Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi
syok dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi Tujuan : Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan cairan sehari Penilaian klinis kebutuhan cairan : Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time kembali cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi hipervolumia Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit cairan berat Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia
Jalur masuk Cairan : Enteral : oral atau lewat pipa nasogastric Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena Intraoseous : pada pasien balita
Cairan parenteral Kristaloid : Kelompok cairan non ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravascular Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan interstisial. Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer. Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl 0,9%
Koloid : Cairan yang mengandung partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan onkotik Sebagian besar menetap di intravaskuler Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke intravaskuler Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis Harganya mahal Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan menyebabkan edema perifer. Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin
Transfusi darah : Dipertimbangkan pemberiannya bila hemodinamika tidak stabil meskipun cairan sudah cukup banyak dan hemoglobin < 7 g/dl serta pasien masih berdarah kecuali pada penderita jantung, hemoglobin < 10 g/dl harus ditranfusi Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross check darah Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria, hepatitis, HIV dan lain-lain Dapat menyebabkan reaksi tranfusi Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood Concentrate (WBC). Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive Dangers). Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal, Dangers = berbahaya karena bisa menyebabkan reaksi transfusi dan penyebaran penyakit.
Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) : Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 4 kali EBL Koloid Gelatin : 2 kali EBL Dekstran, HES : 1 kali EBL
Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)
Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu
Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal
Diagnosis : Gangguan sirkulasi yang mengancam j N \iwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok : 1. Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam waktu 5 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi 2. Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill time > 2 detik) Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik.
Tanda-tanda sirkulasi normal : Perfusi perifer : teraba hangat, kering Warna akral : pink/merah muda Capillary refill time : < 2 detik Denyut nadi < 100 Tekanan darah sistole >90-100 Produksi urine 1 ml/kgBB/jam
Tanda klinis syok : Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah Capillary refill time > 2 detik Nafas cepat Nadi cepat > 100 Tekanan darah sistole < 90-100 Kesadaran : gelisah s/d koma Pulse pressure menyempit JVP rendah Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam Bandingkan dengan tangan pemeriksa ! Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa
Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di : - radialis : > 80 mmHg - femoralis : > 70 mmHg - Carotis : > 60 mmHg Jenis-jenis syok : 1.Syok hipovolemik Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan; perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis. Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat, lemah dan apatis Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari cairan yang hilang. Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan. 2.Syok kardiogenik Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung, tamponade jantung, tension pneumotoraks Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea) Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan), pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension pneumotoraks 4. Syok septik Penyebab : proses infeksi berlanjut Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi. Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60 mmHg). Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor seperti dopamine 5. Syok anafilaksis Penyebab : reaksi anafilaksis berat Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat. Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi Syok Hipovolemik Syok hipovolemik karena dehidrasi
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan Dehidrasi ringan : Kehilangan cairan tubuh sekitar 5 % BB Selaput lendir kering, nadi normal atau sedikit meningkat Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) Dehidrasi sedang : Kehilangan cairan tubuh sekitar 8 % BB Selaput lendir sangat kering, lesu, nadi cepat, tekanan darah turun, oligouria Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) Dehidrasi berat : Kehilangan cairan tubuh > 10 % Selaput lendir pecah-pecah, pasien dapat tidak sadar, tekanan darah menurun, anuria Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)
Syok hipovolemik karena perdarahan : Menurut Advanced Trauma Life Support Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan Kelas I : kehilangan volume darah < 15 % EBV Hanya takikardi minimal, nadi < 100 kali/menit Tidak perlu penggantian volume cairan secara IVFD Kelas II : kehilangan volume darah 15 30 % EBV Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (20-30 cc/jam) Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3 kali volume darah yang hilang Kelas III : kehilangan volume darah 30 - 40 % Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan EBV perubahan status mental (confused), penurunan produksi urin (5-15 cc/jam) kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah Kelas IV : kehilangan volume darah > 40 % EBV Takikardi (>140 kali/menit), takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic), Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak keluar Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB Tatalaksana mengatasi perdarahan : Airway (+ lindungi tulang servikal) Breathing (+ oksigen jika ada) Circulation + kendalikan perdarahan 1. Posisi syok 2. Cari dan hentikan perdarahan 3. Ganti volume kehilangan darah Posisi syok Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45 o . 300 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral. Gambar 3. Posisi syok
2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama) Tekan sumber perdarahan Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka Pasang tampon sub fasia (gauza pack) Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir) Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung ! Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan
Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam ! 3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah. 4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak) 5. Lokasi dan Estimasi perdarahan Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter Fraktur pelvis : 3 liter Hemothorak : 2 liter Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc Luka sekepal tangan : 500 cc Bekuan darah sekepal : 500 cc Catatan : 1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas) 2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi.
