Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior. Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu
jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya.
1
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada
pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas
usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau
benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-
buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus
disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat.
2
Disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat
menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi
pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH
seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi
(voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi
meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi),
dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan
antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan
gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.
2
Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar
prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih
mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu
pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor
lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung.
Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein
growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan sintesis protein
growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal
2

sebagai faktor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat. Terapi yang akan
diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi,
sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan
melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas
dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah
terpencilpun diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan
guidelines di berbagai negara maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis
urologi dalam menangani kasus BPH dengan benar.
2

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Beratnya sekitar 20 gram dan
bentuknya seperti buah kenari dengan ukuran 4cm x 3cm x 2,5cm pada pria dewasa dan
terbagi menjadi 5 lobus, yaitu: lobusmedius, lobus lateralis (2 lobus), lobus anterior, dan
lobus posterior.
3











Gambar 1. Anatomi alat reproduksi laki-laki dan system urinaria,
memperlihatkan prostat, penis, testis, vesika urinaria, dan organ lainnya

Kelenjar prostat terdiri atas jaringan fibromuskuler dan glandular. Menurut NcNeal,
terbagi dalam beberapa zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
preprostatik sfingter dan zona anterior. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
3
Secara histologi, prostat terdiri dari jaringan ikat, serabut otot polos dan kelenjar
epitel yang dilapisi oleh sel toraks tinggi dan lapisan sel basal gepeng.
3
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dilairkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi.
Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
4
4

Fungsi prostat yang normal tergantung pada testosteron, yang dihasilkan oleh sel
Leydig testis dalam respon terhadap rangsangan oleh hormon luteinisasi (LH) dari
hipofisis. Testosteron dimetabolisme menjadi dehidrotestosteron oleh 5a-reduktase di
dalam prostat dan vesikula seminalis.
4
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.


2.2. DEFENISI
Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia
(Sabiston, David C,1994)
Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin,
2000)
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005)
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan
pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)
5











Gambar 2. Prostat normal dan Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
5

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan bagian prostate
(sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki aliran urin dan
menghilangkan retensi urinaria akut.
5

2.3. INSIDEN
Pada BPH, insiden meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pada usia 45-49
tahun, didapatkan 3 kasus dari 1000 laki-laki. Sementara pada usia 75-79 tahun,
insidensnya meningkat menjadi 38 kasus dari 1000 laki-laki. Adapun prevalensinya
yaitu 2,7% pada usia 45-49 tahun dan 24% pada usia 80 tahun.
6

2.4. EPIDEMIOLOGI
BPH hanya terjadi pada laki-laki (hal ini karena pada wanita tidak terdapat kelenjar
prostat). Penyakit ini sering didapatkan pada usia 40 tahun ke atas.
Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas. Pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran
yang berkelanjutan sampai usia dekade 30 dan mencapai ukuran dewasa. Tetapi, ketika
laki-laki berusia 40-45 tahun, mulailah terjadi hiperplasia prostat jinak. Hal ini
berlangsung lambat secara terus-menerus.
Pada pria usia 50 tahun, angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun
sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala dan tanda
klinik.
7

2.5. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
hubungannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (
penuaan).
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
6
6

Berdasarkan angka autopsi, perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat di
temukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat terjadi
secara perlahan-lahan, maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebabnya BPH adalah :
a. Teori Dehidrotestosteron
Testosteron bebas 2% dari seluruh kadar testosteron, diproduksi oleh sel Leydig
testis (90%) ataupun oleh kelenjar adrenal (10%), dengan bantuan enzym 5 alfa
reduktase testosteron akan dihidrolise menjadi Dihidrotestosteron (DHT), kemudian
akan diikat oleh suatu reseptor, menjadi DHT reseptor kompleks dan dapat masuk ke
dalam inti sel sehingga menyebabkan terjadinya transkripsi RNA, akan terjadi
sistesis protein dan akan menyebabkan proliferasi sel membentuk nodul stroma.
Teori dehidrotestosteron, yaitu bahwa walaupun kadar dehidrotestosteron pada BPH
tidak jauh berbeda dari kadar prostat normal, namun akitivitas enzim 5a-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel
prostat pada BPH lebih sensitif terhadap dehidrotestosteron sehingga replikasi sel
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
7,8

