Anda di halaman 1dari 34

Terapi Cairan

Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi


syok dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi
Tujuan : Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya,
menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan
cairan sehari
Penilaian klinis kebutuhan cairan :
Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat
Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time
kembali cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat
Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi hipervolumia
Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal
Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit
cairan berat
Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia

Jalur masuk Cairan :
Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric
Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena
Intraoseous : pada pasien balita

Jenis-jenis cairan :
Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, larutan air tajin dll.
Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi

Cairan parenteral
Kristaloid :
Kelompok cairan non ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar
Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravascular
Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama
kehilangan cairan interstisial.
Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis
Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl
0,9%

Koloid :
Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan
onkotik
Sebagian besar menetap di intravaskuler
Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke
intravaskuler
Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis
Harganya mahal
Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan
menyebabkan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin

Transfusi darah :
Dipertimbangkan pemberiannya bila hemodinamika tidak stabil meskipun
cairan sudah cukup banyak dan hemoglobin < 7 g/dl serta pasien masih
berdarah kecuali pada penderita jantung, hemoglobin < 10 g/dl harus
ditranfusi
Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross
check darah
Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria,
hepatitis, HIV dan lain-lain
Dapat menyebabkan reaksi tranfusi
Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood Concentrate (WBC).
Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive
Dangers). Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal,
Dangers = berbahaya karena bisa menyebabkan reaksi transfusi dan
penyebaran penyakit.

Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood
Loss) :
Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 4 kali EBL
Koloid
Gelatin : 2 kali EBL
Dekstran, HES : 1 kali EBL

Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh
yang tadinya terhenti atau terganggu

Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal

Diagnosis :
Gangguan sirkulasi yang mengancam j N \iwa terutama jika terjadi henti jantung dan
syok :
1. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis
dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung
(primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi
2. Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba
dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary
refill time > 2 detik)
Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada
daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat
dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10
detik.

Tanda-tanda sirkulasi normal :
Perfusi perifer : teraba hangat, kering
Warna akral : pink/merah muda
Capillary refill time : < 2 detik
Denyut nadi < 100
Tekanan darah sistole >90-100
Produksi urine 1 ml/kgBB/jam

Tanda klinis syok :
Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
Capillary refill time > 2 detik
Nafas cepat
Nadi cepat > 100
Tekanan darah sistole < 90-100
Kesadaran : gelisah s/d koma
Pulse pressure menyempit
JVP rendah
Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam
Bandingkan dengan tangan pemeriksa !
Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa


Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di :
- radialis : > 80 mmHg
- femoralis : > 70 mmHg
- Carotis : > 60 mmHg
Jenis-jenis syok :
1.Syok hipovolemik
Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat
stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan;
perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post
partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis.
Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi,
pada keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin,
pucat, lemah dan apatis
Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus
cairan kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan
melebihi dari cairan yang hilang.
Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.
2.Syok kardiogenik
Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung,
tamponade jantung, tension pneumotoraks
Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia
seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP,
dapat disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan
tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)
Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah
cairan), pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk
tamponade jantung dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada
ICS II untuk tension pneumotoraks
4. Syok septik
Penyebab : proses infeksi berlanjut
Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin,
vasokontriksi.
Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure
60 mmHg).
Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber
infeksi
Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor
seperti dopamine
5. Syok anafilaksis
Penyebab : reaksi anafilaksis berat
Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan
binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat.
Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan
Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi
abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda
hipotensi
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik karena dehidrasi

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan
Dehidrasi ringan :
Kehilangan cairan tubuh
sekitar 5 % BB
Selaput lendir kering, nadi
normal atau sedikit
meningkat
Pergantian volume cairan
yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL)
Dehidrasi sedang :
Kehilangan cairan tubuh
sekitar 8 % BB
Selaput lendir sangat
kering, lesu, nadi cepat,
tekanan darah turun,
oligouria
Pergantian volume cairan
yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL)
Dehidrasi berat :
Kehilangan cairan tubuh >
10 %
Selaput lendir pecah-pecah,
pasien dapat tidak sadar,
tekanan darah menurun,
anuria
Pergantian volume cairan
yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL)

