Anda di halaman 1dari 12

TUGAS BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

BIOREAKTOR













Disusun oleh :
WAHYU ANJAR WIJANARKO
26030110130095





Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau sistem yang
mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang
dapat menunjang terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki.
Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia
aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik
secara aerobik maupunanaerobik. Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada
dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi. Contoh reaktor yang menggunakan agensia
terimobilisasi adalah bioreaktor dengan unggun atau bioreaktor membran.


Komponen
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus
atau baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung
campuran substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar
antara 1 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger
terletak di bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompaudara, dan mencegah
pembentukan gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran
substrat dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya
efek pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan
untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan,
agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar oksigen,
dan perubahan komposisi medium.


Perancangan

Struktur suatu bioreaktor.

Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak bereaksi
dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu proses biokimia
yang terjadi. Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas. Bioreaktor harus dapat
menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme ataupun reaksi yang diinginkan
maka diperlukan pengontrolan. Parameter yang biasa dikontrol pada bioreaktor
adalah suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan agitasi.
Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada keadaan
optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat baik.
Keadaan yang memengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH. Untuk
bioreaktor dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup
seperti oksigen, nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang
agensia biologisnya berada dalam keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan
agar cairan di dalam bioreaktor tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus
dimonitor dan dijaga agar kinerja agensia biologis tetap optimum.
Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari bahan kaca
atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan karat (stainless
steel) yang tahan karat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi senyawa metal pada
saat fermentasi terjadi di dalamnya. Bahan baja yang mengandung < 4% kromium disebut juga
baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka disebut stainless steel.
Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang mengandung 18% kromium,
2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel. Bahan yang dipilih harus bersifat non-toksik dan tahan
terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan tinggi. Untuk mencegah
kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel aseptis (aseptic seal) yang
terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring dan gasket. Untuk meratakan
media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang disebut agitator
atau impeler. Sementara itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem biorektor digunakan
sistem aerasi yang berupa sparger.
[6]
Untuk bioreaktor aerob, biasanya digunakan kombinasi
sparger-agitator sehingga pertumbuhan mikrooganisme dapat berlangsung dengan baik.
Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk
mecegah vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi. Baffle ini merupakan metal dengan ukuran
1/10 diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya. Bagian lain yang harus
dimiliki oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi saat
terjadi sterilisasi dan filter (0,2 m) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar tangki. Untuk
proses inokulasi kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan adanya saluran khusus
dan pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar tidak terjadi
kontaminasi. Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol,
digunakan sensor pH, suhu, anti-buih, dan oksigen terlarut (DO). Apabila kondisi di dalam sel
mengalami perubahan, sensor akan memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan tertentu
untuk mempertahankan kondisi di dalam bioreaktor. Misalkan terjadi perubahan pH maka harus
ditambahkan larutan asam atau basa untuk menjaga kestabilan pH. Penambahan zat ini dapat
dilakukan secara manual namun juga dapat dilakukan secara otomatis menggunakan bantuan
pompa peristaltik. Selain asam dan basa, pompa peristaltik juga membantu penambahan anti-
buih dan substrat ke dalam bioreaktor.

Jenis - jenis
Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu bioreaktor
sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreaktor sistem aseptis
(untuk produksi sel dan produksi metabolit). Untuk bioreaktor sistem aseptis
diperlukan sterilisasi bioreaktor pada suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan, berdasarkan
pemberian substrat maka sistem fermentasi dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch
fermentation, continuous batch fermentation, dan fed batch fermentation. Pada batch
fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian produk dipanen. Pada continous
batch fermentation, makanan diberikan terus menerus. Pada fed batch fermentation, makanan
diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan sebelum makanan pertama
yang diberikan habis. Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya, bioreaktor dibagi menjadi
bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift. Prinsip stirred tank bioreactor adalah
menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis, yaitu dengan impeller. Pada bubble
column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung dimasukkan ke media melalui sparger untuk
aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor, udara dan media disirkulasi bersamaan melalui
kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain.