b. Teori Reawakening
Mc Neal menulis lesi pertama bukan nodul stroma melainkan suatu mekanisme
gladular budding yang tumbuh kembali seperti pada masa tingkat embrional
(reawakening) yang kemudian becabang-cabang menyebabkan timbulnya alveoli
pada zona preprostatika.
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.
Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar
yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia
menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang
terjadi pada usia dewasa.
7,8

c. Teori stem cell hypotesis
Dalam keadaan normal pertumbuhan dan kematian sel dalam keadaan seimbang.
Keadaan ini diatur oleh kadar tertentu testosteron. Adanya gangguan kesimbangan
maka proliferasi akan lebih cepat dari kematian.
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar
prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara
7

jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang
menjadi sel aplifying. Keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan
berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen,
sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan
pertumbuhan prostat yang normal.
7,8

d. Teori growth factors.
Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur
epitel prostat yang berakibat BPH. Growth hormon mempengaruhi interaksi stroma
dan epitel dalam patogenesis terjadinya pembesaran prostat jinak. Adanya ekspresi
berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau basic fibroblast growth
factor (b-FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- b
(TGF b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat
dan menghasilkan pembesaran prostat.
7,8

e. Estrogen
Estrogen berperan pada inisiasi dan maitenence pada prostat manusia. Estrogen
ditemukan pada darah pria dalam konsentrasi rendah. Estrogen tersebut berasal dari
konversi testosteron dengan katalisator enzym aromatase pada jaringan lemak.
Ketidak seimbangan antara estrogen dan testosteron, dimana kadar testosteron
menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan antara
estrogen dan testosteron meningkat.
7,8

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital
berupa defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT,
kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses
penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan periperal.
9

2.6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang
dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan
8

periuretra. Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo
(2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron
inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
1,2

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan
pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang
disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra
daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika
dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat
akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan
detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa
dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase
kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran
lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang
tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga
sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
2
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan
obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak
9

dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi
kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis
urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan
iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis.
3

2.7. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara
yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya.
Anamnesis itu meliputi:
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cedera, infeksi, atau pembedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score
(IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mengesahkan prostate symptom
score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan
pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki
nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien
dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat
digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut :
o Skor 0-7: bergejala ringan
o Skor 8-19: bergejala sedang
o Skor 20-35: bergejala berat.


10

Tabel WHO IPSS (International Prostate Symptom Score)
PERTANYAAN JAWABAN DARI SKOR
Keluhan pada bulan terakhir
Tidak ada
sama
sekali
< 1
sampai
5 x
> 5
sampai
15 x
15 x > 15 x
Hampir
selalu
a. Adakah anda merasa buli-buli tidak
kosong setelah BAK?
0 1 2 3 4 5
b. Berapa kali anda hendak BAK lagi
di dalam waktu 2 jam setelah
BAK?
0 1 2 3 4 5
c. Berapa kali terjadi bahwa arus
kemih berhenti sewaktu BAK?
0 1 2 3 4 5
d. Berapa kali terjadi anda tidak dapat
menahan BAK?
0 1 2 3 4 5
e. Berapa kali terjadi arus lemah
sekali sewaktu BAK?
0 1 2 3 4 5
f. Berapa kali terjadi anda mengalami
kesulitan memulai BAK?
0 1 2 3 4 5
Bangun tidur untuk BAK?
Tidak
pernah
1x 2x 3x 4x 5x
g. Berapa kali anda bangun BAK
di waktu malam?
0 1 2 3 4 5
Andaikan cara BAK seperti ini anda
alami sekarang ini akan seumur hidup
tetap seperti ini, bagaimana perasaan
anda?

Jumlah skor


0 = baik sekali, 1= baik, 2=kurang baik, 3= kurang, 4=buruk, 5=buruk sekali
Terapi non bedah dianjurkan bila WHO IPSS dibawah 15. Untuk itu dianjurkan
melakukan control dengan menentukan WHO IPSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO
IPSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
9,10

Gejala Klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi
dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining)
kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya
menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
8
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
11

penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala
antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
9

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa : manifestasi dari BPH
adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-
anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine
akut.
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya adalah:
8,10
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.

