Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

i
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PELAKSANAAN TOILET
TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER(1-3 TAHUN)DI DESA
TOTOKARTO KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN
PRINGSEWU TAHUN 2014


Eka Erviana

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu Lampung

ABSTRAK

Kejadian enuresis disebabkan oleh masalah pskis salah satunya adalah kegagalan
dalam melakukan toilet training pada anak. Di Amerika Serikat didapatkan 5-7 juta
anak mengalami enuresis nokturnal dan Sekitar 15%-25% terjadi pada umur 5
tahun. Di Indonesia di perkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol
BAB dan BAK di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Tujuan
penelitian ini mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pelaksanaan toilet
training pada anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu Tahun 2014.
Jenis penelitan ini adalah kuantitatif analitik dengan pendekatan waktu cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Totokarto Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki anak usia toddler (1-3 tahun) didesa Totokarto sebanyak 57 orang. Alat
pengumpul data pada penelitian ini adalah kuesioner tentang pengeatahuan dan
pelaksanaan toilet training. Analisa data bivariat menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian diperoleh pengetahuan tentang toilet training pada ibu yang
memilliki anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto sebagian besar kurang
baik yaitu 37 orang (64,9%), pelaksanaan toilet training pada anak usia toddler (1-
3 tahun) di Desa Totokarto sebagian besar kurang baik yaitu 34 responden
(59,6%). Hasil uji chi square P value = 0,012 dapat disimpulkan ada hubungan
antara pengetahuan ibu dengan pelaksanaan toilet training pada anak usia usia
toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014. Saran bagi ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun di desa Totokarto
hendaknya lebih aktif dalam mencari informasi mengenai toilet training.

Kata Kunci : Pengetahuan, Pelaksanaan toilet training.
Kepustakaan : 22 (2004-2013)


PENDAHULUAN


Masalah tumbuh kembang anak
merupakan masalah yang perlu
diketahui atau dipahami sejak
konsepsi hingga dewasa yang
menurut WHO sampai usia 18 tahun
sedangkan menurut undang-undang
kesejahteraan anak RI No 4 tahun
1979 sampai usia 21 tahun sebelum
menikah. Salah satu bentuk ganguan
tumbuh kembang pada anak yang

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
ii
harus diperhatikan adalah enuresis
(mengompol), yaitu pengeluaran air
kemih yang tidak disadari yang sering
dijumpai pada anak diatas empat
tahun karena seharusnya pada usia 4
tahun otak dan otot-otot kandung
kecing serta pencernaannya sempurna
sehingga dapat mengontrol dan
membantu anak memperkirakan
kapan akan buang air kecil (BAK)
dan buang air besar (BAB) (Hidayat,
2005).
Prevalensi enuresis bervariasi di
berbagai negara. Di Amerika Serikat
didapatkan 5-7 juta anak mengalami
enuresis nokturnal, laki-laki tiga kali
lebih sering dibandingkan dengan
perempuan. Sekitar 15%-25%
enuresis nokturnal terjadi pada umur
5 tahun. Makin bertambah umur,
prevalensi enuresis makin menurun.
Dari seluruh kejadian enuresis
didapatkan 80% adalah enuresis
nokturnal. 20% enuresis diurnal, dan
sekitar 15%-20% anak yang
mengalami enuresis nokturnal juga
mengalami enuresis diurnal
(Soetjiningsih, 2008).
Di Indonesia di perkirakan jumlah
balita mencapai 30% dari 250 juta
jiwa penduduk Indonesia dan menurut
Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di perkirakan jumlah balita
yang masih susah mengontrol BAB
dan BAK di usia sampai prasekolah
mencapai 75 juta anak. Kejadian
anak mengompol lebih besar jumlah
persentase anak laki-laki yaitu 60%
dan anak perempuan 40%. Statistik
menunjukan 25% anak mengompol
pada usia 5 tahun akan menurun 5%
pada usia 10 tahun ( Lestari, 2013).
Selain mencegah terjadinya
mengompol dan membentuk prilaku
hidup bersih dan sehat pada anak
sejak dini, toilet training juga akan
membentuk kemandirian dan
kepercayaan diri dalam mengontrol
buang air kecil dan buang air besar
serta melatih kemampuan motorik
halus yaitu melepas dan memakai
celana sendiri setelah buang air kecil
dan buang air besar (Hidayat, 2005).
Usia toddler (1-3 tahun) biasanya
digunakan patokan oleh para ibu
untuk memulai toliet training karena
pada usia tersebut hampir semua
fungsi tubuh sudah matang dan stabil,
rasa ingin tahu yang besar, menaruh
minat kepada apa yang dilakukan
oleh orang sekitar dan anak telah
memasuki fase anal (pusat
kesenangan anak pada perilaku
menahan dan juga pengeluaran
kotoran) (Nuryanti, 2008).
Balita yang berusia 1-3 tahun juga
lebih siap secara kognitif, psikologis,
sosial dan emosional untuk
pengajaran penggunaan toilet. Data
statistik menunjukkan bahwa 90%
dari anak-anak antara usia 24-30
bulan berhasil diajari menggunakan
toilet dengan rata-rata usia 27-28
bulan, 80% anak-anak mendapat
kesuksesan tidak buang air kecil
dimalam hari (enuresis) dimalam hari
antara usia 30-42 bulan dengan rata-
rata usia 33 bulan (Warner, 2007).
Hasil penelitian Istichomah di
TPA Citra RSU Rajawali Citra
Bantul, terhadap anak usia 24-41
bulan, menunjukan hasil anak usia 24
bulan hingga 41 bulan sudah memberi
isyarat khusus ingin buang air hal ini
ditunjukkan besarnya responden
sebanyak 30 anak atau 68,18%. Akan
tetapi sebanyak 23 atau 52,27% orang
tua anak memiliki perilaku kurang
baik terhadap toilet training karena
kurangnya pengetahuan orang tua
tentang toilet training sehingga tidak
memperdulikan tentang
popok/pampers yang sudah saatnya
diganti (Istichomah, 2010).
Melalui toilet training anak akan
belajar bagaimana mereka

