
44.250.000.000
44.250.000.000
Apabila sudah pernah dilakukan revaluasi seharga Rp.90.000.000.000,- pada akhir
tahun 2009, akan mengurangi keuntungan penggantian asuransi yang merupakan
objek PPh

| P age

100
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh, bukan objek PPh adalah pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi:
kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa.
l. Penyusutan alat-alat kecil (small tools).
Penjelasan Pasal 11 ayat (1, 2) UU PPh 1984 sesuai dengan pembukuan
WP, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu
golongan seperti dalam penyusutan akuntansi, misalnya: sendok, piring, gelas dalam
usaha hotel; pembebanan biaya dapat berdasarkan jumlah penggantian pada tahun
yang bersangkutan.
m. Keputusan Dir. J end. Pajak No. KEP-316/PJ /2002.
Perlakuan PPh atas pengeluaran atau biaya perolehan perangkat lunak
(software) komputer:
1) Perangkat lunak (software) adalah semua program yang dapat digunakan
pada sistem operasi komputer, atas biaya pengeluaran dan upgrade berupa
program aplikasi umum:
- dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun pengeluaran;
- dikapitalisasi pada harga perolehan komputer, pembebanannya melalui
penyusutan kelompok 1.
2) Program Aplikasi Khusus (Kelompok 1), adalah program yang dirancang
khusus untuk keperluan otomatisasi sistem administrasi pekerjaan, kegiatan
usaha tertentu, misalnya: perbankan, asuransi, rumah sakit, dsb;
pembebanannya melalui penyusutan fiskal kelompok 1.
n. Penurun produksi atau berhenti sementara.
SE-02/PJ .42/1992, 26 J anuari 1999.
Tidak diperkenankan melakukan penangguhan penyusutan fiskal, walaupun dalam
tahun pajak terjadi penurunan produksi atau penghentian produksi.
o. Kerugian Pengalihan Harta.
Pasal 6 ayat (1)d UU No.36 Tahun 2008.
Dapat dibiayakan (deductible expense), kerugian karena penjualan atau pengalihan
harta yang dimiliki WP dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh-Tidak
Final, dengan syarat:

| P age

101
a. WP menyelenggarakan pembukuan.
b. WPOP tidak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
c. Penghasilan dari harta tersebut tidak dikenakan PPh-Final atau bukan objek
PPh
p. Beda waktu.
Apabila harga perolehan aktiva tetap secara komersial sama dengan fiskal,
perbedaan penyusutan fiskal merupakan beda waktu; dengan PSAK No.46
perbedaan tersebut dibukukan dalam akun Pajak Tangguhan.
Saldo Debit merupakan Aktiva Pajak Tangguhan (Deffered Tax Assets atau
DTA);
Saldo Kredit merupakan Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities
DTL), menguntungkan WP karena WP dapat menunda pembayaran PPh
q. Penyusutan dipercepat.
Penyusutan fiskal termasuk penyusutan dipercepat karena masa manfaat
fiskal lebih pendek dibanding masa manfaat komersial.
r. Fasilitas PPh Ps.31A.
WP yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan
atau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas PPh dalam bentuk
penyusutan dipercepat.
Tabel 4.2 Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Penyusutan
Garis lurus Saldo menurun
Bukan Bangunan
Kelompok 1 2 tahun 50% 100%
2 4 tahun 25% 50%
3 8 tahun 12,5% 25%
4 10 tahun 10% 20%
Bangunan
Permanen 10 tahun 10% -
Tidak Permanen 5 tahun 20% -


| P age

102
s. Perencanaan PPh
1) Aktiva tetap yang diperoleh atau selesai dibangun sebelum produksi
komersial sebaiknya minta persetujuan ke KPP untuk memulai penyusutan
sejak digunakan karena dapat menunda kompensasi Rugi Fiskal.
2) Harta berwujud bukan kelompok bangunan Penyusutan komersial dengan
metode garis lurus dan penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun,
pada awal tahun investasi penyusutan fiskal lebih besar dibanding
penyusutan komersial yang akan mengakibatkan laba fiskal lebih rendah
dibanding laba komersial atau terjadi koreksi fiskal negatif yang
menguntungkan WP.
3. Contoh:
Perbandingan penyusutan harta berwujud bukan kelompok bangunan secara
akuntansi dengan metode garis lurus secara fiskal dengan metode saldo menurun
merupakan latihan yang harus dikerjakan oleh semua mahasiswa. Perhitungan
penyusutan komersial dengan metode garis lurus dan penyusutan fiskal untuk harta
berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode garis lurus berikut ini
digunakan untuk studi kasus rekonsiliasi fiskal tahun 2010.
a. Bangunan pabrik.
Pada bulan J uli 2000 selesai dibangun Bangunan Pabrik seharga
Rp.30.000.000.000,-, taksiran umur komersial 30 tahun, produksi komersial dimulai
pada awal tahun 2001; telah mendapat persetujuan dari KPP tentang penyusutan
fiskal dimulai tahun 2001. Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, dan
penyusutan fiskal pertahun Rp.1.500.000.000,-; akan mengakibatkan penyusutan
fiskal pertahun lebih besar Rp.500.000.000,- selama 20 tahun, kemudian penyusutan
fiskal lebih rendah Rp.1.000.000.000,- selama 10 tahun dibanding penyusutan
komersial. PSAK No.46 menggunakan tarif tunggal sebesar 30% untuk menghitung
PPh, mengakibatkan DTL sebesar Rp.150.000.000,- selama 20 tahun dan akan di
debit pertahun sebesar Rp.300.000.000,- selama 10 tahun; mulai tahun 2009
diterapkan tarif tunggal sebesar 28% (dua puluh persen); tahun 2010 tarif PPh
Badan 25%.



| P age

103
b. Mesin pabrik (kelompok 3).
Pada akhir bulan Oktober 2000 selesai dipasang Mesin Pabrik yang diimpor
dengan harga perolehan sampai pemasangan dan siap dipakai sebesar
Rp.18.000.000.000,-, produksi komersial mulai awal tahun 2001. Penyusutan fiskal
telah mendapat persetujuan dari KPP dimulai awal tahun 2001, masa manfaat
komersial selama 18 tahun.
Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, Penyusutan fiskal
pertahun Rp.1.125.000.000,-, selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan
fiskal sebesar Rp.125.000.000,- selama 16 tahun, selanjutnya selisih penyusutan
komersial di atas penyusutan fiskal sebesar Rp.1.000.000.000,- selama 2 tahun.
c. Kendaraan operasional pabrik (kelompok 2).
Pada awal tahun 2001 dibeli seharga Rp. 6.000.000.000,-. Akuntansi,
taksiran umur 8 tahun, tidak ada nilai residu, metode garis lurus. Penyusutan
komersial pertahun dari 2001 s/d 2008 sebesar Rp. 750.000.000,-, sama dengan
penyusutan fiskal, tidak ada beda waktu. Pada awal tahun 2009 Kendaraan
operasional tersebut dijual tunai laku Rp.200.000.000,-
Komersial Fiskal
Nilai Buku
Harga J ual
Keuntungan
0
200.000.000
200.000.000
0
200.000.000
200.000.000

Pada akhir Februari 2009 dibeli Kendaraan Operasional Pabrik seharga
Rp.9.000.000.000,- taksiran umur komersial 8 tahun tanpa nilai residu, mulai
digunakan awal bulan Maret 2009 dan penyusutan fiskal dimulai sejak digunakan
sudah mendapat persetujuan dari Dir. J end. Pajak. Penyusutan komersial pertahun
Rp.1.125.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal; penyusutan tahun 2009 sebesar
Rp.937.500.000,- tidak ada beda waktu.
d. Pada tanggal 1 April 2006 dimulai Program Aplikasi Khusus, jumlah pengeluaran
termasuk perangkat keras komputer dan perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus sebesar Rp. 600.000.000,-, secara komersial disusutkan
4 tahun dengan metode garis lurus tanpa nilai residu, penyusutan fiskal termasuk
klp.1 (KEP-316/PJ /2002). Penyusutan komersial pertahun Rp. 150.000.000,-

| P age

104
sama dengan penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2010 sebesar
Rp.37.500.000,-.
e. Komputer lama yang nilai bukunya sudah nihil, harga pasarnya Rp.10.000.000,-
disumbangkan ke Yayasan Pendidikan Utama yang tidak ada hubungan usaha,
kepemilikan, penguasaan dan pekerjaan.
Ps. 4 (3) a dan Ps.9 (1) g UU No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU.
No.36 Tahun 2008. Komputer yang NBF sudah nihil, harga pasarnya Rp.
10.000.000,- disumbangkan yang memenuhi syarat Ps.4 (3) a, bagi yang menerima
bukan objek PPh dan bagi yang memberikan bukan kerugian dan tidak ada
keuntungan pengalihan harta.
f. Pada tanggal 1 Mei 2006 dibeli 18 buah Handphone untuk pegawai seharga
Rp.36.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis
lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 9.000.000,-.
Penyusutan Fiskal Metode garis lurus.
KEP-220/PJ /2002, m.b.18 April 2002:
Atas biaya perolehan Handphone yang digunakan pegawai karena
jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk kelompok 1 atas
biaya berlangganan, uang pulsa dan biaya perbaikan 50% dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
1 Mei 2006 Harga Perolehan Handphone Rp. 36.000.000,-
Yang dapat disusutkan kelompok 1 =50% = Rp. 18.000.000,-
Penyusutan fiskal yang dapat dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,-, yang tidak dapat
dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,- merupakan beda tetap.
Penyusutan 2010, komersial sebesar Rp.3.000.000,- dan fiskal Rp.1.500.000,-.
Handphone untuk keperluan operasional pabrik yang pagi diambil, dan selesai
bekerja dikembalikan atau disimpan dan tidak ada keperluan Pribadi pegawai,
semua dapat disusutkan dan dibiayakan.
g. Pada awal tahun 2001 dibeli kendaraan operasional kantor yang pagi sore
digunakan untuk antar jemput pegawai; harga perolehan 8 unit kendaraan
sebesar Rp.1.200.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan
metode garis lurus.

| P age

105
Penyusutan komersial pertahun Rp. 200.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2006.
Penyusutan Fiskal - Saldo Menurun (klp. 2) masa manfaat 8 tahun dengan pertahun
Rp.150.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2008. Kendaraan Operasional Kantor dan
Pemasaran yang pagi - sore digunakan untuk antar jemput pegawai, termasuk
kelompok II; penyusutan dan biaya pemeliharaan/rutin dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:
Pada bulan J anuari 2008 dijual 2 unit kendaraan operasional seharga
Rp.120.000.000,-, merupakan keuntungan komersial karena NB komersial sudah
Nihil.
NBF J anuari 2008 =2/8 x Rp.150.000.000 =Rp. 37.500.000
Harga J ual 120.000.000
Keuntungan Fiskal Rp. 82.500.000
Penyusutan Fiskal 6 unit kendaraan operasional tahun 2008 sebesar
Rp.112.500.000,-. Nilai Buku Komersial dan fiskal pada awal th.2009 NIHIL,
diadakan perbaikan besar untuk 6 kendaraan dengan biaya Rp.300.000.000,- selesai
bulan Maret 2009 diamortisasi selama 4 tahun, secara fiskal sudah mendapat
persetujuan dari DJ P, mulai digunakan sejak awal April 2009, mengajukan
permohonan ke KPP. Penyusutan komersial pertahun Rp.75.000.000,- sama dengan
penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2009 Rp.56.250.000,- tidak ada beda waktu.
h. Penyusutan Sedan atau kendaraan yang dipakai pegawai tertentu karena
jabatannya.
Pada tanggal 1 J uli 2001 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur dan Manager
seharga Rp. 900.000.000,-. Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode
garis lurus.
Penyusutan Komersial pertahun Rp. 150.000.000,-.
Penyusutan Fiskal Garis Lurus:
KEP-220/PJ /2002 m.b. 18 April 2002, SE-09/PJ .42/2002.
Kendaraan termasuk sedan yang digunakan pegawai tertentu (dibawa pulang)
karena jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk harta
Kelompok II dan 50% dari biaya rutin/pemeliharaan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:

| P age

106
Yang dimiliki sebelum 18 April 2002, dihitung NSBF per 30 April 2002 dan 50% dapat
disusutkan (S-174/PJ .42/2003,27 Maret 2003)
1 J uli 2001 Harga perolehan 4 unit sedan Rp.900.000.000,-
Penyusutan fiskal-tidak dapat dibiayakan.
2001 =6/12 x 12,5% x 900.000.000 =Rp. 56.250.000,-
2002 =4/12 x 12,5% x 900.000.000 = 37.500.000,- Rp. 93.750.000,-
NBF per 30 April 2002 Rp.806.250.000,-
NBF yang dapat disusutkan 50% =. 403.125.000,-
Sisa manfaat 86 bulan
Penyusutan fiskal perbulan = Rp. 4.687.500,-
Penyusutan fiskal pertahun 56.250.000,-
2002 =8 x Rp. 4.687.500,- = Rp. 37.500.000,-
2003 s.d. 2008 =6 x Rp.56.250.000,- =. Rp.337.500.000,-
2009 =6 x Rp. 4.687.500,- = Rp. 28.125.000,-
Penyusutan Komersial tahun 2008 sebesar NIHIL, pada awal tahun 2009.
NBF Sedan =2xRp.28.125.000,- =Rp.56.250.000,-.
Perlakuan perpajakan atas kendaraan sedan yang dibawa pulang pegawai
tertentu, penyusutan fiskal yang 50% dapat dibiayakan dan yang 50% tidak dapat
dibiayakan; perbedaan dengan penyusutan komersial terdiri dari beda tetap dan
beda waktu.
Tabel 4.3 Perbandingan Penyusutan Komersial dan Penyusutan Fiskal.
Tahun Penyusutan
Komersial
Beda Pos (Neg) Penyusutan
Fiskal Tetap Waktu
2001
2002

2003
2004
2005
2006
2007
2008
75.000.000
50.000.000
100.000.000
150.000.000
150.000.000
150.000.000
150.000.000
75.000.000
-
75.000.000
50.000.000
50.000.000
75.000.000
75.000.000
75.000.000
75.000.000
37.500.000
-
-
-
12.500.000
18.750.000
18.750.000
18.750.000
(18.750.000)
(18.750.000)
(56.250.000)
-
-
37.500.000
56.250.000
56.250.000
56.250.000
56.250.000
56.250.000
56.250.000
900.000.000 512.500.000 12.500.000 375.000.000

| P age

107

Pada awal tahun 2009 empat sedan tersebut diambil alih oleh Komisaris,
Direktur, Manager yang memakainya tanpa pembayaran, harga pasar 4 sedan
tersebut Rp.160.000.000,-. NBF 4 sedan =Rp.56.250.000,-.
Keterangan Akuntansi Fiskal
Nilai Buku 0 56.250.000
Uang diterima 0 -
Harga pasar - 160.000.000
Keuntungan 0 103.750.000
Pasal 5 PP. NO.138 Tahun 2000, dalam hal terjadi pengalihan harta
perusahaan kepada pegawainya (bukan pemegang saham), maka keuntungan
berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan NSBF merupakan
penghasilan bagi perusahaan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU. NO.7 Tahun 1983 tidak ada
perubahan yang prinsipiil sampai dengan UU. NO.36 Tahun 2008, dalam hal
pengalihan harta terjadi antara badan usaha dengan pemegang saham, maka harga
jual pasar yang dipakai adalah harga pasar, selisih dengan NBF merupakan
keuntungan badan usaha dan penghasilan dividen bagi pemegang saham.
Dalam contoh diatas, apabila Komisaris, Direktur dan Manager merupakan
pemegang saham, memperoleh dividen Rp.103.750.000,-, Ps.17 (2c, 2d) UU
No.36/2008 mulai tahun 2009 dikenakan PPh Final 10% untuk WPOPDN.
Pada bulan J anuari 2009 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur dan
Manager seharga Rp.1.800.000.000,-, taksiran umur komersial 6 tahun tanpa nilai
residu; penyusutan komersial pertahun Rp.300.000.000,- Dasar penyusutan fiskal
50% = Rp.900.000.000,- termasuk Kelompok 2 dengan metode garis lurus,
penyusutan fiskal pertahun Rp.112.500.000,-.
Tahun Komersial Beda Tetap Beda Waktu Fiskal
2009
2010
2011
2012
2013
300.000.000
300.000.000
300.000.000
300.000.000
300.000.000
150.000.000
150.000.000
150.000.000
150.000.000
150.000.000
37.500.000
37.500.000
37.500.000
37.500.000
37.500.000
112.500.000
112.500.000
112.500.000
112.500.000
112.500.000

| P age

108
2014
2015
2015
300.000.000
-
-
150.000.000
-
-
37.500.000
(112.500.000)
(112.500.000)
112.500.000
112.500.000
112.500.000
J UMLAH 1.800.000.000 900.000.000 0 900.000.000

i. Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari kayu (Inventaris - Kelompok 1)
seharga Rp.120.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan Komersial pertahun Rp. 30.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal.
j. Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari logam (Inventaris - Kelompok 2)
seharga Rp.300.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 50.000.000,-, Penyusutan fiskal pertahun
Rp.37.500.000,-.
k. Pada awal tahun 2008 dibeli Komputer Kantor seharga Rp.60.000.000,-, taksiran
umur komersial 4 tahun, metode penyusutan garis lurus; Penyusutan fiskal
dengan metode garis lurus. Penyusutan Komersial pertahun Rp.15.000.000,-
sama dengan penyusutan fiskal.
B. Amortisasi Fiskal.
Pasal 11A UU. RI. No.10 Tahun 1994 tidak berubah pada UU. RI. No.17
Tahun 2000 dirubah pada UU No.36 Tahun 2008; menyatakan bahwa atas
pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU)
dan hak pakai dan muhibah (good will) yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, diamortisasi dengan metode garis lurus atau saldo menurun; apabila
diamortisasi dengan saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa bukunya
diamortisasi sekaligus.




| P age

109
Masa manfaat dan tarif amortisasi sama dengan harta berwujud kelompok bukan
bangunan, yaitu:
Tabel 4.4 Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Kelompok Harta Tak Berwujud
Kelompok Harta
Tak Berwujud
Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun
1
2
3
4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25% x HP
12,5%
6,25%
5%
50% x NSB
25%
12,5%
10%

Pasal 9 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36
Tahun 2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan
untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau 11A.
Contoh:
Pada awal tahun 2007 PT.CBA memperpanjang HGU selama 25 tahun sejak awal
2007 dengan biaya perpanjangan melalui Konsultan sebesar Rp.1.000.000.000,-,
masuk kelompok 4; secara akuntansi diamortisasi dengan metode garis lurus selama
25 tahun, secara fiskal diamortisasi selama 20 tahun dengan metode garis lurus.
Amortisasi komersial pertahun Rp.40.000.000,-, amortisasi fiskal pertahun
Rp.50.000.000,-, merupakan beda waktu.
Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal sebesar Rp.10.000.000,-
selama 20 tahun merupakan penyesuaian fiskal negatif; sebaiknya selisih amortisasi
komersial diatas amortisasi fiskal sebesar Rp.40.000.000,- selama 5 tahun
merupakan penyesuaian fiskal positif.
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dapat dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai masa manfaat yang ditetapkan, apabila secara komersial diamortisasi selama
10 tahun, secara fiskal dapat dimasukkan kelompok 2. Pengeluaran yang dilakukan
sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yang sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf b UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU.
No.36 Tahun 2008, dikapitalisasi dibukukan dalam akun Biaya Sebelum Operasi,

| P age

110
(Pre Operating Expenses) kemudian diamortisasi sesuai masa manfaat yang
ditentukan.
Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
diamortisasi dengan metode satuan produksi; apabila ternyata jumlah produksi yang
sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, maka sisa pengeluaran diamortisasi
sekaligus pada akhir masa produksi.
Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, Hak
Penguasaan Hutan (HPH), hak pengusahaan hasil alam lainnya, hak pengusahaan
hasil laut, diamortisasi dengan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi
20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh:
PT. Meranti J aya pada akhir tahun 2000 mendapat HPH di Kalimantan Tengah
dengan biaya sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan taksiran produksi 100.000 ton
kayu, mulai produksi komersial tahun 2001.
Tabel 4.5 Data produksi dan amortisasi HPH
Tahun Produksi Amortisasi HPH
2001
2002
2003
2004
2005
10.000 ton
25.000 ton
30.000 ton
22.500 ton
22.500 ton
10% =Rp.1.000.000.000,-
20% =Rp.2.000.000.000,-
20% =Rp.2.000.000.000,-
20% =Rp.2.000.000.000,-
Habis
Rp.10.000.000.000,-
Realisasi penebangan lebih 10.000 ton dari perkiraan.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak penambangan migas dan
bahan migas, nilai sisa bukunya dibebankan sebagai kerugian dan jumlah
penggantian yang diterima merupakan objek PPh-tidak final.
Contoh:
PT. XYZ mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan migas di
Kalimantan Timur sebesar Rp.10.000.000.000,-, taksiran jumlah kandungan minyak
sebanyak 2.000.000.000 barel; setelah produksi 120.000.000 barel (60%), hak
penambangan tersebut dijual laku Rp. 5.500.000.000,-

| P age

111
Harga Perolehan Hak Penambangan Rp.10.000.000.000,-
Amortisasi yang telah dilakukan 6.000.000.000,-
Nilai Sisa Buku Hak Penambangan Rp. 4.000.000.000,-
Harga J ual 5.500.000.000,-
Keuntungan Pengalihan Hak Rp. 1.500.000.000,-
Pembayaran Sewa yang dilakukan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun,
pembebanan biaya fiskal dapat dilakukan seperti pembebanan biaya komersial.
Contoh:
Pada tanggal 1 J uli 2007 dibayar sewa bangunan kantor untuk jangka waktu tiga
tahun sampai dengan tanggal 30 J uni 2010 sebesar Rp.90.000.000,-
Biaya sewa Bangunan (Komersial =Fiskal)
- Tahun 2007 Rp.15.000.000,-
- Tahun 2008 30.000.000,-
- Tahun 2009 30.000.000,-
- Tahun 2010 15.000.000,-
Surat Direktur J enderal Pajak No.S-248/PJ .62/1988, tanggal 25 Agustus 1988.
Goodwill adalah harta tidak berwujud dari suatu perusahaan yang nilainya
didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan; baru
dibukukan apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang
bersangkutan kepada pihak lain, sepanjang tidak ada pemindahtanganan
perusahaan tidak ada Goodwill.
Harga perolehan Goodwill dapat diamortisasi, masuk kelompok 3; pada Pasal 11A
ayat (1) UU. No.36 Tahun 2008 goodwill atau muhibah dapat diamortisasi.
Contoh:
Nilai Buku Fiskal PT. Mustika J aya setelah revaluasi per 31 Desember 2006 sebesar
Rp.80.000.000.000,-, diambil alih (merger) oleh PT. Abadi Sukma tanggal 2 J anuari
2007 seharga Rp.85.000.000.000,-.
Bagi PT. Abadi Sukma, timbul Goodwill sebesar Rp.5.000.000.000,- yang dapat
dilakukan amortisasi dalam kelompok 3.
Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5 UU. No.36 Tahun 2008 merupakan objek PPh
adalah keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.

| P age

112
Penjelasan:
Dalam hal WP pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak
tersebut kepada WP lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak (PPh).






























Pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu
tahun lebih luas dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun
dalam prakteknya sama yaitu Aktiva tetap.
Terdapat perbedaan mengenai Aktiva Tetap yang dapat disusutkan
dan yang tidak disusutkan, tanah (HGU, HGB, hak pakai) secara akuntansi
dapat disusutkan berbeda dengan fiskal yang tidak dapat disusutkan. Aktiva
tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang bukan objek PPh atau dikenai PPh Final; dilakukan
penyusutan fiskal tapi tidak dapat dibiayakan berbeda dengan akuntansi
diakui sebagai biaya.
Aktiva tetap yang dapat disusutkan, apabila harga perolehannya sama
antara akuntansi dan fiskal, perbedaan penyusutan komersial dan penyusutan
fiskal merupakan beda waktu karena beda metode atau beda masa
manfaatnya.

RANGKUMAN
LATIHAN
PT. CAHAYA BINTANG :
Akuntansi : Metode penyusutan garis lurus tanpa nilai residu.
PPh : Metode penyusutan saldo menurun.
Pada tanggal 5 Oktober 2003 membeli 5 (lima) buah kendaraan seharga
Rp.90.000.000,- per buah taksiran umur enam tahun termasuk kelompok dua.
Tidak ada tambahan pengurangan/pengalihan serta biaya yang dikapitalisasi
s.d. akhir tahun 2008.

| P age

113
















Kejadian tahun 2009 :
1. Pada awal tahun 2009 tanggal 5 J anuari 2009, sebuah kendaraan
mengalami kecelakaan dan tidak mendapat penggantian asuransi, dijual
laku Rp.1.000.000,-.
2. Pada tanggal 1 Maret 2009, dua buah kendaraan dijual tunai laku
Rp.100.000.000,- (Untuk dua buah kendaraan).
Diminta :
1. Hitung Penyusutan komersial 2003 s.d. 2008!
2. Hitung Penyusutan Fiskal 2003 s.d. 2008!
3. Hitung rugi-laba komersial atas penarikan harta tahun 2009!
4. Hitung rugi-laba fiskal atas penarikan harta tahun 2009!
5. Hitung penyusutan komersial dan fiksal tahun 2009!
6. Buat perbandingan antara penyusutan komersial dan pnyusutan fiskal serta
rugi-laba penarikan atau penjualan kend. Dari th 2003 s.d. 2009 yang
membuktikan bahwa selisihnya merupakan beda waktu.


| P age

114
BAB
REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL











A. Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal dan Equalisasi dengan Pemotongan PPh
Pihak Lain dan PPN.
Rekonsiliasi laba rugi fiskal adalah melakukan penyesuaian atau koreksi
fiskal laba rugi komersial menjadi laba rugi fiskal sebagai dasar pengisian SPT
Tahunan PPh terutama WP Badan, dalam bahan ajar ini difokuskan pada Perseroan
Terbatas (PT). Equalisasi adalah melakukan perbandingan antara laba rugi yang
dilaporkan dalam SPT PPh dengan SPT Masa PPN, SPT Masa PPh Pasal 21/26,
SPT. Masa PPh Pasal 26 dan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Laporan Laba - Rugi Komersial dilaporkan dalam Lampiran I dan lampiran II
SPT Tahunan PPh WP Badan (tidak ada perubahan dibanding tahun 2008).
Lampiran I SPT Tahunan PPh Badan:
1. Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri.
a. Peredaran Usaha.
b. Harga Pokok Penjualan.
c. Biaya Usaha Lainnya.
d. Penghasilan Neto dari usaha (1a-1b-1c).
e. Penghasilan dari Luar Usaha.
f. Biaya dari Luar Usaha.
g. Penghasilan Neto dari Luar Usaha (1c-1f).
5
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menyusun Rekonsiliasi
Laba Rugi Fiskal WP yang menyelenggarakan pembukuan serta
melakukan equalisasi dengan kewajiban WP memotong PPh Pihak Lain
atau kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai.

| P age

115
h. J umlah (1d+1g).
2. Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri.
3. J umlah Penghasilan Neto Komersial (1h+2).
4. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak,
berdasarkan Pasal 4 ayat (2 dan 3) dan Pasal 15 UU PPh 1984.
5. Penyesuaian Fiskal Positif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984
6. Penyesuaian Fiskal Negatif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984
7. Fasilitas Penanaman Modal berupa pengurangan penghasilan neto,
berdasarkan Pasal 31A UU PPh 1984.
8. Penghasilan Neto Fiskal (3-4+5-6-7).
Penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final, objek PPh Final dan
bukan objek PPh serta biaya yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat
dikurangkan telah dibahas dalam Bab 3; Kewajiban memotong PPh Pihak lain dan
PPN telah dibahas dalam Bab 2. Bab ini membahas peraturan perundang-undangan
perpajakan dan studi kasus rekonsiliasi laba rugi fiskal.
1. Penyesuaian fiskal positif berdasarkan UU PPh 1984.
a. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu
atau anggota, berdasarkan Pasal 9 (1a, b, c, d).
b. Pembentukan/pemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 (1c).
c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan
kenikmatan, berdasarkan Pasal 9 (1e).
d. J umlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham/pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan
pekerjaan, berdasarkan Pasal 9 (1f).
e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, berdasarkan Pasal 9 (1g).
f. Pajak penghasilan, berdasarkan Pasal 9 (1h).
g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang
modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 (1j).
h. Sanksi administrasi, berdasarkan Pasal 9 (1k).
i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal, berdasarkan Pasal 11.
j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11.

| P age

116
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya (KEP.184/PJ /2002,
SE-08/PJ .42/2002).
l. Penyesuaian fiskal positif lainnya.
2. Penyesuaian fiskal negatif.
a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal, berdasarkan Pasal 11.
b. Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11.
c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya (KEP.184/PJ /2002,
SE-08/PJ .42/2002).
d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.
Lampiran II SPT Tahunan PPh Badan.
Perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha lainnya dan Biaya Diluar Usaha dari
Rugi-Laba Komersial diequalisasi dengan kewajiban WP memotong PPh Pasal 21,
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat (2) Final, PPh Ps.15 serta ketentuan
perpajakan yang berlaku untuk masing-masing biaya.
1) Pembelian Bahan/Barang Dagangan.
2) Gaji, Upah, Bonus, Gratifikasi, Honorarium, THR, dsb.
3) Biaya Transportasi.
4) Biaya Penyusutan dan Amortisasi.
5) Biaya Sewa.
6) Biaya Bunga Pinjaman.
7) Biaya Sehubungan Dengan J asa.
8) Biaya Piutang Tak Tertagih.
9) Biaya Royalti.
10) Biaya Pemasaran/Promosi.
11) Biaya Lainnya.
12) Persediaan Awal.
13) Persediaan Akhir (-/-).
14) J umlah 1 s.d. 12 dikurangi 13.
B. Peredaran Usaha.
1. Penjualan.
Penjualan dihitung berdasarkan Akrual Stelsel, walaupun WP menggunakan
Kas Stelsel, tapi Kas Stelsel campuran yang mendekati akrual. Berdasarkan

| P age

117
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254/KMK.03/2001 dan perubahannya
No.392/KMK.03/2001, No.236/KMK.03/2003, penjualan ke Pemungut PPh Pasal 22
dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
Pemungut PPh-Pasal 22 atas pembelian barang, adalah:
a. Direktorat J enderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat
Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang;
b. BI, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat,
PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian
barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN;
c. BUMN atau BUMD selain huruf b, yang melakukan pembelian barang dengan
dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
Pemungutan PPh-Pasal 22 tersebut dilaksanakan dengan cara pemungutan dan
penyetoran oleh Pemungut atas nama WP ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro (Surat Setoran Pajak ditulis nama WP ditandatangani atas nama WP oleh
Pemungut); PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit PPh yang dimasukkan dalam
Lampiran III (Formulir 1771-III) SPT. Tahunan PPh WP Badan.
2. Potongan Penjualan.
Potongan penjualan yang diberikan ke pembeli diakui berdasarkan prinsip
realisasi, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 1984 penyisihan potongan
penjualan tidak dapat dikurangkan.
Contoh:
Pada akhir tahun 2010 diadakan analisis piutang dagang yang akan melunasi dalam
awal tahun 2011 yang masih dalam jangka waktu pemberian potongan penjualan
sebesar Rp.50.000.000,-; secara akuntansi sudah diakui sebagai potongan
penjualan tahun 2010, dilakukan koreksi fiskal positif pada SPT PPh.
3. Retur Penjualan.
Retur Penjualan dari pembeli yang sudah diterima barangnya diakui
berdasarkan prinsip realisasi, penyisihan retur penjualan tidak diakui berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 1984.


| P age

118
Contoh:
Pada akhir tahun 2010 telah diterima pemberitahuan dari pembeli bahwa ada
barang-barang yang rusak atau daluwarsa seharga Rp.60.000.000,- yang akan
dikembalikan pada awal tahun 2011, secara akuntansi sudah diakui sebagai retur
penjualan tahun 2011 dengan mendebit perkiraan Retur Penjualan dan mengkredit
perkiraan Penyisihan Retur Penjualan dan pada waktu menerima barang retur
dibukukan debit Penyisihan Retur Penjualan dan kredit Piutang Usaha pada tahun
2011; dilakukan koreksi fiskal positif pada tahun 2010, dapat dibiayakan pada tahun
2011.
4. Penjualan neto.
Penjualan neto sama dengan Peredaran Usaha adalah Penjualan Bruto
dikurangi Potongan Penjualan dan Retur Penjualan; equalisasi dan rekonsiliasi
dengan jumlah penyerahan menurut SPT. Masa PPN.
5. Ekspor.
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan dokumen ekspor lainnya
merupakan bukti impor barang dilakukan hasil ekspor neto yaitu setelah dikurangi
penyusutan ekspor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hasil ekspor dalam valuta asing yang dimasukkan ke Rekening Valas
dibukukan dengan Kurs Tengah BI, ekspor BKP dikenai PPN nol persen dari hasil
ekspor yang dirupiahkan dengan Kurs MKRI.
C. Pembelian, Harga Pokok Penjualan dan Persediaan.
Perhitungan Harga Pokok Penjualan dan Penilaian Persediaan berdasarkan
Pasal 10 (6) UU. No.7/1983 tidak berubah s.d. UU. No.36/2008, yaitu:
1. Penilaian persediaan berdasarkan harga perolehan dan metode penilaian
persediaan dengan FIFO atau rata.
Tidak diperkenankan penilaian persediaan dengan metode LIFO dan penilaian
persediaan berdasarkan harga pokok atau harga pasar mana yang lebih rendah.
2. Kerugian atas barang hilang atau kecurian harus didukung dengan laporan ke
Polisi.
3. Pemusnahan barang harus dibuat Berita Acara dan diotorisasi oleh Pejabat yang
berwenang.