Produksi skala besar
Untuk melakukan produksi skala besar menggunakan bioreaktor dibutuhkan proses peningkatan
skala (scale up). Parameter kinetik merupakan acuan dalam peningkatan skala
bioreaktor.
[3]
Parameter kinetik dalam bioreaktor ialah pengaturan suhu, pH, aerasi, agitasi,
dan agen antifoam. Pengaturan suhu dalam bioreaktor dilakukan dengan cara pemompaan air
dingin ke bagian jaket bioreaktor. Pengaturan pH dilakukan dengan cara pemberian asam seperti
HCl dan basa seperti NaOH. Agitasi dalam bioreaktor dibutuhkan untuk homogenisasi isi
bioreaktor danaerasi dalam bioreaktor. Jika organisme dalam bioreaktor bersifat aerob maka
udara (oksigen) harus dimasukkan ke dalam bioreaktor. Udara dalam bioreaktor dimasukkan
melalui spargeryang berada di bawah. Dalam proses aerasi dan agitasi kadang-kadang dihasilkan
foam yang dapat mengganggu reaksi biokimia dalam bioreaktor. Oleh karena itu, dibutuhkan
agen antifoam untuk mencegah terjadinya foam. Agen antifoam yang umunya dipakai dapat
berupa minyak sawit ataupun tween.



Aplikasi
Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka,
dan alkohol. Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai macam
produk dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel tunggal, asam
amino, dan senyawa metabolit sekunder lainnya. Selain itu, suatu senyawa juga dapat
dimodifikasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa
hasil transformasi yang berguna bagi manusia. Pengolahan limbah buangan industri ataupun
rumah tangga pun sudah dapat menggunakan bioreaktor untuk memperoleh hasil buangan yang
lebih ramah lingkungan.

Keuntungan dan Kerugian serta Prinsip Kerjanya
1. Batch Process
a). Pengertian Batch Process
Menurut Iman, 2008 (2008) Batch Process merupakan fermentasi dengan cara memasukan
media dan inokulum secara bersamaan ke dalam bioreactor dan pengambilan produk dilakukan
pada akhir fermentasi. Pada system batch, bahan media dan inokulum dalam waktu yang
hampir bersamaan di masukan ke dalam bioreactor, dan pada saat proses berlangsung akan
terjadi terjadi perubahan kondisi di dalam bioreactor(nutrient akan berkurang dan produk serta
limbah).
b). Contoh produk Sistem Batch Process
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system Batch Process, diantaranya : yang
mungkin dilakukan untuk skala kecil adalah fermentasi batch. untuk pembuatan Bioetanol
: Food Grade dan Industrial ( Kosmetika , kesehatan dsb). Tidak direkomendasikan
menambahkan UREA,NPK dan Bahan Kimia lainya kecuali : Ragi ( Mikroba etanol ) (Bambang,
2010).
Pada penelitian yang dilakukan Tri Supriyanto (2010), tentang Fermentasi Etanol dari Molases
denganZymomonas mobilis A3 yang Diamobilisasi pada K-Karagenan juga dapat dilakukan
dengan cara Batch. Ragi yang dapat digunakan dalam proses fermentasi etanol
adalah Saccharomyces cerivisiae, Saccharomyces uvarum (tadinya Saccharomyces
carlsbergensis), Candida utilis, Saccharomyces anamensis, Schizosccharomyces pombe.
Hasil penelitian lainnya juga dilakukan oleh Caylak dan Vardar (1998), dalam Widjaja (2010),
Penelitian ini membandingkan produksi etanol dengan berbagai proses fermentasi yaitu, batch,
kontinyu, fed-batch, dansemi-kontinyu menggunakan glukosa sebagai substrat dengan
konsentrasi substrat 220 g/L dan bakteriSaccharomyces cerevisiae baik
yang freecells maupun immobilisasi sel.