Syok hipovolemik karena perdarahan :
Menurut Advanced Trauma Life Support
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan
Kelas I : kehilangan volume
darah < 15 % EBV
Hanya takikardi minimal,
nadi < 100 kali/menit
Tidak perlu penggantian
volume cairan secara IVFD
Kelas II : kehilangan
volume darah 15 30 %
EBV
Takikardi (>120 kali/menit),
takipnea (30-40 kali/menit),
penurunan pulse pressure,
penurunan produksi urin
(20-30 cc/jam)
Pergantian volume darah
yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) sejumlah 3 kali volume
darah yang hilang
Kelas III : kehilangan
volume darah 30 - 40 %
Takikardi (>120 kali/menit),
takipnea (30-40 kali/menit),
Pergantian volume darah
yang hilang dengan cairan
EBV perubahan status mental
(confused), penurunan
produksi urin (5-15 cc/jam)
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) dan darah
Kelas IV : kehilangan
volume darah > 40 % EBV
Takikardi (>140 kali/menit),
takipnea (35 kali/menit),
perubahan status mental
(confused dan lethargic),
Bila kehilangan volume
darah > 50 % : pasien tidak
sadar, tekanan sistolik sama
dengan diastolik, produksi
urin minimal atau tidak
keluar
Pergantian volume darah
yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) dan darah
Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB
Tatalaksana mengatasi perdarahan :
Airway (+ lindungi tulang servikal)
Breathing (+ oksigen jika ada)
Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi syok
2. Cari dan hentikan perdarahan
3. Ganti volume kehilangan darah
Posisi syok
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45
o
. 300 500 cc
darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.
Gambar 3. Posisi syok

2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
Tekan sumber perdarahan
Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)
Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung
tangan atau plastik sebagai pelindung !
Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan

Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam !
3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.
4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang
paha (femur), kulit kepala (anak)
5. Lokasi dan Estimasi perdarahan
Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
Fraktur pelvis : 3 liter
Hemothorak : 2 liter
Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
Luka sekepal tangan : 500 cc
Bekuan darah sekepal : 500 cc
Catatan :
1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera
lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli
bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)
2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah
merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat
menyebabkan hipotermi.

re: Resusitasi Cairan pada Kegawatan Medis
Resusitasi Cairan pada Kegawatan Medis
0
.00 / 5 5
1 / 5
2 / 5
3 / 5
4 / 5
5 / 5
0 votes, 0.00 avg. rating (0% score)
Berdasarkan definisinya pasien gawat / kritis adalah pasien yang secara fisiologis
tidak stabil, artinya sedikit saja ada perubahan pada organnya akan membawa
dampak yang menyeluruh ( sistemik ) dan memungkinkan untuk terjadi gagal organ
multiple ( multi organ failure = MOF )
Oleh karena itu target pengelolaan pasien gawat adalah mencegah terjadinya MOF,
dengan jalan mengusahakan agar fungsi organ terjamin dengan segera.
Dari biologi molekuler diketahui bahwa penyebab sel ( organ ) terancam
kehidupannya ialah karena ( salah satunya dan terutama ) kekurangan oksigen
(hypoxia ).
Yang bertanggung jawab terhadap penyediaan oksigen agar sampai ke tingkat sel
ialah system respirasi ( yang berfungsi memindahkan oksigen dari udara luar ke
alveoli ) dan system kardiovaskuler ( yang berfungsi membawa oksigen dari alveoli
ke sel seluruh tubuh ). Dalam melaksanakan fungsi kardiovaskuler tersebut, salah
satu komponen yang berperan membawa oksigen adalah haemoglobin ( yang
terdapat di dalam sel darah merah ) yang berada dalam suatu cairan ( yang disebut
sebagai plasma darah ) yang berada di pembuluh darah. Jadi jelas bahwa resusitasi
cairan ( terutama pada pasien gawat medis ) merupakan suatu tindakan yang sangat
penting.

FISIOLOGI CAIRAN TUBUH

J umlah cairan.
Jumlah cairan dalam tubuh manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan berat
badan. Secara kasar jumlahnya berkisar antara 55 60 % dari berat badan.
Penyebran cairan
Prosentase penyebaran cairan tubuh secara kasar adalah :
Di dalam sel ( cairan intra sel = CIS ) : 55 %.
Di luar tubuh ( cairan exstra sel = CES ) : 45 %.

Secara specific seperti pada schema 2 berikut :

Table 1.
NO UMUR JENIS KELAMIN JUMLAH ( % BB )
1 0 -1 bulan - 75,7
2 1 12 bulan - 64,5
3 1 10 tahun - 61,7
4 10 16 tahun Laiki laki 58,9
perempuan 57,3
5 17 19 tahun Laiki laki 60,6
perempuan 50,2
6 40 59 tahun Laiki laki 54,7
perempuan 46,7
7 > 60 tahun Laiki laki 51,5
perempuan 45,5
Table 2.
Jumlah cairan = 60 % berat badan
Cairan intra sel ( CIS ) = 55 % Cairan exstra sel ( CES ) = 45 %
Sel sel lain
= 50 %
Sel darah
merah = 5 %
Yang berfungsi Trans seluler
Plasma = 7 % Cairan inter
stitial = 20 %