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
iii
mengendalikan keinginan untuk
buang air yang selanjutnya akan
menjadikan mereka terbiasa untuk
meggunakan toilet (mencerminkan
keteraturan) secara mandiri.
Kedekatan interaksi orang tua dengan
anak dalam toilet training ini akan
membuat anak merasa aman dan
percaya diri. Keberhasilan toilet
training tidak hanya dari kemampuan
fisik, psikologis dan emosi anak itu
sendiri tetapi juga dari bagaimana
perilaku orang tua atau ibu untuk
mengajarkan toilet training secara
baik dan benar, sehingga anak dapat
melakukan dengan baik dan benar
hingga besar kelak (Hidayat, 2005).
Menurut Bloom dalam
Notoatmodjo, (2007) membagi
perilaku manusia dalam tiga ranah,
yaitu pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), dan praktik atau tindakan
(practice). Dalam aplikasi perilaku
toilet training mulai dari pengetahuan
ibu tentang apa itu toilet training,
bagaimana cara toilet training serta
apa saja yang dibutuhkan dalam toilet
training, setelah ibu mengetahui
tentang toilet training, ibu harus
mempersiapkan diri serta balita untuk
latihan toilet training, diharapkan
setelah ibu memahami dan
mempersiapkan diri untuk toilet
training, ibu dapat mempraktekkan
apa yang telah diketahui dan
dipersiapkan untuk toilet training.
Permasalahan yang sering terjadi
ketika anak tidak mau melakukan
BAB atau BAK menuju toilet adalah
disebabkan karena pengetahuan ibu
yang masih kurang tentang
pelaksanaan toilet training. Toilet
training tidak sama dengan membawa
anak ke toilet, tetapi melatih anak
mengontrol BAB atau BAK dan
melakukannya sendiri. Sedangkan
yang banyak dilakukan oleh para
orang tua sejak anak masih bayi
adalah membawa anak ke toilet
dengan menggendongnya supaya
anak BAB atau BAK sehingga anak
tidak mandiri dalam melakukannya
(Suririnah, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan
Wieke effendi tentang hubungan
pengetahuan dan pola asuh ibu
terhadap kemampuan toilet training
pada anak usia 2-3 tahun di PAUD
Asa Bunda Semarang, menunjukkan
bahwa sebanyak dua orang dengan
pengetahuan kurang baik secara
keseluruhan 2 (100%) dengan toilet
training dalam katagori kurang baik,
pada responden dalam katagori cukup
sebanyak 52 orang, sebanyak 49
orang (94,2%) dengan toilet training
dalam katagori cukup dan hanya
sebagian yang termasuk dalam
katagori kurang baik. Pada responden
dengan pengetahuan baik sebayak 20
orang, terdapat 15 orang (75,0%)
dengan toilet training dalam katagori
cukup dan 5 orang (25%) dengan
toilet training dalam katagori baik.
Hasil uji bivariat menunjukkan ada
hubungan antara pengetahuan dengan
kemampuan ibu dalam toilet training
pada anak usia 2-3 tahun dengan p
value 0,000 > 0,05.
Berdasarkan hasil prasurvey pada
tanggal 19 Januari 2014 di desa Toto
Karto Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu, terdapat 57 ibu
yang memiliki usia toddler (1-3
tahun), yaitu merupakan usia yang
tepat pada ibu untuk melakukan toilet
training pada anak. Berdasarkan
wawancara bebas terhadap 15 ibu
yang memiliki anak usia 1-3 tahun
terdapat 10 ibu diantaranya kurang
mengetahui tentang toilet training,
hal ini terlihat saat anak hendak BAB
ibu tidak mengarahkan anak untuk
melepas pakaiannya sendiri dan
menuju ke kamar kecil, kemudian ibu
memarahi anak saat anak BAK dan