12

Normal tidak ada sisa
derajat 1 : sisa < 50 ml
derajat 2 : sisa 50-100 ml
derajat 3 : sisa >100 ml
derajat 4 : pasien sama sekali tidak bias kencing
3. Intra vesikal grading
derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :
derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm

Pemeriksaan Fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk
mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini
dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat
dengan DRE cenderung underestimate dari pada pengukuran dengan metode lain,
sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang
besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-
34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini
dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan
neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas
bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks
bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di
daerah sakral.
7,8


13










Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE)

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria.
BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau
penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antaranya: karsinoma buli-buli in
situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.
Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan
kultur urine, dan kalau terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu
dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami
retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak
manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat
pemasangan kateter.
11

Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius
bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi
sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko
terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa
disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Pasien
LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% jika
kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar
kreatinin serum10. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai
petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih
bagian atas.
11
14

Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari
BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan
c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA.
Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat
laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun
pada kadar PSA 0,2- 1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA
1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3
mL/tahun19. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang
dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA meningkat pada saat
terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahanlahan menurun terutama setelah 72
jam dilakukan kateterisasi. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan
usia adalah:
a) 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
b) 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
c) 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
d) 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan
PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur
saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini
pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya
karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara
merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH,
meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup
pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari
10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal
masih ada manfaatnya.
11
15


Catatan harian miksi (voiding diaries)
Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius
bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Pencatatan miksi ini
sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol.
Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta
kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan dapat diketahui seorang pasien
menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infra-vesika, atau
karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7
hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik2,10, namun Brown et al (2002)
mendapatkan bahwa pencatatan selama 3-4 hari sudah cukup untuk menilai
overaktivitas detrusor.
11

Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara
elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran
kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi
mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave),
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 4 pancaran maksimum, dan lama pancaran.
Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk
mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan
terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan
pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau
kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu
tidak ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat
korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut:
Qmax < 10 ml/detik 90% BOO
Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO
Qmax >15 ml/detik 30% BOO
Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang
mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan
keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax
<10 mL/detik biasanya disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons
yang baik. Setelah penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil
16

Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut Steele et al
(2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup akurat
dalam menentukan adanya BOO24. Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine
yang dikemihkan, serta terdapat variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu
hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urine >150 mL dan diperiksa
berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif
Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan
Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya
dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali.
11

Pemeriksaan residual urine
Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang
tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang
normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen
pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal
mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL.

Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-
kan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien
berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau
bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan
USG, tetapi tidak meng-enakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra,
menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Pengukuran dengan
cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi individual yang cukup tinggi,
yaitu seorang pasien yang diukur residual urinenya pada waktu yang berlainan pada
hari yang sama maupun pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume
residual urine yang cukup bermakna.
Variasi perbedaan volume residual urine ini tampak nyata pada residual urine
yang cukup banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu
banyak (<120 ml) hasil pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama. Dahulu para
ahli urologi beranggapan bahwa volume residual urine yang meningkat menandakan
adanya obstruksi, sehingga perlu dilakukan pembedahan; namun ternyata peningkatan
volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya gangguan pancaran urine
atau beratnya obstruksi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Prasetyawan dan Sumardi
(2003), bahwa volume residual urine tidak dapat menerangkan adanya obstruksi
17

saluran kemih. Namun, bagaimanapun adanya residu uirne menunjukkan telah terjadi
gangguan miksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat residual urine
yang cukup banyak, demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali
telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya tidak
akan memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa negara terutama di Eropa
merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada
BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual
yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya
dikerjakan melalui melalui USG transabdominal.
11

Pencitraan traktus urinarius
Dengan pemeriksaan radiologi, seperti foto polos abdomen dan Pielografi
Intravena (IVP), dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih. Pembesan prostat dapat
dilihat lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung
pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar kandung kemih pada gambaran
sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membengkok ke atas berbentuk
seperti mata kail.
10
Intravenous Pyelogram (IVP)
IVP adalah pemeriksaan sinar rontgen pada saluran kemih. Pada tes ini, kontras
disuntikkan melalui vena dan kemudian difoto menggunakan sinar x. Kontras tersebut
berguna agar urine menjadi terlihat pada sinar x dan bila ada halangan atau hambatan
pada saluran kemih maka akan terdeteksi. Namun pemeriksaan mulai jarang
dilakukan, karena sudah dapat diganti dengan pemeriksaan lainnya.
Pada IVP ditemukan :
a. Indentasi caudal buli-buli
b. Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook)
c. Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria.

Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai IVP atau USG,
ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih
bagian atas; sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%)
yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan
saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH,
kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan adanya:
11
18

a) hematuria,
b) infeksi saluran kemih,
c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG),
d) riwayat urolitiasis, dan
e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.

Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan
besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan.
Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai adanya striktura uretra.




















Gambaran cystografi pada pasien BPH dengan cystitis
Gambaran IVP pada pasien BPH dengan cystitis akut
19

Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk, besar prostat, dan
mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan ultrasonografi prostat
tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak menjalani terapi:
inhibitor 5- reduktase, termoterapi, pemasangan stent, TUIP atau prostatektomi
terbuka.

















This 80 yr. old male patient presented with lower urinary tract symptoms (LUTS). Transabdominal
ultrasound scan images reveal obvious intravesical enlargement of the enlarged median lobeof the
prostate. Post-voiding trans-rectal ultrasound scan (TRUS) images reveal- 1) large volume of residual
urine (303 cc) (more than 40 cc. is abnormal). 2) gross enlargement of the prostate mainly involving
the transition zone. 3) intra-vesical enlargement of median lobe. 4) few small cysts in inner gland 3)
there is also evidence of corpora amylacea and nodularity in the transition zone. 5) the peripheral zone
is compressed by the enlarged transition zone. Diagnosis: these ultrasound images are diagnostic of
benign hyperplasia of prostate.
7


20













USG dapat dilakukan secara transabdominal (transa abdominal ultrasonography =
TAUS) atau transrektal (trans rectal ultrasonography = TRUS). Jika terdapat
peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat
dibutuhkan guna menilai kemungkinan adanya karsinoma prostat. Selain untuk
mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume
vesika urinaria, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor
dan batu. Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi
yang tepat.
11
Pada CT-Scan ditemukan gambaran prostat meluas di atas ramus superior simfisis
pubis. Pemeriksaan ini jarang dilakukan.
10












Gambar Transrectal Ultrasound (TRUS)
Gambar USG seorang pria 51 tahun dengan pembesaran prostat
21

Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan
buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli,
batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel bulibuli. Selain itu sesaat
sebelum dilakukan sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya
pemeriksaan ini tidak mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi
perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin pada BPH.
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk
menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping
itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-
buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli.
11

Pemeriksaan urodinamika
Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai
pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan
urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu
disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra atau kelemahan kontraksi otot
detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan.
Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO
melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan
ini tindakan desobstruksi tidak akan bermanfaat. Pemeriksaan urodinamika
merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi pasien BPH bergejala. Meskipun
merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang
paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu
meramalkan keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Menurut Javle et al (1998),
pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi
positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan uro-dinamika pada BPH adalah berusia
kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual urine > 300 mL,
Qmax > 10 ml/detik, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis,
setelah gagal dengan terapi invasif, atau kecurigaan adanya buli-buli neurogenik.
11



22

Patologi Anatomi
Makroskopik :
prostat membesar lebih dari pada normal
berat prostat bisa mencapai 60-100 gram
(normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan
pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200
gram.
permukaan berbenjol-benjol dengan konsistensi
kenyal padat
pada penampang melintang ada bagian-bagian
yang berwarna putih homogen dan sebagian lagi
berwarna kuning pucat.

Mikroskopik :
Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang
berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak
penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh
epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papilla-papila ke
dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi penambahan
kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering
ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang corpora
amylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel
limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat
atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut
hiperplasia fibromatosa






.


23










2.8. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada
pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan niksi, meningkatkan
kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika
terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah
progresilitas penyakit.
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan
untuk pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (skor IPSS < 7),
dapat dengan hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan
adalah operasi.