Komposisi cairan
Komposisi cairan intra sel, intra vascular dan interstitial adalah sebagai berikut :

Table 3.
No Komponen Pembuluh
darah
(meq/L)
Interstitial
(meq/L)
Intre sel
( meq/L)
1 Na+ 140 145,5 12
2 K + 4,5 4,8 160
3 Ca ++ 5,0 2,8 -
4 Mg ++ 1,5 1,0 34
5 Cl - 104 116,6 2
6 HCO3- 24 27,4 10
7 SO4 - 1 1,2 -
8 Phosphate 2 2,3 140
9 Protein 15 2,0 54
10 Anion lain 5 5,6 -

Pengendalian cairan tubuh
Secara fisiologis cairan di dalam tubuh dikendalikan melalui organ organ, antara
lainkulit, ginjal, paru, melalui siatem hormonal yaitu ADH (Anti Diuritic Hormon),
aldosteron.
Pengendalian tersebut diperlukn untuk menjaga agar volume cairan ( terutama
cairan intra vaskuler ) stabil, sehingga curah jantung ( cardiac out put ) tercukupi.
Hipotese STARLING
Di dalam runag intravaskuler dan interstitial terdapat tekanan hidrostastik yang
bersifat mendorong cairan kearah luar yang disebabkan oleh cairah itu sendiri dan
tekanan onkotik yang bersifat menahan cairan di dalam yang di sebabkan oleh
adanya partikel besar dalam cairan ( dalam hal ini protein / albumin ).
Keseimbangan antara kedua macam tekanan ( tekanan hidrostastik dan tekanan
onkolik ) di dalam vaskuler dan exstra vaskuler dapat di rumuskan dengan rumus
sebagai berikut :
Q = K { ( Pc Pt ) ( c t ) }
Keterangan :
Q : aliran cairan.
K : konstanta.
Pc : tekanan hidrostastik dalam kapiler.
Pt : tekanan hidrostastik dalam rongga interstitial.
: keofisien refleksi.
Menunjukkan tingkat permeabilitas dinding kapiler terhadap partikel besar ( dalam
hal ini protein ).
= 1 : bila tidak terjadikebocoran.
= 2 : bila bocor sempurna.
c : tekanan onktik dalam kapiler.
t : tekanan onkotik dalam rongga interstitial.
STATUS CAIRAN PASIEN KRITIS

Volume cairan intra vascular pada kebanyakan pasien kritis adalah berkurng, oleh
karena itu segala usaha untuk memperbaiki volume cairan intra vaskuler harus
dilaksanakan agar cardiac out put tercukupi sehingga perfusi keseluruhan
jaringan baik dan dengan demikian oksigenasi baik.
Berarti tujuan memberi infuse cairan pada pasien kritis adalah restorasi cairan intra
vaskuler.
Penentuan status cairan pasien kritis.
1. estimasi jumlah perdarahan berdasar atas gejala.

Klas I Klas II Klas III Klas IV
Jumlah perdarahan ( ml ). - 750 750 1500 1500
2000
> 2000
Jumlah perdarahan(% vol.
drh)
- 15 30 40 30 40 >40 %
Frekwensi Nadi (kali/menit) < 100 > 100 > 120 > 140 %
Tekanan darah Normal Normal
Tekanan nadi ( mmHg ) N/
Frekwensi nafas (
kali/menit)
14 20 20 30 30 40 > 35
Jumlah urine ( cc/jam ) > 30 20 30 5 15 0
kesadaran Gelisah
(ringan)
Gelisah
(sedang)
Gelisah /
bingung
letergi


Catatan : harga harga di atas untuk pasien laki laki berat badan 70 kg.
1. estimasi kekurangan cairan atas dasar pemeriksaan fisik.
1. atas dasar pemeriksaan tekanan darah dan nadi.

Vol darah
( ml )
Terlentang Duduk
Tek. drh Nadi Tek. drh Nadi
Normal N N N N
( ) 500 N N N N/
( ) 1000 N N/ N/
( ) 1500 N/ /
( ) 2000 / /

1. Atas dasar tanda fisik lain.

Derajat dehidrasi % kehilangan
cairan
Tanda dan gejala
Ringan 2 5 % Haus, jumlah urine turun, jumlah
keringat turun
Sedang 5 10 % Sanagt haus, mual, ketiak dan lipat
paha kering, takhikardi, hipotensi
ortostastik, CVP menurun, turgor
menurun, apatis, oliguri,
hemokonsentrasi.
Berat / fatal 10 15 % Stupor, hipotensi, oliguri berat
sampai an uria, masa otot menurun,
vena jugularis kolap pada posisi
baring, nadi kecil/ tak teraba, syok,
koma mati.