re: Resusitasi Cairan pada Kegawatan Medis Resusitasi Cairan pada Kegawatan Medis 0 .00 / 5 5 1 / 5 2 / 5 3 / 5 4 / 5 5 / 5 0 votes, 0.00 avg. rating (0% score) Berdasarkan definisinya pasien gawat / kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, artinya sedikit saja ada perubahan pada organnya akan membawa dampak yang menyeluruh ( sistemik ) dan memungkinkan untuk terjadi gagal organ multiple ( multi organ failure = MOF ) Oleh karena itu target pengelolaan pasien gawat adalah mencegah terjadinya MOF, dengan jalan mengusahakan agar fungsi organ terjamin dengan segera. Dari biologi molekuler diketahui bahwa penyebab sel ( organ ) terancam kehidupannya ialah karena ( salah satunya dan terutama ) kekurangan oksigen (hypoxia ). Yang bertanggung jawab terhadap penyediaan oksigen agar sampai ke tingkat sel ialah system respirasi ( yang berfungsi memindahkan oksigen dari udara luar ke alveoli ) dan system kardiovaskuler ( yang berfungsi membawa oksigen dari alveoli ke sel seluruh tubuh ). Dalam melaksanakan fungsi kardiovaskuler tersebut, salah satu komponen yang berperan membawa oksigen adalah haemoglobin ( yang terdapat di dalam sel darah merah ) yang berada dalam suatu cairan ( yang disebut sebagai plasma darah ) yang berada di pembuluh darah. Jadi jelas bahwa resusitasi cairan ( terutama pada pasien gawat medis ) merupakan suatu tindakan yang sangat penting.
FISIOLOGI CAIRAN TUBUH
J umlah cairan. Jumlah cairan dalam tubuh manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan berat badan. Secara kasar jumlahnya berkisar antara 55 60 % dari berat badan. Penyebran cairan Prosentase penyebaran cairan tubuh secara kasar adalah : Di dalam sel ( cairan intra sel = CIS ) : 55 %. Di luar tubuh ( cairan exstra sel = CES ) : 45 %.
Secara specific seperti pada schema 2 berikut :
Table 1. NO UMUR JENIS KELAMIN JUMLAH ( % BB ) 1 0 -1 bulan - 75,7 2 1 12 bulan - 64,5 3 1 10 tahun - 61,7 4 10 16 tahun Laiki laki 58,9 perempuan 57,3 5 17 19 tahun Laiki laki 60,6 perempuan 50,2 6 40 59 tahun Laiki laki 54,7 perempuan 46,7 7 > 60 tahun Laiki laki 51,5 perempuan 45,5 Table 2. Jumlah cairan = 60 % berat badan Cairan intra sel ( CIS ) = 55 % Cairan exstra sel ( CES ) = 45 % Sel sel lain = 50 % Sel darah merah = 5 % Yang berfungsi Trans seluler Plasma = 7 % Cairan inter stitial = 20 %
Komposisi cairan Komposisi cairan intra sel, intra vascular dan interstitial adalah sebagai berikut :
Table 3. No Komponen Pembuluh darah (meq/L) Interstitial (meq/L) Intre sel ( meq/L) 1 Na+ 140 145,5 12 2 K + 4,5 4,8 160 3 Ca ++ 5,0 2,8 - 4 Mg ++ 1,5 1,0 34 5 Cl - 104 116,6 2 6 HCO3- 24 27,4 10 7 SO4 - 1 1,2 - 8 Phosphate 2 2,3 140 9 Protein 15 2,0 54 10 Anion lain 5 5,6 -