2.8.1. Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor IPSS < 7).
Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan. Pasien diberi nasihat
agar mengurangi minum setelah makan malam agar mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan), mengurangi kopi, dan melarang minum
minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil, serta kurangi makanan
pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama. Penderita dianjurkan untuk
kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa: skoring, uroflowmetri, dan TRUS. Bila
terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.
12

2.8.2. Medikamentosa
a) Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan prostat
memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam
Gambar corpora amylacea
24

mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor
1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan
subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada
beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas
reseptor dan waktu paruhnya. Beberapa golongan obat yang dipakaii adalah
prazosin (dua kali sehari), terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan
sekali sehari. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju
pancaran urine. Namun banyak memiliki efek samping seperti hipotensi yang
dipengaruhi posisi (ortostatik), pusing, rasa lelah, dan sakit kepala.
11,12

b) Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
5-reduktase inhibitor adalah obat yang mencegah perubahan testoteron menjadi
dihidrotestoteron. Contoh obat ini adalah finasteride. Obat ini mempengaruhi
komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan
memperbaiki gejala. Dibutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk melihat efek
maksimum pengobatan pada ukuran prostat maupun pada gejala penyakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 5 reduktase inhibitor merupakan obat
yang efektif dan aman untuk digunakan namun perbaikan gejala penyakit hanya
dijumpai pada pasien dengan pembesaran prostat yang lebih dari 40 cm3. Efek
samping yang ditimbulkan antara lain turunnya libido, berkurangnya volume
ejakulasi, dan impotensi. Penurunan PSA dijumpai pada sekitar 50% pasien yang
dirawat dengan menggunakan 5 reduktase inhibitor sehingga mungkin saja hal
ini dapat mengganggu deteksi kanker. Laporan terakhir menyatakan bahwa
penggunaan finasteride dapat mengurangi kejadian tidak dapat berkemih (retensi
urin) dan kebutuhan tindakan bedah pada pria dengan pembesaran prostat dengan
gejala sedang sampai bera.
11,12


c) Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin
hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi
kombinasi tambahan sedang berlangsung.
11,12


d) Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan
untuk tujuan medis. Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk terapi BPH
25

akhir-akhir ini menjadi popular terutama di Eropa selama beberapa tahun terakhir.
Beberapa tumbuhan yang digunakan antara lain saw palmetto berry, kulit kayu
tumbuhan Pygeum africanuum, akar Echinacea purpurea dan Hypoxis rooperi,
serta ekstrak serbuk sari. Mekanisme dari fitoterapi ini sebagian besar tidak
diketahui dan belum dilakukan uji coba mengenai efektivitas dan keamanan dari
penggunaan obat-obatan ini.
11,12

Saw Palrnetto yang disebut juga Serenoa repens adalah obat tradisional Indian.
Catatan empirik tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan urologis sudah ada
sejak 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang kondusif bagi pemakaian
obat ini.
Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat
efektivitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment
(2001), dinyatakan bahwa Saw Palmetto dalam 18 RCT (randomized clinical trial)
dengan 2939 subjek adalah superior terhadap plasebo dan efektivitasnya sama
dengan finastride. ESO berupa disfungsi ereksi = 1,1% dan finastride = 4,9%.
Dalam Life Extension Update dimuat dari 32 publikasi studi terdapat catatan
bahwa ekstrak Saw Palmetto secara signifikan menunjukkan perbaikan klinis
dalam hal:
Frekuensi nokturia berkurang
Aliran kencing bertambah lancar
Volume residu dikandung kencing berkurang
Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga kuat menghambat
aktivitas enzim 5 alfa reduktase dan memblokir reseptor androgen, serta bersifat
antiinflamasi dan anti-udem dengan cara menghambat aktivitas enzim
cycloxygenase dan 5 lipoxigenase.
9

2.8.3. Terapi Bedah
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik
saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang
lama untuk melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila :
Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
Mengalami retensi urin
Mengalami infeksi saluran kemih yang berulang
26

Hematuria
Gagal ginjal
Timbul batu saluran kemih atau penyulit lain akibat saluran obstruksi saluran
kemih bagian bawah.

