Stop Perpeloncoan, Titik
Stop Perpeloncoan, Titik
Catatan: Artikel ini ditulis akhir Sept 2003 dan belum sempat
dipublikasikan
Rasa mual, sedih, putus asa, amarah dan geram bercampur menjadi satu dalam diri
saya tatkala menonton tayangan Televisi (TV) swasta SCTV pada Minggu malam 21
September 2003 lalu. Diperlukan ketenangan diri dan “syaraf baja” untuk menyaksikan
tayangan yang mengupas kejadian amoral di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri
(STPDN) tersebut hingga tuntas. Walaupun terkadang samar karena kejadian yang direkam
dengan kamera video amatir itu berlangsung malam hari, namun apa yang tertayang dilayar
Memang ada yang berhasil menahan pukulan tangan dan tendangan sambil meringis,
namun banyak pula yang terjengkang. Ada yang “melingker” seperti ular sambil memegang
perutnya yang baru saja kena pukulan tangan sejenis “hook” yang diayun sekuat tenaga dari
bawah, ada pula yang terjungkir balik ke belakang setelah menerima tendangan melayang
dibagian dada, atau bahkan ada yang tidak bisa bangun lagi setelah dipukul dengan dua
tangan yang diayunkan dari atas kebagian dada untuk kemudian digotong keluar arena.
Bahkan ada yang tega bertindak pengecut memukul dari belakang lalu kabur disaat senior
lainnya menghajar dari depan. Sungguh tiada kata dan tata bahasa manapun yang bisa dan
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch6/2420742.doc
Page 1 of 4
pantas digunakan untuk menggambarkan rentetan siksaan yang dilakukan oleh para senior
Tak karuan, setelah melihat tayangan tersebut, maka saya pun tidak mampu lagi
membaca berbagai tulisan-tulisan yang mengupas berbagai siksaan yang dialami siswa
STPDN ataupun bilur-bilur kepiluan yang dirasakan oleh keluarga siswa yang harus
Kemudian pikiran sayapun tiba-tiba melayang kembali ke awal tahun 80-an persisnya
tahun 1982. Saat itu debu abu letusan gunung Galunggung menyelimuti kota Bandung.
Suara teriakan dan hardikan tak henti-hentinya terdengar dari dalam Taman Ganesha, persis
di depan pintu gerbang Institut Teknologi Bandung (ITB). Tak lama berselang terdengar
pula suara nyanyian dan suka cita. Rasa ingin tahu sebagai seorang mahasiswa baru yang
datang dari daerah mendorong saya untuk melihat langsung apa yang terjadi disana.
Bersama beberapa teman, dari celah rimbunnya tanaman dan bunga bisa disaksikan bahwa
di dalam taman itu sedang berlangsung aneka ragam perpeloncoan dari beberapa jurusan di
ITB. Senior jurusan “ngerjain” yuniornya yang hendak masuk himpunan. Namun hampir
tidak ada terlihat kontak fisik antara senior dan yuniornya. Semua berjalan dengan “sesuai
aturan”. Sekali lagi tidak ada pukulan, tamparan apalagi tendangan melayang ala Jacky
Chan atau Bruce Lee sebagai bagian dari kontak fisik antara panitia dengan yang dipelonco.
Kemudian terlintas pula berbagai bayangan perpeloncoan yang pernah saya alami.
Hampir sama dengan kejadian yang menimpa senior di atas saya, kami pun menjalani
berbagai bentuk variasi perpeloncoan untuk masuk himpunan jurusan. Sebagai mahasiswa
yang haus akan pengalaman baru dan juga karena keterbatasan dana pendidikan, sayapun
memutuskan untuk masuk asrama di jalan Ganesha 15F. Berbagai bentuk perpeloncoan pun
kembali saya jalani. Mulai dari harus bangun paling pagi, menjaga tersedianya air,
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch6/2420742.doc
Page 2 of 4
menghidupkan dan mematikan lampu rumah dan taman, mematikan TV dimalam hari dan
puluhan bentuk pembinaan mental. Hukuman tetap ada baik karena kesalahan pribadi
ataupun kesalahan kolektif sesama yunior. Namun sekali lagi, tidak ada kontak fisik antara
senior dengan yang dipelonco. Mungkin itulah yang membedakan perpeloncoan yang saya
dan juga mahasiswa perguruan tinggi lain dengan yang harus dialami oleh mahasiswa
***
Rasanya tidaklah banyak manfaatnya pada saat-saat seperti sekarang ini untuk
menggali lebih jauh asal usul perpeloncoan. Akan terkesan mubazir dan percuma.
perpeloncoan. Harus ada keputusan yang tegas, hitam atau putih. Bukan abu-abu. Terlebih
lagi melihat reaksi-reaksi “norak” dari para elite pimpinan yang masih senang berdebat
tanpa ada keputusan tegas tentang perpeloncoan. Kita sudah terlalu kejam dan tega
Hampir setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan menengah dan tinggi di
Republik ini mengenal perpeloncoan dalam berbagai bentuk dan variasinya. Ada yang
mengenalnya sejak masuk sekolah menengah tingkat pertama, sekolah menengah tingkat
kenangan, nostalgia atau malah”nightmare” bagi setiap orang. Ada yang pro, tentu ada pula
yang kontra.
Mengapa kita harus menegaskan sikap menghadapi berbagai bentuk perpeloncoan ini?
Ada beberapa alasan. Pertama, darah dan jiwa muda baik untuk senior dan yunior yang
dipelonco memang tidak mudah dikendalikan. Hampir dapat dipastikan akan terjadi
penyimpangan dari aturan main yang telah disepakati antara pimpinan sekolah dengan
panitia. Kedua, tugas-tugas yang diberikan oleh senior walaupun sudah dibuat dengan
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch6/2420742.doc
Page 3 of 4
kreatifitas dan inovasi tinggi untuk berbiaya murah, masih akan dirasakan mahal pada saat
kondisi keterpurukan ekonomi masih berlangsung. Kalaupun murah, waktu yang sangat
terbatas mengakibatkan biaya tinggi juga. Ketiga, kecenderungan yang ada saat ini berbagai
bentuk perpeloncoan sering diadakan diluar sekolah atau kampus sehingga sangat sulit
kecelakaan dengan menyediakan peralatan dan tenaga medik yang memadai sering
diremehkan. Terakhir, berbagai bentuk perpeloncoan yang dilaksanakan oleh para senior ini
sudah tidak dijumpai lagi di banyak negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Berbagai pertimbangan di atas dan kondisi negara yang sangat membutuhkan banyak
perhatian di berbagai sisi kehidupan diharapkan mampu membuka mata para pengambil
kondisi ini. Jujur saja, pekerjaan tidaklah layak untuk diproyekkan yang harus menunggu
siklus perencanaan dan pembiayaan pembangunan selama satu tahun. Stop perpeloncoan.
________
/var/www/apps/collegelist/repos/collegelist/trunk/collegelist/tmp/scratch6/2420742.doc
Page 4 of 4