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
iv
BAB dicelana, hal ini dapat
menjadikan psikologis anak
terganggu. lima ibu memiliki
pengetahuan yang baik tentang toilet
training karena membiasakan anak
untuk menuju kamar kecil ketika
inggin BAK atau BAB.
Berdasarkan latar belakang diatas
maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
hubungan pengetahuan ibu dengan
pelaksanaan toilet training pada anak
usia toddler (1-3 tahun) di Desa
Totokarto Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Tahun 2014


METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional
yaitu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antar faktor-faktor
dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (Notoadmodjo, 2010)
di Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu
terhadap 57 ibu yang memiliki anak
usia 1-3 tahun pada tanggal 24 Juni
2 Juli tahun 2014.
Variabel independent pada
penelitian ini adalah Pengetahuan ibu
sedangkan variabel dependent yang
diteliti pada penelitian ini adalah
Pelaksanaan toilet training pada anak
usia toddler.
Analisa data pada penelitia ini
menggunakan analisa univariat
dengan rumus persentase bertujuan
untuk mengetahui distribusi frekuensi
masing-masing variablel sedangan
untuk mengetahui hubungan antar
variabel dalam penelitian ini
menggunakan analisa bivariat
menggunakan uji chi square. Taraf
kesalahan yang digunakan adalah 5%,
untuk melihat hasil kemaknaan
perhitungan statistik digunakan batas
kemaknaan 0,05. Berarti jika p value
< 0,05 maka hasilnya bermakna yang
artinya Ho ditolak dan Ha diterima.


HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

1. Pengetahuan ibu tentang toilet
training pada anak usia toddler
(1-3 tahun).
Berdasarkan hasil penelitian,
pengetahuan ibu tentang toilet
training pada anak usia toddler (1-3
tahun) di Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014, dapat diketahui sebesar
37 responden (64,9%) memiliki
pengetahuan kurang baik dan sebesar
20 responden (35,1%) memiliki
pengetahuan baik tentang toilet
training.
Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap
obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra yang meliputi
indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2007).
Toilet training pada anak
merupakan suatu usaha untuk melatih
anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan buang air kecil atau buang
air besar. Toilet training secara umum
dapat dilaksanakan pada setiap anak
yang sudah mulai memasuki fase
kemandirian pada anak. Fase ini
biasanya pada anak usia 13 tahun.
Dalam melakukan toilet training ini,
anak membutuhkan persiapan fisik,
psikologis maupun intelektualnya.
Dari persiapan tersebut anak dapat