Terdapat beberapa macam pembedahan yaitu cara operasi terbuka (Open
Prostatektomy), Reseksi Prostat Transuretral (TURP) dan Insisi Prostat Transuretra
(TUIP).
1. Open Prostatektomy (operasi terbuka)
Indikasi absolut yang memerlukan pembedahan terbuka dibanding pilihan
bedah lainnya adalah terdapatnya keterlibatan kandung kemih yang perlu
diperbaiki seperti adanya divertikel atau batu kandung kemih yang besar. Prostat
yang melebihi 80-100 cm
3
biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan
pengangkatan prostat secara terbuka. Pembedahan terbuka mempunyai nilai
komplikasi setelah operasi seperti tidak dapat menahan buang air kecil dan
impotensi. Perbaikan klinis yang terjadi sebesar 85-100%. Open prostatectomy
dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik, perineal ataupun retropubik.
9,10
a) Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.

b) Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung,
drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik
di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih
rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk
bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah
terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi
inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini.
Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter
eksternal serta bidang operatif terbatas.


27

c) Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih
mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih
yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat
juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih
singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
8


2. Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat yang
menyumbat dibuang melalui sebuah alat (resektroskop) yang dimasukkan melalui
uretra (saluran kencing). TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak
mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan.
10

Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan
cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi
dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika.
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah
dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),
impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka
biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
8

28












3. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
TUIP merupakan suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul
prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi
uretra. Metode ini digunakan pada pasien dengan pembesaran prostat yang tidak
terlalu besar (30gram/kurang) dan umur relatif muda. Cara ini efektif dalam
mengobati banyak kasus BPH, dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan
mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya. Retrograde
ejakulasi terjadi pada 25% pasien.
9,10

2.8.4. Terapi minimal invasive
1. Laser
Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium YAG.
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang
dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation
of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy. Keuntungan terapi laser
adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin dilakukan
pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan tanpa perlu
dirawat di rumah sakit. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan jaringan untuk
pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter yang lebih lama,
keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang mahal. Efek samping yang
pernah dilaporkan di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri pasca operasi (3%),
retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi (1%).
11,12
Transurethral resection of the prostate (TURP)

29

2. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus
tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan
cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TURP.
12

3. Microwave Hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau
rektum sampai suhu 42-45C sehingga diharapkan terjadi koagulasi.
Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya
mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45C, alat
pendingin tidak diperlukan.
8,9

4. Trans urethal needle ablation (TUNA)
Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang
akan melaluli uretra. Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi
sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan
mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di
jaringan prostat.
8,9
5. High Intensity focused ultrasound (HIFU)
High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas.
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound
dengan intensitas tinggi dan terfokus.
11,12
6. Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan
endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.
Dilakukan pada pasien dengan harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan
anestesi atau pembedahan.
11,12
7. Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan
fossa prostatika dan leher buli-buli. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat
kurang dari 40 gr, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan.
11,12




30

2.9. KOMPLIKASI
1) Perdarahan.
2) Pembentukan bekuan
3) Obstruksi kateter
4) Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5) Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam
epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu
terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant
prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna
keperluan hubungan seksual.
6) Infeksi
8


2.10. PROGNOSIS
Kelangsungan hidup
Pada umumnya prognosis penyakit ini baik jika diobati dengan cepat dan tepat.
Beberapa kasus BPH dapat menyebabkan masalah serius di sepanjang waktu. Retensi
urin dan tekanan pada buli-buli mengakibatkan terjadinya infeksi saluran kemih,
kerusakan ginjal, batu buli-buli, inkontinensia urine (ketidakmampuan mengontrol
urine). Jika kerusakan buli-buli sudah permanen, pengobatan BPH sudah tidak efektif
lagi. Bila BPH dapat dideteksi lebih dini akan bisa mencegah komplikasi yang lebih
lanjut.
Penderita yang mempunyai keluhan pada BPH sering membutuhkan pengobatan.
Tetapi, beberapa peneliti mempertanyakan apakah pengobatan dini dibutuhkan pada
beberapa kasus BPH yang ringan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa
pengobatan dini mungkin tidak dibutuhkan karena keluhan-keluhan penderita bisa
hilang sendiri tanpa pengobatan pada kasus BPH ringan. Meskipun demikian, mereka
menyarankan untuk melakukan check up untuk memantau perkembangan dini. Jika
kondisi ini berlanjut ke hal yang bisa membahayakan pasien, maka dibutuhkan segera
pengobatan.
6


