Pernahkah Anda berpikir, tersusun dari apakah zat-zat yang ada di sekitar Anda? Jika pernah memikirkannya, berarti apa yang Anda pikirkan sama dengan pemikiran para ilmuwan Yunani zaman dulu. Pada 400 SM, para ilmuwan mulai meneliti untuk mencari jawaban atas pertanyaan, Apakah yang menyusun suatu zat? Ahli filsafat Yunani, Demokritus (460370 SM) menawarkan istilah atom untuk mengartikan keberadaan partikel terkecil dari suatu materi yang tidak dapat dibagi lagi. Menurut Demokritus, atom artinya benda yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (a berarti tidak; tomos berarti potong/ bagi). Pendapat Demokritus tersebut disangkal oleh Aristoteles. Menurutnya, suatu zat tersusun atas api, air, tanah, dan udara. Anggapan Aristoteles digunakan oleh para ilmuwan selama berabad-abad hingga John Dalton pada 1808 mengemukakan teori atomnya. 1. Partikel Penyusun Atom Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, penelitian mengenai atom menunjukkan perkembangan yang lebih maju dan terarah. Hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa suatu atom ternyata tersusun atas partikel-partikel yang lebih kecil, yaitu proton, neutron, dan elektron. Apakah perbedaan antara proton, neutron, dan elektron? a. Elektron Penemuan elektron berawal dari pembuatan tabung sinar katode oleh J. Plucker. Tabung sinar katode menjadi lebih berarti setelah J.J. Thomson mempelajari sinar katode yang dihasilkan tabung. Thomson melaporkan data penelitiannya sebagai berikut. 1. Sinar katode merambat dalam suatu garis lurus, kecuali jika dikenai gaya dari luar. 2. Sinar katode tertarik ke arah lempeng bermuatan positif. 3. Sinar ini terdiri atas partikel-partikel dengan massa tertentu. 4. Sifat sinar katode adalah sama, tidak bergantung pada bahan dan zat yang ada dalam tabung.Berdasarkan data-data tersebut, Thomson menyimpulkan hal-hal berikut. 1. Sinar katode bermuatan negatif. 2. Angka banding muatan terhadap massa (e : m) untuk sinar katode yaitu 1,7588 108 C/g. 3. Partikel sinar katode adalah partikel dasar yang ada dalam setiap materi. Partikel sinar katode itu diberi nama elektron. Elektron merupakan salah satu partikel dasar penyusun atom. Pada 1913, seorang ahli fisika Amerika Robert A. Millikan melakukan percobaan agar dapat mengetahui muatan elektron. Ia meneliti naik turunnya butir-butir minyak di dalam medan listrik sehingga akhirnya dapat menentukan muatan mutlak untuk elekton (e) yaitu sebesar 1,6022 1019 coulomb. Untuk lebih memudahkan, muatan listrik untuk elektron diberi nilai relatif negatif satu (1). Dengan ditemukannya muatan mutlak untuk elektron maka massa elektron dapat dihitung yaitu sebesar 9,1096 1028 g. b. Proton Pada 1886, Eugen Goldstein mempelajari arah sinar pada sebuah tabung sinar katode. Goldstein melubangi katode dalam tabung sinar katode, kemudian mengamati sinar yang terdeteksi di balik katode tersebut. Ternyata, jika elektron berkecepatan tinggi bergerak dari katode ke anode, elektron akan menumbuk partikel gas dalam tabung membentuk partikel positif yang bergerak ke katode. Bahkan, sebagian keluar melalui lubang katode. Berdasarkan hal ini, ia menyimpulkan perbedaan antara angka banding (e : m) untuk partikel positif dan elektron. Menurut Goldstein, angka banding (e : m) untuk partikel positif berbeda jika gas dalam tabung berbeda, sedangkan untuk elektron tetap tidak bergantung pada jenis gas dalam tabung. Kemudian, nilai angka banding (e : m) partikel positif jauh lebih kecil daripada elektron. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa massa ion positif jauh lebih besar daripada massa elektron. Ion hidrogen merupakan partikel positif yang paling ringan. Harga e : m ion hidrogen sebesar 9,5791 104 C/g. Partikel ion hidrogen ini dinyatakan sebagai partikel dasar atom yang besar muatannya sama dengan muatan elektron tetapi berlawanan tanda. Dengan demikian, massa ion hidrogen dapat dihitung sebesar 1,6726 1024 g atau sekitar 1.837 kali massa elektron. Ion hidrogen ini disebut proton. c. Neutron Pada 1932, J. Chadwick menemukan partikel dasar ketiga yang terletak dalam inti dan tidak bermuatan, partikel tersebut dikenal dengan nama neutron. Dengan ditemukannya partikel neutron, terdapat tiga partikel dasar atom, yakni elektron, proton, dan neutron. Proton dan neutron terletak di dalam inti, sedangkan elektron beredar mengelilingi inti. 2. Cara Menentukan Jumlah Proton, Jumlah Elektron, dan Jumlah Neutron Saat ini, unsur-unsur kimia yang telah diketahui berjumlah sekitar 118 unsur. Unsur-unsur tersebut memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan sifat setiap unsur kimia disebabkan perbedaan jumlah proton dan elektron setiap atom yang menyusun unsur-unsur kimia tersebut. a. Nomor Atom Menyatakan Jumlah Proton dan Jumlah Elektron Jumlah proton dan jumlah elektron suatu atom dapat ditentukan dengan mengetahui nomor atomnya. Nomor atom menyatakan jumlah proton dan jumlah elektron suatu atom. Nomor Atom = Jumlah Elektron = Jumlah Proton b. Selisih Nomor Massa dan Nomor Atom Menyatakan Jumlah Neutron Jumlah neutron suatu atom dapat ditentukan dengan mengetahui nomor massa dan nomor atomnya. Caranya dengan menentukan selisih antara nomor massa dan nomor atom. Hasilnya menyatakan jumlah neutron suatu atom. Nomor Massa Nomor Atom = Jumlah Neutron c. Cara Menentukan Konfigurasi Elektron dan Elektron Valensi Pada pembahasan sebelumnya, Anda telah mengetahui bahwa struktur atom terdiri atas inti atom (proton dan neutron) yang dikelilingi oleh elektron dalam suatu lintasan. Elektron-elektron tersebut tersebar ke dalam beberapa lintasan yang mengelilingi inti atom. Jumlah elektron yang menempati setiap lintasan berbeda-beda. Susunan elektron dalam setiap lintasan atom disebut konfigurasi elektron. Dengan mengetahui konfigurasi elektron suatu atom, Anda dapat menentukan nomor golongan, nomor periode, dan elektron valensi suatu atom. Terdapat dua cara penentuan konfigurasi elektron yaitu cara per kulit (cara K L M N) dan cara per subkulit (cara s p d f). Cara per kulit hanya berlaku untuk atom-atom unsur golongan utama (golongan A). Adapun cara per subkulit dapat digunakan untuk atom-atom unsur golongan transisi (golongan B). Akan tetapi, pada Kelas X ini hanya akan dibahas cara per kulit saja. Anda dapat mempelajari penentuan konfigurasi elektron cara per subkulit di Kelas XI. Penentuan konfigurasi elektron cara per kulit didasarkan pada jumlah elektron yang dapat mengisi setiap kulit. Jumlah maksimum elektron yang dapat mengisi setiap kulit dirumuskan dengan 2n2 (n = kulit yang ditempati elektron). Jumlah elektron maksimum yang dapat ditempati pada setiap kulit adalah: Kulit pertama (kulit K) = 2 elektron Kulit kedua (kulit L) = 8 elektron Kulit ketiga (kulit M) = 18 elektron Kulit keempat (kulit N) = 32 elektron Berikut ini cara-cara untuk menentukan konfigurasi elektron suatu atom dengan nomor atom 120. a. Kulit pertama (kulit K) maksimum