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
v
mengontrol buang air besar dan
buang air kecil secara mandiri
(Hidayat, 2005).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Heryanto (2013) tentang hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu
tentang toilet training dengan praktik
ibu dalam penggunaan dapers pada
anak usia toddler (1-3 tahun)
dikelurahan Putat Porwodadi. Jenis
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah korelasi dengan pendekatan
cross sectional populasi dalam
penelitian ini adalah 123 dan sampel
sebanyak 94 responden dengan teknik
random sampling Hasil penelitian
didapat nilai p value 0,018 yang
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu tentang toilet training dengan
praktik ibu dalam penggunaan dapers
pada anak usia toddler (1-3 tahun)
dikelurahan Putat Porwodadi.
Berdasarkan teori dan hasil
penelitian diatas menurut peneliti
masih banyaknya ibu yang memiliki
anak usia 1-3 tahun di desa Totokarto
yang kurang mengetahui tentang
toilet training, kemungkinan
disebabkan karena tidak adanya
sosialsiasi megenai tolet traning dari
petugas kesehatan yang ada di
wilayah setempat, menurut
wawancara terhadap responden yang
memiliki pengetahuan kurang baik
mengatakan selama ini petugas
kesehatan baik di puskesmas maupun
posyandu tidak pernah memberikan
penjelasan mengenai pengajaran
buang air besar dan air kecil pada
anak usia 1-3 tahun, selama ini
kegiatan yang ada diposyandu hanya
melakukan penimbangan,
pemeriksaan serta pemberian
makanan tambahan tetapi jarang
dilakukan penyuluhan terutama
mengenai pengajaran buang air besar
da kecil pada anak usia 1-3 tahun.
Kurangnya informasi yang didapat
para ibu menyebabkan mereka tidak
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang peneliti berikan.
Faktor pendidikan dan ekonomi
menurut peneliti juga sangat
mempengaruhi kurangnya
pengetahuan toilet training pada ibu
di pekon Totokarto, hal ini
dikarenakan sebagian besar ibu yang
menjadi responden pada penelitian ini
memiliki pendidikan hanya hingga
SMP, rendahnya pendidikan
menyebabkan ibu kurang
meperhatikan kebutuhan kesehatan
untuk anaknya sehingga mengabaikan
informasi mengenai toilet training,
begitu juga dengan faktor ekonomi,
ibu lebih memilih bekerja untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dari
pada meluangkan waktu untuk
mencari informasi mengenai toilet
training. Berdasarkan wawancara
terhadap ibu yang memiliki
pengetahuan kurang baik mengenai
toilet trainig mengatakan mereka
tidak pernah mengakses informasi
mengenai toilet traning baik bertanya
kepada petugas kesehatan, membaca
majalah atau koran dan juga
mendengarkan radio atau menonton
televisi yang berkaitan dengan
pelaksanaan toilet traning. Alasan
ibu tidak mau mencari informasi
mengenai toilet training dikarenakan
sibuk bekerja.

2. Pelaksanaan toilet training pada
anak toddler (1-3 tahun).
Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 4.2 distribusi frekuensi
pelaksanaan toilet training pada anak
toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto
Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu Tahun 2014, dapat
diketahui sebesar 34 responden
(59,6%) melaksanakan toilet training

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
vi
kurang baik dan sebesar 23 responden
(40,4%) melaksanakan toilet training
dengan baik.
Menurut Lawrence Green (1993)
yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2007), dinyatakan bahwa kesehatan
seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu faktor perilaku dan faktor di luar
perilaku. Perilaku pula dibentuk oleh
tiga faktor yaitu faktor predisposisi,
faktor pendukung dan faktor
pendorong. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang yaitu penegtahuan.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Susi
Natalia (2010), tentang pengaruh
toilet training terutama cara cebok
dari depan kebelakang terhadap
berkurangnya kejadian ISK berulang,
Penelitian ini merupakan suatu quasi
experimental yang meneliti 32 anak
perempuan. Hasil penelitian didapat,
setelah 6 bulan untuk tiap subyek,
pada akhir penelitian didapatka
bahwa pada kelompok intervensi;
pengetahuan, sikap dan praktik toilet
secara significan meningkat
dibanding kelompok kontrol
(p<0,001). Berulangnya ISK pada
kelompok kontrol cenderung
meningkat selama evaluasi 6 bulan,
namun, pada kelompok intervensi,
kejadian berulang cenderung
berkurang. Persentasi anak yang
berhasil dalam cara cebok yang benar
meningkat secara bermakana pada
kelompok intervensi (100% vs
17,8%).
Berdasarkan hasil penelitian dan
teori diatas menurut peneliti masih
banyaknya ibu yang memiliki anak
usia 1-3 tahun di Pekon Totokarto
yang melaksanakan toilet traning
dalam katagori kurang baik,
disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan responden mengenai
pelaksanaan toilet training. Selain itu
para responden yang melaksanakan
toilet training dalam katagori kurang
baik disebabkan terpengaruh oleh
stigma atau pandangan kurang baik
dimasyarakat yang mengatakan
bahwa anak tidak perlu diajari untuk
buang air besar dan kecil karena akan
terbiasa dengan sendirinya. Hasil
wawancara terhadap responden yang
melaksanakan toilet training dalam
katagori kurang baik mengatakan
mereka tidak mau melaksanakan
toilet training pada anak karena
pengalalaman anak sebelumnya yang
tidak diajarkan buang air kecil dan
besar akan tetapi akan bisa dengan
sendirinya.
Selain pengetahuan yang kurang
baik menurut peneliti pelaksanaan
toilet training pada ibu-ibu yang
memiliki anak usia 1-3 tahun di
Pekon Totokarto dalam katagori
kurang baik disebabkan oleh faktor
ekonomi, hasil observasi peneliti
sebagian besar responden memiliki
toilet dengan jarak yang jauh dari
rumah, sehingga tidak memungkinkan
mereka membuat toilet didalam
rumah untuk mengajarkan anak
ketoilet sendiri.