c). Alasan menggunakan System Batch Process
Pada system fermentasi Batch, pada pasarnya prinsipnya merupakan sistem tertutup, tidak ada
penambahan media baru, ada penambahan oksigen (-O2) dan aerasi, antifoam dan
asam/basa dengan cara kontrol pH (Iman, 2008).
Batch Fermentation banyak diterapkan dalam dunia industri, karena kemudahan dalam proses
sterilisasi dan pengontrolan alat (Minier and Goma, 1982) dalam Setiyo Gunawan (2010).
Selain itu juga, pada cara batchmenurut penelitian yang dilakukan Hana Silviana (2010),
mengatakan bahwa cara batch banyak diaplikasikan di industri etanol karena dapat
menghasilkan kadar etanol yang tinggi.
Kendala menggunakan System Batch Process:
Pada fermentasi secara batch untuk fermentasi etanol terjadi kendala yaitu produktivitas etanol
rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada kondisi tertentu etanol yang dihasilkan
akan menjadi inhibitor, yang akan meracuni mikroorganisme sehingga mengurangi aktivitas
enzim, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Reksowardojo (2007) tentang
produksi etanol menggunakan cara batch. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Minier dan Goma (1982) dalam Hakim (2010), bahwa fermentasi cara ini
mempunyai kendala bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan sangat rendah karena produksi
etanol yang terakumulasi akan meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi
dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan
dapat menghentikan pertumbuhan serta produksi dari mikroorganisme.
Kendala lain yang terjadi pada cara batch adalah pada proses batch hanya satu siklus dimana
pertumbuhan bakteri dan produksi gas metan semakin lama semakin menurun karena tidak ada
substrat baru yang diumpankan dalam reactor (Aprilianto, 2010). Hal ini juga diperkuat dengan
adanya penelitian yang dilakukan oleh Natalia Hariani (2010), proses batch mempunyai
kendala, membutuhkan waktu fermentasi yang lama, konsentrasi etanol yang dihasilkan rendah
akibat akumulasi produk etanol yang dapat meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi.
Akumulasi dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan
selanjutnya menghentikan pertumbuhan mikroorganisme serta produksi etanol.
Pada system batch, jumlah bakteri akan terus bertambah sedangkan tidak ada substrat yang
ditambahkan dalam reaktor sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan semakin
besar (Hana, 2010).
Keuntungan menggunakan System Batch Process :
Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe batch memiliki keuntungan lain yaitu dapat
digunakan ketika bahan tersedia pada waktu waktu tertentu dan bila memiliki kandungan
padatan tinggi (25%). Bila bahan berserat/ sulit untuk diproses, tipe batch akan lebih cocok
dibanding tipe aliran kontinyu (continuos flow), karena lama proses dapat ditingkatkan dengan
mudah. Bila proses terjadi kesalahan, misalnya karena bahan beracun, proses dapat dihentikan
dan dimulai dengan yang baru.
d). Prinsip (prosedur/SOP) System Batch Process
Sebagai contoh, merupakan cara batch yang digunakan adalah cara batch anaerob dari
penelitian Soewondo (2010). Reaktor yang digunakan dalam dalam hal ini adalah reaktor batch
anaerob dengan volume operasional sebesar 4 L. Pada penutup reaktor, terdapat 2 buah
selang silikon untuk sampling gas dan penambahan substansi (penetralan pH dengan
basa), termometer, serta pengaduk. Untuk reaktor cair, digunakan magnetic stirrer sebagai
pengaduk. Substrat yang telah dicampurkan dengan inokulum dimasukkan ke dalam reaktor.
Setelah reaktor ditutup dengan rapat, nitrogen dialirkan untuk mengusir oksigen yang berada
dalam reaktor supaya tercipta suasana anaerob. Reaktor dioperasikan selama 65 hari.

2. Proses sinambung (Continues Process)
a). Pengertian Sinambung (Continues Process)
Pada cara Sinambung (Continues Process), pengaliran subtrat dan pengambilan produk
dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh konsentrasi produk
maksimal atau subtract pembatasnya mencapai konsentrasi yang hampir tetap (Rusmana,
2008). Dalam hal ini subtrat dan inokulum dapat ditambahkan bersama-sama secara terus
menerus sehingga fase eksponensial dapat diperpanjang.
Ada 2 tipe siste, yaitu : homogenously mixed bioreactor dan Plug flow reactor. Pada tipe
Homogenously mixed bioreactor dapat dibagi menjadi 2 macam diantaranya Chemostat dan
Turbidostat (Rusmana, 2008).
b). Contoh produk System Sinambung (Continues Process)
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system sinambung (Continues
Process) diantaranya : protein sel tunggal, antibiotic, pelarut organic, kultur starter, dekomposisi
selulosa, pengolahan limbah cair, beer, glukosa isomerase, etanol (Rusmana, 2008).
Selain itu juga pembuatan etanol dapat digunakan cara System Sinambung (Continues
Process), hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Soehadi Reksowardojo
(2010) Produksi etanol dari molases secara fermentasi menggunakan yeast Saccharomyces
cereviceae dalam fermentor kontinyu. Proses fermentasi secara kontinyu menggunakan yeast
Saccharomyces cereviceae dengan Immobilized Cell dalamCa-Alginate di dalam Bioreactor
Packed-bed.
Peneliti Katherin (2010), juga telah melakukan fermentasi dengan bioreactor System
Sinambung (Continues Process) pada fermentasi limbah cair tahu, bioreaktor ini digunakan
untuk mengolah limbah cair tahu yang dikondisikan terlebih dahulu derajat keasamannya dan
dicampur dengan bakteri starter EM4 dengan rasio 0.02%.