ditempati 2 elektron. b. Kulit kedua (kulit L) dan ketiga (kulit M) maksimum ditempati 8 elektron. c. Kulit keempat (kulit N) maksimum ditempati 18 elektron. d. Penempatan elektron dimulai dari kulit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Jumlah lintasan yang dimiliki suatu atom berhubungan dengan periode atom tersebut dalam tabel periodik. Adapun jumlah elektron pada lintasan terakhir suatu atom disebut dengan elektron terluar (elektron valensi). Elektron valensi berhubungan dengan nomor golongan suatu atom. Jumlah Lintasan = Periode Elektron Valensi = Nomor Golongan
d. Cara Menentukan Isotop, Isobar, dan Isoton Mungkin Anda pernah mendengar tentang isotop radioaktif di media massa. Tahukah Anda arti dari isotop tersebut? Suatu unsur bisa saja memiliki lebih dari satu atom. Perbedaan antara atom-atom yang menyusun unsur ini terletak pada nomor massanya. Atom- atom dari unsur yang sama yang memiliki nomor atom sama, tetapi memiliki nomor massa yang berbeda disebut isotop. Misalnya, unsur hidrogen memiliki 3 buah isotop. Ketiga isotop tersebut memiliki nomor massa yang berbeda, yaitu 1, 2, dan 3. Isotop hidrogen yang bernomor massa 1 disebut hidrogen, isotop hidrogen yang bernomor massa 2 disebut deuterium, sedangkan isotop hidrogen yang bernomor massa 3 disebut tritium. Nomor massa atom dari suatu unsur dapat saja sama dengan atom dari unsur yang lain. Pasangan atom seperti ini disebut isobar. Adapun istilah untuk atom-atom dari unsur yang berbeda, tetapi memiliki jumlah neutron yang sama adalah isoton. Berdasarkan penjelasan tersebut, isotop, isoton, dan isobar dapat ditentukan dengan cara menentukan terlebih dahulu nomor atom, nomor massa, dan jumlah neutron masing-masing atom. e. Cara Menentukan Massa Atom Relatif Unsur Jika Anda mengamati tabel periodik, Anda dapat mengetahui informasi mengenai massa atom relatif suatu unsur. Tahukah Anda, bagaimana cara menentukan massa atom relatif unsur-unsur tersebut? Atom memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga tidak mungkin untuk menimbang massanya secara langsung. Sampai saat ini, belum ada timbangan yang dapat mengukurnya. Pada awalnya, massa atom relatif dibandingkan terhadap atom hidrogen. Akan tetapi, pada 1961 IUPAC (International Union for Pure and Applied Chemistry) telah menentukan standar baru dalam penentuan massa atom relatif, yaitu atom karbon-12. Satuan massa atom suatu unsur ditentukan dengan cara membandingkannya dengan 1 12 massa atom karbon dengan nomor massa = 12 (12 6C). Massa atom relatif unsur (Ar) = 12 6 massaatom C massa atom rata-rata 1 12 Satuan untuk massa relatif unsur adalah sma (satuan massa atom) 1 sma = 1 12 massa atom 12 6C Massa satu atom 12 6C= 1,993 1023 g. Jadi, 1 sma = 1 12 1,993 1023 = 1,66 1024 g. Massa atom suatu unsur yang dibandingkan dengan 1 12 massa atom12 6C merupakan massa atom rata-rata dari isotop-isotop yang dimiliki unsur tersebut. Mengapa demikian? Anda telah mengetahui yang dimaksud dengan isotop. Informasi mengenai adanya isotop inilah yang dijadikan acuan olehpara ilmuwan untuk menentukan massa atom relatif. Oleh karena suatu unsur dapat tersusun atas beberapa atom yang memiliki nomor massa yang sama, maka massa unsur ditentukan dengan cara mengambil rata-rata dari massa atom setiap isotop. Massa atom rata-rata = (% kelimpahan isotop A massa isotop A + % kelimpahan isotop B massa isotop B) dibagi massa isotop A + massa isotop B = ( ) ( ) %A mA + %B mB mA+mB