3. Hubungan pengetahuan ibu
dengan pelaksanaan toilet
training pada anak usia usia
toddler (1-3 tahun).

Hasil penelitian hubungan antara
pengetahuan ibu dengan pelaksanaan
toilet training pada anak usia usia
toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto
Kecamatan Adiluwih Kabupaten
Pringsewu Tahun 2014, dapat
diketahui bahwa 73,0% responden
yang memiliki pengetahuan kurang
baik, melaksanakan toilet training
kurang baik sedangkan 35,0%
responden yang memiliki

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
vii
pengetahuan baik, melaksanakan
toilet training kurang baik. Hasil uji
statistik chi square didapat nilai p
value = 0,012 (0,012 < 0,05), maka
dapat disimpulkan ada hubungan
antara pengetahuan ibu dengan
pelaksanaan toilet training pada anak
usia usia toddler (1-3 tahun) di Desa
Totokarto Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Tahun 2014.
OR didapat 5,014 artinya responden
dengan pengetahuan kurang baik
memiliki peluang kurang baik dalam
melaksanakan toiet training sebesar
5,014 kali dibandingkan dengan
responden yang memiliki
pengetahuan baik.
Menurut Bloom dalam
Notoatmodjo, (2007) membagi
perilaku manusia dalam tiga ranah,
yaitu pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), dan praktik atau tindakan
(practice). Dalam aplikasi perilaku
toilet training mulai dari pengetahuan
ibu tentang apa itu toilet training,
bagaimana cara toilet training serta
apa saja yang dibutuhkan dalam toilet
training, setelah ibu mengetahui
tentang toilet training, ibu harus
mempersiapkan diri serta balita untuk
latihan toilet training, diharapkan
setelah ibu memahami dan
mempersiapkan diri untuk toilet
training, ibu dapat mempraktekkan
apa yang telah diketahui dan
dipersiapkan untuk toilet training.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Pusparini (2010) tetang hubungan
Pengetahuan Ibu tentang Toilet
Training dengan Perilaku Ibu dalam
Melatih Toilet Training pada Anak
Usia Toddler di Desa Kadokan
Sukoharjo. hasil uji Spearman Rho
diperoleh nilai rho 0.733 dan nilai
probabilitas (pvalue) 0,000 lebih kecil
dari (alpha) = 0,05, sehingga ada
hubungan signifikan antara
pengetahuan tentang ibu tentang toilet
training dengan perilaku ibu dalam
pelatihan toilet training pada anak
usia balita di desa Kadokan
Sukoharjo.
Adanya hubungan antara
pengetahuan ibu dengan pelaksanaan
toilet training pada anak usia usia
toddler (1-3 tahun) di Desa Totokarto,
menurut peneliti disebabkan sebagian
besar pengetahuan ibu kurang baik
mengenai toilet training
mempengaruhi perilaku ibu tidak
melaksanakan toilet training pada
anak usia toddler (1-3) tahun.
Sebanyak 73,0% responden yang
memiliki pengetahuan kurang baik,
melaksanakan toilet training kurang
baik. Perilaku yang kurang ini salah
satunya ditunjukkan dari skor
jawaban responden yang rendah pada
pernyataan kurangnya kesadaran
menerapkan toilet training
disebabkan rendahnya tingkat
pengetahuan ibu. Sunaryo (2004)
menyatakan faktor fungsional atau
faktor yang yang mempengaruhi
perilaku adalah pengalaman, usia,
masa lalu, kepribadian, jenis kelamin,
dan lain-lain yang bersifat subyektif.
Pengetahuan merupakan salah satu
faktor dari dalam diri individu yang
berkiat erat dengan luasnya wawasan
dan pengalaman yang dimiliki
responden. Dapat diartikan bahwa
tingkat pengetahuan berpengaruh
pada kemampuan responden untuk
mengenali fenomena yaitu toilet
training.
Sejalan dengan Notoatmojo
(2005), yang mengemukakan bahwa
salah satu faktor yang berpengaruh
pada perilaku kesehatan adalah
tingkat pendidikan. Hasil pendidikan
ikut membentuk pola berpikir, pola
persepsi dan sikap pengambilan
keputusan seseorang. Pendidikan
seseorang yang meningkat

