Anda di halaman 1dari 4

ENYONSONG ajaran baru pendidikan 2012-2013 yang tinggal beberapa bulan lagi, sejumlah perguruan tinggi di

Kabupaten Jember kembali bersiap-siap. Persiapan itu bisa terlihat melalui atribut-atribut promosi pendidikan
yang dipajang di sekitar area kampus Tegal Boto.
Berbagai spanduk dan banner berukuran jumbo itu kembali dibentangkan. Isinya menginformasikan agenda
penerimaan mahasiswa baru. Sejumlah brosur yang mengulas keunggulan sekaligus prestasi perguruan tinggi
yang bersangkutan pun mulai disebarkan.
Inilah sebuah momentum yang amat menggembirakan sekaligus mengkawatirkan. Sebab, setiap ajaran baru
akan melahirkan generasi baru. Generasi inilah yang nantinya akan mengisi satu lapisan baru bangsa Indonesia
ke depan. Gagal atau suksesnya regenerasi sebuah bangsa, akan ditentukan dari model pendidikan yang
sekarang sedang dilakoninya.
Memang ada keluhan dari sebagian pihak yang menyayangkan model pendidikan tinggi Indonesia saat ini.
Model pendidikan seperti ini, menurut mereka, hanya akan melahirkan para sarjana normatif bermental pencari
kerja. Bukan sarjana inovatif bermental pencipta kerja.
Belakangan ini, pemerintah memang sudah menyadarinya. Karenanya, ada sesuatu yang baru dalam rahim
pendidikan tinggi Indonesia. Yaitu, lahirnya berbagai program kewirausahaan yang secara instan mulai
diinstalkan dalam kurikulum pendidikan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sudah merancang pedoman program kewirausahaan. Sebut saja Kuliah
Kerja usaha, Magang Kewirausahaan sampai pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang sudah
berlangsung lima tahun belakangan.
Pertanyaannya, apakah bisa model pendidikan tinggi yang mulanya didesain untuk mencari kerja sekarang
diminta berjalan bersamaan untuk mencipta lapangan kerja sekaligus mengembangkan budaya penelitian
ilmiah? Bukankah dua model pendidikan iniyang sedang dan akan dijalankanberbeda tujuan satu sama
lainnya?
Memang, ada kecemasan luar biasa mengenai jumlah pengangguran terdidik yang terus bertambah. Tantangan
bangsa ini ke depan memang berat: bagaimana mengelola modal sosial yang amat besar ini untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan daya saing bangsa.
Sektor pendidikan adalah tumpuan utama sebuah bangsa untuk menempa generasi mudanya. Karena itu,
pemerintah harus menyiapkannya dengan sungguh-sungguh. Bila kita memiliki generasi muda yang tangguh,
nantinya akan mampu menopang tubuh bangsa ini secara utuh.
Bahwa pemerintah masih mencari format kurikulum pendidikan formal kewirausahaan merupakan kebutuhan
zaman. Bahwa pemerintah masih terus mengembangkan budaya penelitian ilmiah yang aplikatif juga merupakan
tuntutan zaman. Namun, hal ini harus diimbangi dengan aturan-aturan dan tradisi akademis yang tidak kaku.
Misalnya, bagi mahasiswa yang menggeluti dunia wirausaha, business plan usahanya bisa dijadikan skripsi. Bagi
mahasiswa yang menggeluti dunia penelitian, hasil karya ilmiahnya bisa dijadikan skripsi. Dan, bagi mahasiswa
yang menggeluti dunia karyawan, hasil magangnya di perusahaan negara atau instansi pemerintah bisa
dijadikan skripsi.
Termasuk juga soal desain kurikulum. Lebih baik komposisinya 70% praktik di lapangan dan 30% teori di kelas.
Sedini mungkin setiap mahasiswa harus didekatkan pada habitat kerjanya masing-masing. Sehingga, setelah
menjadi sarjana mereka akan memilih apa yang sesuai dengan karakternya: wirausahawan, ilmuwan, atau
karyawan.
Tujuan Pendidikan
Secara normatif, perguruan tinggi berfungsi mendidik para putera bangsa agar menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang termutakhir. Selain itu, perguruan tinggi diharapkan menjadi lokomotif pembangunan daerah dan
nasional. Termasuk juga mempersiapkan anak didik menjadi calon-calon pemimpin bangsa yang bermoral tinggi
serta berbudaya demokratis.
Mengenai penerjemahan tujuan kuliah ini, kembali kepada persepsi setiap mahasiswa yang relatif berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Bergantung pada latar belakang, motivasi, cara pandang dan tingkat
kedewasaan berpikir mahasiswa terhadap makna pendidikan itu sendiri.
Yang penting ketika hendak kuliah jangan sampai salah pilih jurusan. Jangan memilih jurusan karena mengikuti
teman, mengikuti tren, mengikuti orangtua, mengikuti pacar, mengikuti gengsi, misalnya. Mestinya perumusan
cita-cita haruslah dimulai sejak dini, mendapat dukungan penuh keluarga, serta ditunjang dengan model
kurikulum pendidikan dasar yang tepat sebagai pondasinya.