31

Kelangsungan organ
Pada BPH terjadi penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang
dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-
papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi
penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam
lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang
corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel
limfosit.
Perubahan yang terjadi masih bersifat irreversible. Oleh karena itu, jika diobati
dengan cepat dan tepat, hal ini masih bisa diperbaiki. Meskipun akan menimbulkan
jaringan parut. Terkadang pula, keluhan yang dirasakan penderita bisa muncul lagi.
Oleh karena itu, diperlukan penangan operasi. Pada operasi, jaringan yang membesar
akan dibuang sehingga hanya akan meninggalkan jaringan yang sehat pada tubuh
penderita.
6

2.11. PENCEGAHAN
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya
saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,
yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha
reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi
dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya
adalah :
1) Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
2) Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
3) Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4) L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan
ke susunan syaraf pusat.
5) Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.
4

32

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
Mengurangi makanan kaya lemak hewan
Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan
laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan ideal
5


33

BAB III
KESIMPULAN

BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor
penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan
tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan
untuk memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
BPH hanya terjadi pada laki-laki (hal ini karena pada wanita tidak terdapat kelenjar
prostat). Penyakit ini sering didapatkan pada usia 40 tahun ke atas.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat hubungannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (penuaan).
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor
ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas.
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS),yang dibedakan menjadi: Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun
pada malam hari untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria). Gejala obstruktif adalah pancaran melemah,
rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus
mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi
urin dan inkontinen karena overflow. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada
pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan niksi, meningkatkan kualitas
hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal
ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit.
34

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk
pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (skor IPSS < 7), dapat dengan
hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perdarahan, embentukan bekuan, obstruksi
kateter, disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan, infeksi, serta komplikasi lainnya
yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior.
Pada umumnya prognosis penyakit ini baik jika diobati dengan cepat dan tepat. BPH
dapat dicegah dengan mengurangi makanan kaya lemak hewan, meningkatkan makanan kaya
lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam
produk kedelai), makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari, berolahraga secara rutin,
dan mempertahankan berat badan ideal.


35

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan
Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997.
2. Purnomo.BB. Dasar dasar Urologi. Edisi Kedua, Pererbit CV Sagung Seto; Jakarta 2003.
3. Sabiston, Buku Ajar Bedah bagian 2, Penyakit Saluran kemih, EGC, Jakarta.1994.
4. Argie, Donny,dr. PEMBESARAN PROSTAT JINAK (Benign Prostate Hyperplasia). Di
unduh dari : http://argie-health.blogspot.com/, di akses pada tanggal 10 Agustus 2010.
5. Hartanto, Y.D. KONSEP DASAR BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA). Di
unduh dari : http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-
bph.html. Di akses pada tanggal 10 Agustus 2010.
6. Shanty, Putri Nilla. PRESUS RADIOLOGI PURWOREJO (PUTRI NILLA SHANTY)
ULTRASONOGRAFI PADA HIPERTROFI PROSTAT. Di unduh dari :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=PRESUS+RADIOLOGI+PURWOREJ
O+%28PUTRI+NILLA+SHANTY%29+ULTRASONOGRAFI+PADA+HIPERTROFI+
PROSTAT, di akses pada tanggal 10 Agustus 2010.
7. Glenn Gerber, Benign Prostatic Hyperplasia, di unduh dari : www.medicinenet.com, di
akses pada tanggal 10 Agustus 2010.
8. Mayenru, Yayan Akhyar, Benign Prostatic Hyperplasia. Di unduh dari :
www.yayanakhyar.wordpress.com, di akses pada tanggal 10 Agustus 2010.
9. Ikhwan, Pembesaran Prostat, di unduh dari : www.wartamedika.com, di akses pada
tanggal 10 Agustus 2010.
10. Benign Prostatic Hyperplasia, di unduh dari: http://www.oakbrookurology.com/bph.htm,
di akses pada tanggal 10 Agustus 2010
11. Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostate Hyperplasia/BPH), di unduh dari :
http://www.klikdokter.com/illness/detail/12. di akses pada tanggal 10 Agustus 2010
12. Benign Prostatic Hyperplasia, di unduh dari :
http://www.irwanashari.com/2009/12/benign-prostatic-hyperplasia.html, di akses pada
tanggal 10 Agustus 2010.

Anda mungkin juga menyukai