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
viii
mengajarkan individu mengambil
keputusan yang terbaik untuk dirinya.
Tingkat pendidikan ibu di wilayah
desa Totokarto berdampak pada
kemampuan mereka untuk bersikap
dan mengambil keputusan yang
terbaik dalam menerapkan toilet
training pada anaknya.
Masih adanya responden yang
mempunyai periaku pelaksanaan
toilet training dalam katagori kurang
baik menunjukkan bahwa masih ada
responden yang belum tertarik
terhadap konsep toilet training. Hal
ini disebabkan karena toilet training
dianggap tidak penting untuk
diajarkan kepada anak, karena ada
sebagian ibu yang beranggapan anak
akan bisa melakukannya sendiri.
Sebagian orang tua juga beranggapan
bahwa toilet training pada anak
bukanlah pekerjaan yang mudah
untuk dilakukan. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Reputrawaty
(2008) yang menyatakan banyak
orang tua yang merasa kesulitan
dalam melatih toilet training pada
anak dan beranggapan akan diajarkan
oleh guru di sekolah.
Ketidaktertarikan orang tua terhadap
toilet training ini akan membuat
orang tua menjadi kurang perhatian
sehingga menumbuhkan persepsi
yang kurang baik terhadap toilet
training. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh
Sunaryo (2004) yang menyatakan
langkah pertama tumbuhnya persepsi
adalah adanya perhatian.
Faktor pendidikan juga sangat
mempengeruhi perilaku ibu dalam
pelaksanaan toilet training. Sejalan
dengan pendapat Soetjiningsih (2011)
yang menyatakan pendidikan orang
tua merupakan salah satu faktor yang
penting dalam tumbuh kembang anak,
karena orang tua terbuka terhadap
informasi tentang cara pengasuhan
anak yang baik salah satunya
pembimbingan toilet training pada
anak.
Hasil penelitian data dapat
diketahui bahwa karakteristik
responden berdasarkan pendidikan
terdapat 65% mempunyai tingkat
pendidikan rendah (tidak sekolah-
SMP. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat dari Hidayat (2005) yang
menyatakan kesuksesan toilet
training dipengaruhi oleh kesiapan
orang tua diantaranya kesiapan secara
psikologis yaitu dalam bentuk
pengetahuan dan perilaku.
Tidak dilaksanakannya toilet training
dengan baik pada usia toddler akan
berpengaruh pada perkembangan
psikologis anak,anak yang tidak
diajarkan toilet training cendrung
lebih bandel dan susah diatur. Oleh
karena itu diharapkan bagi petugas
kesehatan khususnya para kader-
kader diposyandu untuk aktif
memberikan penyuluhan dan
konseling mengenai toilet training
pada ibu-ibu sehingga dapat
melaksanakan toilet training dengan
baik pada anak usia 1-3 tahun.


KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan penelitian yang berjudul
hubungan antara pengetahuan ibu
dengan pelaksanaan toilet training
pada anak usia usia toddler (1-3
tahun) di Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang toilet training
pada ibu yang memilliki anak usia
toddler (1-3 tahun) di Desa
Totokarto Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Tahun 2014,

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
ix
sebagian besar kurang baik yaitu
37 orang (64,9%).
b. Pelaksanaan toilet training pada
anak usia toddler (1-3 tahun) di
Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014, sebagian besar
kurang baik yaitu 34 responden
(59,6%).
c. Terdapat hubungan antara
pengetahuan ibu dengan
pelaksanaan toilet training pada
anak usia usia toddler (1-3 tahun)
di Desa Totokarto Kecamatan
Adiluwih Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014. P value = 0,012, OR
= 5,014.