c). Alasan menggunakan System Sinambung (Continues Process)
Pada System Sinambung (Continues Process), pada pasarnya prinsipnya merupakan
fermentasi kontinyu dimana pada fermentor sistem terbuka, ada penambahan media baru, ada
kultur yg keluar, volume tetap dan fase fisiologi sel konstan (Iman, 2008).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Reksowardojo (2007), bahwa pada sistem
kontinyu dengan dilution rateyang lebih kecil (waktu tinggal yang lebih besar) memberikan hasil
konsentrasi etanol yang lebih mendekati sistem batch sehingga apabila waktu tinggal dalam
reaktor diperpanjang, memungkinkan konsentrasi etanolyang dihasilkan lebih mendekati
sistem batch.
Dalam hasil penelitian yang sama, menurut Reksowardjo (2007), dikatakan bahwa proses
fermentasi kontinyudengan mmobilisasi sel akan memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan fermentasi batch. Pada fermentasi secara batch untuk fermentasi etanol terjadi
kendala yaitu produktivitas etanol rendah. Rendahnya produktivitas etanol karena pada kondisi
tertentu etanol yang dihasilkan akan menjadi inhibitor, yang akan meracuni mikroorganisme
sehingga mengurangi aktivitas enzim. Untuk mencari solusi terhadap kelemahan tersebut dari
hasil penelitian Abdul Hakim (2010), maka pada produksi etanol dari molases ini dilakukan
proses fermentasi secara kontinyu dalam bioreaktor packed bed menggunakan
teknik immobilized cell dengan K-Karaginan sebagai supporting matrice. Hal ini juga dapat kita
lihat secara jelas dalam penelitian yang dilakukan Darmawan (2010), yaitu dengan melakukan
proses fermentasi secara kontinyu dalam bioreaktor packed bedsecara immobilisasi
sel dengan Zymomonas mobilis termutasi menggunakan Ca-Alginat yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi glukosa terhadap konsentrasi, yield, dan
produktivitas etanol. Hasil penelitian Hana Silviana (2010), juga memperkuat hasil penelitian
sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan, fermentasi dengan sistem kontinyu memberikan
konsentrasi etanol yang lebih kecil dari pada sistembatch yaitu 58,82 g/L untuk
sistem kontinyu pada dilution rate 0,18/jam dan 59,44 g/L untuk sistem batch. Hal ini dapat
terjadi karena waktu tinggal pada sistem kontinyu lebih pendek yaitu 5,55 jam dan 3,33 jam dari
pada sistem batch yaitu 48 jam. Hal ini dapat terjadi karena pada sistem batch, jumlah bakteri
akan terus bertambah sedangkan tidak ada substrat yang ditambahkan dalam reaktor sehingga
glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan semakin besar. Pada
sistem kontinyu dengan dilution rate yang lebih kecil (waktu tinggal yang lebih besar)
memberikan hasil konsentrasi etanol yang lebih mendekati sistem batch sehingga apabila
waktu tinggal dalam reaktor diperpanjang, memungkinkan konsentrasi etanol yang dihasilkan
lebih mendekati sistembatch.