| P age

119
4. Hilang dalam proses produksi, dalam penyimpanan atau penguapan harus
sesuai dengan rendemen yang wajar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254/KMK.03/2001 dan
perubahannya No.392/KMK.03/2001, No.236/KMK.03/2003, pembelian yang
dipungut PPh-Pasal 22 adalah pembelian dari: No.154/PMK.03/2007,
No.523/PJ /2001.
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri: semen, rokok, kertas,
baja dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjualan hasil
produksinya didalam negeri;
2. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya didalam
negeri;
3. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas pembelian bahan-
bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
sebesar 0,5% (setengah persen) dari harga beli tidak termasuk PPN.
Potongan Pembelian dan Retur Pembelian dibukukan berdasarkan prinsip
realisasi, dan secara akuntansi tidak membentuk penyisihan potongan pembelian
dan penyisihan retur penjualan. Pembelian neto adalah pembelian bruto dikurangi
potongan pembelian dan retur pembelian dicocokkan dengan jumlah pembelian pada
Lampiran II SPT. Tahunan PPh WP. Badan dan diequalisasi atau direkonsiliasi
dengan jumlah pembelian menurut SPT. Masa PPN selama 12 bulan.
Pembelian Barang Kena Pajak (BKP) diequalisasi dengan PPN (Pajak
Masukan) yang dibayar, kecuali pembelian dari Pengusaha Kecil tidak terutang PPN.
Pasal 33 KUP Pembeli BKP atau penerima J KP bertanggung jawab secara renteng
atas pembayaran PPN, telah dicabut pada UU. No.28 Tahun 2007; oleh karena itu
Pembeli BKP tidak bertanggung jawab apabila Penjual BKP tidak memungut PPN
s.d. 31 Maret 2010. Mulai 1 April 2010 Tanggung renteng PPN berlaku lagi
berdasarkan Pasal 16F UU No.42 Th.2009, Pembeli BKP atau Penerima J KP
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN, sepanjang tidak dapat
menunjukkan bahwa PPN telah dibayar.


| P age

120
D. Impor.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254/KMK.03/2001 dan
perubahannya No.392/KMK.03/2001, No.236/KMK.03/2003, atas impor bahan atau
barang dipungut PPh-Pasal 22:
1. Sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai import, atas impor yang
menggunakan API (Angka Pengenal Impor);
2. Sebesar 7,5% dari nilai impor, atas impor yang tidak menggunakan API;
3. Sebesar 7,5% dari harga jual lelang, atau barang yang tidak dikuasai.
Nilai Impor =cif (Realisasi import x Kurs Menteri Keuangan) ditambah bea
masuk dan pungutan lainnya yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Nilai Impor sebagai dasar perhitungan PPN, PPh Pasal 22, PPnBm; PPN dan PPh
Pasal 22 merupakan kredit pajak, sedangkan PPnBm merupakan unsur harga pokok
import.
Harga Pokok Impor terdiri dari realisasi impor (valuta asing x kurs realisasi)
ditambah Bea Masuk dan pungutan lainnya ditambah PPnBm ditambah biaya
pengeluaran dan biaya angkut dari Anggar Bea Cukai sampai kegudang; harga
pokok impor tidak sama dengan nilai impor. J umlah pembelian dan harga pokok
impor dicocokkan dengan jumlah Pembelian Bahan/Barang Dagangan dalam
Lampiran II SPT. Tahunan PPh Badan dan diequalisasi/direkonsiliasi dengan jumlah
pembelian dan impor dalam SPT. Masa PPN selama 12 bulan.
E. Equalisasi dan Rekonsiliasi Antara Jumlah Penyerahan Menurut SPT. Masa
PPN (12 Bulan) dengan Jumlah Peredaran Usaha Menurut SPT Tahunan
PPh.
Penyerahan Barang dan J asa menurut SPT. Masa PPN selama 12 bulan:
Penyerahan Terutang PPN
a. Ekspor (tarif 0%) ..........................................................
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri ....
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut ....
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut .....................
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN ........
J umlah penyerahan terutang PPN ......................................
J umlah penyerahan tidak terutang PPN...............................
Rp. 300.000.000,-
Rp.1.200.000.000,-
Rp. 500.000.000,-
Rp. 400.000.000,-
Rp. -
Rp.2.400.000.000,-
Rp. -

| P age

121
J umlah seluruh penyerahan ................................................
J umlah peredaran usaha menurut SPT PPh.
Penjualan bruto ............................. Rp. 2.350.000.000,-
Dikurangi:
Potongan penjualan ..................... (Rp. 100.000.000,-)
Retur penjualan ............................ (Rp. 150.000.000,-)
Penjualan Neto ............................ Rp. 2.100.000.000,-
Ekspor ........................................ Rp. 300.000.000,-
J umlah Peredaran usaha
Selisih
Rp.2.400.000.000,-







Rp.2.400.000.000,-
Rp. 0
Berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh WP Badan, jumlah
peredaran usaha adalah jumlah peredaran usaha menurut akuntansi yaitu jumlah
penerimaan atau perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, setelah dikurangi
dengan retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak
(12 bulan) yang bersangkutan bagi perusahaan dagang dan perusahaan industri.
Dasar Pengenaan PPN untuk perusahaan dagang dan industri adalah harga jual
yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan BKP tidak termasuk PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Selisih antara omset menurut SPT. PPN dan jumlah peredaran menurut SPT.
PPh, disebabkan:
1. Penjualan kredit.
Dalam penjualan kredit PKP Penjual dapat menunda pembuatan FP-Std
sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang (Invoice)
sepanjang belum diterima uang; sehingga menyebabkan selisih omzet antara SPT
PPh dan SPT PPN, terutama untuk penjualan kredit yang dilakukan pada akhir tahun
buku; ketentuan tersebut berlaku s.d bulan Maret 2010.






| P age

122
Des-2008 J an-2009 Des-2009 J an-2010
Penj. Kredit
Invoice

FP-Std


Invoice FP-Std
SPT PPh 2008 SPT PPN 2009 SPT PPh 2009 SPT PPN 2010
Contoh:
Sistem penjualan PT. ABC adalah penjualan kredit (tidak ada yang tunai), jangka
waktu kredit 45 hari dan langganan selalu membayar dalam jangka waktu 45 hari
atau lebih. Penjualan kredit bulan Desember 2008 sebesar Rp.500.000.000,- dibuat
Faktur Pajak Standar bulan J anuari 2009 sebesar Rp.50.000.000,- dan masuk
jumlah penyerahan bulan J anuari 2009 sebesar Rp.500.000.000,-.
Penjualan kredit dari bulan J anuari 2009 sampai dengan Nopember 2007 sebesar
Rp.6.500.000.000,- dibuat Faktur Pajak Standar dari bulan Pebruari s.d Desember
2009 sebesar Rp.650.000.000,-.
Penjualan kredit bulan Desember 2009 sebesar Rp.800.000.000,- dibuat Faktur
Pajak Standar bulan J anuari 2010 sebesar Rp.80.000.000,-.
J umlah peredaran usaha Tahun 2009:
- menurut SPT PPh Rp.7.300.000.000,-
- menurut SPT Masa PPN 7.000.000.000,-
Selisih Rp. 300.000.000,-
Disebabkan penjualan kredit:
Desember 2008 Rp.(500.000.000,-)
Desember 2009 Rp. 800.000.000,- Rp. 300.000.000,-
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1a) UU No.42 Tahun 2009 mulai berlaku 1 April
2010, dalam penjualan kredit Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan
BKP/J KP atau berdasarkan akrual stelsel.
2. Uang muka.
Penerimaan Uang muka (pesanan), sudah terutang PPN tapi belum
merupakan penjualan, terutama uang muka pada akhir tahun buku misalnya pada
tanggal 20-12-2009 diterima uang muka sebesar Rp. 100 juta, tapi sampai 31-12-
2009, belum ada realisasi penjualan.

| P age

123
Bulan Desember 2009 sudah terutang PPN (Pajak Keluaran) sebesar
Rp.10.000.000,- dan sudah menambah jumlah penyerahan sebesar
Rp.100.000.000,- tapi belum menambah jumlah peredaran pada SPT PPh Tahun
2009.
3. Barang konsinyasi.
Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual sudah terutang PPN, tetapi belum
merupakan penjualan (Penghasilan), pengakuan penghasilan setelah realisasi
penjualan dilaporkan komisioner.
Contoh:
Pada tanggal 10 November 2008 PT. ABC mengirim barang dagangan ke CV. Maju
untuk dijualkan seharga Rp.100.000.000,- harga pokok barang Rp.70.000.000,- dan
komisi penjualan sebesar 10% dari harga jual; bulan Desember 2009 dibuat Faktur
Pajak Standar sebesar Rp.10.000.000,-.
Pada tanggal 20 J anuari 2009 diterima Nota Perhitungan dari CV. Maju:
Harga jual setelah PPN Rp.100.000.000,-
Komisi 10% 10.000.000,-
Rp. 90.000.000,-
Bulan Desember 2008, jumlah peredaran usaha:
SPT Masa PPN Rp.100.000.000,-
SPT PPh-2008 0
Selisih (PPN>PPh) Rp.100.000.000,-
Bulan J anuari 2009, jumlah peredaran usaha
SPT. Masa PPN 0
SPT PPh-2009 Rp.100.000.000,-
Selisih (PPN<PPh) Rp.100.000.000,-
4. Pemakaian sendiri BKP/J KP.
Pemakaian sendiri BKP/J KP untuk tujuan produktif tidak terutang PPN.
Pemakaian sendiri bukan untuk tujuan produksi, misalnya diberikan kepada pegawai,
pemberian cuma-cuma atau disumbangkan terutang PPN berdasarkan harga jual
dikurangi laba kotor (dalam prakteknya dihitung berdasarkan harga pokok), bukan
merupakan penghasilan tetapi mengurangi persediaan atau harga pokok penjualan;

| P age

124
harus diterbitkan FP, merupakan PK dan sekaligus merupakan PM yang tidak dapat
dikreditkan.
Atas pemberian cuma-cuma BKP baik yang dilakukan secara tersendiri atau
menyatu dengan barang yang dijual (barang promosi) serta pemberian cuma-cuma
J KP terutang PPN dan harus diterbitkan FP merupakan PK. Atas pemakaian sendiri
dan atau pemberian cuma-cuma BKP produksi sendiri yang tergolong mewah
dikenakan PPn BM. Pemakaian sendiri barang atau bahan dibukukan mengurangi
persediaan awal.
Contoh:
Pada bulan Mei 2009 PT. CBA memberikan sumbangan bencana alam dalam bentuk
barang dagangan harga pokok Rp.40.000.000,- dan harga pasarnya Rp.50.000.000,-;
terutang PPN sebesar Rp.4.000.000,- dan menambah jumlah penyerahan (peredaran
usaha) sebesar Rp.40.000.000,- ; secara akuntansi (PPh) mengurangi Persediaan
sebesar Rp.40.000.000,- tidak menambah peredaran usaha dalam SPT PPh.
5. Cabang belum sentralisasi PPN.
PKP yang mempunyai cabang termasuk lokasi usaha, perwakilan atau unit
pemasaran yang belum atau tidak mendapat persetujuan sentralisasi PPN;
penyerahan atau pengiriman BKP dari kantor pusat ke cabang atau antar cabang
sudah terutang PPN tetapi belum merupakan penjualan dalam PPh.
Penjualan diakui dalam PPh apabila sudah ada realisasi penjualan kepada
pihak ketiga dan PPh dilaporkan secara sentralisasi. Dasar Pengenaan PPN untuk
penyerahan BKP dan/atau J KP dari Pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan/atau J KP antar cabang adalah Harga J ual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
Contoh:
Pada bulan Nopember 2009 PT. BCA J akarta mengirim barang dagangan ke
Cabang Medan harga pokok Rp.100.000.000,- ditambah PPN dan Faktur Pajak
Standar langsung dibuat.
J urnal PT. CBA J akarta:
Cabang Medan D 110.000.000,-
Pengiriman Br. Ke Cabang K 100.000.000,-
PPN (PK) K 10.000.000,-

| P age

125

J urnal PT. CBA Cabang Medan:
Pengiriman Br. Dari Kantor Pusat D 100.000.000,-
PPN (PM-Dapat dikreditkan) D 10.000.000,-
Kantor Pusat K 110.000.000,-
Pada bulan Desember PT. CBA Cabang Medan menjual barang tersebut secara
kredit seharga Rp.130.000.000,- ditambah PPN dan Faktur Pajak Standar langsung
dibuat.
J urnal PT. CBA Cabang Medan:
Piutang usaha D 143.000.000,-
Penjualan K 130.000.000,-
PPN (PK) K 13.000.000,-
J umlah penyerahan atau peredaran usaha:
Kantor Pusat Rp.100.000.000,-
Cabang Medan 130.000.000,-
SPT. Masa PPN Rp.230.000.000,-
SPT PPh 130.000.000,-
Selisih Rp.100.000.000,-
6. Potongan penjualan.
Potongan harga jual yang dicantumkan dalam Faktur Pajak mengurangi DPP
PPN dan mengurangi peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh. Potongan
penjualan yang diberikan setelah Faktur Pajak dibuat tidak dapat mengurangi DPP
PPN tapi mengurangi jumlah peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh.
Contoh:
Pada tanggal 1 J uli 2009 PT. CBA menjual secara kredit kepada CV. Maju seharga
Rp.100.000.000,-, PPN sebesar Rp.10.000.000,- sudah dibuatkan Faktur Pajak
Standar.
Pada bulan September CV. Maju melunasi diberikan potongan tunai 5%,
perhitungan:
Harga barang Rp.100.000.000,-
Potongan tunai 5% ( 5.000.000,-)

| P age

126
Harga Neto Rp. 95.000.000,-
PPN sesuai FP 10.000.000,-
Dibayar Rp.105.000.000,-
PT. CBA
Penjualan Rp.100.000.000,-
Potongan tunai 5% 5.000.000,-
Peredaran usaha (SPT PPh) Rp. 95.000.000,-
Penyerahan (SPT. PPN) 100.000.000,-
Selisih Rp. 5.000.000,-

7. Retur Penjualan
Retur penjualan yang dibuatkan Nota Retur PPN akan mengurangi jumlah
penyerahan dalam SPT. Masa PPN dan mengurangi jumlah peredaran usaha dalam
SPT PPh. Syarat membuat Nota Retur PPN harus menunjuk Nomor Seri Faktur
Pajak atas barang yang dikembalikan tersebut.
Dalam perusahaan farmasi (obat-obatan) mengalami kesulitan untuk mencari
Nomor Seri Faktur Pajak atas barang-barang yang dikembalikan dari apotik melalui
distributor ke pabrik. Pada waktu distributor mengembalikan barang dagangan ke
pabrik, membuat Invoice dan Faktur Pajak Standar, tidak mengurangi jumlah
penyerahan dipabrik tetapi mengurangi peredaran usaha karena dibukukan sebagai
retur penjualan.
Contoh:
PT. KLM sebagai pabrik farmasi pada tahun 2009 menjual barang ke distributor PT.
ABC seharga Rp.10.000.000.000,-, barang-barang yang dikembalikan dari apotik
melalui distributor sebesar Rp.50.000.000,-, distributor tidak membuat Nota Retur
PPN tetapi membuat Invoice dan Faktur Pajak Standar Rp.5.000.000,-.
Apabila dibuat Nota Retur PPN akan mengurangi PK, apabila dibuat Faktur Pajak
akan menambah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT. KLM; secara total
PK dan PM tidak ada masalah.
Penjualan Rp.10.000.000.000,-
Retur Penjualan 50.000.000,-
Peredaran usaha (SPT PPh) Rp. 9.950.000.000,-
Penyerahan (SPT. Masa PPN) 10.000.000.000,-
Selisih Rp. 50.000.000,-

| P age

127
8. Penjualan dalam valuta asing.
Invoice yang dibuat dalam valuta asing dicatat dalam penjualan (SPT PPh)
berdasarkan kurs realisasi atau kurs tengah BI, DPPPPN berdasarkan Kurs Menteri
Keuangan pada saat faktur pajak dibuat.
Pasal 11 PP. No.143 Tahun 2000, ayat:
(1) Apabila pembayaran atau harga jual atau penggantian dilakukan dengan
mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya pajak
yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan
mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan
pada saat pembuatan faktur pajak.
(2) Dalam hal pembayaran atau harga jual atau penggantian yang dilakukan
sehubungan dengan pelaksanaan Ps.16 A UU. PPN mempergunakan mata
uang asing, maka besarnya pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam
mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut
Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh:
Pada tanggal 25 Mei 2007 PT. BCA menjual barang ke PT. XYZ seharga USD
10,000.- belum termasuk PPN secara kredit, Faktur Pajak dibuat tanggal 30 J uni
2007; dilunasi oleh PT. XYZ tanggal 10 J uli 2007.
Kurs per USD:
Kurs Tengah BI per 25 Mei 2007 Rp.9.200,-
Kurs MKRI per 30 J uni 2007 Rp.9.250,-
Kurs realisasi per 10 J uni 2007 Rp.9.300,-
J umlah peredaran usaha (PPh)
USD 10,000 X Rp.9.200,- Rp.92.000.000,-
J umlah penyerahan (PPN) =
USD 10.000 X Rp.9.250 92.500.000,-
Selisih Rp. 500.000,-
Laba kurs =USD 10,000 (Rp.9.300 Rp.9.200) =Rp.1.000.000,-



| P age

128
F. Biaya, Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR dsb.
Biaya Sumber Daya Manusia (SDM) yang diberikan kepada pegawai
berkaitan dengan dapat dibiayakan atau tidak dapat dibiayakan serta merupakan
objek PPh Pasal 21 atau bukan objek PPh Pasal 21.
Berdasarkan UU PPh-1984 dan perubahannya, biaya sumber daya:
1. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 ayat (1) huruf a, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (deductible expense) dan merupakan objek PPh Pasal 21
termasuk: gaji, upah, honorarium, tunjangan hari raya, tunjangan pajak,
tunjangan keluarga, tunjangan apapun, uang lembur, bonus yang diberikan
berkaitan dengan prestasi kerja, penggantian pengobatan, dsb.
2. Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Pasal 4 ayat (3) huruf d, tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto (non deductible expense) dan bukan merupakan objek
PPh Pasal 21, adalah penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura kenikmatan, termasuk: pemberian beras, pemberian gula, PPh
Pasal 21 ditanggung perusahaan, rekreasi dan olahraga, biaya cuti pegawai
dibayar perusahaan, dsb; yang merupakan penyesuaian fiskal positif yang
dimasukkan dalam Lampiran I SPT. Tahunan PPh WP Badan nomor 5c; kecuali
yang diberikan oleh Bukan WP, WP (Pemberi Kerja) yang dikenakan PPh-Final
berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 (Norma Penghitungan Khusus)
merupakan objek PPh Pasal 21 (dibahas dalam bab tersendiri).
3. Pengecualian Pasal 9 ayat (1) huruf e dan tetap berlaku Pasal 4 ayat (3) huruf d,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek objek
PPh Pasal 21 yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I.
No.466/KMK.04/2000 dan Keputusan Dir. J end. Pajak No.KEP-213/PJ /2001
serta SE-14/PJ .3/2003, untuk bukan daerah terpencil; berlaku s.d. 31 Desember
2008.
1) Penyediaan makan-minum untuk seluruh pegawai termasuk dewan direksi
dan komisaris ditempat kerja; tidak mutlak harus seluruh pegawai, apabila
terdapat pegawai yang makan diluar karena tugas dapat dikurangkan;
2) Pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian
seragam pabrik, seragam hansip/satpam;
3) Antar jemput pegawai;

| P age

129
4) Penginapan untuk awak kapal/pesawat.
1. Peraturan MKRI NO.83/PMK.03/2009, m.b. 1 Januari 2009.
2. Peraturan DIREKTUR JENDERAL PAJAK No.PER-51/PJ/2009, 7 Sept.2009.
Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan (bukan objek PPh Pasal 21)
bagi Pegawai yang menerimanya:
a. Pemberian atau penyediaan makanan/minuman bagi seluruh pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan meliputi:
1) pemberian makanan/minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat
kerja,
2) pemberian kupon makanan/minuman bagi pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat makan ditempat kerja, meliputi pegawai bagian:
pemasaran, transportasi dan dinas luar lainnya.
PER-51/PJ /2009 Tgl 7 Sept. 2009.
Nilai Kupon makanan/minuman yang wajar dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto dan bukan objek PPh 21. Nilai Kupon yang wajar adalah tidak melebihi
rata-rata nilai penyediaan makanan/minuman per pegawai yang disediakan
ditempat kerja.
b. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya, meliputi: pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar
jemput pegawai, serta penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya. Pengertian
keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan keamanan atau
keselamatan kerja pekerja yang diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau pemerintah daerah setempat (DEPNAKER).
c. Keputusan Dir. J end. Pajak Nomor KEP-220/PJ /2002, biaya pemeliharaan dan
perbaikan kendaraan termasuk sedan dan pulsa Hand phone atau telpon seluler
milik perusahaan yang digunakan pegawai karena jabatannya (dibawa pulang
pegawai tertentu), 50% dapat dikurangkan; dibahas lebih lanjut dalam
penyusutan fiskal.


| P age

130
d. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf g, biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bea
siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya
manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan
kewajaran, termasuk beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa dan
pihak lain.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NO.246/PMK.03/2008 tentang
Beasiswa yang dikecualikan dari objek PPh atau Bukan Objek PPh Pasal 21,
dengan syarat:
1) mengikuti pendidikan didalam negeri pada tingkat pendidikan: dasar,
menengah dan tinggi.
2) komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi
yang diambil, pembelian buku, biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah
lokasi tempat belajar.
3) Tidak berlaku apabila penerima bea siswa mempunyai hubungan istimewa
dengan: pemilik, komisaris, direksi atau pengurus dari WP pemberi bea
siswa.
e. Iuran atau premi jaminan kematian (J KM), jaminan kecelakaan kerja (J KK) ke PT.
J AMSOSTEK merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek
PPh-Pasal 21; pegawai atau keluarganya menerima penggantian pengobatan
atau santunan kematian dari PT. J AMSOSTEK bukan merupakan objek PPh-
Pasal 21.
f. Iuran jaminan haritua (J HT) ke PT.J AMSOSTEK atau iuran pensiun ke Dana
Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dapat dikurangkan dan
bukan objek PPh-Pasal 21; pada waktu pegawai diberhentikan (PHK) mendapat
uang pesangon dikenai PPh Pasal 21-Final, atau pegawai pensiun menerima
pensiun sekaligus dikenakan PPh Pasal 21-Final.
g. Biaya pengobatan pegawai yang diberikan dalam bentuk natura atau langsung
dibayar ke rumah sakit dan apotik, tidak dapat dikurangkan dan bukan
merupakan objek PPh Pasal 21; apabila diberikan dalam bentuk tunjangan atau
penggantian pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan
merupakan objek PPh-Pasal 21.

| P age

131

h. Biaya perjalanan pegawai dalam rangka tugas perusahaan yang didukung
dokumen-dokumen pengeluaran (tiket, hotel, akomodasi) dapat dikurangkan dan
bukan merupakan objek PPh Pasal 21, uang saku atau honor perjalanan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan objek PPh Pasal 21.
i. Fiskal Luar Negeri pegawai yang dibayar perusahaan, dalam bukti fiskal ditulis
nama dan NPWP perusahaan merupakan kredit PPh-perusahaan, berlaku
sampai dengan 31 Des. 2008.
j. Biaya sewa rumah untuk pegawai yang dibayar perusahaan, tidak dapat
dikurangkan kecuali dinyatakan dalam bentuk tunjangan sewa rumah dan
merupakan objek pemotongan PPh-Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%.
k. Biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah perusahaan yang ditempati
pegawai, tidak dapat dikurangkan kecuali dinyatakan dalam bentuk tunjangan
perumahan sebesar biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah tersebut.
l. Surat Edaran Dir. J end. Pajak No.SE-16/PJ .44/1992. Pembayaran bonus,
gratifikasi, jasa produksi, tantiem dan sebagainya kepada karyawan yang
merupakan bagian keuntungan (pembagian laba) atau dibebankan ke laba yang
ditahan (retained learning), bagi perusahaan tidak dapat dikurangkan dan bagi
pegawai merupakan objek PPh-Pasal 21.
m. Pasal 6 ayat (1) huruf h UU. No.36 Th.2008, Peraturan MKRI
No.246/PMK.03/2008 dan No.154/PMK.03/2009. Biaya beasiswa, magang dan
pelatihan dapat dibiayakan, penjelasan: Biaya dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat
dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar,
mahasiswa, dan pihak lain; bagi yang menerima bukan objek PPh Pasal 21.
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.83/PMK.03/2009.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut, adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk:
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi pegawai dan keluarganya;

| P age

132
d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olah raga tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang.
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakan sendiri.
4. Perlakuan PPh Pasal 21 bagi pegawai:
a. Dibebankan ke pegawai, mengurangi uang yang diterima pegawai;
b. Dibayar perusahaan tidak dapat dibiayakan;
c. Diberikan tunjangan PPh Pasal 21 maksimal sebesar PPh Pasal 21 terutang
dapat dibiayakan.
5. Equalisasi dan rekonsiliasi antara SPT Tahunan PPh WP badan dengan SPT
PPh Pasal 21.
Perbedaan antara jumlah biaya gaji, upah dsb dalam lampiran II SPT.
Tahunan PPh WP Badan dengan objek PPh-Pasal 21 menurut SPT. PPh Pasal 21
dalam masa pajak yang sama (12 bulan) untuk bukan daerah terpencil disebabkan:
a. Penyesuaian fiskal positif (lampiran I), berupa penggantian atau imbalan
pekerjaan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
b. Pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang dapat
dikurangkan dan bukan merupakan objek PPh-Pasal 21.
c. Biaya pendidikan, biaya perjalanan, iuran J HT, iuran pensiun ke Dana Pensiun
yang sudah disyahkan Menteri Keuangan, yang dapat dikurangkan dan bukan
merupakan objek PPh Pasal 21.
d. Pemberian bonus, gratifikasi, tantiem, jasa produksi yang merupakan pembagian
laba, tidak dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh Pasal 21.









| P age

133
Tabel 5.1 Rekonsiliasi Fiskal Biaya SDM
dalam ribuan rupiah
1771-II
Lamp.II
1771.I
Lamp.I
Dapat
dikurangkan
Objek
PPh Ps.21
1 Gaji Pokok 3.000.000 - 3.000.000 3.000.000
2 J KK dan J KM
J AMSOSTEK
36.000 - 36.000 360.000
3 J HT-J AMSOSTEK 111.000 - 111.000 PER.31/PJ /2009
4 Iuran Pensiun-
DPMK
150.000 - 150.000 PER.31/PJ /2009
5 Tunjangan
Operasional
300.000 - 300.000 300.000
6 T.H.R 250.000 - 250.000 250.000
7 Penggantian
Pengobatan
250.000 - 250.000 250.000
8 Biaya opname
(Natura)
100.000
5c
100.000 - Ps.9(1)e,
Ps.4(3)d
9 Bonus Prestasi
Kerja
450.000 - 450.000 450.000
10 Tunjangan PPh
Pasal 21
120.000 - 120.000 120.000
11 Seragam Olah
Raga
9.000
5c
9.000 - Ps.9(1)e,
Ps.4(3)d
12 Piknik/Rekreasi 15.000
5c
15.000 - Ps.9(1)e,
Ps.4(3)d
13 Penyediaan Makan 30.000 - 30.000 83/PMK.03/2009
14 Antar J emput
Pegawai
36.000 - 36.000 83/PMK.03/2009
15 Seragam SATPAM 5.000 - 5.000 83/PMK.03/2009
16 Keselamatan Kerja 15.000 - 15.000 83/PMK.03/2009
17 Pembagian
Sembako
6.000
5c
6.000 - Ps.9(1)e,
Ps.4(3)d
18 Perjalanan Dinas 100.000 - 100.000 Ps. 6(1)a
19 Pendidikan 30.000 - 30.000 Ps. 6(1)g
20 Uang Saku 324.000 - 324.000 324.000
21 Bonus dari Laba 200.000
5c
200.000 - 200.000
22 Upah Harian 60.000 - 60.000 60.000
23 Uang Lembur 40.000 - 40.000 40.000
24 Pemberian Natura 10.000
5c
10.000 - Ps.9(1)e,

| P age

134
Ps.4(3)d
25 PPh Ps. 21 dibayar
Persh.
3.000
5c
3.000 - Ps.9(1)e,
Ps.4(3)d
5.650.000 343.000 5.307.000 5.030.000
Perhitungan:
Biaya Gaji, Upah, dsb (SPT PPh Lamp.II) Rp.5.650.000.000,-
Penyesuaian fiskal positif (SPT PPh Lamp.I) 343.000.000,-
Biaya dapat dikurangkan Rp.5.307.000.000,-
Objek PPh. Ps.21 (SPT PPh Ps.21) Rp.5.030.000.000,-

G. Biaya Transportasi.
Biaya transportasi termasuk biaya pengangkutan bahan atau barang pada
waktu pembelian atau penjualan, bagi WP Badan dan BUT wajib memotong PPh
yang telah dibahas dalam Bab.2.
H. Biaya Penyusutan dan Amortisasi.
Biaya penyusutan dan amortisasi di Lampiran II SPT. Tahunan PPh WP
Badan merupakan penyusutan komersial dan amortisasi komersial, penyusutan
fiskal dan amortisasi fiskal dimasukkan dalam Lampiran Khusus SPT. Tahunan PPh
WP badan; selisihnya masuk di Lampiran I no.3i/j atau 4a/b.
Perlu dicocokkan rinciannya, dan diperiksa mengenai pengelompokkan harta,
uraiannya dibahas dalam Penyusutan Aktiva Tetap yang dalam Buku Akuntansi
Pajak. Apabila harga perolehan aktiva tetap tidak dilakukan koreksi fiskal, selisih
antara penyusutan komersial dan penyusutan fiskal merupakan benda waktu;
apabila WP melaksanakan PSAK No.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan, akan
menimbulkan kewajiban pajak tangguhan atau aktiva pajak tangguhan.
I. Biaya Sewa.
Biaya sewa terdiri dari sewa tanah dan atau bangunan, sewa kendaraan
angkutan darat, sewa harta selain tanah bangunan dan kendaraan angkutan darat,
termasuk charter kapal, charter pesawat, charter kendaraan; berkaitan dengan
kewajiban memotong PPh-Pasal 4(2) final atau PPh Pasal 23, PPh Pasal 15 telah
dibahas dalam Bab 2.



| P age

135
J. Biaya Bunga Pinjaman.
Biaya bunga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kewajiban memotong
PPh Pasal 23/26 telah dibahas dalam Bab 2.
K. Biaya Sehubungan dengan Jasa.
Biaya sehubungan dengan jasa atau Professional fee adalah biaya termasuk:
konsultan hukum, konsultan pajak, konsultan teknik, akuntan publik, penilai, jasa
teknik, jasa manajemen dan sebagainya baik yang dilakukan oleh WP orang pribadi
maupun WP Badan yang berstatus sebagai WPDN atau WPLN. Biaya sehubungan
dengan jasa dibedakan antara yang merupakan J KP dan bukan J KP serta yang
merupakan objek pemotongan PPh dan yang bukan merupakan objek pemotongan
PPh, telah dibahas dalam Bab 2.
L. Kerugian Piutang Tak Tertagih.
Penjualan kredit menimbulkan piutang usaha.
Contoh:
PT. ABC (PKP) menjual kredit pada Toko Rejeki:
Harga barang Rp. 50.000.000
PPN (Pajak Keluaran) 5.000.000
J umlah Piutang Usaha Rp. 55.000.000
Apabila piutang usaha tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih dan secara akuntansi
dihapuskan atau merupakan kerugian piutang, perlakuan perpajakannya:
a. PPN yang telah disetorkan ke Kas Negara tidak dapat diminta kembali.
b. PPh berdasarkan Pasal 6 (1) h UU PPh 1984.
Pasal 6 ayat (1) h UU. No.36 Tahun 2008.
Kerugian atas Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dapat dibiayakan
dengan syarat yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
No.105/PMK.03/2009:
a. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha
bank, lembaga pembiayaan, industri dagang, dan jasa lainnya dapat
dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak; tidak
termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa dengan WP.

| P age

136

b. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan
sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang
bersangkutan;
2) WP harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut kepada Direktorat J enderal Pajak; daftar tersebut harus
mencantumkan identitas debitur berupa nama, NPWP, alamat dan jumlah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih; dilampirkan pada SPT.
Tahunan PPh.
3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan
perkara penagihannya Kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan uang antara kreditur
dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut,
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu; tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari
beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga
pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian: Kukesra,
KUT, KPRSS, KUK, KUR, Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan
perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan
koperasi dan debitur kecil lainnya yang tidak melebihi Rp.5.000.000,-.
Dibuat daftar nominatif debitur kecil dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
M. Biaya Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak,
Telah dibahas dalam Bab 2.



| P age

137
N. Biaya Promosi dan Penjualan.
1. Pasal 6 ayat (1)a.7. UU. No.36 Tahun 2008.
a. Biaya promosi dan penjualan dapat dibiayakan.
Penjelasan pasal 6 (1) a UU. No.36 Tahun 2008.
Mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-
benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakikatnya merupakan
sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan dan sebagai
pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan No.02/PMK.03/2010 dalam Bab II.
b. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh WP
dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan penjualan.
c. Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
merupakan akumulasi dari jumlah:
d. Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
e. Biaya pameran produk;
f. Biaya pengenalan produk baru; dan/atau
g. Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