Memilih jurusan haruslah benar-benar berasal dari hati nurani. Jurusan yang benar-benar kita sukai dan kuasai
sejak dini. Nantinya, dari ilmu yang kita tekuni ini, kita harus yakin bisa hidup mandiri dan menghidupi lingkungan
sekitar dengan memberi kontribusi yang tinggi. Baik sebagai wirausahawan, ilmuwan, maupun karyawan.
Pemilihan dan pengenalan jurusan memang amat penting. Ini akan membawa dampak yang luar biasa bagi
masa depan kita. Salah pilih jurusan seringkali mengakibatkan proses pembelajaran model apapun tidak akan
berjalan. Ujung-ujungnya, hanya akan menghabiskan uang orangtua, waktu dan umur belaka.
Juga, berpengaruh kepada kesehatan jiwa. Akibatnya, sebagian generasi muda yang salah jurusan akan
mengalami gangguan jiwa. Karena jiwanya memang bukan di sana. Ibarat ikan air asin yang salah masuk kolam
air tawar. Ikan itu menjadi teler dan mati perlahan-lahan karena gagal dalam pernafasan.
Lain halnya ketika cinta dan cita-cita kita tidak bertepuk sebelah tangan. Kecintaan kita pada satu bidang
keilmuan bertemu dengan habitat belajar yang tepat. Maka, kita secara naluriah menjadi bahagia. Kita akan
menjadi kreatif untuk mencari inovasi pembelajaran yang efektif. Baik untuk pribadi, masyarakat, maupun
pengembangan disiplin keilmuan itu sendiri.
Dengan demikian, kita tidak perlu terlalu pusing memikirkan sistem pendidikan Indonesia yang sedang mencari
bentuk idealnya. Meminjam istilah Onno W. Purbo, pakar teknologi informasi, kita harus belajar menjadi
produsen pengetahuan. Karena hanya dengan menjadi produsen pengetahuan, seseorang akan menjadi
konsumen pengetahuan yang baik, mampu menganalisa, dan mensintesa masalah.
Begitu juga dengan soal kewirausahaan dan penelitian. Memang tidak semua mahasiswa nantinya ingin menjadi
wirausahawan bahkan ilmuwan. Sayak rasa hanya sebagian kecil saja, sekitar 10%. Porsinya sama seperti
dengan mahasiswa yang ingin menjadi ilmuwan. Sisanya, yang 80% itu, akan dengan sendirinya mengisi
berbagai posisi karyawan di berbagai perusahaan atau instansi pemerintah yang sistemnya sudah mapan untuk
mendorong perekonomian.
Manfaat Pendidikan
Setiap pergantian tampuk kepemimpinan perguruan tinggi di Kota Suwar-Suwir akan membawa perubahan.
Harapannya adalah menuju pengelolaan perguruan tinggi yang lebih baik lima tahun ke depan. Mereka berusaha
merapatkan semua pihak-pihak yang berkepentingan untuk senantiasa bekerja keras, cerdas, ikhlas guna
menyukseskan visi dan misi perguruan tinggi yang bersangkutan.
Namun, terkadang perguruan tinggi larut dalam impian tingkat tinggi: terlalu menggebu-gebu ingin mengejar
predikat research university sekaligus menjadi entrepreneur university dalam rencana strateginya. Kalau bisa
meraih predikat world class university lebih cepat dari jangka waktu yang sudah direncanakan.
Sebenarnya, masyarakat tidak terlalu mengerti apakah perguruan tinggi di Kabupaten Jember ini berkelas dunia
atau tidak. Masyarakat juga tidak terlalu mengerti apakah akreditasi jurusan di perguruan tinggi yang
bersangkutan mendapat nilai yang rendah atau tinggi.
Yang penting bagi masyarakat, para sarjananya tidak menjadi pengangguran, biaya kuliah masih tetap murah,
banyak fasilitas beasiswa, dan cepat lulusnya. Yang penting para sarjananya mampu memberikan kontribusi
yang nyata: baik dari sisi pemikiran, penelitian, maupun tindakan.
Yang paling penting adalah pemerintah menjamin tersedianya banyak lapangan kerja dan iklim berwirausaha itu
mudah dan murah. Baik murah dalam mengurus izin beserta pajaknya, adanya pendampingan yang nyata,
kemudahan memperoleh kredit usaha, dan perlindungan pasar dari pemerintah.
Lebih kongkritnya, orangtua para mahasiswa itu tidak mau tahu. Yang lebih penting setelah menyandang gelar
sarjana, anaknya harus secepat mungkin memperoleh kerja atau menciptakan lapangan kerja yang layak. Kalau
bisa, pekerjaan ini benar-benar memberi penghidupan halal bagi orang banyak agar tidur mereka nyenyak. []







Sebenarnya apa yang menjadi esensi dalam sebuah pendidikan di
perguruan tinggi?