d). Prinsip (prosedur/SOP) System Sinambung (Continues Process)
Bioreaktor yang dibuat adalah jenis one stage kontinyu, yang terdiri dari tiga komponen utama
(penampung sementara, reaktor dan gas kolektor) (Katherin, 2010). Pada tipe aliran kontinyu
bahan dimasukkan ke dalam digester secara teratur pada satu ujung dan setelah melalui jarak
tertentu, keluar di ujung yang lain. Tipe ini mengatasi masalah pada proses pemasukan dan
pengosongan pada tipe batch. Menurut Aprilianto (2010), terdapat dua jenis dari tipe aliran
kontinyu:
Vertikal, dikembangkan oleh Gobar Gas Institute, India
Horisontal, dikembangkan oleh Fry di Afrika Selatan dan California, selain itu dikembangkan
oleh Biogas Plant Ltd. dengan bioreaktor yang terbuat dari karet Butyl (butyl ruber bag).
Dalam penelitian Tontowi (2010), yang telah terapkan pada proses
fermentasi kontinyu dilakukan dalam mixed flow reactor yang bervolume 1 L dengan kecepatan
putar 100 rpm. Proses fermentasi ini diawali dengan melakukan fermentasi semibatch selama
16 jam. Sebelum fermentasi dimulai, reaktor terlebih dahulu diisi dengan bead sampai volume
mencapai 1/5 volume reaktor. Setelah 16 jam, proses fermentasi kontinyu mulai dilakukan
dengan mengalirkan feed dalam fermentor menggunakan pompa peristaltik. Laju
alir feed (mediamolasses) disesuaikan dengan variabel dilution rate yang dipakai.

3. Gabungan system batch dan kontinyu (Fed-Batch Process)
a). Pengertian Fed-Batch Process
Sistem fed-batch adalah suatu sistem yang rnenambahkan media baru secara teratur pada
kultur tertutup, tanpa mengetuarkan cairan kultur yang ada di dalam fermentor sehingga volume
kultur makin lama makin bertambah Tri Widjaja (2010. Menurut Rusmana (2008), pada
cara fed-batch yaitu memasukan sebagian sumber nutrisi (sumber C, N dan lain-lain) ke
dalam bioreactor dengan volume tertentu hingga diperoleh produk yang mendekati maksimal,
akan tetapi konsentrasi sumber nutrisi dibuat konstan.
Pada system fermentasi Fed-Batch Process, menurut Bambang (2010), merupakan
pengembangan sistem batch, adanya penambahan media baru, tidak ada kultur yg keluar dan
yield lebih tinggi dari batch.
b). Contoh produk System Fed-Batch Process
Contoh produk yang dapat diperoleh pada system Fed-Batch Process adalah Dekstranase, hal
ini juga telah dilakukan penelitian oleh Satia Wihardja (2010) yang berjudul Proses Fermentasi
Fed-Batch untuk Produksi Dekstranase dengan Streptococcus sp. B7 Fed-Batch Fermentation
Processes to Produce Dextranase from of Streptococcus sp. B7
Penelitian yang serupa tentang etanol menggunakan Fed-Batch Process juga dilakukan oleh
Caylak dan Vardar (1998) dalam Tri Widjaja (2010), penelitian ini membandingkan produksi
etanol dengan berbagai proses fermentasi yaitu, batch, kontinyu, fed-batch, dan semi-
kontinyu menggunakan glukosa sebagai substrat dengan konsentrasi substrat 220 g/L dan
bakteri Saccharomyces cerevisiae baik yang freecells maupunimmobilisasi sel.