2. Tidak termasuk biaya promosi adalah:
a. Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan kegiatan promosi;
b. Biaya promosi untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk,
besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar
harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam
perhitungan harga pokok penjualan. Biaya promosi yang dikeluarkan kepada pihak

| P age

138
lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan
pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
WP wajib daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan
kepada pihak lain, paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, NPWP,
alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan
dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong; dibuat sesuai Lampiran PMK ini,
dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
O. Biaya Entertainment.
Surat Edaran Dir. J end. Pajak No.SE-27/PJ .22/1986, 14-06-1986.
Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek PPh,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibuat daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.
Daftar Nominatif Entertainment:
1. Nomor urut,
2. Tanggal diberikan,
3. Nama/tempat entertainment diberikan,
4. Alamat entertainment,
5. J enis entertainment,
6. J umlah,
7. Relasi: nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha.
P. Sumbangan.
Sumbangan yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan atau
kepemilikan, bagi yang menerima bukan objek PPh dan bagi yang memberi bukan
biaya.
Pasal 6 ayat (1) i, j, k, l, m UU.No.36 Tahun 2008, dapat dibiayakan sumbangan
yang diatur atau berdasarkan PP (belum ada sampai penulisan bahan ajar ini):
1. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;
2. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia;
3. Biaya pembangunan infrastruktur sosial;
4. Sumbangan fasilitas pendidikan;

| P age

139
5. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Surat Edaran Dir. J end. Pajak No.SE-33/PJ .421/1996, 2 September 1996
Biaya bea siswa dalam rangka Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA)
dapat dikurangkan, dengan syarat WP harus dapat menunjukkan bukti
setoran/transfer uang, yang ditujukan ke BRI atas nama lembaga GN-OTA.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.609/PMK.03/2004, tanggal 28
Desember 2004 dan No.14/PMK.03/2005, tanggal 21 Pebruari 2005:
Sumbangan yang diberikan oleh WP dalam rangka bantuan kemanusiaan bencana
alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada bulan Desember
2004 dapat dibiayakan melalui penyampaian SPT Tahunan PPh tahun pajak yang
bersangkutan. Sumbangan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang sah dan
dapat diuji kebenarannya. Sumbangan tersebut harus ditampung, disalurkan
dan/atau dikelola oleh Instansi Pemerintah serta pihak-pihak lain yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya termasuk PMI, Media massa cetak dan
elektronik, dan organisasi sosial dan/atau keagamaan:
a. Wajib mendaftarkan diri ke KP-DJ P.
b. Wajib melaporkan penerimaan dan penyaluran sumbangan untuk setiap triwulan
(formulir laporan).
Peraturan Menteri Keuangan R.I. Nomor 93/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober
2006, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah bantuan kemanusiaan
bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian Propinsi J awa Tengah
serta gempa bumi dan stunami di pesisir pantai selatan Pulau J awa.
Q. Zakat.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh 1984 dan perubahannya, dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah zakat yang nyata-nyata dibayarkan oleh
WPOP pemeluk agama Islam dan atau WP Badan DN yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah; lihat KEP-163/PJ /2003.
Pasal 9 ayat (1) g UU. No.36 Tahun 2008, dapat dibiayakan adalah zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

| P age

140
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, diatur lebih lanjut: PP No.18 Tahun 2009,
Peraturan MKRI No.245/PMK.03/2008.
R. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh
1984 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat dibebankan sebagai biaya dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (SE-02/PJ .42/2002):
1. Memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU PDRD;
2. Berkaitan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan tidak bersifat final dan atau tidak berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto/Norma Penghitungan Khusus;
3. Tidak termasuk pengeluaran untuk sanksi berupa bunga, denda dan atau
kenaikan.
S. Biaya Kantor.
Biaya kantor terdiri dari alat tulis kantor, kertas, klip dan sebagainya
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
T. Biaya Listrik, Telepon, Air.
Biaya listrik, tepon, air yang pembayaran dapat dibuktikan dari tagihan PLN,
TELKOM, PAM, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Apabila ada biaya listrik, telpon, air, pemegang saham atau pemilik yang dibayar
perusahaan, tidak dapat dikurangkan dan merupakan dividen terselubung.
Biaya telpon seluler (handphone) untuk pegawai sampai dengan 17 April
2002, biaya penyusutan dan biaya berlangganan, pengisian ulang, perbaikan tidak
dapat dikurangkan.
KEP-220/PJ /2002, mulai berlaku 18 April 2002.
Telp. Seluler (handphone) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatannya atau pekerjaannya:
- harga perolehan, termasuk kelompok 1 (masa manfaat 4 tahun) dapat
dibebankan sebesar 50%-nya melalui penyusutan.



| P age

141
Contoh:
1 Mei 2002 dibeli Handphone untuk pegawai Rp.3.000.000,-, yang dapat
disusutkan 50% =Rp.1.500.000 penyusutan fiskal dengan metode garis lurus:
Penyusutan Fiskal yang dapat dikurangkan th.2002 = 8/12 x (25% x
Rp.1.500.000,-) =Rp.250.000,-.
- 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian uang pulsa dan perbaikan
dalam tahun yang bersangkutan dapat dikurangkan (deductible expense).
U. Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
Berdasarkan Pasal 3 PP.138 Tahun 2000; bagi perusahaan yang bukan
pengusaha kena pajak, misalnya: Hotel, Bank, Asuransi, Rumah Sakit dan
sebagainya, PPN yang dibayar pada waktu perolehan atau pembelian BKP/J KP,
tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran, perlakuannya:
1. Dapat dikurangkan dari penghasilan sesuai pasal 6 UU PPh-1984, dan apabila
masa manfaatnya lebih dari satu tahun pembebanannya melalui penyusutan atau
amortisasi, atau dikapitalisasi pada harga perolehan aktiva yang diperoleh atau
dibeli.
2. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, apabila pengeluaran tersebut
termasuk Pasal 9 UU PPh- 1984, misalnya PPN atas pembelian bahan-bahan
yang disumbangkan.
Bagi perusahaan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, PPN atas perolehan
atau pembelian BKP/J KP dibedakan antara PM yang dapat dikreditkan dengan PK
dan PM yang tidak dapat di kreditkan dengan PK, perlakuannya seperti pada
pengusaha yang bukan PKP, di tambah untuk Faktur Pajak Standar yang rusak,
cacat atau kurang lengkap dalam pengisiannya tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
V. Gaji Anggota Persekutuan, Firma, CV.
Pasal 9 ayat (1) j UU. No.36 Tahun 2008.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, tidak dapat dibiayakan.
Pasal 4 (3) i UU. No.36 Tahun 2008: Bukan Objek PPh adalah bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma atau kongsi.

| P age

142

W. Gaji Pegawai yang Merupakan Pemegang Saham.
Pasal 9 (1) f UU. No.36 Tahun 2008, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Koreksi atas gaji pegawai yang merupakan pemegang saham (25% atau
lebih), pada umumnya merupakan koreksi pemeriksa pajak.
Contoh:
Gaji Direktur (pemegang saham) 1 tahun =Rp.1.000.000.000,-
Yang Wajar (deductible) 300.000.000,- objek PPh-Ps.21
Dividen terselubung (non deductible) Rp. 700.000.000,- objek PPh-Ps.23
Pasal 9 (1) b dan Pasal 9 (1) i UU. No.17/2000, tidak dapat dikurangkan:
1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota,
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau
orang yang menjadi tanggungannya.
X. Dividen Terselubung.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1a, 1b, 1i), segala pengeluaran perusahaan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham tidak dapat dibiayakan dan merupakan
pembagian dividen terselubung yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% sampai
dengan tahun 2008, dan mulai tgl 1 J anuari 2009 dikenakan PPh Pasal 17 ayat (2c)
sebesar 10% (sepuluh persen) bersifat final; penyesuaian fiskal positif no.5a.
Pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham yang dibayar
perusahaan misalnya:
listrik dan air;
telepon rumah dan handphone;
perbaikan dan pemeliharaan rumah;
perbaikan dan perbaikan mobil;
biaya pendidikan;
biaya perjalanan;
biaya pengobatan;

| P age

143
sumbangan-sumbangan;
dan sebagainya.
Y. Laba (Rugi) Selisih Kurs Valuta Asing.
1. Ketentuan Pajak Penghasilan.
a. Pasal 4 (1) l UU. No.17/2000 (tidak ada perubahan UU.No.10/1994)
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek pajak.
Penjelasan:
Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing
atau adanya kebijaksanaan Pemerintah dibidang moneter.
Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing,
pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh WP
dengan syarat dilakukan secara taat asas.
b. Pasal 6 (1) e UU. No. 17/2000 (tidak ada perubahan UU. No.10/1994).
Kerugian dari selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari Ph. bruto.
Penjelasan:
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya
fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan
Pemerintah dibidang moneter.
Kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs,
pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan
harus dilakukan secara taat asas.
Apabila WP menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs
historis) pembebanan kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya
realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut.
Apabila WP menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah B.I atau
kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan
pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah B.I atau kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun.
Rugi selisih kurs karena kebijaksanaan Pemerintah dibidang moneter dapat
dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca dan pembebanannya dilakukan
bertahap berdasarkan realisasi mata uang asing tersebut.

| P age

144
Perubahan pada Penjelasan Pasal 4 ayat (1) l dan Pasal 6 ayat (1e) UU. No.36
Tahun 2008: Keuntungan (Kerugian) yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata
uang asing diakui berdasarkan pembukuan yang dianut dan dilakukan secara
taat asas sesuai dengan Standard Akuntansi Keuangan yang berlaku di
Indonesia.
2. Rugi-Laba Selisih Kurs Bagi WP yang penghasilannya dikenakan PPh Final
S-136/PJ.42/2004, 11 Mei 2004.
a. Dalam hal penghasilan Wajib Pajak dikenakan PPh yang bersifat final, dasar
pengenaan PPh Final adalah nilai pada saat diakuinya pendapatan dan dicatat
sebagai piutang atau nilai pada saat pembayaran jika pembayaran terjadi lebih
dahulu;
b. Keuntungan atau kerugian selisih kurs pada perkiraan piutang yang terjadi
karena adanya perbedaan nilai tukar mata uang asing antara tanggal
pencatatan/pengakuan pendapatan dengan tanggal pembayaran/pelunasan tidak
terutang PPh final melainkan merupakan penghasilan/biaya yang dikenakan PPh
menurut ketentuan umum;
c. Keuntungan/kerugian selisih kurs yang berkaitan dengan biaya-biaya untuk
mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan yang dikenakan PPh
final bukan merupakan penghasilan atau biaya yang dapat dikurangkan untuk
menghitung Penghasilan Kena Pajak.
3. Rugi-Laba Selisih Kurs bagi B.U.T.
SE-08/PJ -42/2000 dan SE-11/PJ .42/2000
Keuntungan/Kerugian selisih kurs mata uang asing yang terjadi akibat fluktuasi
nilai Rupiah pada perkiraan utang kepada kantor pusat suatu BUT:
a. Bagi B.U.T. bukan usaha perbankan, tidak diakui sebagai biaya atau tidak
diakui sebagai penghasilan.
b. Bagi BUT yang bergerak dibidang usaha perbankan tetap berlaku ketentuan
sesuai Pasal 4 (1) l dan Pasal 6 (1) e UU. No.17/2000.
4. Ketentuan PPN.
Pasal 31 PP. No.50/1994 junto Pasal 11 PP. No.143/2000:
a. Apabila pembayaran atau harga jual atau penggantian dilakukan dengan
mempergunakan mata uang asing, maka perhitungan PPN & PPn BM

| P age

145
dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur
Pajak.
b. Dalam hal PPN & PPn BM dipungut oleh pemungut, maka besarnya PPN dan
PPn BM dikonversi kedalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh pemungutan PPN.
Tabel 5.2 Kurs USD per akhir tahun kalender:
TANGGAL KURS TENGAH B.I KURS M.K
31-12-1994 Rp. 2.160,- Rp. 2.180,-
31-12-1995 2.249,- 2.274,-
31-12-1996 2.340,- 2.337,-
31-12-1997 4.650,- 5.594,-
31-12-1998 8.025,- 7.550,-
31-12-1999 7.100,- 6.975,-
31-12-2000 9.595,- 9.285,-
31-12-2001 10.400,- 10.175,-
31-12-2002 8.940,- 8.890,-
31-12-2003 8.465,- 8.461.-
31-12-2004 9.308,- 9.266,-
31-12-2005 9.840,- 9.844,-
31-12-2006 9.020,- 9.096,40
31-12-2007 9.419,- 9.412,20
31-12-2008 10.950,- 11.062,10
31-12-2009

5. Perbandingan antar Kurs Realisasi dengan Kurs Tengah BI.
PT. BAC pembukuannya Rupiah, tahun buku sama dengan tahun kalender;
pada tanggal 2 J anuari 2000 memperoleh kredit dari HSBC sebesar USD
1,000,000.- diangsur tiap-tiap tahun sebesar USD 100,000.- mulai akhir tahun 2000;
kurs per USD.
Tanggal Kurs
Realisasi
Kurs Tengah B.I
2-1-2000
31-12-2000
Rp. 7.200,-
9.600,-
Rp. 7.180,-
9.595,-

| P age

146
31-12-2001
31-12-2002
31-12-2003
31-12-2004
31-12-2005
31-12-2006
10.500,-
9.000,-
8.500,-
9.320,-
9.900,-
9.050,-
10.400,-
8.940,-
8.465,-
9.308,-
9.840,-
9.020,-
Pada akhir tahun 2007 sisa pinjaman dilunasi dengan kurs realisasi per USD =
Rp.9.425,-.
Hitung Rugi-Laba selisih bagi PT. BAC:
1) Dengan kurs tengah BI pada tiap-tiap akhir tahun buku!
2) Dengan kurs realisasi pada waktu pembayaran pinjaman!
3) Buat perbandingannya!

1) Rugi-Laba Selisih Kurs berdasarkan Kurs Tengah BI =PSAK No.10.
2000: a. Realisasi =USD 100,000 (7.200-9.600) =Rugi Rp. 240.000.000,-
b. Pinjaman USD 900,000.- =
900.000 (7.200 9.595) = 2.155.500.000,-
Rugi Kurs tahun 2000 Rp.(2.395.500.000)
2001: a. Realisasi =USD 100,000 (9.595 10.500)-Rugi Rp. 90.500.000,
b. Pinjaman USD 800,000 (9.595 10.400) - Rugi 644.000.000,-
Rugi Kurs 2001 Rp. (734.500.000,-)
2002: a. Realisasi USD 100,000 (10.400 9.000) Laba Rp. 140.000.000,-
b. Pinjaman USD 700.000 (10.400 8.940) Laba 1.022.000.000,-
Laba Kurs 2002 Rp. 1.162.000.000,-
2003: a. Realisasi USD 100,000 (8.940 8.500) Laba Rp. 44.000.000,-
b. Pinjaman USD 600,000 (8.940 8.465) Laba 285.000.000,-
Laba Kurs 2003 Rp. 329.000.000,-
2004: a. Realisasi USD 100,000 (8.465 9.320) Rugi Rp. 85.500.000,-
b. Pinjaman USD 500,000 (8.465 9.308) Rugi 421.500.000,-
Laba Kurs 2004 Rp. (507.000.000)
2005: a. Realisasi USD 100,000 (9.308 9.900) Rugi Rp. 59.200.000,-
b. Pinjaman USD 400,000 (9.308 9.840) Rugi
212.800.000,-

| P age

147
Rugi Kurs 2005 Rp. (272.000.000)
2006: a. Realisasi USD 100,000 (9.840 9.050) Laba Rp. 79.000.000,-
b. Pinjaman USD 300,000 (9.840 9.020) Laba 246.000.000,-
Laba Kurs 2006 Rp. 325.000.000,-
2007 Realisasi USD 300,000 (9.020 9.425) Rugi Rp. (121.500.000),-
2) Rugi Laba Selisih Kurs berdasarkan realisasi.
2000 =USD 100,000 (7.200 9.600) =Rugi Rp. (240.000.000)
2001 =USD 100,000 (7.200 10.500) =Rugi (330.000.000)
2002 =USD 100,000 (7.200 9.000) =Rugi (180.000.000)
2003 =USD 100,000 (7.200 8.500) =Rugi (130.000.000)
2004 =USD 100,000 (7.200 9.320) =Rugi (212.000.000)
2005 =USD 100,000 (7.200 9.900) =Rugi (270.000.000)
2006 =USD 100,000 (7.200 9.050) =Rugi (185.000.000)
2007 =USD 300,000 (7.200 9.425) =Rugi (667.500.000)
J umlah Rugi Kurs Rp.(2.214.500.000)
3) Perbandingan Laba (Rugi) Selisih Kurs.
Tahun Kurs Tengah BI Kurs Realisasi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(2.395.500.000)
(734.500.000)
1.162.000.000
329.000.000
(507.000.000)
(272.000.000)
325.00.000
(121.500.000)
(240.000.000)
(330.000.000)
(180.000.000)
(130.000.000)
(212.000.000)
(270.000.000)
(185.000.000)
(667.500.000)
Rugi (2.214.500.000) (2.214.500.000)
Beda Waktu

6. P.P. No.17 tahun 2009.
a. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di

| P age

148
bursa dikenai PPh yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari margin awal.
b. Lembaga Kliring dan Penjamin, wajib:
1) memungut PPh-Final pada saat menerima penyetoran margin awal oleh
pialang berjangka atau anggota bursa;
2) menyetorkannya ke Bank Persepsi/Kantor Pos;
3) melaporkan ke KPP (SPT. Masa).
4) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PMK.
7. Rugi kurs atas hutang valuta asing yang digunakan untuk
membeli/memperoleh aktiva tetap.
a. ISAK. No.04
1) Selisih kurs yang terjadi sejak awal tahun buku sampai dengan awal
periode tertentu tersebut harus dibebankan langsung ke R/L
2) Apabila pada suatu periode tertentu terjadi depresiasi luar biasa
(mencapai 133 % dari rata-rata depresiasi rupiah tiga tahun takwim
terakhir), dan tidak mungkin dilakukan hedging, Rugi selisih kurs (baik
realized maupun unrealized) pada periode tersebut dapat dikapitalisasi
pada nilai aktiva yang bersangkutan (tidak boleh melampui jumlah
terendah antara replacement cost dan amount recoverable dari penjualan
atau penggunaan aktiva tersebut).
3) Setelah kapitalisasi rugi kurs, terjadi rugi kurs diakui sebagai kerugian
(R/L), sedangkan laba kurs diperlakukan sebagai penyesuaian
kapitalisasi rugi kurs.
b. PPh
1) rugi kurs atas hutang valas tidak boleh dikapitalisasi ke aktiva.
8. PSAK No.10 Transaksi dalam valuta asing.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1)
huruf e UU. No.36 Tahun 2008, keuntungan (kerugian) yang diperoleh karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan pembukuan yang dianut dan
dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standard Akuntansi Keuangan (SAK)
yang berlaku di Indonesia; SAK yang berkaitan dengan transaksi dalam valuta

| P age

149
asing yaitu PSAK No.10, PSAK No.11, ISAK No.4, PSAK No.52 dan PSAK
No.55.
PSAK No.10:
Bagi WP yang pembukuannya dengan Rupiah, tetapi transaksinya dalam valuta
asing (valas) harus dibukukan dengan kurs pada saat terjadinya transaksi yaitu
kurs tunai atau kurs spot.
Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati tanggal transaksi sering
digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan;
selanjutnya disebutkan bahwa Kurs Tengah B.I. sebagai indikator yang objektif.
Kurs tunai atau kurs spot terjadi apabila transaksi dalam valuta langsung
dirupiahkan, akan tetapi apabila transaksi valas tersebut tidak langsung
dirupiahkan akan dibukukan dengan kurs pembukuan.
Kurs pembukuan dapat digunakan Kurs Tengah B.I. atau Kurs Pajak yaitu Kurs
yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai dasar pelunasan Bea Masuk, PPN,
Pajak Ekspor dan PPh; Kurs Pajak tersebut ditetapkan berdasarkan rata-rata
kurs realisasi yang terjadi minggu lalu, yang berlaku mulai hari Senin sampai
dengan hari Minggu berikutnya. Dalam pemeriksaan pajak sering dilakukan
equalisasi jumlah peredaran menurut SPT PPh dengan jumlah penyerahan
menurut SPT. PPN, dalam transaksi valas untuk menghitung PPN digunakan
kurs pajak, oleh karena itu kurs pembukuan dapat digunakan kurs yang sama
yaitu kurs pajak; yang penting penggunaan kurs tersebut harus konsisten.
Pada setiap tanggal neraca:
a. Pos aktiva moneter (R/K Giro Valas, Piutang Dagang Valas, uang muka
valas dsb) dan pos kewajiban moneter (hutang valas jangka pendek) yang
biasa disebut aktiva lancar dan hutang lancar (tidak semuanya disebut pos
aktiva/kewajiban moneter) dilaporkan ke dalam mata uang Rupiah dengan
menggunakan kurs tanggal neraca yang disebut dengan jurnal penyesuaian
(adjustment); teorinya penyesuaian dilakukan pada akhir tahun buku, namun
dalam prakteknya banyak perusahaan yang melakukan penyesuaian pada
tiap-tiap akhir bulan.

| P age

150
b. Pos non moneter (aktiva tetap, investasi jangka panjang, modal dsb) tidak
boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap
harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi.
c. Pos non moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam valas harus
dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut
ditentukan.
Pengakuan Laba (Rugi) kurs valas dibedakan antara yang sudah direalisasi
(Realized Gain/Loss Exchange rate) dan yang belum direalisasi (Unrealized
Gain/Loss Exchange rate).
Contoh 1:
Pada tanggal 15 J uni dijual secara kredit barang dagangan (BKP) seharga USD
10,000 belum termasuk PPN dibukukan dengan kurs pajak per USD =
Rp.9.900,-, FP Standar langsung dibuat.
J urnal:
Piutang Dagang D 108.900.000
Penjualan K 99.000.000
PPN (PK) K 9.900.000
Pada tanggal 28 J uni dilunasi dengan cek HSBC USD 11.000,- dibukukan
dengan kurs per USD =Rp. 9.950,-.
J urnal:
R/K Giro HSBC D 110.009.950
Piutang Dagang K 108.900.000
Realisasi L/R Kurs K 1.109.950
Contoh 2:
Pada tanggal 10 J uni dijual secara kredit barang dagangan (BKP) seharga USD
20.000 =contoh no.1 sampai dengan 30 J uni belum dilunasi, kurs per USD =
Rp.10.000,- dan tanggal 15 J uli dilunasi kurs per USD =Rp.10.030,-.
J urnal 5 J uni:
Piutang Dagang D 217.800.000
Penjualan K 198.000.000
PPN (PK) K 19.800.000

| P age

151
30 J uni : Piutang Dagang D 2.200.000
Unrealized L/R Kurs K 2.200.000
15 J uli : R/K Giro HSBC D 220.660.000
Unrealized L/R Kurs D 2.200.000
Piutang Dagang K 220.000.000
Realisasi L/R Kurs K 2.860.000
Bagi WP yang telah menggunakan kurs tengah B.I. pada tiap-tiap akhir tahun
untuk menghitung laba-rugi kurs tidak ada masalah, tinggal melanjutkan saja;
sedangkan bagi WP yang menggunakan kurs tetap (kurs historis) untuk
menghitung laba-rugi kurs berdasarkan prinsip realisasi, belum ada petunjuk dari
DJ P mengenai perubahan pengakuan laba-rugi kurs mulai tahun 2009.
Z. Biaya Lain-lain.
Biaya lain-lain yang tidak ada rinciannya tidak dapat dibiayakan, apabila ada
rinciannya dilakukan koreksi fiskal atas biaya lain-lain yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto.

Studi Kasus Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal.
PT. DAYA UTAMA
a. Tahun buku dari 1 J anuari 2010 s.d 31 Desember 2010 sama dengan tahun
takwim. Tahun pajak 2010 dan SPT PPh Badan Tahun 2010.
b. Didalam penjualan tahun 2010 termasuk penjualan ke Pemerintah (Departemen,
Lembaga, Badan) sebesar Rp. 40 milyard dan sudah dibayar semua; PPh Ps.22
sebesar 1,5% x Rp. 40 milyard =Rp. 600.000.000,-; merupakan kredit pajak
tahun 2010.
c. Pada akhir tahun 2010 dibentuk penyisihan potongan penjualan sebesar Rp.
300.000.000,- Akuntansi menggunakan prinsip konservatis yaitu mengakui rugi
yang dapat diperkirakan dengan membentuk Penyisihan Potongan Penjualan,
sedangkan PPh berdasarkan Pasal 9 (1 c) UU No.36/2008, tidak boleh
membentuk dana cadangan.
d. Retur penjualan dibukukan berdasarkan prinsip realisasi; dapat dibiayakan.
e. Pembelian bahan baku terdiri dari pembelian dalam negeri dan import.


| P age

152
PIB (Pemberitahuan Import Barang).
- cif x kurs MK Rp. 10.000.000.000,-
- Bea Masuk 20% Rp. 2.000.000.000,-
Nilai Impor Rp. 12.000.000.000,-
- Nilai Import sebagai dasar perhitungan PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22.
- PPN Import sebesar 10% =Rp. 1.200.000.000,- merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan dengan Pajak keluaran; bukan merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.
- PPn BM sebesar 10% = Rp. 1.200.000.000,- merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.
- PPh Pasal 22 dengan API sebesar 2,5% =Rp. 3.000.000.000,- merupakan kredit
PPh, tidak dapat dikurangkan.
Harga Pokok Import.
- Pembebanan dari Bank Devisa (Kurs realisasi) Rp. 10.500.000.000,-
- Bea Masuk Rp. 2.000.000.000,-
- PPn BM Rp. 1.200.000.000,-
- Biaya J asa Kepabeanan (PPJ K/EMKL) Rp. 250.000.000,-
- Biaya Pengangkutan Rp. 50.000.000,-
Rp. 14.000.000.000,-
Pembelian dalam negeri. Rp. 10.860.000.000,-

f. Akuntansi persediaan dan pemakaian bahan baku, barang dalam proses, barang
jadi sesuai dengan Pasal 10 ayat (6) UU PPh 1984.
g. Upah langsung dalam HPP sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh
1984.
h. Biaya Produksi Tak Langsung (overhead) dalam HPP sesuai Pasal 6 ayat (1) UU
PPh 1984.
i. Penyusutan dalam HPP, lihat contoh Penyusutan pada Bab 4.
j. Biaya SDM pada Biaya Usaha, lihat contoh pada Sub bab 5.6.
k. Didalam Biaya Promosi terdapat hadiah yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan promosi sebesar Rp.400.000.000,-.


| P age

153
l. Didalam biaya barang cetakan, terdapat biaya cetak kartu undangan pemegang
saham sebesar Rp. 20.000.000,-.
Pasal 9 (1) b UU. No.36/2008, tidak boleh dikurangkan: biaya yang dibebankan
atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau
anggota.
Semua biaya (listrik, telpon, air, pengobatan, perjalanan, dsb), apabila termasuk
keperluan pribadi pemegang saham yang dibayar perusahaan, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
m. Pada tanggal 6 Maret 2010 membeli saham PT AGP Tbk di BEJ seharga
Rp.2.800.000.000,-, dijual pada bulan Oktober 2010 seharga Rp.2.300.000.000,
Rugi penjualan saham PT. AGP sebesar Rp.500.000.000,- tidak dapat
dikurangkan karena jual-beli saham di bursa J akarta telah dikenakan PPh Final
(PP. No.41 Th. 1994 dan PP. No.14 Th. 1997).
n. Penyusutan fiskal dalam Biaya Usaha, lihat contoh Penyusutan Bab 4.
o. Penghasilan J asa Giro termasuk pengertian bunga tabungan dipotong PPh
Pasal 4 (2) Final sebesar 20% oleh Bank yang bersangkutan.
PPh Pasal 4(2) Final =20% x Rp. 200.000.000,- =Rp. 40.000.000,-.
p. Peraturan MKRI. No.244/PMK.03/2008.
1) Penghasilan Komisi Perantara dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.300.000.000,- =Rp.6.000.000,-.
2) Penghasilan sewa Kendaraan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.100.000.000,- =Rp.2.000.000,-.
3) Penghasilan sewa Mesin dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.100.000.000,- =Rp.2.000.000,-.
q. PP No. 29 Th.1996 junto PP No. 5 Th. 2002.
Atas penghasilan sewa ruangan yang diterima oleh WPOP, WP Badan atau BUT
dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebesar 10% =
10% x Rp. 200.000.000,- =Rp. 20.000.000,-.
r. Penyertaan pada PT. KLM sebesar 30% dari modal yang disetor PT. KLM.
Pada tahun 2010 menerima deviden kas dari PT. KLM sebesar Rp.
500.000.000,- bukan objek PPh berdasarkan Pasal 4 (3) f UU. No. 36 Tahun
2008.


| P age

154
s. Penghasilan deviden dari jual - beli saham perusahaan yang sudah masuk bursa
yang tidak memenuhi syarat Pasal 4 (3) f UU. No. 36 Tahun 2008, merupakan
objek PPh dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp. 100.000.000,- = Rp.
15.000.000,-.
t. Tanah dibeli tahun 2006 seharga Rp. 2.200.000.000,- tidak digunakan untuk
usaha (tanah kosong) dan belum dilakukan revaluasi, pada bulan J uni 2010
dijual tunai, harga neto Rp.3.200.000.000,- (Akta Notaris) NJ OP.PBB pada awal
tahun 2010 sebesar Rp. 3.500.000.000,-.
PP. No. 48/1994, junto PP. No. 27/1996 dan PP. No. 79/1999, PP. No.71/2008.
WP Badan selain Yayasan yang mengalihkan tanah atau bangunan, atas
keuntungan pengalihan harta dikenakan PPh-Tidak Final.
PPh Pasal 25 yang harus dibayar sebesar 5% dikalikan nilai tertinggi antara
harga jual menurut Akte Notaris dan NJ OP-PBB.
1) Keuntungan penjualan tanah sebesar Rp. 1.000.000.000,- merupakan objek
PPh-Tidak Final; mulai th.2009 dikenakan PPh Final, SE-06/PJ .03/2008.
Penj. Ps.8 PP. No.71 Th.2008, mulai 1-1-2009 dikenai PPh Final.
2) PPh Pasal 25 sebesar 5% x Rp. 3.500.000.000,- =Rp. 175.000.000,-.

u. 1) Pada awal tahun 2010 membeli saham PT. IDF.Tbk. seharga
Rp. 1.200.000.000,- dan pada bulan J uni 2010 dijual tunai seharga
Rp. 1.600.000.000,-.
- PP. No. 41/1994 junto PP. No. 14/1997.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPDN maupun WPLN dari
transaksi saham di bursa efek di Indonesia dipungut PPh yang bersifat final
oleh penyelenggara bursa efek.
- Atas semua transaksi penjualan saham baik saham pendiri maupun bukan
saham pendiri dikenakan PPh Pasal 4 (2) Final sebesar 0,1% dari jumlah
bruto transaksi penjualan.
- PPh Pasal 4 (2) Final =0,1% x Rp. 1.600.000.000,- =Rp. 1.600.000,-.
- Keuntungan Penjualan saham PT. IDF sebesar Rp.400.000.000,- dilakukan
koreksi negatif.
2) Saham PT.CBA (belum go public) dibeli pada th.2005 Rp.2.000.000.000,- dan
pada tg.2009 dijual Rp.3.000.000.000,-.

| P age

155

v. Laba - Rugi - Kurs Valuta Asing.
1) Pasal 4 (1) L UU. No. 36 Tahun 2008.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek PPh-Tidak
Final.