Pertanyaan ini melintas dibenak penulis ketika banyak mahasiswa terlihat
terburu-buru mengejar perkuliahannya selesai kurang dari empat tahun.
Herannya, karena banyak diantara mereka memberikan alasan bahwa
ingin cepat memperoleh pekerjaan demi mengurangi beban orangtua,
meskipun banyak pula yang mengaku akan melanjutkan studi ke jenjang
strata dua agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dari berbagai
alasan yang dikemukakan maka dapat ditarik benang merahnya adalah
mencari pekerjaan. Lalu pertanyaannya kemudian apakah memang
pendidikan diperguruan tinggi dinilai semurah itu, bahwa ending dari
pendidikan adalah mencari pekerjaan?
Jika demikian, tampaknya terjadi distorsi dalam memaknai esensi
pendidikan di perguruan tinggi oleh mayoritas mahasiswa, maka tidak
heran banyak dijumpai berbagai kasus terkutuk yang dilakukan oleh
mahasiswa selama menempuh proses perkuliahan seperti plagiasi dan
menyontek, menjilat pada dosen agar nilainya berubah dan menyerahkan
sepenuhnya pada oknum tertentu dalam penyusunan skripsi. Hal ini
terpaksa mereka lakukan untuk mengejar predikat lulusan tercepat, meski
harus menyampingkan norma dan etika akademik, yang terpenting
bagaimana mendapat ijazah lalu bekerja di sebuah instansi.
Mengetahui realitas ini pasti akan mengecewakan Plato, sebab ia pernah
berujar bahwa esensi pendidikan adalah membebaskan dan
memperbaharui, lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Artinya kini telah terjadi kegagalan berpikir dalam memaknai esensi
pendidikan, dan secara otomatis pula UUD 1945 Pasal 31 yang berupaya
mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa pada peserta didik
(mahasiswa) dinilai telah gagal dalam penerapannya.
Esensi Pendidikan
Mencapai esensi pendidikan di perguruan tinggi tentunya harus mengacu
pada pengamalan tri dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian
dan pengabdian. Pendidikan yang dimaksud di sini adalah bagaimana
mahasiswa memahami pendidikan secara subtantif yaitu menjalani proses
perkuliahan dengan tujuan menimba ilmu sebanyak-banyak, sekali lagi
penulis mengulangi menimba ilmu sebanyak-banyaknya, bukan mengejar
angka atau hurup sebagai evaluasi dosen diakhir semester yang sifatnya
semu. Angka dan hurup itulah yang sebenarnya menjebak mahasiswa
menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan predikat A atau nilai 10
yang diyakininya sebagai sebuah kebanggaan.
Tri dharma perguruan tinggi selanjutnya adalah penelitian. Penelitian
menjadi sebuah keharusan bagi mahasiswa (juga pengajar) sebagai
sumbangsih intelektual kepada masyarakat luas dalam memberikan
inovasi dan reverensi kebaruan pada peradaban manusia saat ini. Salah
satu bentuk penelitian mahasiswa yang sangat familiar yaitu skripsi.
Namun, sungguh sangat disayangkan karena banyak mahasiswa
menggunakan jasa oknum tertentu, baik yang terang-terangan
menawarkan jasa maupun yang berkedok pengolahan data SPSS dalam
pembuatannya.
Selanjutnya pengabdian. Pengabdian kepada masyarakat dapat berupa
kegiatan sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok mahasiswa
berupa bakti sosial, penyuluhan atau yang paling terkenal adalah program
kuliah kerja nyata (KKN) yang mewajibkan setiap mahasiswa. Hanya saja,
banyak yang tidak memahami pengabdian secara utuh. Program KKN
misalnya, hanya menjadi program yang terpaksa bagi mahasiswa untuk
menggugurkan kewajibannya sekaligus untuk memenuhi aturan akademik
yang menempatkan KKN sebagai matakuliah wajib, sebab masih banyak
dijumpai di daerah output KKN dinilai kurang maksimal, ala kadarnya dan
seadanya.
Dititik inilah terlihat jelas pudarnya esensi pendidikan pada beberapa
kalangan mahasiswa, sehingga terjadi perilaku penyimpangan dalam
proses perkuliahan. Oleh karena itu, seharusnya para mahasiswa dalam
memaknai esensi pendidikan tidak memfokuskan diri mencari pekerjaan,
melainkan fokus menyerap ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya,
memberikan kontribusi penelitian-penelitian aktual, dan melakukan kerja
nyata berupa pengabdian kepada masyarakat dengan tulus. Segenap ilmu
yang diperoleh melalui pendidikan dan kontribusi mahasiswa melalui
penelitian dan pengabdian tersebut merupakan esensi dari sebuah
pendidikan tinggi yang mesti dijunjung bersama.
Dan pada akhirnya lahirlah harapan melalui pendidikan agar dapat
membawa perubahan pada tatanan negara yang saat ini keropos dalam
hal pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum dan perbaikan di
lini reformasi birokrasi.

Anda mungkin juga menyukai