B. Saran

1. Bagi Petugas Kesehatan
Bagi petugas kesehatan diwilayah
kerja Puskesmas Adiluwih hendaknya
lebih meningkatkan upaya promosi
mengenai toilet training pada
masyarakat, hal ini berguna untuk
meningkatkan tumbuh kembang pada
anak diwilayah kerja setempat lebih
baik.

2. Bagi responden Penelitian
Bagi ibu yang memiliki anak usia 1-3
tahun di Pekon Totokarto hendaknya
lebih aktif dalam mencari informasi
mengenai toilet training baik bertanya
kepada petugas kesehatan, membaca
buku atau majalah yang berkaitan
dengan toilet training serta dapat
mengases informasi melalui televisi
dan radio.

3. Bagi peneliti Selanjurnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
agar melakukan penelitian mengenai
faktor yang berhubungan dengan
dampak tidak melakukan toilet
training seperti kejadian infeksi
saluran kemih pada anak balita
DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Green, W, 2005. Helath Education
Planing A Diagnostik Approach.
Johns Hapkins University:
Mayfield Publishing Company..
Gupte, S. 2004. Pedoman Perawatan
Anak, Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Hastono, 2007. Analisa Data
Kesehatan. Jakarta : FKM UI.
Heryanto, 2013. Hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu tentang
tilet training dengan praktik ibu
dalam penggunaan dapers pada
anak usia toddler (1-3 tahun)
dikelurahan putat porwodadi.
Dalam http://www.e-jurnal.com/.
diakses tanggal 1 Desember
2013.
Hidayat, A, 2005. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Istichomah, 2010. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu Asuh dengan
Pelaksanaan Toilet Training
Secara Mandiri pada Anak Usia
Todler di TPA Citra RSU
Rajawali Citra Bantul. Jurnal
Kesehatan Surya Medika
Yogyakarta : dalam
http://www.skripsistikes.wordpre
ss.com diakses tanggal 15 Januari
2014.

Lestari, 2013. Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Toilet Training dengan Perilaku
Ibu Dalam Penggunaan Diapers
pada Anak Usia Toddlers (1-3
tahun) di Kelurahan Putat
Purwodadi. Semarang :
Universitas Telogorejo
Semarang.

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu
x
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta.
,. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka. Cipta.
. 2005. Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Octopus, 2006. Kamus perkembangan
bayi dan balita. Alih bahasa:
Ariavita. Purnamasari. Jakarta :
EGC.
Pusparini, 2010. Hubungan
Pengetahuan Ibu tentang Toilet
Training dengan Perilaku Ibu
dalam Melatih Toilet Training
pada Anak Usia Toddler di Desa
Kadokan Sukoharjo. Dalam
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/h
andle/ diakses tanggal 15 Mei
2014.

Soetjiningsih., 2008. Prevalensi dan
Faktor Risiko Enuresis pada
Anak Taman Kanak-Kanak di
Kotamadya Denpasar.
Denpasar : Divisi Tumbuh
Kembang- Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabetha.
Supartini, 2002. Buku Ajar Konsep
Dasar Keperawatan Anak.
Jakarta: EGC.
Suririnah, 2010. Buku Pintar
Mengasuh Balita. Jakarta : PT
Gramedia.

Susi, 2010. Pengaruh toilet training
terutama cara cebok dari depan
kebelakang terhadap
berkurangnya kejadian ISK
berulang. Dalam
http://eprints.undip.ac.id/18739/.
Diakses tanggal 1 Desember
2013.
Warner, Penny & Paula Kelly. 2007.
Mengajari Anak Pergi ke Toilet.
Jakarta: Arcan.
Wieke, 2013. Hubungan
pengetahuan dan pola asuh ibu
terhadap kemampuan toilet
training pada anak usia 2-3
tahun di PAUD Asa Bunda
Semarang. Dalam http://www.e-
jurnal.com/2013. diakses tanggal
1 Desember 2013.
Wong, 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatric. Jakarta: EGC.
Zaivera, Ferdinand. 2008.
Mengenali dan Memahami
Tumbuh Kembang Anak.
Jogjakarta: Katahati.
.

Anda mungkin juga menyukai