2) Pasal 6 (1) e UU. No. 36 Tahun 2008.
Kerugian dari selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
Penjelasan:
Keuntungan (Kerugian) karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui
berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
w. SE-04/PJ .42/2002.
1) Imbalan bunga yang diterima oleh WP berkenaan dengan pengembalian
pembayaran pajak berdasarkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, merupakan objek PPh.
Pada UU. No.36 Tahun 2008, ditambahkan Pasal 4 ayat (1) huruf r, imbalan
bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai KUP
merupakan objek PPh.
2) Pengembalian Sanksi Administrasi (bunga, denda, kenaikan) berdasarkan
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Keputusan Penghapusan /
Pengurangan Sanksi Administrasi, bukan merupakan objek PPh karena
pembayaran Sanksi tersebut tidak dapat dikurangkan.
x. Penghasilan atas piutang yang dihapuskan.
1) Dari Piutang yang dihapuskan tahun 2006 yang tidak memenuhi Pasal 6(1) h UU.
No. 36 Tahun 2008 dan KEP-238/PJ /2001 sebesar Rp. 60.000.000,-, bukan
merupakan objek PPh, karena pada waktu penghapusannya tidak dapat
dikurangkan.
2) Dari Piutang yang dihapuskan tahun 2007 yang memenuhi Pasal 6(1) h UU.No.
36 Tahun 2008 dan KEP-238/PJ /2001 sebesar Rp. 40.000.000,- merupakan

| P age

156
objek PPh, karena pada waktu penghapusannya merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.

y. PPh - Final atas:
a. J asa Giro
b. Sewa Ruangan
c. Penjualan saham di
bursa
=
=
=

20% x Rp. 200.000.000
10% x Rp. 200.000.000
0,1% x Rp.1.600.000.000
0,1% x Rp.1.500.000.000
=
=
=
=
Rp.40.000.000,-
20.000.000,-
1.600.000,-
1.500.000,-
Rp.63.100.000,-
Tidak dapat dikreditkan dengan PPh - Tidak Final dan tidak dapat dikurangkan.

z. PPh yang dipotong/dipungut oleh Pihak Lain:
1) PPh Ps. 22 Bendaharawan Rp. 600.000.000,-
2) PPh Ps. 22 Import Rp. 300.000.000,-
3) PPh Ps. 23 Komisi Rp. 6.000.000,-
4) PPh Ps. 23 Sewa Kendaraan Rp. 2.000.000,-
5) PPh Ps. 23 Sewa Mesin Rp. 2.000.000,-
6) PPh Ps. 23 Dividen Rp. 15.000.000,-
Kredit PPh Rp. 925.000.000,-

1) PPh - Pasal 25 Tahun 2009 NIHIL.
J anuari s.d. Maret NIHIL, mulai bulan April sebesar Rp.150.000.000,- perbulan
dibayar penuh.
2) Pada Tahun 2010 diperoleh Kendaraan Operasional dan untuk antar jemput
karyawan dengan cara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, jumlah pembayaran
angsuran th.2009 sebesar Rp.150.000.000,-.
3) Dari bulan J anuari s.d. Maret 2010 disewa kendaraan operasional sebesar
Rp.36.000.000,-.
4) Sisa Rugi Fiskal yang dapat dikompensasi pada tahun 2010 sebesar NIHIl.







| P age

157

































SOAL II: Lanjutan Soal I
Rugi Laba Komersial dan koreksi fiskal karena beda tetap dari tahun 2001
s.d. 2007.
Tahun Laba (Rugi) Biaya tidak dapat
dikurangkan
Ph. Dikenakan PPh-
Final dan Bukan
Objek PPh
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(6.000.000.000)
(5.000.000.000)
(4.000.000.000)
(5.600.000.000)
2.500.000.000
3.500.000.000
4.500.000.000
6.000.000.000
7.500.000.000
800.000.000
1.000.000.000
1.200.000.000
1.300.000.000
1.500.000.000
1.400.000.000
1.600.000.000
1.800.000.000
2.000.000.000
(200.000.000)
(300.000.000)
(400.000.000)
(300.000.000)
(500.000.000)
(200.000.000)
(400.000.000)
(600.000.000)
(500.000.000)
Biaya yang tidak dapat dikurangkan termasuk beda tetap penyusutan sedan.
Perusahaan mendapat SKB PPh. Pasal 22 Import dari tahun 2001 s.d. 2009
dan tidak ada pembayaran PPh dari tahun 2001 s.d. 2008.
1. Hitung Laba (Rugi) Fiskal dari tahun 2001 s.d. 2009!
2. Hitung Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal) dan PPh. Terhutang dari
tahun 2001 s.d. 2009, SPT. PPh. disampaikan pada awal tahun (tidak
terlambat)!
SOAL I
a. Buat Rekonsiliasi Fiskal dan Equalisasi dengan objek Pot/Put PPh tahun
2010!
b. Hitung Penghasilan Neto Fiskal dan Penghasilan Kena Pajak serta PPh.
Kurang (Lebih) Bayar tahun 2010!
c. Hitung PPh. Pasal 25 tahun 2011, apabila SPT. PPh. tahun 2010
disampaikan ke KPP tanggal 30 April 2011!
d. Isi Formulir SPT. PPh. WP Badan Tahun 2010!


| P age

158
NO J ENIS BIAYA KOMERSIAL FISKAL KETERANGAN
1 2 3 5 =3 - 4 6
1 BIAYA SDM
5,650,000
5c 343.000 5,307,000
Ps.6(1)a&Ps.9(1)e
2 SUMBANGAN - Ps.9(1) 500,000 5e 500.000 - Ps. 9(1)g
3 SUMBANGAN - Ps.6(1) 1,000,000 Ps.6(1), i,j,k,l,m
4 PROMOSI 5,000,000 - 1,000,000 Ps.6(1)a
5 ENTERTAINMENT 5L 400.000 4.600.000 02/PMK.03/10
a. DAFT. NOMINATIP 400,000 - - SE.27/PJ /86
b. TIDAK-DAFT. NOM. 100,000 5l 100.000 -
6 SEMINAR 50,000 - 50,000 Ps.6(1)g
7 PENDIDIKAN DN & LN 30,000 - 30,000 Ps.6(1)g
8 BEASISWA 80,000 - 80,000 246/03/08
9 PAMERAN 500,000 - 500,000 Ps.6(1)a
10 TRANSPORTASI 600,000 - 600,000 Ps.6(1)a
11 BR. CETAKAN 300,000 5a 20.000 280,000 Ps.9(1)b
12 ATK/B. Administrasi 250,000 - 250,000 Ps.6(1)a
13 TELP, FAX, INT. 750,000 - 750,000 Ps.6(1)a
14 PRANGKO/METERAI 56,000 - 56,000 Ps.6(1)a
15 PENELITIAN - DN 900,000 - 900,000 Ps.6(1)f
16 PENELITIAN - LN 100,000 5l 100.000 - Ps.6(1)f
17 B. J ASA DN 400,000 - 400,000 PPh. 23 & Final
18 B. J ASA LN 300,000 - 300,000 Ps. 26 & PPN J asa LN
19 SEWA KANTOR 180,000 - 180,000 PPh. Ps. 4(2)
20 H.P PULSA PEG. 30,000 5c 15.000 15,000 KEP. 220/PJ /02
21 B. KEND. DIR 20,000 5c 10.000 10,000 KEP. 220/PJ /02
22 PJ K. DAERAH 250,000 - 250,000 SE-02/PJ .42/02
REKONSILIASI FISKAL BIAYA USAHA
(RIBUAN RUPIAH)





| P age

159
NO J ENIS BIAYA KOMERSIAL FISKAL KETERANGAN
1 2 3 4 5 =3 - 4 6
23 RETRIBUSI DAERAH 150,000 - 150,000 SE-02/PJ .42/02
24 KERUGIAN PIUTANG
a. PENYISIHAN 300,000 b 300.000 - Ps. 9(1)c
b.TDK DPT DITAGIH
=105/PMK.03/2009 180,000 180,000 Ps. 9(1)c
TDK. SESUAI - 105/03/09 50,000 5l 50.000 - Ps. 6(1) h
25 PM - TDDK DG PK : Ps. 6(1) h
a. FPSdh - BKP Ps. 6 20,000 - 20,000 PP.138/2000
b. FPSdh - BKP Ps. 9 10,000 5l 10.000 - sda
c. FP. Std - Catat 5,000 5l 5.000 - sda
26 SANKSI ADM. PJ K - KUP 100,000 5h 100.000 - Ps. 9(1)k
27 PPH-FINAL 63,100 5f 63.100 - Ps. 9(1)h
28 PARSEL LEBARAN 20,000 5l 20.000 -
29 KARANGAN BUNGA 10,000 5l 10.000 -
30 RUGI SHM BEJ 500,000 5l 500.000 - PP.138/2000
31 B. BUNGA 5,000,000 - 5,000,000 Ps.6(1)a
32 RUGI - KURS 1,200,000 - 1,200,000 Ps.6(1)e
33 B. LAIN - LAIN 48,500 5l 48.500 - Tidak ada rincian
34 PENYUSUTAN 486,500 207,500 279,000 Ps.11
35 Amortisasi Kend. S.G.U. 80,000 5l 80.000 - 1169/KMK.01/91
36 Bunga SGU 24,129 5l 24.129 - sda
37 Pembayaran SGU - 5l (150.000) 150,000 sda
38 Sewa Kend. 36,000 - 36,000 Ps.23 =2%
- - - -
BIAYA USAHA 25,729,229 2,756,229 22,973,000








| P age

160
II HARGA POKOK PENJ UALAN (DALAM RIBUAN RUPIAH)
PPh
FISKAL
1 BAHAN BAKU Ps.10(6)
a. PERSEDIAAN AWAL 5,000,000 - 5,000,000 FIFO/RATA-RATA
b. PEMBELIAN 24,860,000 - 24,860,000 ACRUAL
c. RETUR PEMBELIAN (160,000) - (160,000) REALISASI
d. SIAP DIPAKAI 29,700,000 - 29,700,000
e. PERSEDIAAB AKHIR (5,200,000) - (5,200,000) FIFO/RATA-RATA
f. DIGUNAKAN 24,500,000 - 24,500,000 Ps.10(6)
2 BAHAN KEMASAN Ps.10(6)
a. PERSEDIAAN AWAL 4,800,000 - 4,800,000 FIFO/RATA-RATA
b. PEMBELIAN 8,000,000 - 8,000,000 ACRUAL
c. RETUR PEMBELIAN (200,000) - (200,000) REALISASI
d. SIAP DIPAKAI 12,600,000 - 12,600,000 Ps.10(6)
e. PERSEDIAAN AKHIR (3,400,000) - (3,400,000) FIFO/RATA-RATA
f. DIGUNAKAN 9,200,000 - 9,200,000 Ps.10(6)
3 UPAH LANGSUNG
a. UPAH POKOK 900,000 - 900,000 PPh. Ps. 21
b. J KK & J KM 11,000 - 11,000 PPh. Ps. 21
c. J HT 33,000 - 33,000 PER.31/PJ /09
d. T.H.R 76,000 - 76,000 PPh. Ps. 21
e. LEMBUR 300,000 - 300,000 PPh. Ps. 21
f. PENYEDIAAN MAKAN 90,000 - 90,000 83/PMK.03/09
g. ANTAR J EMPUT 60,000 - 60,000 83/PMK.03/09
h. SERAGAM PABRIK 30,000 - 30,000 83/PMK.03/09
I. PENGGANTI OBAT 100,000 - 100,000 PPh. Ps. 21
1,600,000 - 1,600,000
4 BPTL (OVERHEAD)
a. GAJ I TEKNISI 500,000 - 500,000 PPh. Ps.21
b. TUNJ . PPh 21 50,000 - 50,000 PPh. Ps.21
c. GAJ I EXPATRIATE 650,000 - 650,000 PPh. Ps.21
d. TUNJ RUMAH 120,000 - 120,000 PPh. Ps.21
e. TUNJ PPh. 21 180,000 - 180,000 PPh. Ps.21
SUBTOTAL B.GAJ I 1,500,000 - 1,500,000 .6(1)a
f. BAHAN PEMBANTU 690,000 - 690,000 Ps.10(6)
KOMERSIAL
KOREKSI
FISKAL
POS (Neg)
KETERANGAN

| P age

161
g. SPART PARTS 680,000 - 680,000 Ps. 6(1)
h. LISTRIK 1,270,000 - 1,270,000 Ps. 6(1)
i. AIR 400,000 - 400,000 Ps. 6(1)
j. BAHAN BAKAR 690,000 - 690,000 Ps. 6(1)
k. PEMLHRAANM GDNG 650,000 - 650,000 PPh. Final
l. PEMLHRAAN MSN 380,000 - 380,000 PPh. Ps.23
m. ATK 300,000 - 300,000 Ps. 6(1)
n. BEBAN KEND. OP 540,000 - 540,000 Ps. 6(1)
o. BENSIN/TOL OP 90,000 - 90,000 Ps. 6(1)
p. FOTOCOPY 60,000 - 60,000 Ps. 6(1)
q. ASURANSI PABRIK 150,000 - 150,000 Ps. 6(1) a.6
r. LABORATORIUM 350,000 - 350,000 Ps. 6(1)
s. BUANG LIMBAH 200,000 - 200,000 Ps. 6(1) a.5
t. PBB-PABRIK 50,000 - 50,000 Ps. 6(1) a.9
u. ROYALTY 1,300,000 - 1,300,000 Ps.23/26 PPN J asa LN
SUB TOTAL 9,300,000 - 9,300,000
5 PENYUSUTAN 2,937,500 6a (812.500) 3,750,000 Ps.11
6 BIAYA PRODUKSI (1 s.d. 5) 47,537,500 (812.500) 48,350,000
7 BARANG DALAM PROSES Ps.10(6)
a. PERSEDIAAN AWAL 2,900,000 - 2,900,000
b. PERSEDIAAN AKHIR (2,100,000) - (2,100,000)
8 HARGA POKOK PRODUKSI 48,337,500 (812.500) 49,150,000
9 BARANG J ADI Ps.10(6)
a. PERSEDIAAN AWAL 1,500,000 - 1,500,000
b. PERSEDIAAN AKHIR (1,200,000) - (1,200,000)
10 HARGA POKOK PENJ UALAN 48,637,500 (812.500) 49,450,000












| P age

162
PENJUALAN BRUTO 90,000,000 - 90,000,000 Akrual
-/- POTONGAN PENJUALAN (3,000,000) 300,000 (2,700,000) Ps.9(1)c
RETUR PENJUALAN (1,000,000) (1,000,000) Realisasi
PENJUALAN NETO (I) 86,000,000 300,000 86,300,000
HARGA POKOK PENJ. (II) (48,637,500) (812,500) (49,450,000)
LABA BRUTO USAHA (III) 37,362,500 (512,500) 36,850,000
BIAYA USAHA (IV) (25,729,229) 2,756,229 (22,973,000)
Ph. NETO USAHA (V) 11,633,271 2,243,729 13,877,000
Ph. BRUTO DILUAR USAHA
(SEBELUM DIPOTONG PPH)
a. JASA GIRO 200,000 (200,000) - FINAL 20%
b. KOMISI PERANTARA 300,000 - 300,000 PPh 23 =2%
c. SEWA KENDARAAN 100,000 - 100,000 PPh 23 =2%
d. SEWA MESIN 100,000 - 100,000 PPh 23 =2%
e. SEWA RUANGAN 200,000 (200,000) - FINAL 10%
f. DIVIDEN PT. KLM 500,000 (500,000) - Bukan Objek
g. DIVIDEN SHM GO PUBLIC 100,000 - 100,000 PPh 23 =15%
h. LABA PENJ. TANAH 1,000,000 (1,000,000) - Final =5%
I. LABA PENJ. SAHAM 1,400,000 (400,000) 1,000,000 Final 0,1%
j. LABA KURS 100,000 - 100,000
k. IMBALAN BUNGA DJP 180,000 - 180,000 SE-04/PJ.42/02
i. RESTITUSI SANKSI ADM 60,000 (60,000) - s.d.a
m. LABA PENJ. KEND - - - Ps.4(1) d
n. PIUTANG DIHAPUSKAN 100,000 (60,000) 40,000
o. PENJUALAN SCRAPT 20,000 - 20,000 PPN 10%
(VI) 4,360,000 (2,420,000) 1,940,000
PH. NETO DN VII 15,993,271 (176,271) 15,126,210
LABA di AS (PPh 40%) 2,000,000 - 2,000,000 PPh. Ps.24
Rugi di RRC (1,000,000) 1,000,000 -
PH. NETO VIII 16,993,271 (823,729) 17,817,000
Rugi-Th. Lalu IX - 0 -
Ph. Kena Pajak X 16,993,271 (823,729) 17,817,000
PT. DAYA UTAMA
REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL
TAHUN 2010 (DALAM RIBUAN RUPIAH)
KOMERSIAL PPh KETERANGAN
KOREKSI FISKAL
Pos (Neg)

| P age

163

PERHITUNGAN PPH-2010
Penghasilan Neto Fiskal DN Rp.15.817.000.000,- ( 88,77%)
Penghasilan Neto LN 2.000.000.000,- ( 11,23%)
J umlah Penghasilan Neto Rp.17.817.000.000,- (100%)
Kompensasi Rugi Fiskal 2004 0
Penghasilan Kena Pajak Rp.17.817.000.000,-)
PPh Terutang 25% Rp. 4.454.250.000,-
PPh Ps.24 atas laba di AS.
Dibayar di AS 40% =800.000.000
MAX =11,23% x 4.454.250 500.212.275
Dibayar di D.N Rp. 3.954.037.275
PPh Ps.22/23 (NO.19) (925.000.000,-)
Dibayar di DN Rp. 3.029.037.275,-
PPh Ps.25 (1.350.000.000)
PPh Ps.29 Kurang Bayar Rp. 1.679.037.725,-
Paling lambat dibayar sebelum SPT PPh 2010 disampaikan ke KPP (30 April 2011).

PERHITUNGAN PPH PS. 25 Th. 2011
a. J anuari s/d Maret Nihil
b. Mulai bulan April 2010.
Penghasilan Neto Fiskal 2009 Rp.17.817.000.000,-
Penghasilan Tidak teratur:
Laba Penj. Lahan Rp.1.000.000.000,-
Imbalan Bunga DJ P 180.000.000,-
Piutang dihapuskan 40.000.000,-
J umlah Penghasilan tidak teratur ( 1.220.000.000,-)
Penghasilan teratur Rp.16.597.000.000,-
Kompensasi Rugi Fiskal 0
DPP-PPh Ps.25 Rp.16.597.000.000,-
PPh Tarif Ps.17 =25% Rp. 4.149.250.000,-
PPh Ps. 24, 22, 23 (1.425.212.275,-)
Sisa Rp. 2.724.037.725,-

| P age

164
PPh Ps. 25 sebulan Rp. 227.003.144,-
Catatan:
Pengisian SPT Tahunan PPh tahun 2009 hanya diberikan contoh pengisian angka-
angkanya saja, untuk pengisian lengkap yang memenuhi ketentuan formal dan
material, mahasiswa atau peserta diklat supaya mengisi dalam formulir SPT
Tahunan PPh WP Badan lengkap dengan lampirannya.






































RANGKUMAN.
WP Badan dan BUT wajib menyelenggarakan pembukuan untuk
menghitung penghasilan kena pajak atau rugi fiskal, menghitung PPh Pihak lain
yang harus dipotong dan pemungutan PPN & PPnBm bagi PKP; sudah dibahas
dalam Bab I.
Akuntansi PPN dan Pemotongan PPh Pihak lain (PPh. Pasal 21/26, PPh.
Pasal 23/26, PPh. Final) dibahas dalam Bab 2, Penghasilan dan Biaya dibahas
dalam Bab 3, Penyusutan dan Amortisasi dibahas dalam Bab 4.
Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal mengetrapkan yang telah dibahas dalam
bab-bab sebelumnya ditambah ketentuan peraturan pelaksanaannya (Peraturan
Pemerintah, Peraturan atau Keputusan MKRI, Peraturan atau Keputusan Direktur
J enderal Pajak serta Surat Edaran Pajak) sebagai dasar koreksi fiskal atas Laba
Rugi Komersial.


| P age

165

















































LATIHAN
Berdasarkan data berikut ini buat Rekonsiliasi Fiskal pada Kertas Kerja yang
ada di Soal dan isi SPT Tahunan PPh dengan benar dan lengkap pada formulir
yang tersedia.

1. INFORMASI UMUM.
a. Nama WP : PT. FARMACOYO.
b. NPWP : 03.987.654.3.054.000
c. Telpon/Fax : 021.8974530
d. J enis Usaha : Industri Farmasi.
e. Alamat : J l. RAYA BOGOR KM.25
f. Pembukuan : Rupiah
g. Periode Pembukuan: Tahun Kalender
h. Nama KAP : WARTOYO & REKAN
NPWP : 03.123.456.7.018.000
Opini : Wajar Tanpa Syarat
i. Nama Akuntan : WARTOYO
NPWP : 04.357.468.015.000
j. Nama KKP : WITOYO
NPWP : 06.935.864.016.000
k. Nama Konsultan : WITOYO
NPWP : 06.935.864.016.000
l. Pengurus :
Direktur Utama : SIMONS
NPWP : 06.347.652.5.017.000
Direktur SUWITNYO
NPWP : 04.963.578.9.016.000
Komisaris : Abraham
WPLN.
m. Pemegang Saham : - XYZ. Ltd. Comp USA 90%
Tidak ada NPWP.
- PT. Husada J aya 10%
NPWP: 01.321.654.9.010.000

2. Penjualan.
a. Penjualan ke distributor tunggal PT. SEHAT SEJ ATI, dari distributor
tunggal dijual ke apotik atau pedagang obat-obatan ke seluruh
Indonesia; dan penjualan langsung ke Pemerintah untuk obat-obat
generik.
Penjualan ke distributor tunggal sebesar Rp.420.000.000.000,- dan ke
Pemerintah sebesar Rp.60.000.000.000,- yang sudah dibayar sebesar
Rp.50.000.000.000,-.


| P age

166

















































b. Potongan Penjualan yang diberikan kepada distributor tunggal
sebesar Rp.34.000.000.000,- karena terjadi penurunan kurs valuta
asing yang mengakibatkan harga pokok import rendah.
Potongan Penjualan sebesar Rp.2.000.000.000,- diberikan atas
penjualan ke Pemerintah yang tidak didukung bukti-bukti yang sah.
c. Retur Penjualan terdiri dari pengembalian obat-obatan yang rusak
atau daluwarsa, pada akhir tahun 2009 dicadangkan sebesar
Rp.1.000.000.000,- untuk mengantisipasi obat-obatan yang masih
berada di apotik, rumah sakit, dsb.
d. Sisannya diekspor.

3. Pembelian dalam negeri, terdapat potongan pembelian sebesar
Rp.500.000.000,- yang tidak dibukukan, uangnya disumbangkan ke
beberapa partai politik sesuai ketentuan undang-undang.

4. Terdapat bahan buku yang rusak seharga Rp.200.000.000,- yang berasal
dari pembelian dalam negeri yang seharusnya dikembalikan ke
Penjualnya; barang yang rusak tersebut tidak termasuk harga persediaan
akhir material.

5. Import dengan API, Bea masuk bahan baku obat-obatan nol persen, nilai
cif Rp.110.000.000.000,- dan biaya PPJ K (Pengusaha Pengurusan J asa
Kepabeanan) sebesar Rp.15.000.000.000,-, pembukuan realisasi import
berdasarkan kurs tengah BI sebesar Rp.108.000.000.000,-, pengeluaran
yang tidak ada buktinya Rp.3.000.000.000,-

6. Rincian Upah Buruh.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Upah Pokok .........................................
J KK & J KM J amsostek ........................
Premi J aminan Kesehatan ...................
Iuran J HT .............................................
Uang Lembur .......................................
Tunjangan Hari Raya ...........................
Pakaian Keselamatan Kerja ................
Penyediaan Makan ..............................
Bus antar jemput ..................................
Rekreasi, Olah Raga ...........................
Sumbangan (Natura) ke karyawan ......
Rp. 7.500.000.000,-
90.000.000,-
300.000.000,-
278.000.000,-
2.000.000.000,-
622.000.000,-
110.000.000,-
360.000.000,-
600.000.000,-
100.000.000,-
40.000.000,-

7. Gaji Staf Pabrik untuk Expatriate yang sudah ada NPWP, rincian:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Gaji Pokok ...........................................
Tunjangan Rumah/Kend ......................
Premi asuransi Kesehatan ...................
Tunjangan PPh. Ps.21 .........................
Biaya Cuti ............................................
Membership .........................................
Rp. 3.600.000.000,-
400.000.000,-
300.000.000,-
1.200.000.000,-
300.000.000,-
200.000.000,-


| P age

167








































8. Biaya Produksi Tak Langsung.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Listrik ...................................................
Air ........................................................
Karton/Pembungkus
.............................
Biaya Pemeliharaan .............................
Biaya Perbaikan Mesin ........................
Penyisihan Kerusakan Material ...........
Rp. 3.400.000.000,-
600.000.000,-
2.800.000.000,-
300.000.000,-
900.000.000,-
1.000.000.000,-

9. Penyusutan Komersial dan Penyusutan Fiskal dengan metode garis lurus.
a. Bangunan selesai dibangun tahun 2005 seharga Rp.40.000.000.000,-,
taksiran nilai residu Rp.4.000.000.000,-, disusutkan selama 30 tahun
mulai tahun 2006; produksi komersial mulai awal tahun 2006.
b. Mesin Pabrik (Kelompok 3) diimpor akhir tahun 2005 harga perolehan
sampai siap digunakan seharga Rp.162.000.000.000,- taksiran umur
18 tahun tanpa nilai residu.
c. Mesin Pabrik (Kelompok 2) diimpor akhir tahun 2005 seharga
Rp.30.000.000.000,- taksiran umur 10 tahun tanpa nilai residu.

10. Biaya lain-lain (Biaya Produksi).
a.
b.
c.
Telpon/Fax/Internet ..............................
ATK dan Suplies ..................................
Olah Raga Buruh
..................................
Rp. 400.000.000,-
265.000.000,-
135.000.000,-

11. Pemakaian barang jadi (obat-obatan) untuk disumbangkan pada
masyarakat sebesar Rp.200.000.000,- tidak dibukukan.

12. Didalam Persediaan Akhir Barang J adi tidak termasuk barang yang rusak
atau daluwarsa yang dikembalikan oleh Distributor yang belum
dimusnahkan seharga Rp.1.000.000.000,-, harga pokoknya
Rp.700.000.000,-; Barang jadi yang rusak atau daluwarsa yang
dikembalikan dari Distributor dipisahkan dengan persediaan barang jadi
atau tidak dimasukkan dalam kartu gudang.

13. Biaya Sumber Daya Manusia (SDM).
a.
b.
c.

d.
e.
f.
g.
Gaji Pokok ...........................................
J KK, J KM, J aminan Kesehatan ...........
Iuran Pensiun ke Dana Pensiun
disahkan MK .......................................
Tunjangan Kegiatan ............................
Tunjangan Hari Raya ..........................
Penyediaan Makan ..............................
Penyisihan Pesangon ..........................
Rp. 15.000.000.000,-
600.000.000,-
750.000.000,-

3.000.000.000,-
1.250.000.000,-
400.000.000,-
3.000.000.000,-
Realisasi pesangon tahun 2009 sebesar Rp.1.000.000.000,-.


| P age

168








































14. Biaya Perjalanan:
a.
b.
c.
d.
Pegawai tugas dalam negeri ...............
Pegawai tugas keluar negeri ...............
Wakil Pemegang Saham RUPS ..........
Kedatangan Expatriate ........................
Rp. 9.000.000.000,-
3.600.000.000,-
1.400.000.000,-
2.000.000.000,-

15. Bea Siswa.
a. Untuk pegawai sesuai dengan tugasnya ......... Rp. 4.000.000.000,-
b. Untuk yatim piatu/pelajar berprestasi ............. 1.200.000.000,-
c. Anak dari Pengurus Perusahaan ..................... 800.000.000,-

16. Biaya Promosi:
a.
b.
c.
d.

e.

Biaya Periklanan ..................................
Biaya pameran produk ........................
Biaya pengenalan produk baru ............
Biaya sponsorship yang berkaitan
dengan promosi produk .......................
Sumbangan pembangunan fasilitas
umum ...................................................
Rp. 18.000.000.000,-
8.000.000.000,-
4.000.000.000,-

4.000.000.000,-

2.000.000.000,-

17. Entertainment yang dapat dibuatkan daftar nominatif sebesar
Rp.2.000.000.000,-.

18. Royalti sebesar 5% (lima persen) dari penjualan neto komersial.

19. PPh. Ps.26 atas Royalti dibayar perusahaan di Indonesia.

20. Kerugian Pemusnahan Barang merupakan penyisihan pada akhir tahun
2009.

21. Penyusutan F&F Kelompok I, Aplikasi Khusus sudah sesuai dengan
penyusutan fiskal, dimulai tahun 2007.

22. Sedan untuk Pegawai tertentu karena jabatannya dibeli awal tahun 2007
seharga Rp.3.000.000.000,- taksiran umur enam tahun.

23. Hand Phone untuk pegawai tertentu karena jabatannya dibeli awal tahun
2008 seharga Rp.90.000.000,-.

24. Kendaraan Operasional dibeli awal tahun 2007 seharga
Rp.7.200.000.000,-.

25. Didalam Biaya Pemeliharaan termasuk biaya pemeliharaan sedan untuk
pegawai tertentu karena jabatannya sebesar Rp.50.000.000,-.


| P age

169

















































26. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan peraturan pemerintah
daerah setempat.

27. Kerugian Piutang adalah pembebanannya dari distributor yang tidak dapat
ditagih.

28. Biaya penelitian yang dilakukan di Indonesia sebesar Rp.2.500.000.000,-,
sisanya merupakan pembebanan dari induk perusahaan luar negeri.

29. Biaya Bunga:
a. Bunga Bank ................................................... Rp. 28.000.000.000,-
b. Sanksi Bunga terlambat membayar Pajak .... 1.000.000.000,-
c. Sanksi bunga terlambat membayar utang atas
pembelian bahan baku ................................. 1.000.000.000,-
30. Rugi kurs yang sudah direalisasi sebesar Rp.2.500.000.000,-, sisanya
belum direalisasi; tidak dilakukan koreksi oleh Akuntan Publik.

31. Biaya lain-lain:
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.
Sanksi Bunga Pembayaran Pajak ...................
P.M. tidak dapat dikreditkan atas pembelian
ATK, FP Sederhana.........................................
Parcel Lebaran untuk Pejabat .........................
Karangan Bunga Bela Sungkawa ....................
Upah harian dibawah PTKP ...........................
Dinners Club & Golf Club ..............................
Sumbangan ..
Rp. 20.000.000,-

10.000.000,-
30.000.000,-
10.000.000,-
25.000.000,-
20.000.000,-
25.000.000,-

32. Penyertaan modal pada PT. SEHAT SEJ ATI sebesar 60% dari modal
disetor, pada tahun 2009 PT. SEHAT SEJ ATI memperoleh laba setelah
PPh sebesar Rp.10.000.000.000,-

33. Semua uang disimpan pada bank-bank di Indonesia.

34. Tahun 2006 dan 2007 SPT. PPh diisi kurang bayar atau tidak rugi.

35. Tahun 2008 SPT. PPh Rugi.
Rugi Komersial Rp.10.000.000.000,-, selain koreksi penyusutan, koreksi
positif atas biaya yang tidak dikurangkan sebesar Rp.5.000.000.000,- dan
Ph. J asa giro neto Rp.200.000.000,- SPT. PPh.2008 disampaikan ke KPP
tepat waktu (tidak terlambat).

36. PPh. Pasal 25 bulan Desember 2008 sebesar Rp.100.000.000,-.

37. Tidak ada STP. PPh. Pasal 25 tahun 2009.


| P age

170

















































REKONSILIASI LABA RUGI PT. FARMACOYO
PERIODE 1 JANUARI s.d. 31 DESEMBER 2009
DALAM RUPIAH PENUH

KETERANGAN KOMERSIAL

Penjualan 480,000,000,000
Potongan Penjualan - 36,000,000,000
Retur Penjualan - 12,000,000,000
Penjualan Neto 432,000,000,000

Pembelian D.N. 92,000,000,000
Potongan Pembelian. -
Retur Pembelian -
Impor 128,000,000,000
Persediaan Awal-
Material 9,000,000,000
Persediaan Akhir-
Material - 15,000,000,000
Pemakaian Material 214,000,000,000
Upah Buruh 12,000,000,000
Gaji Staf Pabrik 6,000,000,000
B. Produksi Tak
Langsung 9,000,000,000
Penyusutan Bangunan 1,200,000,000
Penyusutan Mesin III 9,000,000,000
Penyusutan Mesin II 3,000,000,000
Biaya Lain-lain 800,000,000
Biaya Produksi 255,000,000,000
Br. Dlm Proses Awal 2,000,000,000
Br. Dlm Proses Akhir - 3,000,000,000
H.P. Produksi 254,000,000,000
Br. J adi Awal 5,000,000,000
Br. J adi Akhir - 7,000,000,000
H.P. Penjualan 252,000,000,000
Laba Bruto Usaha 180,000,000,000



| P age

171










































Biaya Usaha
a. Biaya SDM 24,000,000,000
b. Perjalanan 16,000,000,000
c. Pendidikan 6,000,000,000
d. Promosi 36,000,000,000
e. Entertainment 2,500,000,000
f. Sumbangan 1,000,000,000
g. Royalti 24,000,000,000
h. PPh. Ps.26 Royalti 2,000,000,000
i. A.T.K 1,200,000,000
j. Kerugian Pemusnahan Br. 1,000,000,000
k. Penyusutan Klp. I 360,000,000
l.
Penyusutan Aplikasi
Khusus 600,000,000
m. Penyusutan Sedan 500,000,000
n. Penyusutan Handphone 30,000,000
o. Penyusutan Kend. Op 1,200,000,000
p. B. Pemeliharaan 800,000,000
q. B. Handphone 20,000,000
r. PDRD 250,000,000
s. PBB 100,000,000
t. Kerugian Piutang 1,000,000,000
u. B. Penelitian 3,000,000,000
v. B. J asa 300,000,000
w. B. Bunga 30,000,000,000
x. Rugi Kurs 4,000,000,000
y. Macam-macam Biaya 140,000,000

156,000,000,000

Laba Neto Usaha 24,000,000,000

Ph. J asa Giro Neto 500,000,000
Ph. Dividen 8,000,000,000

Penghasilan Neto 32,500,000,000

172 | P age

BAB
SEWA GUNA USAHA (LEASING)







A. Sumber Hukum dan Pengertian.
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991
tanggal 27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing),
selanjutnya ditulis Keputusan MKRI. No.1169/KMK.01/1991 dan PSAK No.30 :
Akuntansi Sewa Guna Usaha, selanjutnya ditulis PSAK. No.30.
2. Sewa-guna-usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala;
3. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di
atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah
serta aktiva dimaksud merupakan satu kepemilikan, yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk
menghasilkan, atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi
barang atau jasa oleh lessee;
4. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang
telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan
sewa-guna-usaha;
5. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal
dengan pembiayaan dari lessor;

6
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan membuat perbandingan
atau menyusun rekonsiliasi antara sewa guna usaha menurut akuntansi dan
pajak penghasilan bagi lessee.
173 | P age

6. Pembayaran sewa-guna-usaha (lease payment) adalah jumlah uang yang harus
dibayar secara berkala oleh lessee kepada lessor selama jangka waktu yang
telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan
perjanjian sewa-guna-usaha;
7. Piutang Sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh
pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;
8. Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang di
lease ditambah dengan biaya langsung;
9. Nilai Pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal
yang riil dikeluarkan oleh lessor;
10. Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;
11. Imbalan jasa-sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-
usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi lessor;
12. Nilai sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa-
guna-usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa
sewa-guna-usaha;
13. Simpanan J aminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima lessor
dari lessee pada permulaan masa lessee sebagai jaminan untuk kelancaran
pembayaran lease;
14. Masa Sewa-guna-usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha
yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh
lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-usaha berakhir;
15. Masa Sewa-guna-usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang
modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;
16. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha
atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.
B. Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi.
1. Ketentuan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.
a. SGU tanpa hak opsi merupakan perusahaan sewa menyewa terutang PPN,
kecuali lessor masih termasuk pengusaha kecil yaitu jumlah peredaran usaha
174 | P age

satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (No.68/PMK.03/2010), misalnya sewa
menyewa tenda, alat pesta, buku dan sebagainya.
b. Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak
opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1) J umlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama tidak dapat memenuhi harga perolehan barang modal yang di sewa
guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh Lessor.
2) Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
c. Bagi Lessor (pihak yang menyewakan) :
1) Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
merupakan obyek PPh.
2) Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-
usahakan dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan
disewa-guna-usahakan. Khusus terhadap barang modal berupa tanah, tidak
diperbolehkan untuk disusutkan.
3) Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang
ragu-ragu.
4) Lessor apabila sudah dikukuhkan sebagai PKP, wajib memungut PPN
sebesar 10% dari jumlah tagihan.
d. Bagi Lessee (yang menyewa)
1) Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-
guna-usahakan.
2) Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3) Atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee
wajib dipotong PPh Pasal 23.
4) Perusahaan sewa guna usaha yang semata-mata bergerak di bidang usaha
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) penghitungan PPh Pasal
25 sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor).
PSAK No.30 butir 4.2. Operating Lease.
175 | P age

a. Barang modal yang disewa guna usahakan harus diperlakukan dan dicatat
sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
b. Pembayaran sewa guna usaha (lease payment) selama tahun berjalan yang
diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan
sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
c. Penyusutan aktiva yang disewa guna usahakan harus dilakukan dalam jumlah
yang layak berdasarkan taksiran masa manfaat.
d. Kalau aktiva yang disewa guna usahakan dijual maka perbedaan antara nilai
buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian
tahun berjalan.
3. Perlakuan Akuntansi oleh Penyewa guna usaha (Lesse).
PSAK No.30 butir 5.2. Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease).
Pembiayaan sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang
diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha,
meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama
setiap periode.
4. Perbandingan antara PPh dan Akuntansi.
Tidak ada perbedaan prinsip antara PPh dan Akuntansi baik dari pihak lessor
maupun lesee dalam pencatatan dan pengakuan penghasilan dan biaya,
perbedaannya dalam menghitung penyusutan yang merupakan beda waktu.
C. Contoh : SGU-Tanpa Hak Opsi (Operating Lease).
Pada tanggal 18 Oktober 2010.
PT. INDORENT (PKP) menyewakan kendaraan satu hari kepada PT.ABC (PKP).
Invoice dari PT. INDORENT
Sewa mobil satu hari Rp. 1.000.000,-
PPN 100.000,-
J umlah tagihan Rp. 1.100.000,-
PT. ABC memotong PPh Ps.23, 2% 20.000,-
J umlah pembayaran Rp. 1.080.000,-
Mulai tahun 2009 PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen).
176 | P age