Jenis cairan.
Kristaloid : adalah cairan yang sebagian besar berisi partikel ion Na sebagai
partikel aktif dalam penentuan osmolaritas. Mis : NaCl, Ringer Laktat, Ringer
Solution.

Koloid : adalah cairan yang berisi partikel berberat molekul besar yang sulit
melewati dinding kapiler. Mis : albumin, dextran, hidroxy ethil starch, gelatin.


Efek pemberian cairan terhadap kompartemen cairan tubuh.

Secara schematis efek tersebut adalah sebagai berikut :

KOMPARTEMEN
CAIRAN TUBUH
Glukose
5 %
Kristaloid
isotonis
Kristaloid
hipertonis
Koloid
iso-
onkotik
Koloid
hiper-
onkotik
INTRA VASKULER


INTERSTITIEL

-
INTRA SEL

- -
Efek infuse 1 liter cairan koloid terhadap kompartemen tubuh ( 70 ) kg adalah
sbb :
Macam larutan Vol. plasma Volume
interstitiel
Volume intra
sel
Albumin 5 % 1000 - -
Haemacel 700 300 -
Gelafundin 1000 - -
Plasmafusin 1000 - -
Dextran 40 % 1600 ( ) 260 ( ) 340
Dextran 70 % 1300 ( ) 130 ( ) 170
Expafusin 1000 - -
HES steril 6 % 1000 - -
HES steril 10 % 1450 ( ) 450 -

Lama cairan koloid berada di dalam intra vaskuler adalah sbb
Macam larutan Waktu ( jam )
6 % / 10 % HES 200 / 0,5 4 8
6 % HES 200 / 0,6 8 12
6 % HES 450 / 0,7 8 12
6 % Dextran 70 6 8
10 % Dextran 40 3,5 4,5
4 % Plasmafusin 4 6
5 % Albumin ( 500 ml ) 3,5 4,5
25 % Albumin ( 100 ml ) 3,5 4,5
Gelatin 1,5 2
Prinsip resusitasi cairan
1. Tentukan besar kekurangan volume cairan , atas dasar amamnese,
pemeriksaan fisik dan bila perlu laboratories.
2. Tentukan macam cairan yang hilang atas dasar patofiologis penyakit yang kita
hadapi.
Misalnya :
Pada perdarahan seluruh komponen dalam plasma ikut hilang ( termasuk protein )
yang berarti tekanan onkotik akan turun bila hanya dig anti dengan cairan kristaloid
saja ( prinsip hemodilusi ).
Pada gastroenteritis cairan dan elektrolit saja yang hilang.
Pada sepsis terjadi kebocoran kapiler sehingga partikel dengan molekul relative kecil
( termasuk albumin ) akan keluar sehingga tekanan onkotik akan menurun.
3. Pilih cairan yang akan kita gunakan untuk mengganti, bila diperkirakan tekanan
onkotik turun, berikan cairan koloid. Sebagai pagangan kasar ( pada resusitasi
perdarahan ) setiap 2000 2500 cc cairan kristaloid berikan 500 cc cairan
koloid.
4. Tentukan lama / waktu pemberian. Pasien kritis / gawat harus segera mungkin
tercukupi jumlah cairannya, sebab targetnya adalah mencukupi cardiac out
put. Oleh karena itu dalam waktu 6 jam harus tercapai targetnya.

Pemantauan.

Pemantauan resusitasi cairan di tujukan pada dua pokok utama, yaitu :

1. Evaluasi terhadap target resusitasi.
Target resusitasi adalah mencukupi cardiac uot put. Berarti bila cardiac out put
tercukupi maka perfusi ke jaringan akan baik. Oleh sebab itu pemantauan di tujukan
pada perfusi jaringan. Yaitu :
Tingkat kesadaran akan terjadi perbaikan.
Fungsi organ organ :
Fungsi respirasi respirasi adekuat
Fungsi saluran cerna peristaltic, absorbsi nutrient membaik.
Fungsi saluran kemih produksi urine 1 cc / kg bb / jam.
Tekanan darah dan nadi terjadi perbaikan kwalitas.

1. Pemantauan terhadap efek samping.

Kelebihan cairan :
o Edema paru hypoxia, ronkhi basah.
o Edema perifer.

Sehubungan dengan tehnik infuse :
o Ektra vasasi.
o Phlebitis.
o Thrombus.
o Adanya udara.