c). Alasan menggunakan System Fed-Batch Process
Proses fed-batch telah diterapkan secara luas dalam berbagai industni fermentasi dan relatif
lebih mudah digunakan untuk perbaikan proses batch dibandingkan dengan proses kontinyu.
Apabila pada fermentasikontinyu dihasilkan keluaran secara terus-menerus maka pada fed-
batch diperoleh keluaran tunggal pada akhir inkubasi sehingga dapat ditangani dengan cara
yang sama seperti pada proses batch Sinclair & Kristiansen (1987) dalam Budiatman (2009).
Kendala menggunakan System Fed-Batch Process :
Pada fermentasi sistem batch Winarni (1995), profit produksi dekstranase sebanding dengan
biomassa. Tetapi pada proses batch produksi dektranase yang dicapai lebih tinggi. Pada
penelitian yang dilakukan Budiatman (2009) menggunakan sistem fed-batch ini
produksi dekstnanase yang tinggh sebanding dengan nilai biomassa yang rendah dan
sebaliknya. Pada sistem fed-batch sulit untuk meiihat fase eksponensial dan fase
stasioneikecuali fase eksponensial pertama.
Keuntungan menggunakan System Fed-Batch Process :
Keuntungan sistem fed-batch ini menurut penelitian yang dilakukan Rachman (1989) dalam
Budiatman (2009), ialah konsentrasi sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada
tingkat yang sangat rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi
substrat.
d). Prinsip (prosedur/SOP) System Fed-Batch Process
System Fed-Batch Process merupakan penelitian yang dilakukan oleh Budiatman (2009).
Proses Fermentasi. Kultur inokulum yang digunakan untuk proses utama sejumlah 100 ml.
Kultun inokulum tersebut diinokulasikan ke dalam 700 ml media fermentasi dalam fermentor.
Fermentasi berlangsung selama tiga kali 24 jam, dengan tiga kali pengambilan contoh setiap
hari. Pada 24 jam pertama fermentasi berlangsung secara batchsedangkan 2 kali 24 jam
berikutnya benlangsung secara fed-batch. Awal penambahan substrat dilakukan pada jam ke-
24. Volume substrat yang ditambahkan selama proses fed-batch sekitar 900 ml dengan laju
penambahan 19 mL/jam. Pada penelitian mi fermentasi berlangsung dalam fermentor kapasitas
dua liter dengan pengaturan pH pada pH 7 dan 8 serta kecepatan putaran 300 dan 500 rpm.
Secara keseluruhan hasil penelitian produksi enzim dengan fermentasi sistem fed-batch pada
penlakuan kecepatan putaran 500 rpm mempunyai kecenderungan yang sama dengan
fermentasi sistem batch.



DAFTAR PUSTAKA
Rusmana, Iman., 2008. Sistem Operasi Fermentasi, Departemen Biologi FMIPA IPB, Bogor
Jawa Barat.

Purnomo, Bambang., 2010. Asosiasi Pengusaha Bioetanol Indonesia.

Widaja, Tri., dan Budhikarjo, Kusno., 2007. Pengaruh Recycle Rate dan Konsentrasi Alginat
Terhdapat Produktifitas Etanol dengan Proses Fermentasi Ekstraksi, Laboratorium
Perpindahan Masa dan Panas Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri-Institut
Teknologi Surabaya Jawa Timur.

Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo ISSN 0854-7769 2007
Mulyanto., Widjaja, Tri., Hakim, Abdul., dan Frastiawan, Eko., 2010. Produktifitas Etanol dari
Molases dengan Proses Fermentasi Kontinyu Menggunakan Zymomonas mobilis dengan
Teknik Immobilisasi Sel K-Karaginan dalam Bioreaktor Paccked-Bed, Laboratorium Teknologi
Biokimia Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya Jawa Timur.

Wahyudin., 2009. Proses Produksi Etanol Oleh Saccharomyces Cerevisiae Dengan Operasi
Kontinyu Pada Kondisi Vacum, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Semarang Jawa Tengah.

Sharifani, Shinta., 2010. Degradasi Biowaste Fase Cair, Slurry dan Padat dalam Reaktor Batch
Anaerob Sebagai Bagian dari Mechanical Biological Treatment (Degradation of Biowaste in
Liquid, Slurry, and Solid Phase in Anaerob Batch Reactor As Part of Mechanical Biological
Treatmen)t, Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Sipil dan Teknik Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung, Bandung Jawa Barat.

Indriawati., dan Aprilianto, Rommy., 2009. Identifikasi Proses Pada Bioreaktor Anaerob Untuk
Pengolahan Limbah Cair Tahu, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jawa Timur.

Widjaja, Tri., Hariani, Natalia., Gunawan, Setio., dan Darmawan, R., 2010. Teknologi
Immobilisasi Sel Ca-Alginat Untuk Memproduksi Etanol Secara Fermentasi Kontinyu Dengan
Zymomonas Mobilis Termutasi, Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jawa Timur.
Puspita, Elok., Silviana, Hana., 2010. Fermentasi Etanol Dari Molasses Pada K-Karaginan,
Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Jawa Timur.

Satiwihardja, Budiatman., Wibisono, Beni., Murdiyatmo, Untung., 2010. Proses Fermentasi Fed-
Batch untuk Produksi Dekstranase dengan Streptococcus sp. B7 (Fed-Batch Fermentation
Processes to Produce Dextranase from of Streptococcus sp. B7), Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi Foleta, Institur Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai