JAKARTA, KOMPAS.com Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin diduga menerima suap dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi VII DPR itu sebagai tersangka kasus tersebut pada hari ini, Kamis (30/6/2011). Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengungkapkan, Nazaruddin disangka melanggar tiga pasal penerimaan suap. "Melanggar Pasal 5 Ayat 2 dan atau Pasal 12 huruf a dan b, dan atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi," kata Bibit di gedung KPK Jakarta, Kamis (30/6/2011). Namun, Bibit belum dapat mengungkapkan peran Nazaruddin dalam kasus tersebut. Menurut Bibit, penetapan Nazaruddin sebagai tersangka sudah berdasarkan bukti, baik berupa keterangan saksi maupun bukti dokumen. "KPK menangani kasus ini terkait perbuatan, apakah dia sebagai anggota DPR atau pemilik perusahaan, kami dalami dalam penyidikan lebih lanjut," ujar Bibit. Saat disinggung mengapa KPK baru menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka di saat dia tengah di luar negeri, Bibit menjawab bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK tidak melihat lokasi keberadaan orang tersebut. "Kita tidak tetapkan orang tanpa dasar, apakah dia di dalam (negeri) atau di luar, tidak jadi soal," kata Bibit. Kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games melibatkan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan proyek senilai Rp 191 miliar itu. Dugaan keterlibatan Nazaruddin dimunculkan mantan kuasa hukum Rosa, yakni Kamaruddin Simanjuntak. Menurutnya, berdasarkan pengakuan Rosa, Nazaruddin selaku anggota Dewan menerima fee sebesar 13 persen atau senilai Rp 25 miliar dari golnya penganggaran proyek wisma di DPR. Nazaruddin bersama-sama sejumlah anggota DPR lainnya diduga sengaja mengamankan proyek tersebut. Nama anggota Dewan lainnya yang disebut-sebut terlibat sebagai koordinator dalam mengamankan proyek wisma atlet adalah Angelina Sondakh (Fraksi Partai Demokrat), Wayan Koster (Fraksi Partai PDI-P), dan Mirwan Amir (Fraksi Partai Demokrat). Kamaruddin juga pernah mengungkapkan bahwa dana berupa cek senilai Rp 3,2 miliar yang menjadi bukti suap merupakan titipan dari El Idris untuk para anggota dewan yang diberikan melalui Wafid.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2011/06/30/18083631/Nazaruddin.Diduga.Terima.Suap
Mengapa Kasus Suap Wisma Atlet termasuk Pelanggaran Etika Bisnis?
Etika bisnis adalah standar perilaku dan nilai-nilai moral yang mengontrol tindakan serta keputusan di lingkungan masyarakat. Bisnis memiliki tanggung jawab yang besar kepada masyarakat. Kadang-kadang suatu konflik muncul dalam usaha melayani berbagai kebutuhan dari beragam pihak. Dalam beberapa kasus, konflik dapat muncul antara keputusan yang ideal dengan keputusan praktis dalam situasi tertentu. Maka dari itu, ada empat kekuatan utama yang membentuk etika bisnis dan tanggung jawab sosial yaitu kekuatan individual, organisosial, masyarakat, dan hukum. Etika bisnis juga dibentuk oleh iklim etis dalam organisasi. Aturan prilaku dan standar etis semakin memainkan peranan yang penting dalam dunia bisnis, dimana melakukan hal yang benar akan mendapatkan dukungan atau penghargaan. Sedangkan di dalam kasus suap wisma atlet ini terdapat penyalahgunaan etika bisnis, yang ditandai oleh ketidakjujuran dari beberapa pihak yang terlibat. Dalam hal ini tindakan suap yang terjadi dalam kasus wisma atlet adalah dilema etis konflik kepentingan karena dalam kasus ini si pelaku bisnis menghadapi situasi dimana keputusannya dipengaruhi oleh potensi keuntungan pribadi, seperti Nazaruddin yang menerima suap dari PT Anak Negeri Mindo dan PT Duta Graha Indah dan melibatkan sekretaris menteri pemuda. Jelas hal ini sudah bertentangan dengan etika bisnis dalam sudut pandang hukum, yaitu melanggar Pasal 5 Ayat 2 dan atau Pasal 12 huruf a dan b, dan atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi. Jadi kesimpulannya, menurut kelompok kami tindakan suap untuk memenangkan proyek pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Sumatera Selatan merupakan contoh pelanggaran etika bisnis khususnya menyangkut konflik kepentingan.