Sehubungan dengan reaksi :
o Mengigil demam.
o Reaksi anafilaktis.
Info Keseimbangan Cairan Tubuh & Terapi Cairan (Kristaloid,Koloid,etc)
Keseimbangan Cairan Tubuh & Terapi Cairan (Kristaloid,Koloid,etc)
Posted by badrut tamam Senin, 11 Maret 2013 0 comments
Dalam tubuh kita mengenal istilah Total Body Water (TBW) atau berat total seluruh
cairan dalam tubuh kita. berat cairan dalam tubuh kita berkisar 60% dari berat badan
kita. Hal ini menunjukan komponen terbesar dalam tubuh kita adalah air, bukan otot.
Perlu diketahui, semakin kurus seseorang TBWnya akan semakin tinggi. Namun,
bila orangnya gemuk, TBW akan semakin rendah. Hal ini disebabkan orang gemuk
berisi lebih banyak lemak, sehingga TBWnya lebih rendah. Itu mengapa
kebanyakan orang gemuk akan lebih mudah haus dan mengalami dehidrasi.

60% air dalam tubuh kita, terbagi dalam 3 komponen utama. cairan intraselular,
cairan interstisium, dan cairan plasma, dengan komponen terbanyaknya yakni cairan
intraselular.

Untuk memudahkan cairan plasma dan interstisium dipisahkan oleh membran
kapiler. sedangkan cairan interstisium dan intrasel dipisahkan oleh membran sel.
Walaupun punya memiliki kompartemen masing-masing, namun komposisi diantara
ketiganya bisa berubah karena pengaruh lain, sebagi contoh pasien yang diberikan
terapi cairan secara berlebihan dapat terkena edema paru di cairan
ekstraselulernya. Hal ini akan dijelaskan di bawah.

Setelah berbicara mengenai pembagian cairan dalam tubuh kita, sekarang kita akan
membahas mengenai KOMPOSISI CAIRAN


Cairan Plasma. Cairan plasma mengandung Kation Na & K dimana jumlah ion Na
lebih banyak daripada K, sedangkan untuk anionnya adalah Cl. (transport pasif)
Cairan Interstisium. Mirip dengan plasma kok. (transport pasif)
Cairan Intrasel. Pada cairan ini jumlahnya terbalik, K lebih banyak daripada Na
(transport aktif)
Keseimbangan cairan dalam tubuh digambarkan sebagi berikut:
Misalnya dalam kondisi normal, tekanan hidrostatik di INTRAVASKULER = 40
mmHg sedangkan di INTERSTISIUM = 30 mmHg. Hal ini berarti terdapat driving
force sebesar 10 mmHg yang akan mendorong cairan dari intravaskular keluar
menuju interstisium.
Namun bila kita masih melakukan rehidrasi pada pasien dengan kondisi normal
seperti ini, misalnya kita beri IV line Ringer Laktat 1000 ml dalam 30 menit maka
akan meningkatkan volume cairan intravaskular (tadinya 40, jadi 70 misalnya).
Namun tekanan di interstisium tetap 30, sebab volumenya tidak bertambah.
Sekarang driving forcenya meningkat, yang tadinya cuma 10 menjadi 40, sehingga
cairan intravas keluar lebih banyak lagi ke interstisium dan terjadilah penumpukan
cairan di interstisium. Hal inilah yang menjelaskan kenapa bisa terjadi edema paru
pada pasien tertentu.

Sekarang mari kita bahas TEKANAN ONKOTIK
tekanan onkotik dipengaruhi oleh molekul besar, seperti albumin. Tekanan onkotik
itu berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tetap berada di kompartemenya,
sehingga pada kondisi dimana tek.onkotik meningkat, tekanan onkotik ini akan
menarik cairan untuk masuk. Hal ini terlihat pada penambahan misalnya pada
penambahan koloid/albumin yang akan menyebabkan cairan intravaskular
meningkat karena albumin ini akan meningkatkan tekanan onkotik sehingga menarik
cairan di kompartemen sebelahnya (dalam hal ini interstisium).

RESUSITASI CAIRAN.
Terapi cairan terdiri dari 2 fungsi, yaitu resusitasi (mengembalikan) dan maintenance
(mempertahankan). Resusitasi berarti memberikan cairan dalam jumlah banyak
dalam waktu singkat dengan tujuan merestorasi cairan. Jenis cairan yang dapat
digunakan koloid atau kristaloid . Cairan koloid dan kristaloid mengandung elektrolit
yang sesuai dnegan osmolalitas plasma, sehingga dapat diberikan dalam waktu
cepat dengan jumlah yang banyak.