J unal PT. INDORENT
Kas (Bank) D Rp. 1.080.000,-
PPh Dibayar Dimuka D Rp. 20.000,-
PPN (PK) K Rp. 100.000,-
Pendapatan sewa K Rp. 1.100.000,-

J urnal PT. ABC
Biaya Sewa Kendaraan D Rp. 1.000.000,-
PPN (PM-DDK) D Rp. 100.000,-
Hutang PPh Ps. 23 K Rp. 20.000,-
Kas (Bank) K Rp. 1.080.000,-

Apabila lessee bukan PKP, misalnya Bank, Rumah Sakit, Hotel dan sebagainya,
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dapat dibiayakan, dengan jurnal :

Biaya Sewa Kendaraan D Rp. 1.100.000,-
Hutang PPh Ps.23 K Rp. 20.000,-
Kas (Bank) K Rp. 1.080.000,-
D. Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Bagi Lessee.
1. SGU dengan hak opsi harus memenuhi kriteria :
a. J umlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha (lease
term) pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup
harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
b. Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya :
1) 2 (dua) tahun untuk barang modal Kelompok I;
2) 3 (tiga) tahun untuk barang modal Kelompok II, III dan IV;
3) 7 (tujuh) tahun untuk Golongan Bangunan.
Penggolongan jenis barang modal tersebut menurut Peraturan MKRI
No.96/PMK.03/2009.
c. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee


177 | P age

2. Perlakuan PPh & PPN atas SGU dengan hak opsi bagi Lessee.
a. Sewa guna usaha langsung (direct lease), dalam transaksi ini lessee belum
pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha, sehingga
atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.
b. Lessor bukan PKP, oleh karena itu Faktur Pajak Standar dari suplier barang
modal dipindahkan (qq) ke lessee supaya dapat dikreditkan oleh lessee.
Contoh :
PT. A (suplier barang modal) menjual barang modal ke PT. B (Lessor) untuk
disewa guna usahakan ke PT. C (lessee) sebagai PKP.
Faktur Pajak Standar atas pemungutan PPN ditulis nama dan NPWP PT. B qq
PT. C.
c. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna
usahakan, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang
modal tersebut. Penyusutan dilakukan mulai tahun pajak digunakannya hak opsi;
khusus untuk barang modal berupa tanah tidak boleh disusutkan.
d. Dasar penyusutan yang dipakai setelah lessee menggunakan hak opsi untuk
membeli barang modal tersebut adalah nilai sisa (residual value) barang modal
yang bersangkutan.
e. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau terutang, kecuali
pembayaran atas tanah merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut dapat
digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi
3. Perlakuan akuntansi SGU dengan hak opsi oleh Penyewa guna usaha
(lessee).
PSAK No.30 butir 5.1. Capital Lease.
a. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus
dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama
masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
178 | P age

berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban
penyewa guna usaha.
b. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran
sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa
guna usaha (lessor) atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna
usaha.
c. Aktiva yang disewa guna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
E. Contoh SGU Dengan Hak Opsi Bagi Lessee.
Pada tanggal 31 Maret 2000 PT. SENTOSA ABADI yang berusaha dalam
bidang persewaan angkutan darat (sudah dikukuhkan sebagai PKP), memperoleh 20
(dua puluh) kendaraan dengan cara Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, rincian
syarat sebuah kendaraaan :
Harga on the road Rp. 170.000.000,-
PPN sebesar 10% langsung dibayar ke suplier oleh PT. Sentosa Abadi.
a. Uang muka Rp. 40.000.000,-
b. Masa Sewa Guna Usaha 2 (dua) tahun
c. Nilai Residu Rp. 10.000.000,-
d. Hak Opsi Rp. 10.000.000,-
e. Sisa pokok pinjaman sebesar Rp. 120.000.000,- dibayar 8 (dedlapan) kali
angsuran per triwulan sebesar Rp.18.800.000,- pembayaran pertama jatuh
tempo 30 J uni 2000, tingkat bunga per triwulan 5,25%.
f. Akuntansi : Taksiran Umur 4 tahun, diamortisasi dengan metode garis lurus
Fiskal : Kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum termasuk kelompok I.
g. Pada tanggal jatuh tempo, PT. SENTOSA ABADI menggunakan hak opsi.
Sisa umur komersial 3 tahun, penyusutan Fiskal dengan metode Saldo
Menurun.
h. Laba Komersial sebelum penyusutan komersial dan bunga S.G.U.
Tahun
2000
2001
Laba
Laba
Rp. 1.800.000.000,-
Rp. 1.600.000.000,-
179 | P age

2002
2003
2004
2005
Laba
Laba
Laba
Laba
Rp. 1.500.000.000,-
Rp. 1.400.000.000,-
Rp. 1.200.000.000,-
Rp. 1.000.000.000,-

i. Koreksi Fiskal Beda Tetap :
Tahun

Biaya yang tidak
dapat dikurangkan
Penghasilan Neto yang
dikenakan PPh Final
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Rp. 50.000.000
60.000.000
70.000.000
80.000.000
90.000.000
100.000.000
10.000.000
12.000.000
15.000.000
18.000.000
20.000.000
25.000.000

Diminta :
- Buat Tabel Pembayaran Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, terdiri : J umlah
pembayaran, bunga, angsuran pokok, sisa pokok pinjaman.
- Buat perbandingan pembebanan biaya secara Akuntansi dan Fiskal mulai 2000
s.d. 2005 !
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal) dan PPh Terhutang dari tahun
2000 s.d. 2005 !
- Buat laporan Laba Yang Ditahan secara Komersial dan Fiskal !

Jawaban.
Harga on the road
Uang muka

Nilai Residu
Pokok Pinjaman
J umlah Angsuran
Bunga Ditangguhkan
20 X Rp.170.000.000 =
20 X 40.000.000 =

20 X 10.000.000 =
20 X 120.000.000 =
8X20X Rp18.800.000 =

Rp.3.400.000.000,-
800.000.000,-
Rp.2.600.000.000,-
200.000.000,-
Rp.2.400.000.000,-
3.008.000.000,-
608.000.000,-


180 | P age

Tabel SGU dengan Hak Opsi.
No Tanggal
Pembayaran
J umlah
Pembayaran
Bunga
5,25 %
Angsuran
Pokok
Sisa Pokok
Pinjaman

1.
2.
3.
-
30-06-2000
30-09-2000
30-12-2000
-
376.000.000
376.000.000
376.000.000
-
126.000.000
112.875.000
99.060.938
-
250.000.000
263.125.000
276.939.062
2.400.000.000
2.150.000.000
1.886.875.000
1.609.935.938
1.128.000.000 337.935.938 790.064.062
4.
5.
6.
7.
31-03-2001
30-06-2001
30-09-2001
30-12-2001
376.000.000
376.000.000
376.000.000
376.000.000
84.521.637
69.219.023
53.113.021
34.439.481
291.478.363
306.780.977
322.886.979
341.560.519
1.318.457.575
1.011.676.598
688.789.619
347.229.100
1.504.000.000 241.293.162 1.262.706.838
8. 31-03-2002 376.000.000 28.770.900 347.229.100 0
3.008.000.000 608.000.000 2.400.000.000
Pembayaran 2000 =Rp. 800.000.000,- +Rp. 1.128.000.000,-
=Rp.1.928.000.000,-
Akuntansi :
Kendaraan SGU Rp. 3.400.000.000
Taksiran N.R 200.000.000
J umlah yang diamortisasi Rp. 3.200.000.000
Taksiran Umur 4 tahun

Amortisasi pertahun . Rp. 800.000.000

30-06-2000 Kendaraan SGU (20 UNIT) Rp.3.400.000.000,-
Amortisasi kendaraan S.G.U.
2000 =
2001 =
2002 =
Rp. 600.000.000,-
800.000.000,-
200.000.000,-


1.600.000.000,-
Harga Perolehan Kendaraan 1.800.000.000,-

1 April 2002 Harga perolehan kendaraan Rp.1.800.000.000,-
181 | P age

Taksiran Umur 3 tahun
Metode garis lurus
Penyusutan pertahun Rp. 600.000.000,-
2002 = 9 bulan =
2003 = 12
2004 = 12
2005 = 3
Rp. 450.000.000,-
600.000.000,-
600.000.000,-
150.000.000,-
Rp.1.800.000.000,-

PPh : 1 April 2002 : harga perolehan =20 X Rp.10.000.000,- = Rp.200.000.000,-
Kelompok I, Saldo Menurun.
2002 = 9/12 X 50 % X 200.000.000 =
2003 =50 % X 125.000.000 =
2004 =50 % X 62.500.000 =
2005 =Sekaligus =
75.000.000
62.500.000
31.250.000
31.250.000

Perbandingan Akuntansi & PPh

Tahun Keterangan Akuntansi Koreksi Fiskal
Pos (Neg)
PPh
2000 Amortisasi
Bunga SGU
Pembayaran
SGU
600.000.000,-
337.935.938,-
600.000.000,-
337.935.938,-
(1.928.000.000)


1.928.000.000,-
937.935.938,- ( 990.064.062) 1.928.000.000,-
2001 Amortisasi
Bunga SGU
Pembayaran
SGU
800.000.000,-
241.293.162,-
-
800.000.000,-
241.293.162,-
(1.504.000.000)


1.504.000.000,-
1.041.293.162,- (462.706.838) 1.504.000.000,-
2002 Amortisasi
Bunga SGU
Pembayaran
SGU
200.000.000,-
28.770.900,-
200.000.000,-
28.770.900,-
(376.000.000)


376.000.000,-
228.770.900,- (147.229.100) 376.000.000,-
TOTAL 2.208.000.000,- (1.600.000.000) 3.808.000.000,-

2002
HAK OPSI
Penyusutan

450.000.000,-

375.000.000,-

75.000.000,-
182 | P age

2003
2004
2005
600.000.000,-
600.000.000,-
150.000.000,-
537.500.000,-
568.750.000,-
118.750.000,-
62.500.000,-
31.250.000,-
31.250.000,-
1.800.000.000,- 1.600.000.000,- 200.000.000,-
GRAND TOTAL 4.008.000.000,- 0
BEDA WAKTU
4.008.000.000,-
2002 678.770.900,- 227.770.900,- 451.000.000,-

J urnal Kontrak Perjanjian SGU-Dg. Hak Opsi.
31 Maret 2000 :
Kendaraan SGU D Rp. 3.400.000.000,-
Bunga SGU yang ditangguhkan D 608.000.000,-
Kas/Bank K Rp. 800.000.000,-
Hutang SGU K 3.008.000.000,-
Hutang Hak Opsi K 200.000.000,-
Pembayaran angsuran :
Hutang SGU D Rp. 376.000.000,-
Kas/Bank K Rp. 376.000.000,-
J urnal adjustment : 31 Des. 2000
Penyusutan Kend. SGU D Rp. 600.000.000,-
Akm. Penyusutan Kend. SGU K Rp. 600.000.000,-
B. Bunga SGU D Rp. 337.935.938,-
Bunga SGU yang ditangguhkan K Rp. 337.935.938,-

31 Des. 2001, 31 Maret 2002 =s.d. a
J urnal menggunakan Hak Opsi :
Kendaraan D Rp. 1.800.000.000,-
Akm. Penyusutan Kend. SGU D 1.600.000.000,-
Kendaraan SGU K Rp. 3.400.000.000,-

Hutang Hak Opsi D Rp. 200.000.000,-
Kas/Bank K Rp. 200.000.000,-

194 | P age


Perhitungan PPh Terutang dan Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan.


NO. KETERANGAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005
1. LABA KOM. SEBELUM AJ USTMENT 1,800,000,000 1,600,000,000 1,500,000,000 1,400,000,000 1,200,000,000 1,000,000,000
2. PENYST. SGU & BUNGA SGU -937,935,938
-
1,041,293,162 -228,770,900 0 0 0
PENYST. 0 0 -450,000,000 -600,000,000 -600,000,000 -150,000,000
3 LABA KOMERSIAL =1 - 2 862,064,062 558,706,838 821,229,100 800,000,000 600,000,000 850,000,000
4. KOREKSI FISKAL BEDA TETAP
a. POSITIF. 50,000,000 60,000,000 70,000,000 80,000,000 90,000,000 100,000,000
b. NEGATIF. -10,000,000 -12,000,000 -15,000,000 -18,000,000 -20,000,000 -25,000,000
5. LABA KOM. SETELAH
KOREKSI BEDA TETAP =3 +4 902,064,062 606,706,838 876,229,100 862,000,000 670,000,000 925,000,000
6. KOREKSI FISKAL B. WAKTU
POS (NEG) -990,064,062 -462,706,838 227,700,900 537,500,000 568,750,000 118,750,000
7.
PENGHASILAN NETO (RUGI) FISKAL
5 +6 -88,000,000 144,000,000 1,104,000,000 1,399,500,000 1,238,750,000 1,043,750,000
8. KOMPENSASI RUGI FISKAL 0 -88,000,000 0 0 0 0
9. PENGHASILAN KENA PAJ AK =7 - 8 0 56,000,000 1,104,000,000 1,399,500,000 1,238,750,000 1,043,750,000
10. PPH-TERUTANG =TARIF PS.17 0 5,900,000 313,700,000 402,350,000 354,125,000 295,625,000
11. SISA RUGI FISKAL -88,000,000 0 0 0 0 0
12. PSAK. NO.46
a. BEBAN PPH =30% X No.5 270,619,219 182,012,051 262,868,730 258,600,000 201,000,000 277,500,000
b. DTA (DTL) =10 - 12a -270,619,219 -176,112,051 50,831,270 143,750,000 153,125,000 18,125,000
195 | P age

c. J UMLAH DTA (DTL) - NERACA -270,619,219 -446,731,270 -395,900,000 -252,150,000 -99,025,000 -80,900,000
13. a. MIS. PPH TARIF TUNGGAL 30% 0 16,800,000 331,200,000 419,850,000 371,625,000 313,125,000
b. DTA (DTL) =10 - 13a -270,619,219 -165,212,051 68,331,270 161,250,000 170,625,000 35,625,000
c. J UMLAH DTA (DTL) -270,619,219 -435,831,270 -367,500,000 -206,250,000 -35,625,000 0
196 | P age

F. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and lease back).
1. Dalam transaksi ini Lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah
dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan
kontrak sewa guna usaha antara Lessee (pemilik semula) dengan Lessor
(pembeli barang modal tersebut).
2. Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2
(dua) transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna
usaha. Transaksi penjualan barang modal kepada Lessor diperlakukan sebagai
penarikan aktiva oleh karena itu harus dihitung keuntungan (kerugiannya).
3. Contoh:
Pada awal tahun 2007 (2 januari 2007) PT. ABC melakukan sale and lease
back ke PT. Bumi Artha yang merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
atau bertindak sebagai lessor.
Data aktiva tetap berupa Mesin Pabrik dari PT. ABC

N.B.
Harga Pasar
Keuntungan pengalihan harta
Akuntansi Fiskal
Rp. 3.000.000.000,-
5.000.000.000,-
Rp. 2.000.000.000,-
Rp. 2.500.000.000,-
5.000.000.000,-
Rp. 2.500.000.000,-
Objek PPh
Dalam transaksi sale and lease back, mesin pabrik tersebut masih beroperasi hanya
dokumen kepemilikan ditambah jaminan yang diserahkan ke lessor, dan PT. ABC
menerima uang sebesar Rp. 5.000.000.000,- Atas transaksi sale and lease back
tersebut, PT. ABC memperoleh keuntungan pengalihan harta menurut akuntansi
sebesar Rp. 2.000.000.000,- dan menurut PPh Rp. 2.500.000.000,- yang merupakan
objek PPh Selanjutnya dibuat kontrak SGU-dengan hak opsi seperti yang telah
dibahas.
Perlakuan PPN atas transaksi sale and lease back, PT. ABC supaya minta surat
keterangan tidak terutang PPN ke Direktur J enderal Pajak




197 | P age


































RANGKUMAN
Sewa guna usaha dibedakan antara SGU tanpa hak opsi dan SGU dengan hak
opsi. Perlakuan PPh sama dengan akuntansi, atas SGU tanpa hak opsi baik
bagi lessor maupun lesse, yaitu :
a. Lessor mengakui pendapatan atau penghasilan atas pembayaran yang
diterima dari lessee.
b. Lessor menyusutkan barang modal yang disewa guna usahakan.
c. Lessee mengakui biaya atas jumlah pembayaran ke lessor.
d. Lessee tidak melakukan penyusutan barang modal yang diperoleh.
Perlakuan PPh sama dengan akuntansi bagi lessor atas SGU dengan hak opsi.
Perlakuan PPh berbeda dengan akuntansi atas SGU dengan hak opsi bagi
lessee, yaitu :
a. Yang merupakan biaya komersial adalah amortisasi atau penyusutan
barang modal yang diperoleh dan biaya bunga atas angsuran.
b. Yang merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak adalah jumlah pembayaran atau yang terutang
atau jumlah angsuran yang terdiri atas pokok dan bunga.
c. Perbedaan tersebut merupakan beda waktu.
Dalam transaksi sale and lease back, bagi lesse diperlakukan dua transaksi
yaitu transaksi penjualan aktiva tetap dan transaksi SGU dengan hak opsi;
sedangkan untuk PPN perlu surat keterangan tidak terutang PPN dari Direktur
J enderal Pajak.
LATIHAN

Pada tanggal 31 Maret 2005 PT. SENTOSA (Lesse) yang berusaha dalam
bidang angkutan darat, memperoleh 50 kendaraan dengan cara Sewa Guna
Usaha dengan hak OPSI dari PT. DANA MAHKOTA (Lessor) dengan syarat :
a. Harga 50 Kendaraan ................................................. Rp. 8.500.000.000,-
b. Uang muka dibayar tgl 31-3-2009 ............................ Rp. 2.000.000.000,-
c. Masa Sewa Guna Usaha ........................................... 2 Tahun
d. Nilai Residu .............................................................. Rp. 500.000.000,-
e. Hak Opsi ................................................................... Rp. 500.000.000,-
f. Security Deposit ....................................................... Rp. 500.000.000,-
198 | P age


























g. Sisa pokok pinjaman sebesar Rp. 6.000.000.000,- dibayar 8 kali pembayaran
pertriwulan sebesar Rp. 940.000.000,-, pembayaran pertama jatuh tempo 30
J uni 2009 Tingkat Bunga pertriwulan 5,25%.
h. Akuntansi : Taksiran umur kendaraan 5 tahun, metode penyusutan garis
lurus.
i. Pada tanggal jatuh tempo S.G.U. PT. SENTOSA menggunakan hak Opsi
dibayar dengan security deposit.
Sisa umur setelah hak opsi 3 (tiga) tahun, Penyusutan fiskal dengan metode
garis lurus; penyusutan fiskal termasuk kelompok 1 dengan metode garis
lurus.
Diminta :
a. Buat tabel pembayaran S.G.U. dengan hak Opsi yang dirinci :
J umlah pembayaran, bunga, angsuran pokok dan sisa pokok pinjaman.
b. Buat perbandingan pembebanan biaya secara Akuntansi dan Fiskal mulai
2005 s/d akhir masa manfaat.
c. 1) Laba (Rugi) Komersial sebelum penyusutan dan bunga Sewa Guna Usaha
Tahun 2009 Rp. 4.000.000.000,-
2010 3.500.000.000,-
2011 3.300.000.000,-
2012 3.000.000.000,-
2013 2.700.000.000,-
2014 2.500.000.000,-
2015 2.000.000.000,-
2) Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Non Deductible
Expensses)
Tahun 2009 Rp. 200.000.000,-
2010 250.000.000,-
2011 220.000.000,-
2012 270..000.000,-
2013 200.000.000,-
2014 260.000.000,-
2015 200.000.000,-
Diminta :
Hitung Penghasilan Kena Pajak atau Rugi Fiskal serta PPh terhutang dari
tahun 2005 s/d 2011.
d. Buatlah Laporan Laba Yang Ditahan Komersial.

| P age

199
BAB
HARGA PEROLEHAN AKTIVA TETAP DAN
KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENGALIHAN HARTA









A. Sumber Hukum.
Pasal 10 UU. No.10 Tahun 1994 tidak berubah sampai dengan UU. No.36
Tahun 2008
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.
2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima, berdasarkan harga pasar.
3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambil alihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (No.422/KMK.04/1998,
No.469/KMK.04/1998, No.211/KMK.03/2003, No.75/PMK.03/2005,
No.43/PMK.03/2008).
4. Apabila terjadi pengalihan harta;
a. Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a dan b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
7
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan mampu menghitung harga
perolehan aktiva tetap dan keuntungan (kerugian) pengalihan aktiva tetap
menurut akuntansi dan pajak penghasilan serta membuat perbandingan atau
rekonsiliasinya.

| P age

200
nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan oleh Direktur J enderal Pajak,
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
nilai pasar dari harta tersebut.
5. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf c, maka dasar penilaian bagi badan yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.

Pasal 4 (1) d UU PPh 1984 dan perubahannya.
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta merupakan objek PPh,
termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (UU. No.10/1994) ;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambil alihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu sederajat, badan keagamaan atau badan pendidikan badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara
pihak-pihak yang bersangkutan.
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
Pasal 6 ayat (1.d) UU. No.10/1994 tidak berubah s.d. UU. No.36/2008. Kerugian
karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan; dapat dibiayakan.

| P age

201


B. Pengertian Aktiva Tetap.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disingkat
PSAK) No.16 butir 05,
Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai
atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU PPh 1984 dan perubahannya:
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau 11A

Pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun
menurut UU PPh 1984 dan perubahannya, lebih luas dibanding pengertian aktiva
tetap menurut akuntansi; namun dalam prakteknya sama yaitu mengikuti akuntansi.
C. Pembelian Aktiva Tetap dari Pihak-Pihak yang Tidak Ada Hubungan
Istimewa.
Berdasarkan PSAK No.16 butir 05, Biaya perolehan adalah jumlah kas atau
setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk
memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva
tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan;
Pengertian tersebut identik dengan Pasal 10 ayat (1) UU PPh 1984 dan
perubahannya yaitu harga perolehan dalam hal terjadi pembelian harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan.
Berdasarkan PSAK No.16 butir 14, Biaya Perolehan suatu aktiva tetap terdiri
dari harga belinya, termasuk bea impor (bea masuk dan bea masuk tambahan) dan
PPN Masukan Tak Boleh Restitusi (non-refundable), dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aktiva tersebut dapat bekerja untuk
penggunaan yang dimaksudkan; setiap potongan harga dan rabat dikurangkan dari
harga pembelian.

| P age

202
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung, adalah:
1. Biaya persiapan tempat;
2. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
(handling cost);
3. Biaya pemasangan (instalation cost); dan
4. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.
Pengeluaran yang dapat dikapitalisasikan pada harga perolehan aktiva tetap
adalah pengeluaran yang dapat memperpanjang masa manfaat atau menambah
manfaat keekonomian, mencakup:
1. Modifikasi suatu pos sarana pabrik,
2. Upgrading Machine Parts,
3. Penerapan proses produksi baru.
Komponen biaya perolehan (harga perolehan) menurut akuntansi tersebut
merupakan komponen harga perolehan fiskal, pengeluaran tersebut berkaitan
dengan kewajiban memotong atau memungut PPh-pihak lain atau bukan.
Pajak Masukan atas perolehan barang modal (aktiva tetap) yang digunakan
untuk memproduksi atau menjual Barang Kena Pajak (BKP) dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran, tidak termasuk harga perolehan aktiva tetap.
Contoh 1:
PT. ABC membeli mesin untuk memproduksi BKP:
Harga mesin
Potongan harga 10%
Harga neto
a. Biaya persiapan tempat
b. Biaya pengangkutan
c. Biaya pemasangan
d. Biaya profesional
Harga perolehan aktiva tetap
Rp. 1.000.000.000,-
100.000.000,-
Rp. 900.000.000,-
10.000.000,-
5.000.000,-
5.000.000,-
5.000.000,-
Rp. 925.000.000,-
Pajak Masukan sebesar Rp.90.000.000,- dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran, bukan merupakan harga perolehan:
Biaya pengangkutan merupakan objek pemotongan PPh:

| P age

203
1. Kendaraan darat dipotong PPh Ps. 23 sebesar 2%.
2. Kapal (pelayaran dalam negeri) dipotong PPh Ps.4 (2) Final sebesar 1,2%.
3. Pesawat dalam negeri dipotong PPh Pasal 23 sebesar 1,8%.
4. Kapal asing dan pesawat asing dipotong PPh Ps. 4 (2) Final sebesar 2,64%.
Biaya pemasangan dan professional fee (bukan kontraktor) dipotong PPh Pasal
23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Contoh 2:
PT. DEF import mesin tekstil dari J epang, Pemberitahuan Import Barang (PIB), cif
sebesar USD 100,000 kurs Menteri Keuangan per USD adalah Rp.9.000,-; kurs
realisasi atas pembayaran ke Bank Devisa per USD = Rp.9.100,- Bea Masuk
sebesar 20%, tidak ada bea masuk tambahan dan mesin tersebut tidak termasuk
barang mewah; PT. DEF import dengan menggunakan angka pengenal import (API).
Biaya pengurusan pengeluaran barang import melalui Pengusaha Pengurusan J asa
Kepabeanan (PPJ K) sebesar Rp. 50.000.000,-.
Biaya angkut dengan kendaraan sebesar Rp. 10.000.000,- dan biaya pemasangan,
arsitek dan percobaan sebesar Rp. 25.000.000,-.
Perhitungan PIB:
Cif x Kurs MK =USD 100,000 x Rp.9.000,- Rp. 900.000.000,-
Bea Masuk 20% 180.000.000,-
Nilai Impor Rp.1.080.000.000,-
PPN Impor (PM) =10% =Rp. 108.000.000,-
PPh Pasal 22 Impor =2,5% =27.000.000,-
Perhitungan Harga Perolehan Mesin
Pembayaran ke Bank Devisa Rp. 910.000.000,-
Bea Masuk 180.000.000,-
PPJ K 50.000.000,-
Biaya Pengangkutan 10.000.000,-
Biaya pemasangan 25.000.000,-
Rp.1.175.000.000,-



| P age

204
D. Jual Beli Aktiva Tetap Antara Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa.
1. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) UU PPh 1984 dan perubahannya, hubungan
istimewa dianggap ada apabila:
a. WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada WP lain, atau hubungan antara
WP dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
atau lebih, demikian pula hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut
terakhir.
b. WP menguasai WP lainnya atau dua atau lebih WP berada dibawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.
2. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3a) UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada
UU. No.36 Tahun 2008, Direktur J enderal Pajak berwenang melakukan
perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak Negara lain
untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi
pelaksanaannya serta melakukan renegoisasi setelah periode tertentu tersebut
berakhir.
Contoh:
PT. GHI (induk perusahaan) akan menjual tanah ke PT. J KL (anak perusahaan),
PT. GHI dapat melakukan perjanjian dengan Dir. J end. Pajak untuk menentukan
harga transfer atau harga jual tanah, agar dalam pemeriksaan pajak tidak
dilakukan koreksi harga.
3. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU. No.36 Tahun 2008, Dir. J end. Pajak
berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya PhKP bagi
WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa (UU.
No.17/2000) dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak

| P age

205
yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus atau
metode lainnya.
Contoh: SE-04/PJ .7/1993 Koreksi Transaksi Transfer Pricing.
PT. MNO (induk perusahaan) pada tahun 2008 menjual tanah ke PT. PQR (anak
perusahaan) tanah yang dibeli tahun 1990 seharga Rp. 1.000.000.000,- tidak
digunakan untuk usaha; NJ OP PBB pada awal tahun 2007 sebesar Rp.
10.000.000.000,-, harga pasar wajar sebesar Rp.12.000.000.000,-. PT. MNO
menjual tanah tersebut ke PT. PQR seharga Rp.10.000.000.000,-.
Apabila dilakukan pemeriksaan akan dilakukan koreksi fiskal .
Keuntungan Penjualan Tanah
M./WP Rp. 9.000.000.000,-
M/Pemeriksa Rp.11.000.000.000,-
Koreksi positif Rp. 2.000.000.000,-
Mulai tahun 2009 PT.MNO yang menjual tanah dikenakan PPh-Final sebesar 5%
dari Rp.12.000.000.000,-; selanjutnya baca Peraturan Dir.J end.Pajak No..PER-
43/PJ /2010.
E. Tukar Menukar Aktiva Tetap.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) UU PPh 1984, harta yang diperoleh
berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta lain, nilai perolehan atau nilai
penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar.
Aktiva tetap yang diterima dinilai sebesar harga pasar, demikian juga aktiva
tetap yang diserahkan dinilai sebesar harga pasar, selisih dengan nilai sisa buku
fiskal (NSBF) merupakan keuntungan atau kerugian pengalihan harta.
Contoh I:
PT. A PT. B
Aktiva Tetap: NSBF 100 juta,- 120 juta,-
H. Pasar 200 juta,- 200 juta,-
Sejenis: Mesin I Mesin II
Tak sejenis Mesin Kendaraan
Pertukaran aktiva tetap antara PT. A dan PT. B, tanpa tambahan uang, secara fiskal:
tidak dibedakan antara sejenis dan tidak sejenis, rugi-laba langsung dihitung

| P age

206
berdasarkan harga pasar dikurangi NSBF aktiva tetap yang diserahkan, pada saat
terjadinya pertukaran.

AT (Fixed Assets) yang diterima dicatat (HP-nya) =Harga Pasar.
PT. A PT. B
AT yang diserahkan =NSBF 100 juta,- 120 juta,-
H. Pasar 200 juta,- 200 juta,-
Keuntungan 100 juta,- 80 juta,-
PT. A dan PT. B mencatat harga perolehan aktiva tetap sebesar Rp. 200.000.000,-;
keuntungan pengalihan harta merupakan objek PPh-tidak final.

PSAK No.16 butir 20,21.
Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran
sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktiva lain. Biaya dari pos
semacam itu diukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau yang diperoleh,
yang mana yang lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar aktiva yang dilepaskan
setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Suatu
aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atas suatu aktiva yang serupa yang
memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan memiliki suatu
nilai wajar serupa. Suatu aktiva tetap juga dapat dijual dalam pertukaran dengan
kepemilikan aktiva yang serupa. Dalam kedua keadaan tersebut, karena proses
perolehan penghasilan (earning process) tidak lengkap, tidak ada keuntungan atau
kerugian yang diakui dalam transaksi. Sebaliknya, biaya perolehan aktiva baru
adalah jumlah tercatat dari aktiva yang dilepaskan. Tetapi, nilai wajar aktiva yang
diterima dapat menyediakan bukti dari suatu pengurangan (impairment) aktiva yang
dilepaskan. Dalam keadaan ini aktiva yang dilepaskan diturun nilai bukukan (written
down) dan nilai turun nilai buku (written down) ini ditetapkan untuk aktiva baru.
Contoh dari pertukaran aktiva serupa termasuk pertukaran pesawat terbang,
hotel, bengkel dan properti real estate lainnya: jika aktiva lain seperti kas termasuk
sebagai bagian transaksi pertukaran, ini dapat mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak memiliki suatu nilai yang serupa.



| P age

207
Akuntansi:
1) Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis, laba (rugi) pertukaran diakui
langsung pada tahun yang bersangkutan.
2) Pertukaran AT sejenis (serupa), yang memiliki manfaat yang serupa dalam
bidang usaha yang sama dan memiliki suatu nilai wajar yang serupa (tanpa
tambahan uang), tidak ada laba (rugi) yang diakui.
Aktiva tetap yang diterima dinilai sebesar NBA Aktiva tetap yang diserahkan.
Mulai tahun 1995, secara fiskal tidak dibedakan pertukaran aktiva tetap sejenis
dan tidak sejenis, harus dihitung keuntungan atau kerugiannya pada tahun yang
bersangkutan.
F. Aktiva Tetap yang Dibangun Sendiri.
Pengeluaran untuk membangun atau membuat aktiva tetap misalnya
bangunan merupakan unsur harga perolehan aktiva tetap, didalam pengeluaran
tersebut harus dibedakan antara biaya yang dapat dikurangkan dan biaya yang tidak
dapat dikurangkan, secara fiskal yang merupakan unsur harga perolehan adalah
pengeluaran yang memenuhi ketentuan Pasal 6 UU PPh 1984, penyusutan yang
dibebankan pada harga perolehan aktiva tetap harus dibedakan antara penyusutan
akuntansi dan penyusutan fiskal.
Peraturan MKRI. N0.39/PMK.03/2010, m.b.1April 2010.
PPN atas kegiatan membangun sendiri:
1. Kegiatan membangun sendiri terutang PPN bagi OP/Badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri; yaitu kegiatan membangun bangunan yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh OP/Badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
2. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau peraturan dengan kriteria:
a. konstruksi atas hanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu batu atau
bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau kegiatan usaha, dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 300m
2
(tiga ratus m
2
)


| P age

208
3. PPN terutang sebesar 4% (empat persen) dari jumlah biaya yang
dikeluarkan/dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga
perolehan tanah.
4. Saat terutang PPN pada saat mulai dibangunnya bangunan.
5. Pembangunan bertahap yang tidak lebih dari 2 (dua) tahun dianggap satu
kesatuan.
6. Terutang ditempat bangunan didirikan.
7. Disetorkan ke Kas Negara (Bank Persepsi atau Kantor Pos & Giro) paling lama
tgl 15 bulan berikutnya dan dilaporkan paling lama akhir bulan dengan SSP
lembar ke 3.
8. PM tidak dapat dikreditkan.
9. Bangunan digunakan Pihak Lain:
Pihak yang membangun wajib menyerahkan SSP Asli kepada pihak yang
menggunakan; apabila tidak diserahkan maka Pihak Lain yang menggunakan
bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembangunan PPN
yang terutang.
Contoh
PT. CBA (PKP) membangun sendiri gudang seluas 400 meter persegi dimulai bulan
Mei 2010.
Bulan Pengeluaran PPN
Mei Rp. 100.000.000,- Rp. 4.000.000,-
J uni 60.000.000,- 2.400.000,-
J uli 200.000.000,- 8.000.000,-
Agst 300.000.000,- 12.000.000,-
Sep 240.000.000,- 9.600.000,-
Okt 100.000.000,- 4.000.000,-
Selesai Rp.1.000.000.000,- Rp. 40.000.000,-
PPN atas membangun sendiri gudang sebesar Rp. 40.000.000,- tidak dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran, merupakan unsur harga perolehan; jadi harga
perolehan gudang sebesar Rp. 1.040.000.000,-.


| P age

209
PSAK No.16 butir 17
Biaya perolehan suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri ditentukan menggunakan
prinsip yang sama seperti suatu aktiva yang diperoleh. J ika suatu perusahaan
membuat aktiva serupa untuk dijual dalam keadaan usaha normal, biaya perolehan
aktiva biasanya sama dengan biaya memproduksi aktiva untuk dijual (lihat PSAK
No.14 tentang Persediaan). Karenanya, setiap laba internal dieleminasi dalam
menetapkan biaya tersebut. Demikian pula biaya dari jumlah yang abnormal dari
bahan baku yang tak terpakai, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi
dalam memproduksi suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam
biaya perolehan aktiva. PSAK No.26 tentang Akuntansi Bunga untuk periode
konstruksi, membuat kriteria yang harus dipenuhi sebelum biaya bunga dapat diakui
sebagai komponen biaya aktiva tetap.
S-46/PJ .31/1995,19 Mei 1995, S-240/PJ .42/1995.
Pembebanan bunga pinjaman dalam masa konstruksi.
1) Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 10 tahun 1994. Pengeluaran
untuk memperoleh harta yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
harus dikapitalisir dalam harga perolehan/harga pokok. Pembebanannya
sebagai biaya dapat dilakukan melalui penyusutan, amortisasi, ataupun pada
saat penjualan sebagai bagian dari harga pokok penjualan barang.
2) Sesuai dengan butir 4 Surat Dir. J en Pajak Nomor SE-20/PJ .42/1994, bahwa
pengeluaran bunga pinjaman selama masa konstruksi merupakan komponen
dari biaya langsung yang menjadi bagian pembentukan harga pokok atau harga
perolehan aktiva seperti rumah dan gedung. Oleh karena itu pengeluaran bunga
pinjaman sampai dengan rumah atau gedung selesai dan siap digunakan atau
dipasarkan harus dikapitalisir menjadi komponen harga pokok rumah atau harga
perolehan gedung.
3) Kapitalisasi bunga pinjaman selama masa konstruksi untuk memperoleh harga
pokok per unit rumah atau harga perolehan gedung ini selain sudah sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan sejak tahun 1984, juga telah
sesuai dengan ketentuan penyajian Laporan Keuangan yang wajib oleh
BAPEPAM. Serta sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).


| P age

210
PSAK No. 26
Ada tiga alternatif perlakuan akuntansi untuk menampung bunga selama konstruksi:
1. Bunga dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aktiva.
2. Bunga dibebankan pada pendapatan sebagai beban finansial pada periode yang
bersangkutan.
3. Bunga ditangguhkan untuk diamortisasi selama beberapa periode akuntansi
Biaya bunga sehubungan dengan pembangunan suatu aktiva boleh
dikapitalisasi bila dipenuhi persyaratan berikut ini:
1. Biaya pembangunan aktiva tersebut dapat diakumulasi secara terpisah.
2. Diperlukan jangka waktu yang cukup lama untuk membangun atau memproduksi
aktiva yang bersangkutan.
3. Pembangunan atau produksi tersebut memerlukan biaya yang besar, sehingga
melibatkan perusahaan dengan biaya bunga yang tinggi.
Sepanjang ketiga persyaratan tersebut diatas telah dipenuhi, maka bunga
yang dapat dikapitalisasi adalah untuk aktiva (qualifying assets) berikut:
1. aktiva yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri, termasuk aktiva
yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain dengan disertai pembayaran uang
muka atau pembayaran termin sesuai dengan tahap kemajuan pekerjaan, atau
2. aktiva yang dimaksudkan untuk dijual atau disewakan, yang dibangun atau
diproduksi sebagai proyek-proyek tersendiri.
Contoh:
PT. ABC membangun gedung kantor untuk digunakan sendiri, perhitungan harga
perolehannya sebagai berikut:
Akuntansi Koreksi Fiskal
- Penggunaan bahan 400.000.000 - 400.000.000
- Upah Langsung 25.000.000 - 25.000.000
- Gaji Mandor 5.000.000 - 5.000.000
- Pemberian makan buruh 3.000.000 - 3.000.000
- Honor konsultan 5.000.000 - 5.000.000
- PPh-21 dibayar perusahaan 500.000 (500) -
- Biaya yang tidak didukung
bukti yang syah : 11.500.000 (11.500) -

| P age

211
- Penyusutan alat-alat 20.000.000 5.000 25.000.000
- Bunga dikapitalisasi 50.000.000 - 50.000.000
Harga perolehan 520.000.000 (7.000) 513.000.000
G. Setoran Modal berupa Aktiva Tetap.
PSAK No. 21 butir 13f.
Setoran saham dalam bentuk barang (inbreng), menggunakan nilai wajar
aktiva bukan kas yang diserahkan, yaitu nilai appraisal tanggal transaksi yang
disetujui Dewan Komisaris untuk PT yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek, atau
nilai kesepakatan Dewan Komisaris dan penyetor bentuk uang.
Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh 1984, harta termasuk setoran tunai yang
diterima oleh WP Badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal, bukan merupakan objek PPh.
Pasal 10 ayat (5) UU PPh 1984, dasar penilaian harta bagi WP Badan yang
menerima setoran modal yang berupa barang atau aktiva tetap adalah nilai pasar
dari harta atau barang tersebut.
Pasal 4 ayat (1d) UU PPh 1984, keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan atau badan lainya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal, merupakan objek PPh.
Tidak ada pebedaan yang prinsipiil antara akuntansi dan PPh, mengenai
pembukuan setoran modal berupa aktiva tetap yaitu dibukukan berdasarkan harga
pasar wajar dari aktiva;
Contoh 1:
PT. ABC didirikan pada awal tahun 2007 dengan modal dasar 10.000 lembar saham,
nilai nominal persaham Rp.1000.000,-. Pemegang Saham Sdr. Ali, Sdr. Budi dan
Sdr. Cecep menyetorkan modal secara tunai masing-masing 100 saham sebesar
nilai nominalnya. Pemegang saham tidak ada keuntungan pengalihan harta dalam
setoran modal tersebut, sedangkan PT. ABC akan membukukan setoran modal
tersebut sebesar nilai nominalnya, dengan jurnal:
Kas atau bank D Rp.300.000.0000,-
Modal Saham K Rp.300.000.000,-



| P age

212
Contoh 2:
PT. A menyerahkan mesin ke PT . B sebagai setoran modal, dan menerima saham
PT. B dengan nominal sebesar Rp. 3.500.000.000,-
PT. A :
Akuntansi Fiskal (PPh)
Harga perolehan 6.000.000.000 6.000.000.000
Akumulasi Penyusutan (3.000.000.000) (4.100.000.000)
Nilai Buku 3.000.000.000 1.900.000.000
Harga Pasar 4.000.000.000 4.000.000.000
Keuntungan pengalihan harta 1.000.000.000 2.100.000.000
Objek PPh (SPT PPh) - 2.100.000.000
H.P. Saham PT. B 4.000.000.000 4.000.000.000
PT. B :
Harga perolehan Mesin 4.000.000.000 4.000.000.000
Nominal Saham 3.500.000.000 3.500.000.000
Agio Saham (bukan objek PPh) 500.000.000 500.000.000
PT. A PT. B
PT. A menyerahkan mesin Setoran modal
NSBF 1.900.000.000
Harga Pasar 4.000.000.000 H.P. Mesin 4.000.000.000
Keuntungan (objek PPh) 2.100.000.000
Nominal saham 3.500.000.000
Agio saham (bukan objek PPh) 500.000.000
H.P Saham PT. B 4.000.000.000,-

J urnal PT A: Investasi saham PT. B D 4.000.000.000
Akumulasi Penyst. Mesin D 3.000.000.000
Mesin K 6.000.000.000
Keuntungan pengalihan harta K 1.000.000.000
Diadakan koreksi fiskal atas keuntungan pengalihan harta sebesar
Rp. 1.100.000.000,- keuntungan pengalihan harta yang masuk dalam
SPT-PPh sebesar Rp. 2.100.000.000,-


| P age

213
J urnal PT B: Mesin D 4.000.000.000
Modal Saham K 3.500.000.000
Agio Saham K 500.000.000

Contoh 3
Sdr. ASMA membeli tanah tahun 1987 seharga Rp 1.000.000.000,-, tidak digunakan
untuk usaha.
Pada tahun 2010 Sdr. Asma mendirikan PT. Maju Terus dengan setoran modal
berupa tanah tersebut:
- Harga pasar tanah ......................................................Rp. 50.000.000.000,-
- Nilai J ual Objek pajak................................................ Rp. 60.000.000.000,-
Pemindahan hak dari Sdr. Asma ke PT. Maju Terus, Sdr. ASMA wajib membayar
PPH 5% x Rp. 60.000.000.000,- =Rp. 3.000.000.000,- dan bersifat final.
Harga Perolehan tanah bagi PT. Maju Terus dapat dibukukan sebesar
Rp 60.000.000.000,-. Apabila yang memiliki tanah tersebut WP-Badan dan belum
direvaluasi, misalnya PT. Astina menyerahkan tanah ke PT. Maju Terus sebagai
setoran modal.
PPh dibayar dimuka sebesar Rp. 3.000.000.000,- tidak final sampai dengan
31 Desember 2008, berdasarkan Penjelasan Pasal 8 PP. No.71 Tahun 2008 mulai
1 J anuari 2009 dikenai PPh Final 5% (lima persen) dari nilai pengalihan.
Perhitungan:
Harga pasar Tanah ............................................. Rp.50.000.000.000,-
H.P. Tanah.......................................................... 1.000.000.000,-
Keuntungan Pengalihan Harta........................... 49.000.000.000,-
PT.Astina membayar PPh Final sebesar 5%xRp.60.000.000.000,- =Rp.3.000.000.000,-
+
PT Maju Terus membayar BPHTB =5% (60.000.000.000 60.000.000)
=Rp. 2.997.000.000,-
Pengalihan tanah atau bangunan:
a. Pihak yang mengalihkan membayar PPh sebesar 5% (lima persen) dari nilai
tertinggi antara harga pasar (akta notaris) dengan Nilai J ual Objek Pajak Bumi
dan Bangunan (NJ OP PBB) bersifat final untuk WP orang pribadi dan yayasan,

| P age

214
lainya tidak bersifat final merupakan kredit PPh; mulai tahun pajak 2009
pengalihan tanah/bangunan dikenakan PPh Final baik WPOP maupun WP
Badan.
b. Pihak yang memperoleh membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari NP-NPTKP; NP adalah nilai tertinggi antara
harga perolehan menurut akta notaris dan NJ OP PBB.
Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (NPTKP), mulai tahun 2010 Rp. 60.000.000,-,
selanjutnya baca Peraturan MKRI No.14/PMK.03/2009.
H. Hibah.
PSAK NO.16 butir 22.
Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga
taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun Modal Donasi,
bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima.
Pasal 4 ayat (1) d (4) dan Pasal 4 ayat (3) a UU No.10 tahun 1994 tidak
berubah pada UU No. 36 Tahun 2008. Pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
sumbangan, yang ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, penguasaan,
antara pihak-pihak yang bersangkutan, dinilai berdasarkan harga pasarnya; bagi
yang menerima merupakan objek PPh, bagi yang menyerahkan, selisih antara NBF
dengan harga pasar merupakan keuntungan atau merupakan objek PPh.
Apabila terdapat kerugian pasal 6 (1) d UU No.10 tahun 1994:
1. J ika harta tersebut digunakan untuk usaha yang penghasilannya dikenakan PPh
Tidak Final kerugian merupakan biaya yang dapat dikurangkan.
2. J ika harta tersebut tidak digunakan untuk usaha atau digunakan untuk usaha
yang Penghasilannya dikenakan PPh final atau bukan objek PPh, kerugiannya
tidak dapat mengurangi PPh-final.
Contoh: Tanggal 1 J uli 2010
PT A (induk perusahaan) menghibahkan tanah dan bangunan kepada PT (B anak
perusahaan)
Akuntansi PPh H. Pasar NJOP
Tanah 100 juta,- 100 juta,- 1.000 juta,- 1.200 juta,-
Bangunan:
HP 500 juta,- 500 juta,- - -

| P age

215
Akumulasi Penyust (200 juta,-) 250 juta,- - -
NB 300 juta,- 250 juta,- 750 juta,- 800 juta,-
J umlah 400 juta,- 350 juta,- 1.750 juta,- 2.000 juta,-
Pasal 1 (2)a PP. No.48 Tahun 1994.
Pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan (penjualan, tukar-menukar, Perjanjian
pemindahan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati
dengan pihak lain selain pemerintah), yang mengalihkan wajib membayar sendiri
PPh sebesar 5% x nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai menurut akta
dengan NJ OP PBB.
Pihak yang memperoleh membayar BPHTB = 5% x (Nilai Perolehan
Rp.60.000.000,-), Final =Rp. 97.000.000,-
PT.A membayar PPh =5% x Rp.2.000.000.000,-
=Rp. 100.000.000,- (tidak final)

PT.B:
Harga Tanah dan Bangunan: Objek PPh Rp. 1.750.000.000,-
Akuntansi : Keuntungan NIHIL
Koreksi Fiskal Positif Rp. 1.750.000.000,-

J urnal PT.A:
Akumulasi Penyusutan Bangunan D 200
Laba yang Ditahan D 400
Tanah K 100
Bangunan K 500

J urnal PT.B:
Tanah D 1.000
Bangunan D 750
Modal Donasi K 1.750


| P age

216

Hibah bukan merupakan Objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a.2
UU No.36 Tahun 2008 yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(No.245/PMK.03/2008) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Peraturan MKRI Nomor 245/PMK.03/2008
1. Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
a. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
b. badan keagamaan;
c. badan pendidikan;
d. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau
e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
2. Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah orang tua dan
anak kandung
3. Badan keagamaan adalah badan keagamaan yang kegiatannya semata-mata
mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang
keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.
4. Badan pendidikan adalah badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata
menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.
5. Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah badan sosial yang
kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:
a. pemeliharaan kesehatan;
b. pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
c. pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau
orang cacat;
d. santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan,
dan sejenisnya;
e. pemberian beasiswa;

| P age

217
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
g. kegiatan sosial lainnya.
yang tidak mencari keuntungan.
6. Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan
menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
7. Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak
Penghasilan berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan
tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
dengan penerimaan hibah, bantuan, atau sumbangan.
8. Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima sesuai
dengan nilai buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.

















RANGKUMAN
Penyusutan aktiva tetap merupakan salah satu biaya yang dapat
dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak, besarnya penyusutan
dipengaruhi harga perolehan aktiva tetap dan masa manfaat atau kelompok
harta berwujud yang bersangkutan.
Penentuan harga perolehan aktiva tetap bagi yang memperoleh aktiva
tetap dipengaruhi oleh cara atau jenis transaksi perolehan aktiva tersebut,
dilain pihak merupakan pengalihan atau penjualan aktiva tetap yang harus
dihitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta; untuk aktiva tetap baru yang
langsung dibeli dari pabrik atau distributor merupakan persediaan barang jadi
atau persediaan barang dagangan bagi penjual, keuntungannya merupakan
laba bruto usaha bukan merupakan keuntungan pengalihan harta. Penentuan
harga perolehan aktiva tetap adalah semua biaya atau pengeluaran sampai
dengan aktiva tetap tersebut siap dipakai.

| P age

218

































Dalam menentukan harga perolehan dan mengakui keuntungan
(kerugian) pengalihan harta antara akuntansi dan pajak penghasilan, ada
persamaan atau perbedaannya.
J ual beli aktiva tetap antara pihak-pihak yang tidak ada hubungan
istimewa, harga perolehan aktiva tetap ditentukan jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan, bagi pihak yang mengalihkan atau menjual
adalah jumlah yang sesungguhnya diterima merupakan harga jual; hal ini
antara akuntansi sama dengan pajak penghasilan. J ual beli aktiva tetap
antara pihak-pihak yang ada hubungan istimewa, harga perolehan aktiva
tetap ditentukan berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan pada
harga pasar wajar atau harga transfer yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa; hal ini antara akuntansi sama dengan pajak penghasilan.
Dalam hal terjadi tukar-menukar aktiva tetap, Pajak Penghasilan
tidak membedakan tukar menukar aktiva sejenis (serupa) dan aktiva tidak
sejenis (tidak serupa), keuntungan (kerugian) diakui pada saat terjadinya
pertukaran; sedangkan secara akuntansi dibedakan antara pertukaran
aktiva sejenis (serupa) dan aktiva tidak sejenis (tidak serupa).
Dalam pertukaran aktiva sejenis (serupa), secara akuntansi tidak
ada rugi-laba pertukaran, aktiva tetap yang diperoleh dinilai sebesar nilai
buku komersial aktiva tetap yang diserahkan; pertukaran aktiva tetap tidak
sejenis (tidak serupa), rugi-laba diakui pada saat pertukaran.
Pajak Penghasilan mengakui rugi pengalihan harta dengan syarat
harta tersebut harus dimiliki dan digunakan untuk memperoleh, memelihara,
menagih penghasilan yang dikenakan PPh-tidak final; kerugian pengalihan
harta yang tidak digunakan untuk usaha atau untuk usaha yang
penghasilannya dikenakan PPh-final atau bukan objek PPh, tidak diakui
atau tidak dapat dikurangkan pada PPh-final; misalnya gedung perkantoran
yang disewakan, kerugian atas penjualan gedung tersebut tidak dapat
mengurangi PPh-final sewa gedung.
Penentuan harga perolehan yang dibangun sendiri, harga perolehan
komersial dilakukan koreksi fiskal berdasarkan Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal
11 UU. PPh. 1984 dan perubahannya.

| P age

219

































Setoran modal dari pemegang saham ke Perseroan Terbatas, dapat
berupa uang tunai, tanah atau bangunan, dan barang berwujud selain uang tunai
dan selain tanah atau bangunan.
Penerimaan setoran modal oleh PT akan diganti dengan saham
perusahaan, dan dibukukan pada akun Modal Saham, secara akuntansi bukan
merupakan pendapatan dan secara PPh juga bukan merupakan objek PPh.
Bagi pihak yang menyetorkan atau pemegang saham yang menyetor
modal selain uang tunai, harus menghitung keuntungan pengalihan harta yang
merupakan objek PPh; sedangkan apabila rugi dapat dibiayakan apabila
memenuhi Pasal 6 ayat (1)d UU PPh 1984 yaitu aktiva tetap tersebut digunakan
untuk memperoleh, memelihara dan menagih penghasilan yang merupakan
objek PPh-tidak final.
Keuntungan pengalihan harta untuk setoran modal merupakan objek
PPh-tidak final, keculai penyetoran modal dalam bentuk tanah atau bangunan
dikenai PPh-final sebesar 5% (lima persen) dari nilai tertinggi antara harga pasar
menurut akta notaris dengan NJ OP PBB.
Harga perolehan aktiva tetap yang diperoleh secara hibah ditentukan
berdasarkan harga pasar, perbedaan dengan akuntansi :
a. Bagi pihak yang memperoleh hibah, secara akuntansi akan dibukukan
sebelah kredit Modal Donasi dan bukan merupakan pendapatan;
sedangkan menurut Pajak Penghasilan merupakan objek PPh, kecuali hibah
yang memenuhi Pasal 4 ayat (3) huruf a.2 UU PPh 1984.
b. Bagi pihak yang memberi hibah, secara akuntansi tidak ada keuntungan
(kerugian) atas pengalihan harta, akan dikredit ke akun yang bersangkutan
dan didebit laba yang ditahan sebesar Nilai bukunya; menurut PPh harus
dihitung keuntungan (kerugian) berdasarkan harga pasar aktiva tetap yang
dihibahkan dikurangi nilai bukunya.
Hibah antara perusahaan grup, bagi yang menerima hibah merupakan
penghasilan yang dikenakan PPh dan bagi pihak yang memberi hibah harus
menghitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta tersebut.


| P age

220

































LATIHAN
1. Tahun buku PT. KLM dari 1 April 200A sampai dengan 31 Maret 200B
Pada tanggal 1 J uli 2010 membeli 3 buah Kendaraan (kelompok II) untuk
mengangkut barang seharga Rp. 300.000.000,- perbuah; semua
diasuransikan.
Pada tanggal 1 April 2014 dijual sebuah Kendaraan seharga
Rp. 200.000.000,- dan dibeli sebuah Kendaraan seharga Rp.360.000.000,-
1 J uli 2014 sebuah Kendaraan lama (2010) ditukarkan dengan Kendaran
baru yang harganya Rp. 380.000.000,-, PT. KLM menambah uang
Rp. 200.000.000,-.
1 September 2014 sebuah Kendaraan lama (2010) mengalami kecelakaan
berat, mendapat penggantian asuransi sebesar Rp. 150.000.000,-.
Penyusutan Fiskal dengan metode saldo menurun.
Diminta:
a. Hitung Penyusutan Fiskal dan NSBF per 31 Maret 2014!
b. Hitung Keuntungan (Kerugian) Pengalihan harta:
1) tanggal 1 April 2014!
2) tanggal 1 J uli 2014!
3) tanggal 1 September 2014!
c. Hitung Penyusutan Fiskal tahun 2014!
2. Neraca Komersial PT.Talibondho per 31 Desember 2010 menunjukkan
susunan aktiva tetap sbb:
Tanah
Bangunan
Akumulasi Penyusutan Bangunan
Mesin-mesin
Akumulasi Penyusutan Mesin
Peralatan
Akumulasi Penyusutan Peralatan
Rp. 5.000.000.000,-
12.000.000.000,-
(2.400.000.000,-)
9.000.000.000,-
(3.000.000.000,-)
1.800.000.000,-
(1.080.000.000,-)


| P age

221

































Penyusutan Komersial dengan metode garis lurus, tanpa taksiran nilai residu
dan semua aktiva tetap diperoleh awal tahun 2005, tidak ada tambahan,
pengalihan s.d. tahun 2010.
Penyusutan Fiskal untuk harta bukan kelompok bangunan dengan metode
saldo menurun, mesin termasuk kelompok III (tiga) dan peralatan termasuk
kelompok II (dua).
Transaksi atau kejadian tahun 2011 :
a. 5 J anuari 2011, Peralatan yang harga perolehannya Rp. 500.000.000,-
dijual tunai laku Rp. 600.000.000,-
b. 10 J anuari 2011, Mesin lama yang harga perolehannya Rp.
1.800.000.000,- ditukarkan dengan Mesin Baru (sejenis) harga tunainya
Rp. 3.600.000.000,- dan PT.Talibondho masih harus menambah uang Rp.
1.050.000.000,-. Taksiran umur Mesin Baru sama dengan yang lama.
c. 20 Desember 2011 sebagian Bangunan yang harga perolehannya
Rp. 1.200.000.000,- habis terbakar, jumlah penggantian asuransi belum
diketahui s.d. 31 Desember 2011.
PT.Talibondho telah mendapat persetujuan dari KPP untuk menangguhkan
pengakuan kerugian kebakaran ke tahun 2012, sesuai ketentuan pasal 11
UU. PPh. 1984.
Diminta
a. Akuntansi
1. Hitung taksiran umur penyusutan komersial!
2. Hitung keuntungan (kerugian) penjualan peralatan tanggal 5
J anuari 2011!
3. Hitung keuntungan (kerugian) pertukaran mesin dan berapa harga
perolehan mesin baru?
4. Hitung kerugian kebakaran bangunan!
5. Hitung penyusutan komersial tahun 2011!
b. Fiskal
1. Hitung penyusutan bangunan 2005 s.d. 2010!
2. Hitung penyusutan mesin 2005 s.d, 2010!
3. Hitung penyusutan peralatan 2005 s.d. 2010!


| P age

222

































4. Hitung keuntungan (kerugian) penjualan peralatan!
5. Hitung keuntungan (kerugian) pertukaran mesin dan berapa harga
perolehan mesin baru?
6. Berapa kerugian kebakaran bangunan dan bagaimana
perlakuannya?
7. Hitung penyutan tahun 2011!
c. Buat perbandingan (koreksi beda waktu) antara penyusutan komersial
dan penyusutan fiskal dari tahun 2005 s.d. 2011 serta keuntungan
(kerugian) pengalihan harta, pertukaran dan kebakaran!
3. Harga perolehan Tanah tahun 1985 Rp. 100.000.000,-, tidak digunakan
untuk usaha. Awal tahun 2010 NJ OP-PBB Rp. 10.000.000.000,- harga pasar
pada bulan November 2010 Rp. 12.000.000.000,- pada tanggal 1 Desember
2010 diserahkan oleh pemiliknya sebagai setoran modal pada PT. CBA.
Terangkan perlakuan perpajakan bagi PT. CBA dan bagi pemilik tanah
(pemegang saham), apabila pemilik tanah WPOPDN atau WP Badan DN.
4. PT. DEF memiliki dua bidang tanah yang tidak digunakan untuk usaha, pada
tahun 2010 dilakukan HIBAH :
a) Tanah di J l. Raya Bogor
Dibeli awal tahun 1995 seharga Rp. 1.000.000.000,-
NJ OP PBB tgl. 01-01-2010 Rp. 10.000.000.000,-
Harga Pasar Rp. 8.000.000.000,-
Pada tgl. 1 April 2010 dihibahkan ke PT. OPQ (anak perusahaan)
b) Tanah di Tangerang
Dibeli awal tahun 1984 Rp. 50.000.000,-
NJ OP PBB tgl. 01-01-2010 Rp. 1.000.000.000,-
Harga Pasar Rp. 1.200.000.000,-
Pada tgl. 1 J uli 2010 dihibahkan ke Yayasan Yatim Piatu, tidak ada
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan dengan
PT. DEF.


| P age

223


























Neraca FIRMA BANGJO per 31 Des. 2010
Keterangan Nilai Buku
Komersial
Nilai Buku
Fiskal
Harga Pasar
Kas Kecil
BCA
Piutang Dagang
Penyisihan Piutang Sangsi
Persediaan Barang
Dagang
1.700.000
806.887
363.000.000
(18.150.000)
785.000.000
1.700.000
806.887
363.000.000
0
785.000.000
0
0
357.000.000
0
1.000.000.000
Diminta:
a) Perlakuan PPh bagi yang memberi hibah dan apabila terutang PPh, hitung
PPh nya!
b) Perlakuan PPh bagi yang menerima hibah dan apabila terhutang PPh, hitung
jumlah PPh terhutang!
c) J elaskan Sumber hukum tentang perlakuan PPh terhadap hibah!

5. Firma BANGJ O pada akhir tahun 2010 merencanakan merubah bentuk usaha
dari Firma BANGJ O menjadi PT. BANGJ O J AYA modal dasar 10.000 saham
dengan nilai nominal perlembar saham sebesar Rp.1.000.000,-,
setoran modal kekayaan Firma BANGJ O per 31 Desember
2010 dan setoran modal dari persero; penyetoran dilakukan tanggal 2
J anuari 2011.
a. Sdr. Bambang Senggoto menyetor tanah, harga pasar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyard rupiah) masuk di Akta Notaris, NJ OPPBB
per 1-1- 2010 sebesar Rp. 600.000.000,-; tanah tersebut dibeli oleh Sdr.
Bambang pada tahun 1980 seharga Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
b. Sdr. J ojo menyetor uang tunai sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah), akan digunakan untuk membangun Gedung Kantor dan Gudang.
c. Neraca Firma BANGJ O per 31 Desember 2010, aktiva dinilai berdasarkan
harga pasar, hutang dagang dinilai sebesar nilai buku; selisih antara
harga pasar aktiva dikurangi nilai buku hutang merupakan setoran modal
Sdr. Bambang Senggoto dan Sdr. J ojo secara prorata.


| P age

224
Persediaan Suplies Toko
Persediaan Suplies Kantor
Persekot Asuransi
Inventaris Toko (Klp. 1)
Inventaris Kantor (Klp. 2)
Kendaraan
Total Aktiva
Hutang Dagang
Hutang J AMSOSTEK
Hutang Pajak
Modal Bambang
Modal J ojo
8.500.000
5.400.000
30.000.000
60.000.000
56.000.000
125.000.000
1.417.256.887
438.900.000
1.417.650
36.218.987
464.860.125
475.860.125
1.4173.256.887
8.500.000
5.400.000
30.000.000
25.000.000
33.750.000
84.375.000
1.337.531.887
438.900.000
1.417.650
36.918.987
430.147.625
430.147.625
1.337.531.887
8.000.000
5.400.000
30.000.000
50.000.000
40.000.000
100.000.000
1.590.000.000
440.000.000
0
0
575.000.000
575.000.000
1.590.000.000





















d. Sdr. Bambang Senggoto dan Sdr. J ojo masing-masing menyetor uang
tunai Rp. 175.000.000,- untuk modal kerja,
Semua setoran tunai dari pemegang saham dimasukkan ke rekening
Giro BCA.
e. Kas Kecil, R/K BCA, hutang J amsostek, hutang pajak tidak termasuk
yang disetorkan ke PT. BANGJ O J AYA.
f. PPN atas perubahan bentuk badan usaha ditagih dan dibayar langsung
oleh PT. BANGJ O J AYA, dengan cek BCA.

Diminta :
1. J urnal Firma BANGJ O pada saat pengalihan harta dan dilikuidasi!
2. J urnal PT. BANGJ O RAYA dan Neraca setelah pengalihan harta!
6. PT. USAHA BAKTI didirikan pada awal tahun 2010 berusaha dalam bidang
industri pakaian jadi (garment), Akta Pendirian Notaris Wati, S.H Modal
dasar Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyard rupiah) terdiri dari 50.000
lembar saham biasa dengan nilai nominal perlembar saham Rp.1.000.000,-
(satu juta rupiah).


| P age

225

































Sdr. Subhakti menyetorkan tanah untuk pabrik seluas 25.000 meter
persegi, harga pasar Rp.7.500.000.000,- untuk setoran modal dan
diberikan 7.500 lembar saham PT. USAHA BHAKTI. Tanah tersebut
merupakan hibah dari orang tuanya pada akhir tahun 2009. NJ OP PBB
awal tahun 2010 Rp.7000.000.000,-. Akta Pemindahan Hak ke
PT. USAHA BHAKTI tanggal 5-1-2010, dan kemudian di Sertifikatkan
H.G.U.35 tahun mulai 1 J uli 2010.
PT. BUSANA MEGAH menyetorkan uang tunai sebesar Rp.5000.000.000,-
(lima miliar rupiah) untuk setoran modal dan diberikan 5.000 saham.
Pembangunan gedung pabrik dan kantor dengan kontraktor
P.T PERKASA J AYA seharga Rp. 3.500.000.000,- belum termasuk PPN,
selesai dibangun bulan J uni 2010, disusutkan sesuai H.G.U.
Biaya pendirian yang dikapitalisir s.d. 30 J uni 2010 sebesar
Rp.120.000.000,- diamortisasi selama 10 tahun sejak 1 J uli 2010, termasuk
kelompok II.
Pembelian aktiva tetap s.d. 30 J uni 2010, sudah termasuk PPN (PM-
TDDK).
a. Inventaris (Klp.I), taksiran umur 5 tahun Rp. 60.000.000,-
b. Peralatan (Klp. II), taksiran umur 8 tahun Rp. 90.000.000,-
c. Kendaraan (Klp.II), taksiran umur 6 tahun Rp.240.000.000,-
d. Komputer (Klp, II-I), taksiran umur 4 tahun Rp. 30.000.000,-
PT. USAHA BHAKTI diberikan NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP
tanggal 31-01-2010, pada bulan Februari 2010 mendapat kredit untuk
import mesin pabrik sampai dengan pemasangan dan percobaan selesai
bulan J uni 2010 dengan harga Rp..3.000.000.000,- (tiga milyard rupiah), 1
J uli 2010 mulai produksi komersial, penyusutan komersial dengan metode
garis lurus tanpa nilai residu, taksiran umur 10 tahun termasuk kelompok II,
penyusutan fiskal harta bukan kelompok bangunan dengan metode Saldo
Menurun.
Bunga pertahun 12% dibayar tepat waktu, tidak ada pembayaran hutang
pokok sampai dengan akhir tahun 2012.

| P age

226



















Laba (Rugi) Komersial dan Koreksi Fiskal beda tetap :
Tahun Laba (Rugi) Biaya yang Penghasilan yang
Komersial tidak dapat dikenakan PPh
dikurangkan Final

2000 R (500.000.000) 60.000.000 10.000.000
2001 L1.000.000.000 80.000.000 15.000.000
2002 L 600.000.000 100.000.000 20.000.000

PT.USAHA BHAKTI mengetrapkan PSAK No. 46 Akuntansi Pajak Penghasilan
sejak tahun 2000
Diminta:
a. J elaskan tentang perlakuan perpajakan atas setoran modal untuk kedua
belah pihak !
b. Buat Neraca pendirian per 30 J uni 2010 !
c. Hitung penyusutan komersial tahun 2010 s.d tahun 2012 !
d. Hitung penyusutan fiskal tahun 2010 s.d tahun 2012 !
e. Buat perbandingan penyusutan komersial dan penyusutan fiskal dari th.2010
s.d. th. 2012!
f. Hitung:
1) Laba (Rugi) Fiskal dari tahun 2010 s.d. tahun 2012!
2) Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal yang dapat dikompensasi) dan PPh
Terhutang dari tahun 2010 s.d. tahun 2012.
3) Hitung Aktiva Pajak Tangguhan (DTA) atau Kewajiban Pajak Tangguhan
(DTL) dari tahun 2010 s.d. tahun 2012 !

227 | P age

BAB
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP









A. Sumber Hukum.
Pasal 19 UU No. 10 Tahun tidak ada perubahan yang prinsipiil pada
UU. No.36 Tahun 2008.
1. Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali
aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur
biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
Penjelasan:
Adanya perkembangan harga yang mencolok atau perubahan kebijakan dibidang
moneter dapat menyebabkan kekurang-sesuaian antara biaya dan penghasilan,
yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Dalam
keadaan demikian, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan peraturan
tentang penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi) atau indeksasi biaya dan
penghasilan.
2. Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterapkan tarip pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang
tidak melebihi tarip pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(1) (cukup jelas).
Peraturan Menteri Keuangan atau Keputusan Menteri Keuangan tentang
revaluasi aktiva tetap sejak tahun 1996.
a. Keputusan Menteri Keuangan R.I:
8
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan, mampu menghitung mampu
membukukan penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan Pajak Penghasilan
dan PSAK No.16 serta membuat perbandingan atau rekonsiliasinya.

228 | P age

a) No.507/KMK.04/1996 perubahan No.18/KMK.04/1998,
b) No.384/KMK.04/1998,
c) No.486/KMK.03/2002, tanggal 28 November 2002.
b. Peraturan Menteri Keuangan R.I. No.79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008.
Perbedaan pokok antara revaluasi berdasarkan No.486/KMK.03/2002
dengan No.79/PMK.03/2008, adalah mengenai kompensasi kerugian; revaluasi
aktiva tetap berdasarkan No.486/KMK.03/2002 atas selisih lebih penilaian kembali
aktiva tetap harus dikompensasi dengan rugi fiskal, sedangkan pada
No.79/PMK.03/2008 tidak boleh dikompensasi dengan rugi fiskal.
PSAK No.16 (Revisi 2007) Aktiva Tetap.
B. Peraturan MKRI No.79/PMK.03/2008, m.b. 23 Mei 2008.
1. Penilaian kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan.
Ketentuan formal.
a. Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak
dilakukannya penilaian kembali.
b. Perusahaan yang dapat melakukan revaluasi aktiva tetap WP Badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan
mata uang Dollar Amerika Serikat.
c. Untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, perusahaan
mengajukan permohonan kepada Direktur J enderal Pajak.
d. Direktur J enderal Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan surat keputusan
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan atas permohonan yang diajukan
oleh perusahaan.
e. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
a) seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik
atau hak guna bangunan; atau
b) seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

229 | P age

f. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tersebut tidak dapat dilakukan
kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan yang terakhir yang dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini; revaluasi berdasarkan No.486/KMK.03/2002
dapat dilakukan setiap tahun.
g. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai
pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian
kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli
penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.
h. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa
penilai atau ahli penilai tersebut ternyata tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, Direktur J enderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau
nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
i. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau
ahli penilai.
2. Perhitungan Revaluasi dan Tarif PPh Final.
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa
buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%
(sepuluh persen); tidak boleh dilakukan kompensasi rugi fiskal, berbeda dengan
No.486/KMK.03/2002 yang mengharuskan dilakukan kompensasi rugi fiskal terlebih
dahulu.
Contoh.
PT. ABC melakukan revaluasi aktiva tetap pada tanggal 31 Desember 2008 sebagai
berikut.
Harga pasar Rp.100.000.000.000,-
NBF aktiva tetap Rp. 70.000.000.000,-
Selisih Lebih Revaluasi A.T =Rp. 30.000.000.000,-
PPh Final Revaluasi 10% =Rp. 3.000.000.000,-
Rugi fiskal lebih menguntungkan dikompensasi ke Penghasilan Neto Fiskal karena
dapat mengurangi PPh-terutang sebesar 28% untuk tahun 2009, dibanding
dikompensasi ke selisih lebih revaluasi karena hanya mengurangi PPh-Final
Revaluasi sebesar 10%.

230 | P age

Kerugiannya apabila Rugi Fiskal tidak dapat habis dikompensasi ke Penghasilan
Neto Fiskal maka sisa rugi fiskal tersebut akan hilang (total loss).
Begitu juga bagi perusahaan yang penghasilannya dikenakan PPh Final, apabila
mengalami Rugi Fiskal tidak dapat bagi dikompensasi ke Selisih Lebih Revaluasi
Aktiva Tetap.
3. Angsuran.
Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk
melunasi sekaligus Pajak Penghasilan yang terutang, dapat mengajukan
permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sesuai
ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
4. Penyusutan fiskal setelah revaluasi aktiva tetap:
a. Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan
penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali.
2) Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh
untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
3) Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan.
b. Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada
awal tahun pajak yang bersangkutan.
2) Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
3) Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

c. Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal

231 | P age

dan sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan.

Ketentuan tersebut tidak ada perbedaan yang prinsipiil dengan
No.486/KMK.03/2002, ketentuan baru lebih jelas mengenai pisah batas (cut of)
antara penyusutan sebelum revaluasi dengan penyusutan setelah revaluasi.
Contoh: 1. Harta Berwujud Kelompok Bangunan.
Bangunan Permanen seharga Rp.120.000.000.000,-
Mulai disusutkan awal tahun 1995
Penyusutan Fiskal s.d. 2008, 14 tahun
84.000.000.000,-
NBF per 1 J anuari 2009, Sisa manfaat 6 tahun Rp.
36.000.000.000,-
1 J anuari 2009 Revaluasi, Harga pasar Rp.100.000.000.000,-
Sisa Lebih Revaluasi Rp. 64.000.000.000,-
PPh Lebih Revaluasi 10% Rp. 6.400.000.000,-
1 J anuari 2009 Revaluasi Rp.100.000.000.000,-
masa manfaat kembali 20 tahun
Penyusutan fiskal tahun 2009 =5% = Rp. 5.000.000.000,-
Contoh 2: Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok 2
1 J uli 2005 Harga Perolehan Mesin Rp.600.000.000,-
Penyusutan Metode Saldo Menurun
2005 =6/12 x 25% x 600.000.000 = Rp. 75.000.000,-
2006 =25% x 525.000.000 = 131.250.000,-
2007 =25% x 393.750.000 = 98.437.500,-
2008 =25% x 295.312.500 = 73.828.125,-
Penyusutan fiskal s.d. 31 Desember 2008 Rp.378.515.625,-
NBF per 31 Desember 2008 Rp.221.484.375,-
Diadakan Revaluasi per 1 April 2009
Penyusutan 2009 =3/12 x 25% x 221.484.375,- = 13.842.773,-
NBF per 1 April 2009 Rp.207.641.602,-
Sisa manfaat 4 tahun, 3 bulan, Nilai Revaluasi 400.000.000,-
Selisih Lebih Revaluasi Rp.192.358.398,-

232 | P age

Nilai Revaluasi Rp.400.000.000,-
Masa manfaat setelah revaluasi =8 tahun
Penyusutan Fiskal tahun 2009 setelah revaluasi metode saldo menurun =
25% x Rp.400.000.000,- =Rp.100.000.000,-.
5. Dalam hal Perusahaan melakukan pengalihan aktiva tetap berupa:
a. Aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua) yang telah memperoleh
persetujuan penilaian kembali sebelum berakhirnya masa manfaat yang baru
sebagaimana dimaksud dalam nomor 4a;
b. Aktiva tetap kelompok 3 (tiga), kelompok 4 (empat), bangunan, dan tanah yang
telah memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 10
(sepuluh) tahun,
maka atas selisih lebih penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula,
dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar tarif
tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri yang berlaku pada saat
penilaian kembali dikurangi 10% (sepuluh persen).
6. Ketentuan nomor 5 tidak berlaku bagi (= No.486/KMK.03/2002):
a. Pengalihan aktiva tetap perusahaan yang bersifat force majeur berdasarkan
keputusan atau kebijakan Pemerintah atau keputusan Pengadilan;
b. Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka penggabungan, peleburan,
atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan; atau
c. Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami
kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Selisih antara nilai pengalihan aktiva tetap perusahaan dengan nilai sisa buku
fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan
UU PPh 1984.
Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku
komersial semula setelah dikurangi dengan PPh Final harus dibukukan dalam
neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama Selisih Lebih Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal .............. ( =No.486/KMK.03/2002).
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham
tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara

233 | P age

fiskal bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh
1984 jo. Pasal 1 huruf b PP. No.138/2000 ( =No.486/KMK.03/2002).
Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada
selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan
Objek Pajak hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara
komersial ( =No.486/KMK.03/02).
Selanjutnya baca Peraturan Dir. J end. Pajak No.PER-12/PJ /2009.
C. PSAK No.16 (Revisi 2007) Revaluasi Aktiva Tetap.
Mulai tahun 2007 berdasarkan PSAK No.16 (Revisi 2007) butir 31 sampai
dengan 45, perusahaan boleh melakukan revaluasi aktiva tetap:
1. Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur
secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
2. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk
memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah
yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
3. J ika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar dapat
digunakan pendekatan penghasilan atau biaya penggantian yang telah
disusutkan (depreciated replacement cost approach).
4. J ika nilai aset meningkat akibat revaluasi, kenaikannya dikredit ke ekuitas
dengan akun Surplus Revaluasi (bukan pendapatan), sebaliknya jika terjadi
penurunan nilai akibat revaluasi diakui sebagai kerugian.
5. Dampak atas revaluasi aset tetap secara akuntansi terhadap pajak penghasilan
dibukukan pada Aset (Kewajiban) Pajak Tangguhan sesuai PSAK No.46.
6. Selanjutnya pelajari PSAK No.16 dan PSAK No.46.
D. Contoh: Revaluasi berdasarkan Keputusan MKRI No.486/KMK.03/2002.
PT. XYZ INDONESIA (PMA) pada akhir tahun 1994 membeli tanah untuk
hotel seharga Rp. 1.000.000.000,- (Kurs per USD sebesar Rp. 2.000,-) dan
Bangunan Hotel sebesar USD 1,800,000.- atau Rp. 4.000.00.000,- selesai pada
akhir tahun 1995, mulai usaha komersial pada awal tahun 1996, penyusutan

234 | P age

komersial selama 32 tahun dan penyusutan fiskal dimulai tahun 1996, tahun buku =
tahun takwim, pembukuan rupiah.
Modal dasar Rp. 20.000.000.000,- (USD. 1,000,000.-), sudah ditempatkan
dan disetor penuh pada tahun 1994 sebesar 25% oleh XYZ. Corp di USD sebesar
90% dan oleh PT. ABC di Indonesia sebesar 10%. Investasi untuk prasarana dan
modal kerja mendapat kredit dari AMEX-BANK sebesar USD. 400,000.- termasuk
kredit lancar yang bunganya selalu dibayar tepat waktu.
Tidak ada Sisa Rugi Fiskal s.d. akhir tahun 2003. Pada akhir tahun 2003 melakukan
penilaian kembali tanah dan bangunan hotel, nilai wajar menurut penilai:
- tanah ................................................................ Rp. 4.000.000.000,-
- bangunan ......................................................... Rp. 10.000.000.000,-
Dilakukan pembagian saham bonus sesuai ketentuan yang berlaku:
Diminta :
a. Hitung PPh Final Revaluasi!
b. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan dan perlakuan PPh-nya!
c. Hitung penyusutan fiskal dan penyusutan komersial tahun 2004!
J awaban:
NBF pada akhir tahun 2003
Tanah
Bangunan: H.P
Penyusutan: 1996-2003 =8th
NBF per 31-12-2003


Rp. 4.000.000.000,-
( 1.600.000.000,-)

Rp. 1.000.000.000,-

Rp. 2.400.000.000,-
Rp. 3.400.000.000,-
31-12-2003 Revaluasi, nilai Wajar:
Tanah
Bangunan
Rp. 4.000.000.000,-
10.000.000.000,-

14.000.000.000,-
Selisih lebih revaluasi
Kompensasi Rugi Fiskal
Selisih lebih Revaluasi sebelah kompensasi rugi
PPh Final-Revaluasi =10%
Rp. 10.600.000.000,-
-
Rp. 10.600.000.000,-
Rp. 1.060.000.000,-
NBK-pada akhir tahun 2003:
Tanah
Bangunan: H.P

Rp. 4.000.000.000,-
Rp. 1.000.000.000,-


235 | P age

Penyusutan 8/32 (1.000.000.000,-) 3.000.000.000,-
Nilai Buku Komersial
Nilai Wajar Revaluasi
Selisih Lebih Komersial Revaluasi
PPh Final Revaluasi
Selisih lebih Penilaian Kembali Aktiva
Tetap perusahaan pada tgl 31-12-2003
Dibagikan Saham Bonus Bukan Objek PPh
XYZ Corp USA =90% =Rp. 8.046.000.000,-
PT. ABC =10% = 894.000.000,-
Rp. 4.000.000.000,-
14.000.000.000,-
Rp.10.000.000.000,-
(1.060.000.000,-)

Rp. 8.940.000.000,-
Rp. 8.940.000.000,-
Penerimaan Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi Revaluasi A.T, bukan
dividen sebagaimana Penjelasan Pasal 4 (1g) UU. No.17 Tahun 2000.
Penyusutan Bangunan 2004
Fiskal =50% x Rp.10.000.000.000,- =Rp. 500.000.000,-
Komersial =Rp.10.000.000.000: 24 =Rp. 416.666.667,-
E. Contoh: Revaluasi berdasarkan Peraturan MKRI No.79/PMK.03/2008.
Modal saham PT. ABC per 31 Desember 2009
PT. KLM 75% =Rp. 15.000.000.000,-
Sdr. ADI 25% = 5.000.000.000,-
Pada tanggal 1 J anuari 2010 melakukan revaluasi aktiva tetap berdasarkan Neraca
per 31 Desember 2009 (dalam jutaan rupiah)
J enis Aktiva
Tanah
Bangunan
NB. Komersial
20.000
46.000
NB. Fiskal
20.000
39.000
H. Pasar
200.000
250.000
Rugi Komersial tahun 2009 Rp.36.000.000.000,-.
Rugi fiskal tahun 2009 menurut SPT PPh sebesar Rp. 50.000.000.000,-
Persetujuan revaluasi dari KPP diberikan tanggal 1 Maret 2010 dan dilakukan
pembagian saham bonus pada tanggal 20 Maret 2010. Dilakukan pemeriksaan pajak
atas SPT PPh tahun 2009, koreksi fiskal positif Pemeriksa sebesar
Rp. 10.000.000.000,-; WP tidak mengajukan keberatan.
Soal:
1. Hitung PPh-revaluasi!

236 | P age

2. Buat J urnal Revaluasi!
3. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan ke pemegang saham tanggal 20
Maret 2010!
4. Buat Nota Perhitungan atas hasil pemeriksaan SPT PPh 2009 terhadap
revaluasi!
5. Apakah dapat dikeluarkan tambahan saham bonus dari hasil pemeriksaan
tersebut dan berapa jumlahnya!
6. Terangkan perlakuan perpajakan atas penerimaan saham bonus tersebut bagi
pemegang saham!
J awaban:
a. Revaluasi Aktiva Tetap PT. ABC
J enis Harta NBF H. Pasar Selisih Lebih Revaluasi
Tanah
Bangunan
Rp. 20.000.000.000,-
39.000.000.000,-
Rp. 200.000.000.000,-
250.000.000.000,-
Rp. 180.000.000.000,-
211.000.000.000,-
Rp. 59.000.000.000,- Rp. 450.000.000.000,- Rp. 391.000.000.000,-
Kompensasi Rugi Fiskal ( 0 )*
Selisih lebih Revaluasi setelah Komp. Rugi Fiskal = Rp. 391.000.000.000,-
PPh Final Revaluasi =10% =Rp. 39.100.000.000,-
* No.79/KMK.03/2008 tidak boleh Kompensasi Rugi Fiskal.
b. J urnal Revaluasi:
Tanah D 180.000.000.000,-
Bangunan D 204.000.000.000,-
Hutang PPh Rev. K 39.100.000.000,-
Selisih Lebih Rev. K 344.900.000.000,-
Hutang PPh Rev. D 39.100.000.000,-
Kas/Bank K 39.100.000.000,-
Selisih Lebih Revaluasi D 344.900.000.000,-
Rugi Tahun Berjalan K 36.000.000.000,-
Modal Saham K 308.900.000.000,-
Rugi Fiskal 2009 m/WP Rp ( 50.000.000.000,-)
Koreksi Fiskal Pem. 10.000.000.000,-
Rugi Fiskal m/Pemeriksa (SKP) ( 40.000.000.000,-)

237 | P age

Apabila WP tidak keberatan, Rugi Fiskal 2009 menurut SKP sebesar
Rp.40.000.000.000,- dapat dikompensasikan ke Penghasilan Neto Fiskal tahun 2010
dan selanjutnya s.d. 5 tahun.
C. J enis Harta NBK H. Pasar Selisih Lebih Revaluasi
Tanah
Bangunan
Rp.
20.000.000.000,-
46.000.000.000,-
Rp.
200.000.000.000,-
250.000.000.000,
Rp.
180.000.000.000,-
204.000.000.000,
Rp. 66.000.000.000,- Rp. 450.000.000.000, Rp. 384.000.000.000,
-/- PPh Final Revaluasi
Selisih lebih Komersial setelah PPh Revaluasi =
Dikurangi Rugi Komersial =
Selisih Lebih Komersial Neto =
Dibagikan Saham Bonus, Bukan Objek PPh
39.100.000.000,-
Rp. 344.900.000.000,
( 36.000.000.000,-
Rp. 308.900.000.000,
308.900.000.000,




















RANGKUMAN
Sejak Reformasi perpajakan tahun 1984, prinsip menghitung penghasilan
kena pajak bagi WP yang menyelenggarakan pembukuan adalah prinsip harga
historis (historical cost), dalam keadaan inflasi perhitungan harga pokok produksi
berdasarkan prinsip harga historis tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Salah satu unsur terpenting dalam menghitung harga pokok produksi adalah
penyusutan aktiva tetap yang ditentukan oleh harga perolehan aktiva tetap;
penyusutan aktiva tetap berdasarkan harga historis dalam keadaan inflasi
menghasilkan harga pokok produksi yang rendah, yang mengakibatkan perusahaan
tidak dapat membeli kembali aktiva tetap. Oleh karena itu mulai tahun 1995, Menteri
Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang Penilaian kembali aktiva tetap
dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya
dengan penghasilan karena perkembangan harga; atas dasar tersebut diterbitkan
Keputusan Menteri Keuangan RI No.507/KMK.04/1996 dirubah dengan
No.18/KMK.04/1998, diganti dengan No.384/KMK.04/1998 dan terakhir diganti
dengan No.486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002 tentang Penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, yang terakhir adalah Peraturan
MKRI No.79/PMK.03/2008 mulai berlaku 23 Mei 2008.


238 | P age


































Revaluasi untuk tujuan perpajakan setelah tanggal 23 Mei 2008 atas
selisih lebih revaluasi tidak boleh dikurangi dengan kompensasi rugi fiskal,
sedangkan yang dilakukan sebelum 23 Mei 2008 atas selisih lebih revaluasi
harus dikompensasikan dengan rugi fiskal, dikenai PPh Final sebesar 10%
(sepuluh persen).
PSAK NO.16 (Revisi 2007) akuntansi diperkenankan melakukan revaluasi,
perbedaan pokok dengan PPh:
a. Selisih lebih revaluasi menurut PPh merupakan penghasilan, menurut
akuntansi bukan penghasilan.
b. Kerugian akibat penurunan nilai aset tetap secara akuntansi diakui
sebagai kerugian, sedangkan menurut PPh tidak dapat dikurangkan
dalam menghitung penghasilan kena pajak.
c. Revaluasi menurut PPh merubah masa manfaat kembali ke masa
manfaat semula, revaluasi menurut akuntansi dapat merubah umur aset
tetap atau tidak merubah.
d. Apabila harga perolehan aset tetap dan harga pasar revaluasi antara PPh
sama dengan akuntansi, perbedaan tersebut merupakan beda waktu.
LATIHAN
1. Revaluasi berdasarkan Keputusan MKRI No.486/KMK.03/2002
PT. MUSTIKA J AYA didirikan pada awal tahun 1995 dengan modal dasar
100.000 lembar saham, nilai nominal perlebar saham Rp. 1.000.000,-.
Modal ditempatkan dan disetor penuh sebesar nilai nominal sebanyak
30.000 saham oleh PT. ABC sebesar 80% dan sisanya oleh 5WPOPDN.
PT. MUSTIKA J AYA berusaha dalam bidang perhotelan, pada tahun 1995
mendapat kredit investasi dari BBD (BANK MANDIRI) untuk membangun
hotel maksimal sebesar Rp. 100.000.000.000,-; bangunan hotel selesai
akhir tahun 1996 dengan total biaya termasuk bunga yang dikapitalisir
Rp.93.500.000.000,-, sisa HGU 34 tahun sebagai dasar penyusutan
komersial dengan metode garis lurus tanpa taksiran nilai residu, tahun buku
=tahun takwim.


239 | P age


































Neraca sebelum usaha komersial per 31 Desember 1996.
Aktiva lancar Rp. 10.000.000.000,-
Tanah 20.000.000.000,-
Bangunan 93.500.000.000,-
Total aktiva Rp. 123.500.000.000,-
Hutang Bank Rp. 93.500.000.000,-
Modal saham 30.000.000.000,-
Total Hutang dan Modal Rp. 123.500.000.000,-
Usaha komersial dimulai pada awal tahun 1997, penyusutan fiskal dimulai
tahun 1997 (sudah mendapat persetujuan KPP).
Perusahaan tidak pernah membagi dividen, bunga bank dan angsuran
pokok dibayar tepat waktu; saldo hutang bank per 31-12-2004
Rp. 70.000.000.000,-.
Rugi-Laba dari tahun 1997 s/d 2004:
Tahun Laba (Rugi) Komersial Biaya yang tidak dapat
dikurangkan

1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Rp
(2.000.000.000,-)
(5.000.000.000,-)
(4.000.000.000,-)
(3.000.000.000,-)
1.000.000.000,-
2.000.000.000,-
3.000.000.000,-
4.000.000.000,-
Rp
200.000.000,-
350.000.000,-
300.000.000,-
250.000.000,-
200.000.000,-
250.000.000,-
300.000.000,-
400.000.000,-
Tidak ada PPh yang dipotong oleh pihak lain dan pembayaran PPh pasal
25 tahun 1997 NIHIL dan selanjutnya sesuai SPT. WP; SPT. PPh
disampaikan ke KPP tepat waktu (tidak terlambat).


240 | P age


































Tahun 1997 s/d 2000 dilakukan pemeriksaan sekaligus pada tahun 2003,
koreksi fiskal positif pemeriksa pajak :
1997 Rp. 200.000.000,-
1998 500.000.000,-
1999 400.000.000,-
2000 300.000.000,-
Diterbitkan SKP tanggal 30 Oktober 2003, dan WP tidak mengajukan
keberatan.
Pada akhir tahun 2004, berdasarkan neraca per 31 Desember 2004 dilakukan
penilaian kembali aktiva tetap, nilai wajar menurut penilai; tanah sebesar Rp.
60.000.000.000,- dan bangunan sebesar Rp. 150.000.000.000,-.
Persetujuan KPP atas revaluasi tersebut tanggal 31 J anuari 2005, dan pada
tanggal 8 Pebruari 2005 dibagikan saham bonus dalam kelipatan Rp. 10 juta,-
Diminta :
a. Hitung penyusutan fiskal dari tahun 1997 s/d 2004 dan perbandingannya
dengan penyusutan komersial!
b. Hitung PhKP (Rugi Fiskal) dan PPh terhutang menurut SPT WP dari
tahun 1997 s/d 2004!
c. Hitung PhKP (Rugi Fiskal) menurut hasil pemeriksaan dan sebutkan jenis
SKP yang diterbitkan!
d. Apakah WP wajib membetulkan SPT PPh atas hasil pemeriksaan
tersebut, dan buat perhitungannya?
e. Hitung NBK dan NBF per 31-12-2004 sebelum revaluasi!
f. Sebutkan sumber hukum penilaian kembali aktiva tetap KMK.486/2002!
g. Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasi pada akhir tahun
2004!
h. Hitung selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap per 31-12-2004 dan
PPh-nya!
i. Buat jurnal penilaian kembali aktiva tetap per 31-12-2004!
j. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan dan bagaimana perlakuan
perpajakan atas pembagian saham bonus tersebut!


241 | P age























Semua aktiva tetap diperoleh awal tahun 2001, penyusutan komersial dengan
metode garis lurus tanpa taksiran nilai residu, penyusutan fiskal untuk harta
berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode Saldo Menurun.
Tidak ada tambahan, penarikan aktiva tetap dari tahun 2001 s.d. tahun 2009.
Tidak ada beda tetap dari tahun 2001 s.d. tahun 2009.
NSBF dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah.
Pada awal tahun 2010 (1-1-2004) diadakan penilaian kembali aktiva tetap
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan R.I. No.79/PMK.03/2008.
Hasil penilaian dari Penilai :
J enis Aktiva Tetap Harga Pasar
Tanah Rp.100.000.000.000,-
Bangunan 65.000.000.000,-
Mesin Pabrik (III) 108.000.000.000,-
Peralatan 2.000.000.000,-
Rp.275.000.000.000,-
Diminta :
1) Hitung penyusutan fiskal dari tahun 2001s.d. tahun 2008!
2) Buat perbandingan penyusutan komersial dan penyusutan fiskal dari
tahun 2001 s.d. 2008!
3) Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan per 31 Des
2009!
4) Hitung selisih lebih revaluasi dan PPh Final Revaluasi !
5) Hitung penyusutan fiskal tahun 2010!
6) Hitung pembagian saham bonus dari revaluasi aktiva tetap!
7) Buat jurnal revaluasi sampai pembagian saham bonus!
8) Buat Neraca Komersial setelah revaluasi dan pembagian saham bonus!


| P age

242
BAB
PENGGABUNGAN BADAN USAHA
DAN PELEBURAN BADAN USAHA






A. Pengertian & Sumber Hukum.
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau
lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang
melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung atau disebut Merger
1. PT. AA mengambil alih semua harta dan hutang PT. BB, dengan pembayaran
berupa uang tunai atau dengan saham PT. AA.
2. PT. AA tetap berdiri
3. PT. BB dilikuidasi dan diadakan pembagian uang atau pembagian saham PT.AA
oleh pemegang saham PT. BB.
Peleburan usaha adalah penggabungan dua atau lebih badan usaha dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang
bergabung tersebut, atau disebut konsolidasi.
1. Dibentuk badan usaha baru (PT. CC) yang akan mengambil alih semua harta
atau hutang badan usaha yang bergabung (PT. AA dan PT. BB),
2. Penggantian ke PT. AA dan ke PT. BB dapat berupa uang tunai atau saham dari
PT. CC
3. PT. AA dan PT. BB dilikuidasi, serta diadakan pembagian uang atau saham PT.
CC diantara pemegang saham PT. AA dan PT. BB
4. J ika penggantian berupa saham PT. CC, maka pemegang saham PT. CC adalah
pemegang saham PT. AA dan PT. BB yang sudah dilikuidasi.

9
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan, mampu menghitung
penggabungan badan usaha atau peleburan badan usaha secara akuntansi
dan PPh, serta membuat perbandingan atau rekonsiliasinya.

| P age

243
Contoh:
Bank Mandiri mengambil alih BDN, BBD, BAPINDO, dan BANK EXIM.
Pemekaran usaha adalah pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melakukan likuidasi badan usaha lama.
1. PT. DEF badan usaha lama yang akan dilakukan pemekaran
2. Dibentuk badan usaha baru PT. GHI
3. Sebagian aktiva PT. DEF diserahkan ke PT. GHI sebagai setoran modal, dan PT.
DEF menerima saham atau sebagai pemegang saham PT. GHI
Contoh:
PT. DEF berusaha dalam bidang Real Estate yang juga melakukan pengelolaan atas
daerah Real Estate tersebut, oleh karena mulai 1996 bidang Real Estate dikenakan
PPh-Final sedangkan jasa pengelolaan tidak di kenakan PPh-Final, maka dibentuk
PT. GHI yang akan melanjutkan usaha di bidang pengelolaan Real Estate, mulai 1
J anuari 2009 perusahaan real estate dikenakan PPh-Final.
Pasal 4 (1) d angka 3) UU No.10/1994 berubah pada UU. No.36/2008.
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha (UU. No.10/1994) atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pasal 10 (3) UU. No. 10/1994 tidak berubah pada UU. No.36/2008.
Nilai perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan
usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar, kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penjelasan:
Apabila suatu badan usaha dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu
selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku (NSB) harta
tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar
dengan NSB dalam hal penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.

| P age

244
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang
diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan (objek pajak).
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta yang dialihkan dilakukan
berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan usaha berupa: penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambil-alihan usaha , selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula
dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan
NSB harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (PPh)
Contoh:
PT. A dan PT. B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT. C
NSB dan harga pasar dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:
PT. A PT. B
NSB Rp. 200.000.000,- Rp. 300.000.000,-
Harga Pasar Rp. 300.000.000,- Rp. 450.000.000,-
Pada dasarnya penilaian harta yang diserahkan oleh PT. A dan PT. B dalam rangka
peleburan, menjadi PT. C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT. A
mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,- dan PT. B mendapat keuntungan
sebesar Rp. 150.000.000,-
Sedangkan PT. C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah
Rp.750.000.000,-
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan dibidang sosial, ekonomi,
moneter, serta kebijaksanaan lainnya, Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk
menetapkan nilai selain harga pasar, atau atas dasar NSB (pooling of interest).
Dalam hal demikian PT. C membukukan penerimaan harta dari PT. A dan PT. B
tersebut sebesar Rp. 500.000.000,-
(bagi PT A dan PT. B tidak ada keuntungan pengalihan harta)
Penggabungan, peleburan, pemekaran usaha, melibatkan dua belah pihak yaitu
pihak yang mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta, secara akuntansi
ada dua metode yaitu:



| P age

245
a. Penyatuan Kepemilikan (pooling of interest)
Dalam metode penyatuan kepentingan, dasar pembukuan adalah nilai buku
komersial (NBK) harta dari pihak yang mengalihkan, bagi pihak yang
mengalihkan tidak ada keuntungan pengalihan harta dan bagi pihak yang
memperoleh harta membukukan harga perolehan harta sebesar NBK dari pihak
yang mengalihkan.
b. Pembelian (purchase)
Dalam metode pembelian, dasar pembukuan adalah harga pasar dari harta,
bagi pihak yang mengalihkan ada keuntungan (kerugian) pengalihan harta dan
harga perolehan harta bagi pihak yang memperoleh harta sebesar harga pasar
Menurut ketentuan perpajakan secara umum yang dipergunakan adalah metode
pembelian atau berdasarkan harga pasar, metode penyatuan kepemilikan dapat
digunakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
B. Penggabungan Badan Usaha atau Peleburan Badan Usaha berdasarkan
Nilai Sisa Buku Fiskal.
Keputusan Menteri Keuangan RI:
a. No. 637/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994,
b. Perubahan No.249/KMK.04/1995, tanggal 2 J uli 1995
c. Perubahan No.474/KMK.04/1995, tanggal 3 Oktober 1995,
d. Perubahan No.117/KMK.04/1998, tanggal 27 Februari 1998,
e. Keputusan no. a s/d. d dinyatakan tidak berlaku per 9-9-1998 diganti dengan
No.422/KMK.04/1998, No.469/KMK.04/1998, No.75/PMK.03/2005 berlaku s.d.
12 Maret 2008.
f. Peraturan MKRI No.43/PMK.03/2008 mulai berlaku 13 Maret 2008.
1. Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.422/KMK.04/1998, mulai berlaku
tanggal 9 September 1998, perubahan No.469/KMK.04/1998,
No.211/KMK.03/2003, No.75/PMK.03/2005.
WP yang dapat menggunakan NBF:
a. WP dalam rangka penggabungan, peleburan .
b. WP yang belum go public yang akan melakukan penawaran umum perdana
(initial public offering) dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka

| P age

246
pemekaran usaha (Pasal 3), dilakukan perubahaan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan R.I. No.75/PMK/2005, mulai berlaku 23 Agustus 2005:
1) WP yang belum go public yang akan melakukan penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka
pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku,
2) WP yang telah go public dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka
pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sepanjang seluruh badan
usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public
Offering)
Dibanding ketentuan sebelumnya, Keputusan MKRI No.422/KMK.04/1998
terdapat perluasan WP yang dapat melakukan penggabungan berdasarkan NBF,
yaitu untuk penggabungan atau peleburan tidak dibatasi bahkan berlaku untuk
semua WP, sedangkan untuk pemekaran usaha dibatasi pada perusahaan yang
akan go public dan tidak dibatasi pada adanya hubungan istimewa.
Ketentuan ini memberikan kelonggaran yang cukup luas (merupakan fasilitas
perpajakan) bagi WP, mengingat pada Keputusan Menteri Keuangan RI.
No.384/KMK.04/1998 junto No.486/KMK.03/2002, setelah mengadakan penilaian
kembali aktiva tetap, perusahaan dapat melakukan penggabungan, peleburan
berdasarkan NBF yang telah direvaluasi. Dibandingkan pada Pasal 4 (1) d 3
UU.No.17/2000, yang menekankan pada harga pasar, dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan tersebut merupakan pengurangan objek keuntungan
pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran usaha.
Keputusan MKRI No.422/KMK.04/1998, dan perubahannya merupakan
fasilitas pajak, karena:
a. sebelum dilakukan penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi)
perusahaan dapat melakukan revaluasi aktiva tetap sehingga nilai buku
perusahaan sudah sesuai dengan harga pasar,
b. pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan berdasarkan nilai
buku, tidak menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun atau masa manfaat habis.
c. WP yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan
menggunakan nilai buku, dapat mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan
usaha lama, dengan syarat:
1) WP tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu;dan

| P age

247
2) Masih aktif menjalankan usahanya; dan
3) WP yang menerima penggabungan usaha atau WP hasil peleburan usaha
harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua)
tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.