KAPAN perlu dilakukan resusitasi?
Pada percobaan bunuh diri dengan memotong arteri radialis yag kemudian
menyebabkan perdarahan hebat, pada pasien2 diare, kolera, dan pada masien
muntah2 hebat. dimana pada kondisi yang disebutkan terjadi kehilangan cairan yang
banyak.

Contoh cairan koloid: hidroksi, gelatin, albumin 5%, hesteril
Contoh cairan kristaloid: RL, Ringer asetat, Normal Saline atau NaCl 0,9%.

MAINTENANCE
Fungsi maintenance ini mirip dnegan fungsi untuk mempertahankan
homeostasis. Misalnya dnegan menggunakan elektrolit komposisi lengkap (Na, Cl,
K, Mg, Zn), atau cairan bernutrisi seperti dextrose, xylitol, asam amino, lipid dll.
Contoh cairan yang digunakan adalah KNMY, KNIB, KN 3A,triofulsin dll.


Sederhananya, untuk membedakan cairan untuk resusitasi dan untuk maintenance
kita bisa melihat komposisi cairan itu. Bila mengandung glukosa, protein, dan
lipidnya berarti digunakan untuk MAINTENANCE, sedangkan bila berisi albumin,
NaCl, berarti untuk RESUSITASI
Pada aplikasinya bila ada pasien shock, kita lakukan dahulu resusitasi cairan
(misalnya dengan RL). Bila pasien sudah dalam kondisi stabil, kita segera
mengganti cairan RL dengan cairan untuk maintenance seperti triofulsin. Bila pasien
tiba-tiba shock lagi, kita dapat mengganti lagi dengan RL.

Sekarang kita akan membahas lebih dalam jenis cairan..
KRISTALOID
Untuk memberikan cairan ini kita harus memperhatikan osmolalitas. Kelebihan dari
cairan kristaloid adalah tidak ada efek samping. Mudah dieliminasi tubuh dan murah.

DEXTROSE 5%
Dextrose 5% adalah cairan yang tidak mempunyai elektrolit, Na nya 0, Cl nya juga 0,
oleh karena itu cairna ini tidak boleh dipergunakan untuk resusitasi, karena justru
dapat menyebabkan swelling. Namun cairan ini dapat digunakan
untuk maintenance.

KOLOID
Cairan koloid mengandung berat molekul yang tinggi sehingga dapat bertahan lebih
lama di intravaskular (albumin 5% dapat bertahan 24 jam). Cairan jenis ini dapat
mempertahankan volume intravaskular lebih lama dibandingkan cairan kristaloid. .
Intinya semakin tinggi BM semakin lama di intravaskular. Namun tidak berarti
kita lantas memberikan cairan yang tinggi BM sebab efek samping dari BM yang
tinggi dapat berupa renal failure atau perdarahan tiba-tiba.

Pertanyaan terakhir. Mana yang lebih baik? Kristaloid tidak berefek smaping, murah
tapi tidak bertahan lama? ataukah cairan koloid yang mampu bertahan lebih lama di
intravaskular?
Menurut dosen saya, sebenernya mereka berdua sama aja, perdebatan mengenai
ini blum selesai hingga sampe sekarang. Ada yang pro kristaloid, ada yang pro
koloid, dan ada jga yang pro kombinasi keduanya.

PEMBAHASAN
Cairan tubuh
1. Kompartemen Cairan Tubuh
Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa distribusi
zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat cair.
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia
< 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat badan, dan pada bayi >1 tahun,
adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan, presentase
jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa
50-60% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan.
Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20%
berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi
menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah
ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan
perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel.
Cairan Intrasel
Merupakan cairan yang terkandung didalam sel.
Cairan Ekstrasel
Merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler
berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi:-
- Cairan Intravaskular
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang
dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari
eritrosit, leukosit dan trombosit.
- Cairan Interstisial
Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada orang
dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini.
- Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran
pencernaan.

Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non
elektrolit antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting
dalam cairan tubuh adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium
dan ion fosfat pada intrasel. Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah
menjadi partikel bermuatan listerik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam
mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit yang
tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam
interstisial tidak mengandungi protein. Perbedaannya seperti yang terlampir
dibawah.

Na K Mg Ca Cl HCO3 HPO4 SO4 Protein
Plasma darah 142 4 3 5 103 27 2 1 16
Cairan
interstisial 144 4 1,5 2,5 114 30 2 1 0
Cairan
intraselular 15 150 27 2 1 10 100 20 63
Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara
tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan
ini terganggu, ia biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah
tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala
tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah
pergerakan air.
Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik
akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong masuk ke interstisial yang
berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma,
sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan
mudah masuk ke interstitial.
2. Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari
Pada dewasa :
Air : 30-35 ml/kg
Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%
Na : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
K : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)
Pada bayi dan anak
Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
: 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg
(1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg)
: >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg
(1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)
Na : 2 mEq/kg
K : 2 mEq/kg
Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam table
berikut:

Caloric Needs Water Needs
Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg
Infant 125 1000-2000 100-150 150
Children 100 1500-2000 100-150 150
Adolescents 80 2200-3000 125 100
Adult
Bed rest 20-25 1600 90 25
Non sweating 30 2100 90-125 30
Sweating 35 3500 144 40-50
Work 45 3000-5000 125-150 60
Keseimbangan cairan masuk dan keluar.
Cairan Masuk Cairan Keluar
- Minuman : 800-1700 ml- Makanan :
500-1000 ml
- Hasil oksidasi : 200-300 ml
- Urin : Normal > 0,5 1 ml/kg/jam- Feses : 1
ml/hari
- IWL
: Dewasa : 15 ml/kg/hari
: Anak : (30 usia(th)) ml/kg/hari
3. Mekanisma Regulasi Tubuh
Ada dua mekanisma utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume
osmoler dan pengaturan volume non osmoler.
Pengaturan osmoler
- Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH)
Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat,
mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang
meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan
intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH.
ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga
menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler
akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume
cairan intravaskuler dipertahankan tetap.
- Sistem rennin aldosteron
Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan rennin
yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting
enzyme angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat, menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang
mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga
akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek
intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan
mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.
Jenis Cairan
1. Cairan intravena
Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan.
Cairan Kristaloid
Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000
Dalton ) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia
mudah dan cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume
yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan
ini mempunyai masa paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan
intravaskuler ke interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan
keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk
meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.
Contoh cairan yang tergolong cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl
0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%, Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS.
Cairan Koloid
Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton),
misalnya protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti
albumin dalam plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu
paruh koloid intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah
sama dengan volume darah yang hilang.
Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product (RBC), plasma protein
fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch).
Cairan Khusus
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya NaCl 3%, bic-nat,
mannitol.

Kristaloid Koloid
Efek volume intravaskuler -
Lebih baik ( efisien, volume lebih kecil,
menetap lebih lama)
Efek volume interstitial Lebih baik -
DO * sistemik - Lebih tinggi
Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab paru.
Sembab perifer Sering Jarang
Koagulopati - Dextran > kanji hidroksi etil
Aliran urine Lebih besar GFR menurun
Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang
Harga Murah Albumin mahal, lainnya sedang.
*DO = delivery oxygen
Pembahagian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya.
Cairan pemeliharaan (maintenance therapy)
Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit.
Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1.5 2 ml/kg/jam
Anak-anak : 2 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 6 ml/kg/jam
Neonates : 3ml/kg/jam
Mengingatkan cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka cairan
pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W.
Cairan pengganti (replacement therapy)
Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses
patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan
pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS,
D5RL, D5%+NS.
Cairan khusus
Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang digunakan adalah
bic-nat, NaCl 3%, dll.
Terapi Cairan pada Pembedahan
Cairan didalam tubuh dalam keadaan normal seharusnya mencukupi, ianya biasa
didapatkan dari makanan dan minuman. Dalam waktu 24 jam, air dan elektrolit bisa
keluar lewat air kemih, tinja, keringat dan uap air pernafasan. Sekiranya terjadi
ketidak seimbangan cairan didalam tubuh, akibat puasa lama, kerana pembedahan
salur cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah
yang masal dan lain-lain, maka dibutuhkan terapi cairan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Antara lain tujuan terapi cairan sendiri adalah :
Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
Memenuhi kebutuhan tubuh
Mengatasi syok
Mengatasi kelainan yang ditimbulkan kerana terapi yang diberikan
Sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin
Dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam-basa
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif :
Kondisi yang telah ada seperti Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi
renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit.
Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada.
Restriksi cairan preoperative.
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:
Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif:
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperative
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah
:
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik
Asidosis respiratorik
Alkalosis repiratorik
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari
pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat
dari :
kerusakan sel di lokasi pembedahan
Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
Pada penderita yang akan menjalani operasi, baik karena penyakitnya atau karena
adanya trauma pembedahan, maka akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis
tubuh. Antara lainnya adalah
Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau
trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita
tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.
Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan
yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stress
akan merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing
factor yang merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH.
Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma
meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma
lemak.
Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung sampai
hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu
pengaturan ADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh osmolalitas
cairan ekstraseluler.
Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan
volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk
pelepasan aldosteron.
Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki.
Terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan
metabolisme.
Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu
tergantung dari beberapa faktor :
rasa sakit dan kualitas analgesi
rasa takut dan sedasi yang diberikan
komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau
sepsis)
keadaan umum penderita
berat dan luasnya trauma
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut
merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi
gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal
dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat
hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah
elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai
penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi
cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water
loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan
cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
Kehilangan cairan saat pembedahan
Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction
pump)
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.
Kasa yang penuh darah (ukuran 44 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan
tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis
penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit
lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan.
Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan
pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi
dan lantai kamar bedah.
Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan
internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan
perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau
sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan
yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi
sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau
ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler
meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara
membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam
kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang
ekstraseluler.
Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
- Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
- Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
- Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya
retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
- Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan
urin hipotonis.
Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi (TCR) bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan
tubuh yang bersifat akut atau ekspensi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Contohnya pada keadaan luka bakar atau syok. TCR
ini dapat dilakukan dengan member infuse NS, Ringer Asetat(RA), atau bisa juga
RL. Cairan diberikan sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada keadaan syok
hemoragik, bisa diberikan 2-3 liter dalam waktu 10 menit.
Koloid dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik, ataupun syok hemoragik.
Antara lain yang bisa digunakan adalah, gelatin(hemaksel,gelafunin, gelafusin),
polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin).
Jika terjadi syok:
- Berikan oksigen dengan segera
- Berikan infuse isotonic RA, RL atau NS
- Jika tidak membaik dosis dapat diulang
Pertimbangan dalam melakukan resusitasi cairan.
- Medikasi harus diberikan secara i.v
- Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius, maka Na harus
dimonitor terutama dalam pemberian infuse dalam volume yang besar.
- Tranfusi diberikan bila hematokrik <30%
- Insulin diberikan bila kadar gula darah >200mg%
- Histamine H2 bloker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH
lambung tetap 7,0.
Terapi Cairan Rumatan
Terapi cairan rumatan (TCR) ini bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan
tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam, sedangakan untuk anak
digunakan rumus 4:2:1, iaitu:
0 10 kg : 4 ml/kgBB/jam
10 20 kg : tambahkan 2 ml/kgBB/jam
> 20 kg : tambahkan 1 ml/kgBB/jam
TCRdapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandungi karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengandungi karbohidrat ialah larutan KA-EN, dextran+saline, DGAA, Ringers
dextrose, dll.
Penatalaksanaan
1. Cairan Preoperative
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status
cairan ini dapat dari :
Anamnesis
Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus, kapan BAK terakhir,jumlah dan
warna.
Pemeriksaan fisik
Didapatkan tanda-tanda obyektif dari status cairan, tekanan darah, nadi, kulit, berat
badan, kulit, abdomen, mata, dan mukosa.
Laboratorium
Pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein.
Defisit cairan diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada fasa awal, pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi sedikit meningkat,
belum ada gangguan cairan dan komposisinya serius. Dehidrasi pada fasa in terjadi
jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fasa moderat, di tandai dengan rasa haus, mukosa kering, otot lemah, nadi cepat,
dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fasa lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda-tanda shock kardiosirkulasi,
terjadi pada kehilangan cairan 7-15% BB. Kegagalan penggantian cairan dan
elektrolit, biasanya menyebabkan kematian. Biasanya pada kehilangan cairan 15%
BB atau lebih.
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum
induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama
pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan
cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam
fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya
tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau
parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan
mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak
2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera
diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi
tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5 ml/kgBB.
2. Terapi cairan selama pembedahan
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan
dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan,
translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan
tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk
pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam
berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
Fluid shift Example of Operation Rates
Minor Tendon repairTympanoplasty 0 3 ml/kg/hr
Moderate HysterectomyInguinal hernia 6 ml/kg/hr
Major
Total hip replacementAbdominal case with
peritonitis 9 ml/kg/hr
Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume =
taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan
penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala
tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.
Usia Volume
Neonates*Prematur
*full term
Bayi
Dewasa
*Laki-laki
*Wanita
90 ml/kgBB
85 ml/kgBB
80 ml/kgBB
75 ml/kgBB
65 ml/kgBB
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan
kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan
berdasarkan:
Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%.
Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga dieresis
1 ml/kgBB/jam.
3. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi
darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari
pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik
dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein
sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C suhu
tubuh.
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

Anda mungkin juga menyukai