2. Peraturan MKRI NO.43/PMK.03/2008, m.b. 13 Maret 2008. Penggunaan Nilai
Buku atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau
Pemekaran Usaha.
a. WP yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku, meliputi
penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak
Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau
mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan
yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.
b. WP yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku
adalah:
c. WP yang belum GO Publik yang akan melakukan penawaran umum perdana
(Initial Public Offering); atau
d. WP yang telah Go Publik sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran
melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).
Pemekaran usaha adalah pemisahan satu WP Badan yang modalnya terbagi
atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada
badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan
usaha yang lama.
e. Syarat:
1) Mengajukan permohonan kepada Direktur J enderal Pajak dengan
melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
2) Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
3) Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

| P age

248
f. WP yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengompensasi kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan
diri/Wajib Pajak yang dilebur; berbeda dengan sebelumnya yang dapat
melakukan kompensasi rugi fiskal dengan melakukan revaluasi terlebih dahulu
atau syarat tertentu.
g. WP yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut
sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak
atau pihak-pihak yang mengalihkan.
h. Penyusutan atas harta yang diterima tersebut dilakukan berdasarkan masa
manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau
pihak-pihak yang mengalihkan.
i. Apabila Merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan,
maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak
yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang
wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.
j. Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah
dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya
Merger atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran,
pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan dari WP yang menerima
pengalihan.
k. WP yang akan menjual sahamnya di bursa efek, selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan dari Direktur
J enderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai
buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas
Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
J angka waktu tersebut dapat diperpanjang karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak dengan persetujuan Direktur J enderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka nilai pengalihan
harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung
kembali berdasarkan nilai pasar.


| P age

249
Contoh:
Neraca Komersial per 31 Desember 2008 (dalam jutaan rupiah)

Aktiva Lancar
Aktiva Tetap-NBK
Total Aktiva

Hutang
Modal Saham
Laba Ditahan
Total Pasiva

NBF-Aktiva Tetap
Rugi Fiskal
Harga Pasar-AT

Pemegang Saham
PT. Kurnia Alam
PT. Abadi
PT. Sejahtera
Sdr. Wanadi
PT. ABC
35.000
65.000
100.000

40.000
50.000
10.000
100.000

60.000
-
150.000


70%
20%
-
10%
PT. KLM
9.000
25.000
34.000

16.000
20.000
(2.000)
34.000

20.000
(3.000)
50.000


60%
-
30%
10%
Nilai nominal saham dalam rupiah per saham Rp. 1.000,- (rupiah penuh).
Pada tanggal 1 J anuari 2009 diadakan revaluasi aktiva tetap berdasarkan harga
pasar, rugi komersial dikompensasikan ke selisih lebih revaluasi.
Diadakan pembagian saham bonus berdasarkan selisih lebih komersial setelah
dikurangi PPh Final revaluasi.
PT. ABC mengambil alih (merger) PT. KLM berdasarkan nilai revaluasi, dan dibayar
dengan saham baru PT. ABC; PT. KLM dilikuidasi.
Pada tanggal 31 Maret 2009, PT. ABC masuk bursa dengan menjual saham ke
publik sebesar 100% dari modal saham setelah penggabungan (merger) dengan
PT. KLM, dengan harga perdana Rp. 2.000,- persaham; semuanya terjual.
Pada tanggal 1 J uli 2009 diadakan pembagian saham bonus dari Agio Saham.
Pada tanggal 31 Oktober 2009, semua saham PT. Kurnia Alam dijual ke XYZ.
Corporation di Singapura dengan harga Rp. 1.500,- per saham. Semua pemegang
saham pendiri memilih dikenakan PPh-Final pada saat PT. ABC masuk bursa.

| P age

250
Diminta:
a. PT. KLM
1) Buat perhitungan revaluasi, PPh-Final revaluasi dan pembagian saham
bonus!
2) Buat perhitungan pada waktu merger dengan PT. ABC dan pada waktu
likuidasi!
b. PT. ABC
1) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final revaluasi dan pembagian saham
bonus!
2) Buat Neraca setelah revaluasi!
3) Buat Neraca setelah merger dengan PT. KLM!
4) Hitung jumlah saham yang dijual ke publik melalui bursa dan PPh Final
yang harus dibayar oleh pemegang saham pendiri!
5) Buat susunan pemegang saham dan jumlah saham yang dimiliki setelah go
publik dan setelah pembagian agio saham!
6) Hitung keuntungan (kerugian) penjualan saham pendiri dengan metode
harga perolehan dan jumlah PPh-nya!

















| P age

251
J awaban:

Harga Pasar A.T.
NBF-A.T.
Selisih Lebih Revaluasi AT
PPh-Final Revaluasi =10%
Selisih Lebih Final Rev. setelah PPh Rev.
Harga Pasar A.T.
NBK A.T.
Selisih Lebih Rev. Komersial
Kompensasi Rugi Komersial
Selisih Lebih Rev. setelah Kompensasi
Rugi Komersial
PPh Final Revaluasi
Selisih Lebih K. setelah PPh Rev
Saham Bonus Rev. yang diberikan
Objek PPh
Selisih lebih Rev. Fiskal setelah
pembagian saham bonus
Apabila dibagikan
PT. ABC PT. KLM
150.000.000.000
60.000.000.000
90.000.000.000

9.000.000.000
81.000.000.000
150.000.000.000
65.000.000.000
85.000.000.000
-

85.000.000.000
9.000.000.000
76.000.000.000
76.000.000.000
0

5.000.000.000
Objek PPh
50.000.000.000
20.000.000.000
30.000.000.000
3.000.000.000
27.000.000.000
50.000.000.000
25.000.000.000
25.000.000.000
(2.000.000.000)

23.000.000.000
3.000.000.000
20.000.000.000
20.000.000.000
0

7.000.000.000
Objek PPh

Neraca setelah revaluasi dan pembagian saham bonus.

Aktiva Lancar
Aktiva Tetap-H. Rev.

Hutang
Modal Saham
Laba Ditahan
PT. ABC
26.000.000.000
150.000.000.000
PT. KLM
6.000.000.000
50.000.000.000
176.000.000.000 56.000.000.000
40.000.000.000
126.000.000.000
10.000.000.000
16.000.000.000
40.000.000.000
-
176.000.000.000 56.000.000.000



| P age

252
Neraca PT.ABC setelah merger dengan PT.KLM
Aktiva Lancar
Aktiva Tetap-H. Rev.
32.000.000.000
200.000.000.000
232.000.000.000
Hutang
Modal Saham =166.000.000 saham
Laba Ditahan

31 Maret 2009: PT. ABC GO PUBLIC
Harga J ual Saham =166.300.000 x Rp.2000,-
=
Nominal saham
1 J uli 2009 Pembagian saham bonus dari agio
saham =166.300.000 saham
56.000.000.000
166.000.000.000
10.000.000.000
232.000.000.000

332.000.000.000
166.000.000.000

(166.000.000.000)
0

Neraca setelah go public, dan pembagian saham bonus dari agio saham.
Aktiva Lancar
Aktiva Tetap-H. Revaluasi
364.000.000.000
200.000.000.000
564.000.000.000
Hutang
Modal Saham
Laba Ditahan
56.000.000.000
498.000.000.000
10.000.000.000
564.000.000.000











| P age

253
Rincian pemegang saham PT.ABC

Setelah Rev. & Saham Bonus
Merger dengan PT. KLM
Sebelum Go Public
PT. KLM SELAIN PT. KLM J UMLAH
88.200.000.000
24.080.000.000
112.200.000.000
112.280.000 saham
37.800.000.000
16.000.000.000
53.800.000.000
53.800.000 saham
126.000.000.000
40.000.000.000
166.000.000.000
166.000.000 saham
GO PUBLIC


Pembagian
Saham
Bonus - Agio
PUBLIC
166.000.000
saham
50%

83.000.000

112.880.000 saham
34%

56.440.000 saham

53.120.000 saham
16%

26.560.000

332.000.000 saham
100%

166.000.000 saham
249.000.000 169.320.000 saham 79.680.000 498.000.000 saham


PT. KURNIA ALAM
Investasi Saham pada PT.KLM (60%)
Setoran Modal
Saham Bonus Rev.
12.000.000
12.000.000
Rp. 1000,-
-
Rp. 12.000.000.000
-

Merger ditukar
Saham PT. ABC
24.000.000

24.000.000
a 500

a 500
Rp. 12.000.000.000

Rp. 12.000.000.000












| P age

254
PT. KURNIA ALAM
Investasi Saham PT. ABC
Setoran Modal 35.000.000
Saham Bonus Revaluasi 53.200.000
Setelah Revaluasi PT. ABC 88.200.000
Merger dengan PT. KLM 24.000.000
112.200.000
Saham Bonus dari saham 56.000.000
H.P = 168.200.000
H.J . ke Singapura (168.200.000)
Keuntungan Penjualan Saham
PPh. PPh Final Penj. Saham:
0,5% x Kurs Perdana =112.200.000 x Rp. 2.000,-
Saham Pendiri =0,1% x 253.300.000.000,-
J umlah PPh yang dibayar (FINAL)

a Rp. 1.000,00
-
396,82

a 418,89
-
a Rp. 279,42
a 1.500 =

Rp. 35.000.000.000
-
Rp. 35.000.000.000
12.000.000.000
Rp. 47.000.000.000
-
Rp. 47.000.000.000
253.300.000.000
206.300.000.000

1.120.800.000
253.300.000
Rp. 1.373.300.000



















| P age

255

































RANGKUMAN
Penggabungan dan peleburan badan usaha berdasarkan Pasal 10
ayat (3) dan Pasal 4 ayat (1d) UU No.10 Tahun 1994 yang tidak berubah
pada UU No.36 Tahun 2008 berdasarkan harga pasar, sehingga bagi pihak
yang mengalihkan harta memperoleh keuntungan pengalihan harta yang
merupakan objek PPh; namun dalam rangka menyelaraskan dengan
kebijakan di bidang sosial, ekonomi, moneter, serta kebijakan lainnya,
Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk menetapkan nilai selain harga
pasar atau atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest), sehingga bagi
pihak yang mengalihkan harta tidak ada keuntungan pengalihan harta yang
merupakan objek PPh.
Sebelum penggabungan badan usaha atau peleburan beda usaha,
dapat dilakukan penilaian kembali harta berwujud untuk tujuan perpajakan
sehingga nilai buku perusahaan yang diambil alih sudah sesuai dengan
harga pasar.
Penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilakukan
berdasarkan Peraturan MKRI No.43/PMK.03/2008 atau dilakukan sejak
tanggal 13 Maret 2008 tidak boleh melakukan kompensasi rugi fiskal dari
perusahaan yang diambil alih; berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang
dapat melakukan kompensasi rugi fiskal dari perusahaan yang diambil alih.
Pengambilalihan badan usaha atau penguasaan badan usaha dapat
dilakukan dengan cara akuisisi yaitu membeli saham mayoritas dari suatu
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, dalam hal ini terjadi
transaksi jual beli saham antara pemegang saham lama dan pemegang
saham baru, dibahas dalam Bab 10.

| P age

256





Aktiva Lancar
Aktiva tetap
Total Aset
Hutang Lancar
Hutang Valas
TOTAL HUTANG
Modal Saham
Rugi

Total Hutang & Modal
Nilai Buku Fiskal Aktiva Tetap
Rugi Fiskal
Harga Pasar Aktiva Tetap
Pemegang Saham
PT. ABC
PT. DEF
PT. Wicaksono
Sdr. Aminto
Modal Dasar
Nilai nominal per saham
Setoran modal per saham
Agio Saham
PT. NUSA INDAH
Rp
7.000.000.000
13.000.000.000
20.000.000.000
1.600.000.000
10.400.000.000
12.000.000.000
10.000.000.000
(2.000.000.000)
8.000.000.000
20.000.000.000
12.000.000.000
(3.000.000.000)
30.000.000.000

50%
----
30%
20%
50.000.000.000
1.000
1.000
---
PT. NUGRAHA
Rp.
1.800.000.000
3.000.000.000
4.800.000.000
120.000.000
2.080.000.000
2.200.000.000
4.000.000.000
(1.400.000.000)
2.600.000.000
4.800.000.000
2.400.000.000
( 2.000.000.000)
6.000.000.000

---
60%
30%
10%



---






LATIHAN
1. Neraca Komersial per 31 Desember 2009.

| P age

257

































1) a) Pada awal tahun 2010 PT. NUSA INDAH dan PT. NUGRAHA melakukan
revaluasi aktiva tetap berdasarkan harga pasar.
b) Nilai buku Administrasi Aktiva Tetap setelah revaluasi sama dengan harga
pasar (nilai revaluasi).
c) Selisih lebih revaluasi setelah pajak, dibagikan (diberikan) saham bonus
dalam kelipatan Rp.1.000.000,-, sisanya dibukukan dalam perkiraan
Tambahan Modal karena Revaluasi.
2) PT. Nusa Indah mengambil alih (merger) aktiva dan hutang
PT. Nugraha berdasarkan nilai buku setelah revaluasi (pooling of interest),
dibayar atau diberikan saham PT. Nusa Indah sesuai dengan nilai
nominalnya.
3) PT. Nugraha dilikuidasi, saham PT. Nugraha ditukar dengan saham
PT. Nusa Indah.
4) PT. Nusa Indah menjual sahamnya (go public) melalui Bursa Efek J akarta,
sebanyak 30% dari saham pendiri dengan harga jual Rp.2.500,- per saham.
5) Kapitalisasi agio saham yang dibagikan saham bonus dengan nilai nominal
dalam kelipatan Rp.100.000.000,-, sisanya dibukukan ke laba yang ditahan.
6) Pemegang saham pendiri dari PT. Nusa Indah memilih PPh Final atas
saham-saham yang dimilikinya.
7) Seluruh saham milik PT. Nusa Indah memilih PPh Final atas saham-saham
yang dimilikinya.
8) Seluruh saham milik PT. ABC dijual XYZ Corporation di Singapura dengan
harga jual Rp.2.000,- per saham.
Diminta:
1) PT. Nugraha
a) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final, J umlah Saham Bonus yang
diberikan ke pemegang saham.
b) J urnal Revaluasi s.d. Pembagian Saham Bonus!
c) Buat Neraca lajur setelah Revalausi!
d) Buat J urnal penggabungan (Merger)!
e) Buat Neraca setelah merger!
f) Buat J urnal Likuidasi!
2) PT. Nusa Indah.
a) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final, Pembagian Saham Bonus!


| P age

258

b) Buat J urnal Revaluasi s.d. Pembagian Saham Bonus!
c) Buat Neraca setelah Revaluasi!
d) Buat J urnal penggabungan (merger)!
e) Buat Neraca setelah Merger!
f) Susunan Pemegang Saham dan J umlah saham yang dimiliki!
3) Buat perincian pemegang saham dan jumlah saham yang dimiliki!
a) Setelah go public!
b) Setelah kapitalisasi agio (pembagian saham bonus dari agio)!
4) Hitung :
a) Keuntungan (kerugian) penjualan saham oleh PT. ABC dengan
metode cost!
b) Hitung PPh Final oleh PT. ABC!
c) Berapa penghematan pajaknya!


| P age

259
BAB
INVESTASI SAHAM DAN DIVIDEN









A. Pemegang Saham & Investasi Saham.
Pemegang Saham Perseroan terbatas dapat dibedakan:
1. Berdasarkan jumlah sahamnya:
a. Mayoritas, lebih dari 50 % dari jumlah modal yang disetor dan merupakan induk
perusahaan, akuntansinya dengan metode equity dan menyusun konsolidasi
laporan keuangan pada anak perusahaan.
b. Minoritas, kurang dari 20 % dari jumlah modal yang disetor, akuntansinya dengan
metode cost dan tidak membuat konsolidasi laporan keuangan.
2. Perlakuan PPh:
a. WPDN
1) penghasilan dividen merupakan obyek PPh dan dipotong PPh. Pasal 23
sebesar 15 %, kecuali yang diterima WPOP dipotong PPh. Final sebesar 10%
(sepuluh persen) mulai tahun 2009. PP. No.19/2009.
2) penghasilan dividen bukan merupakan obyek PPh dan tidak dipotong PPh.
Pasal 23, Pasal 4(3)f.
b. WPLN
1) dari negara yang belum ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia, atas penghasilan deviden dipotong PPh. Ps 26 sebesar
20%;
10
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan perlakuan pajak penghasilan
atas investasi saham dan pembagian dividen, serta membuat perbandingan
dengan akuntansi.

| P age

260
2) dari negara yang sudah ada P3B dengan Indonesia, atas penghasilan dividen
dipotong PPh-Pasal 26 sesuai tarif yang ditentukan dalam P3B, dengan syarat
menyampaikan Surat Keterangan Domisili dari Kantor Pajak Negara yang
bersangkutan. PER-61/PJ /2009.
3. Jangka waktu:
a. J angka pendek yaitu dengan tujuan untuk dijual kembali, selain penghasilan
dividen ada rugi-laba penjualan saham; biasanya merupakan saham minoritas,
b. J angka panjang, yaitu dengan tujuan untuk ikut menjalankan perusahaan atau
tujuannya tidak dijual, walaupun kemudian dijual seperti pada aktiva tetap.
4. Pencatatan bagi investor.
a. Tidak melaksanakan pembukuan, misalnya WPOP, WPLN.
b. Melaksanakan pembukuan, yaitu untuk seluruh WP Badan termasuk Bentuk
Usaha Tetap.
B. Investasi Saham Dalam Negeri.
1. Perusahaan pada umumnya WP Badan DN (PT) yang menyelenggarakan
pembukuan, pada waktu membeli saham atau setoran modal pada suatu PT
akan membukukan pada:
a. Surat-surat berharga, untuk investasi saham jangka pendek;
b. Investasi saham pada PT.X (%), untuk investasi saham jangka panjang.
Dana yang digunakan untuk membeli saham, dapat berasal dari dana sendiri
atau dana pinjaman yang dikenakan bunga.
2. Bunga
Pasal 6 (1) a UU No.17/2000, biaya bunga merupakan biaya yang dapat
dikurangkan (deductible)
Penjelasan:
Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterima bukan merupakan obyek
pajak atau dikenakan PPh.Final, biaya bunga tersebut dapat dikapitalisasikan pada
harga perolehan saham.




| P age

261
Contoh:
PT. A (distributor) meminjam uang sebesar Rp.10.000.000.000,- untuk membeli saham
(setoran modal) sebesar 25 % dari modal yang ditempatkan PT. B (pabrikan) seharga
Rp.10.000.000.000,- berdasarkan Pasal 4 (3) f penghasilan dividen bukan obyek PPh,
Bunga satu tahun sebesar 15 % =Rp.1.500.000.000,- tidak dapat dikurangkan sebagai
biaya, tetapi dapat dikapitalisasi pada harga perolehan saham PT. B menjadi
Rp.11.500.000.000,-
3. Dividen yang bukan merupakan obyek pajak
Pengertian dividen yang bukan obyek, selalu mengalami perubahan:
a. Pasal 4 (3) f UU No.7/1983, berlaku1-1-1984 s/d 31-12-1991
Dividen yang diterima oleh perseroan dalam negeri, selain bank atau lembaga
keuangan lainnya, dari perseroan lain di Indonesia dengan syarat, bahwa perseroan
yang menerima dividen tersebut paling sedikit memiliki 25 % dari nilai saham
yang disetor dari badan yang membayar dividen dan kedua badan tersebut
mempunyai hubungan ekonomis dalam jalur usahanya;
b. Pasal 4 (3) f UU No.7/1991, mulai berlaku 1-1-1992
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.Pasal 4 (3) f UU No.10/1994
mulai berlaku 1-1-1995, ditambah yayasan atau organisasi sejenis.
c. Pasal 4 (3) f UU No.17/2000
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah, dari penyertaan modal dari badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham
tersebut;
Perubahan pada UU No.36/2008, syarat harus mempunyai usaha aktif diluar
kepemilikan saham tersebut, dihapus.


| P age

262
Contoh: PT. ABC
Laba Akuntansi 2009 Rp.900.000.000,-
Koreksi Fiskal Positif Rp. 100.000.000,-
PhKP-2009 Rp.1.000.000.000,-
PPh Terutang 28% Rp.280.000.000,-
Laba setelah PPh Rp.620.000.000,-
4. Pengertian dividen
Pasal 4 ayat (1) g UU No.17/2000 UU Perubahan ke tiga UU PPh-1984
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi, merupakan obyek
pajak.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) g UU No.17/2000, dividen menganut pengertian
yang luas termasuk:
a. Pembagian laba secara langsung/tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran (UU No.7/1983),
termasuk yang berasal dari kapitalisasi agio saham (perubahan pada UU.
No.17/2000);
d. Pembagian laba dalam bentuk saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f. J umlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruh/sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali
itu adalah sehubungan dengan tanda-tanda laba tersebut akibat pengecilan modal
dasar (statuler) yang dilakukan secara sah;*
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba; termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima pemegang polis;

| P age

263
k. Pembagian SHU kepada anggota koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham, yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan (SPT PPh LampI.5a).
5. Saham bonus
Walaupun pasal 4 (1) g tidak berubah sejak UU No.7/1983, namun
penjelasannya berubah yaitu mengenai saham bonus. Saham bonus yang diterima
oleh pemegang saham tanpa penyetoran. Saham bonus yang termasuk pengertian
dividen tergantung pada tahun diterima atau diperolehnya saham bonus tersebut
karena berkaitan dengan ketentuan yang berlaku.
a. 1984 s/d 1994 UU No.7/1983, semua saham bonus termasuk dividen,
b. 1995 s/d 2000 UU No. 10/1994, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
saham baru dan revaluasi aktiva tetap, tidak termasuk pengertian dividen,
c. Mulai 2001 UU No.17/2000, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
saham termasuk dividen, sedangkan yang berasal dari revaluasi aktiva tetap
bukan merupakan dividen Ps.1 PP No.138/2000.
6. Perlakuan PPh atas keuntungan (kerugian) pengalihan/penjualan saham:
a. Periode 1-1-1984 s.d 31-12-1994
Berlaku untuk saham perusahaan yang belum masuk bursa atau saham
perusahaan yang sudah masuk bursa (go public), investasi jangka panjang
maupun jangka pendek, saham mayoritas maupun minoritas, dengan prinsip
harga perolehan (COST), belum berlaku PPh-Final; dengan metode FIFO atau
rata-rata.
Tidak diperkenankan:
1) LIFO,
2) Penyisihan penurunan nilai saham,
3) Penilaian saham berdasarkan Harga Pokok dan harga pasar mana yang lebih
rendah.
b. Periode setelah 1 J anuari 1995.
Untuk saham perusahaan yang belum go public seperti periode sebelum 31-12-
1994 yaitu prinsip harga perolehan, penilaian saham dengan metode FIFO atau
rata-rata.

| P age

264
Untuk saham perusahaan yang sudah go public berdasarkan PP. No.41/1994
junto PP No.14/1997.
Atas penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi/badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek (paralel) dipungut PPh yang bersifsat FINAL.
PP No.41/1994, mulai berlaku 1-1-1995.
1) Atas semua transaksi penjualan saham (saham pendiri & bukan saham
pendiri), dikenakan PPh =0,1 % x jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
2) Atas transaksi penjualan saham pendiri, dikenakan tambahan PPh sebesar
5% x jumlah bruto nilai transaksi penjualan, tidak berlaku tambahan PPh
sebesar 5%, apabila saham yang dijual tersebut milik perusahaan modal
ventura selaku pendiri dari badan pasangan usahanya.
Mulai 29 Mei 1997 berdasarkan PP.No.14/1997 pemegang saham pendiri boleh
memilih:
1) PPh-Final sebesar 0,5 % walaupun sahamnya tidak dijual:
a) berdasarkan kurs per 31-12-1996 untuk saham yang go public sebelum
1-1-1997
b) berdasarkan harga perdana untuk saham yang go public setelah 31-12-
1996
Kemudian kalau dijual dikenakan PPh-Final sebesar 0,1 % dari harga jual.
2) Metode Harga Perolehan (Cost), yaitu secara self assessment menghitung
laba (rugi) penjualan saham dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
C. Peraturan MKRI No.256/PMK.03/2008, m.b. 01-01-2009 Penetapan Saat
Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal
Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual
Sahamnya Di Bursa Efek.
a. Saat diperolehnya dividen oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha
di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek adalah:
1) pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian
SPT Tahunan PPh Badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak
yang bersangkutan; atau

| P age

265
2) pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar
negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan
PPh atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
b. WPDN tersebut adalah WPDN yang:
1) memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah
saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau
2) secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham
yang disetor pada badan usaha di luar negeri.
c. Besarnya dividen yang wajib dihitung oleh WPDN tersebut adalah sebesar jumlah
dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang sebanding dengan
penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual
sahamnya di bursa efek.
Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila sebelum batas waktu pada huruf a,
badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan deviden yang menjadi
hak WP. Dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun
pajak saat dividen tersebut dianggap diperoleh.
d. Dalam hal WPDN tersebut menerima pembagian dividen dalam jumlah yang
melebihi jumlah dividen yang dilaporkan, atas kelebihan jumlah dividen terebut
wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen
tersebut.
Dalam hal WPDN menerima pembagian dividen selain dividen pada huruf c,
dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak
dibagikannya dividen tersebut.
e. Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat
dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU.
NO.36 Tahun 2008. Pengkreditan pajak yang dibayar atau dipotong dilakukan
pada tahun pajak dibayarnya atau dipotongnya pajak tersebut.
f. Ketentuan mengenai:
1) tata cara pelaporan penerimaan dividen dari luar negeri;
2) tata cara perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar oleh WPDN; dan


| P age

266
3) tata cara pengkreditan pajak.
diatur dengan Peraturan Direktur J enderal Pajak.
D. Peraturan MKRI NO.258/PMK.03/2008, m.b. 1-1-2009 Pemotongan PPh. Ps.26
atas Penghasilan Dari Penjualan atau Pengalihan Saham Sebagaimana
Dimaksud Dalam Pasal 18(3c) UU PPh Yang Diterima Atau Diperolehnya
WPLN.
1. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose company
atau conduit company), dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan
saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, atau
penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) tersebut
adalah perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) yang
di bentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan perlindungan
pajak (Tax heaven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di
Indonesia.
3. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham tersebut dipotong Pajak
Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan
bersifat final.
4. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% (dua puluh lima persen) dari
harga jual.
5. Terhadap penjual yang berstatus sebagai WPLN yang merupakan penduduk dari
Negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia, pemotongan pajak hanya
dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
6. Penghasilan dari penjua lan atau pengalihan saham kepada WPDN, dipotong
pajak oleh pembeli WPDN dan kepada WPLN tersebut diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26.
7. Dalam hal saham dibeli oleh WPLN, berlaku ketentuan sebagai berikut:
pihak yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau
berkedudukan di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang

| P age

267
saham WPLN di luar Bursa Efek; dan badan tersebut mencatat akta pemindahan
hak atas saham yang dijual.
8. Pajak yang dipotong atau dipungut tersebut wajib disetorkan ke Kas Negara
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah terjadi transaksi
pengalihan dan dilaporkan dalam SPT. Masa paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak Masa Pajak berakhir.
a. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (spesial purpose
company atau conduit company), dapat ditetapkan sebagai penjualan atau
pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, atau penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Perusahaan antara (spesial purpose company atau conduit company) adalah
perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) yang
dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan
pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.434/PMK.04/1999, tanggal 24-08-1999.
PPh-Pasal 26 atas penghasilan WPLN (bukan BUT) atas penjualan saham PT DN
(perseroan belum go public).
1. Terhadap WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai
P3B (tax treaty) dengan Indonesia, dikenakan jika pemajakan ada pada pihak
Indonesia.
2. Terhadap WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang belum ada P3B
dengan Indonesia, semua dikenakan PPh-Pasal 26.
3. Besarnya PPh-Pasal 26=20% x 25% x harga jual atau 5% (lima persen) dari
harga jual dan bersifat final.
4. Dipotong oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan diberikan bukti
pemotongan PPh-Pasal 26.
5. J ika pembelian WPLN, maka perseroan (PT yang bersangkutan) yang ditunjuk
sebagai pemungut PPh-Pasal 26.

| P age

268
6. Perseroan hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual apabila
telah diserahkan fotocopy bukti pemotongan PPh-Pasal 26 dan ditunjukkan
aslinya.






























Mulai 1 J anuari 1984 sampai dengan 31 Desember 1994 bagi pemegang
saham pendiri atau investor yang akan menjual saham perusahaan baik yang
belum masuk bursa maupun yang sudah masuk bursa dikenakan PPh dengan
tarif umum berdasarkan prinsip harga perolehan atau historical cost serta
metode yang diperkenankan adalah FIFO dan rata-rata; tidak diperkenankan:
a. Penilaian persediaan saham berdasarkan harga pasar dan harga pokok
mana yang lebih rendah,
b. Penyisihan penurunan nilai surat-surat berharga,
c. Metode LIFO.
Berdasarkan PP. No.41 Tahun 1994 yang mulai berlaku 1 J anuari 1995 atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
transaksi penjualan saham di Bursa Efek dikenakan PPh yang bersifat final
dengan cara dipungut oleh penyelenggara Bursa Efek; dengan ketentuan :
a. Atas semua transaksi penjualan saham baik saham pendiri maupun
bukan saham pendiri dikenakan PPh-Pasal 4 (2) Final sebesar 0,1%
(satu permil) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
b. Atas transaksi penjualan saham pendiri, dikenakan tambahan PPh Pasal
4 (2) Final sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan, tidak berlaku tambahan PPh-Pasal 4 (2) Final sebesar 5%
apabila saham yang dijual tersebut milik perusahaan modal ventura
selaku pendiri dari badan pasangan usahanya.
Berdasarkan PP. No.14 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 tentang Perubahan
PP. No.41 Tahun 1994, merubah ketentuan penjualan saham pendiri yang
perusahaannya sudah masuk bursa, yaitu :
a. Memilih PPh-Pasal 4 (2) Final.
Pemegang saham pendiri dikenakan PPh-Pasal 4 (2) Final sebesar 0,5%
(setengah persen).
RANGKUMAN

| P age

269

































- Dari harga perdana bagi yang masuk bursa setelah tanggal 1 J anuari
1997.
- Harga yang tercatat di Bursa Efek per 31 Desember 1996 bagi
perusahaan yang masuk bursa sebelum tanggal 1 J anuari 1997.
b. Memilih PPh-Tidak Final.
Pemegang saham pendiri dapat memilih PPh-Tidak Final seperti perusahaan
yang belum masuk bursa, dengan cara menghitung rugi-laba penjualan
saham dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Investasi saham pada perseroan terbatas didalam negeri, akan memperoleh
dividen yang dibedakan antara yang merupakan objek PPh dan bukan
merupakan objek PPh. Pengertian deviden menurut Pajak Penghasilan
adalah pengertian yang luas, sehingga menguntungkan bagi investasi yang
memperoleh deviden tapi bukan merupakan objek PPh. Pengertian
penghasilan deviden yang bukan merupakan objek PPh selalu mengalami
perubahan setiap ada perubahan UU PPh 1984, dengan syarat :
a. Yang menerima dividen adalah PT, Koperasi, BUMN atau BUMD;
b. Dari penyertaan dalam negeri, dividen dari penyertaan diluar negeri
merupakan objek PPh;
c. Pembagian dividen berasal dari Cadangan Laba Ditahan, artinya dari
laba komersial dikurangi PPh-terhutang berdasarkan PhKP;
d. Untuk koperasi tidak ada syarat lagi;
e. Untuk PT, BUMN atau BUMD syarat penyertaan minimal 25% (dua puluh
lima persen) dari modal disetor perseroan yang membagi dividen (dan
harus ada usaha aktif diluar investasi saham tersebut dari th.2001 s.d.
2008).
Dividen dibedakan antara dividen kas dan dividen bukan kas, dividen bukan kas
dibedakan antara dividen saham atau saham bonus dan dividen dalam bentuk
barang selain saham. Penerimaan saham bonus tanpa penyetoran, termasuk
dividen atau bukan dividen tergantung pada tahun penerimaannya, karena selalu
mengalami perubahan setiap ada perubahan UU PPh 1984; terakhir pada UU
No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU No.36 Tahun 2008, termasuk dividen
adalah pemberian saham bonus tanpa penyetoran termasuk kapitalisasi agio

| P age

270

































saham, pembagian saham bonus yang berasal dari selisih lebih revaluasi
aktiva tetap bukan termasuk dividen, berdasarkan Peraturan MKRI
No.79/PMK.03/2008 bukan merupakan objek PPh. Penerimaan dividen dari
penyertaan saham diluar negeri merupakan objek PPh-tidak final, Pajak
Penghasilan yang dipotong atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan yang
disebut PPh-Pasal 24; atas investasi saham di Negara-negara tertentu atau
Negara sorga pajak (tax haven country), pengakuan penghasilan dividen
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Bagi WPLN selain BUT yang menjual saham dari perusahaan di Indonesia,
apabila belum masuk bursa dikenakan PPh-Final sebesar 5% dari harga jual,
dan apabila sudah masuk bursa dikenakan PPh-Final sebesar 0,1% (nol koma
satu persen) dari harga jual; kecuali dari WPLN yang sudah ada P3B dengan
Indonesia sesuai yang diatur dalam P3B tersebut.
LATIHAN SOAL
A. Pada tanggal 2 J anuari 2010 PT. ABC membeli 4.000.000 lembar saham (dari
dalam portepel) PT. KLM, nominal perlembar saham Rp. 1.000,- dan harga
pasar perlembar saham Rp. 3.000,-; PT. ABC menyerahkan Mesin (harga
kelompok II) yang harga pasarnya Rp. 12.000.000.000,-.
Nilai buku Mesin menurut pembukuan PT. ABC :
Akuntansi Fiskal
- Harga perolehan
- Akumulasi Penyusutan
Rp. 20.000.000.000,-
10.000.000.000,-
Rp. 20.000.000.000,-
13.671.875.000,-
Sisa umur mesin 4 tahun, dan PT. KLM menyusutkan mesin tersebut
berdasarkan sisa umurnya dan secara fiskal termasuk harta kelompok I
Harta kelompok I per J anuari 2010 bagi PT. KLM :
Akuntansi Fiskal
- Harga perolehan
- Akumulasi Penyusutan
Rp. 2.000.000.000,-
1.000.000.000,-
Rp. 2.000.000.000,-
1.500.000.000,-
Taksiran umur 4 tahun,
Pada tanggal 30 Desember 2010 PT. KLM membagikan saham bonus
sebesar 25% (bukan dari agio saham), harga pasar perlembar saham Rp.
2.500,-

| P age

271




Pada tanggal 30 J uni 2011 PT. ABC menjual 200.000 lembar saham PT. KLM
@ Rp.2.750,- (secara fiskal metode FIFO)
Diminta :
Hitung laba (rugi) investasi saham oleh PT.ABC dan perlakuan PPhnya!

| Page

272
DAFTAR PUSTAKA

I. Buku dan Sumber Lain
Gunadi, DR. M.Sc, Akt. 1997. Akuntansi Pajak. J akarta : Grasindo.

Pardiat, Drs. Akt. 2010. Akuntansi Pajak. Edisi 4. J akarta: Mitra Wacana Media.

__________. Akt. 2010. Akuntansi Pajak Lanjutan. Edisi 2. J akarta: Mitra
Wacana Media.

Sukardji, Untung. 2010. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia.
Cetakan ke 6. J akarta: PT. Raja Grafindo Persada.

II. Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, LNRI Tahun 2009 No.62.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, LNRI Tahun 2008 No.133.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan J asa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009.

Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri
Keuangan, Peraturan Direktur J enderal Pajak, Keputusan Direktur
J enderal Pajak, Surat Edaran Direktur J enderal Pajak yang saya
sebutkan dalam buku ini.

Anda mungkin juga menyukai