Pengendalian cairan tubuh Secara fisiologis cairan di dalam tubuh dikendalikan melalui organ organ, antara lainkulit, ginjal, paru, melalui siatem hormonal yaitu ADH (Anti Diuritic Hormon), aldosteron. Pengendalian tersebut diperlukn untuk menjaga agar volume cairan ( terutama cairan intra vaskuler ) stabil, sehingga curah jantung ( cardiac out put ) tercukupi. Hipotese STARLING Di dalam runag intravaskuler dan interstitial terdapat tekanan hidrostastik yang bersifat mendorong cairan kearah luar yang disebabkan oleh cairah itu sendiri dan tekanan onkotik yang bersifat menahan cairan di dalam yang di sebabkan oleh adanya partikel besar dalam cairan ( dalam hal ini protein / albumin ). Keseimbangan antara kedua macam tekanan ( tekanan hidrostastik dan tekanan onkolik ) di dalam vaskuler dan exstra vaskuler dapat di rumuskan dengan rumus sebagai berikut : Q = K { ( Pc Pt ) ( c t ) } Keterangan : Q : aliran cairan. K : konstanta. Pc : tekanan hidrostastik dalam kapiler. Pt : tekanan hidrostastik dalam rongga interstitial. : keofisien refleksi. Menunjukkan tingkat permeabilitas dinding kapiler terhadap partikel besar ( dalam hal ini protein ). = 1 : bila tidak terjadikebocoran. = 2 : bila bocor sempurna. c : tekanan onktik dalam kapiler. t : tekanan onkotik dalam rongga interstitial. STATUS CAIRAN PASIEN KRITIS
Volume cairan intra vascular pada kebanyakan pasien kritis adalah berkurng, oleh karena itu segala usaha untuk memperbaiki volume cairan intra vaskuler harus dilaksanakan agar cardiac out put tercukupi sehingga perfusi keseluruhan jaringan baik dan dengan demikian oksigenasi baik. Berarti tujuan memberi infuse cairan pada pasien kritis adalah restorasi cairan intra vaskuler. Penentuan status cairan pasien kritis. 1. estimasi jumlah perdarahan berdasar atas gejala.
Klas I Klas II Klas III Klas IV Jumlah perdarahan ( ml ). - 750 750 1500 1500 2000 > 2000 Jumlah perdarahan(% vol. drh) - 15 30 40 30 40 >40 % Frekwensi Nadi (kali/menit) < 100 > 100 > 120 > 140 % Tekanan darah Normal Normal Tekanan nadi ( mmHg ) N/ Frekwensi nafas ( kali/menit) 14 20 20 30 30 40 > 35 Jumlah urine ( cc/jam ) > 30 20 30 5 15 0 kesadaran Gelisah (ringan) Gelisah (sedang) Gelisah / bingung letergi
Catatan : harga harga di atas untuk pasien laki laki berat badan 70 kg. 1. estimasi kekurangan cairan atas dasar pemeriksaan fisik. 1. atas dasar pemeriksaan tekanan darah dan nadi.
Vol darah ( ml ) Terlentang Duduk Tek. drh Nadi Tek. drh Nadi Normal N N N N ( ) 500 N N N N/ ( ) 1000 N N/ N/ ( ) 1500 N/ / ( ) 2000 / /
1. Atas dasar tanda fisik lain.
Derajat dehidrasi % kehilangan cairan Tanda dan gejala Ringan 2 5 % Haus, jumlah urine turun, jumlah keringat turun Sedang 5 10 % Sanagt haus, mual, ketiak dan lipat paha kering, takhikardi, hipotensi ortostastik, CVP menurun, turgor menurun, apatis, oliguri, hemokonsentrasi. Berat / fatal 10 15 % Stupor, hipotensi, oliguri berat sampai an uria, masa otot menurun, vena jugularis kolap pada posisi baring, nadi kecil/ tak teraba, syok, koma mati.
Jenis cairan. Kristaloid : adalah cairan yang sebagian besar berisi partikel ion Na sebagai partikel aktif dalam penentuan osmolaritas. Mis : NaCl, Ringer Laktat, Ringer Solution.
Koloid : adalah cairan yang berisi partikel berberat molekul besar yang sulit melewati dinding kapiler. Mis : albumin, dextran, hidroxy ethil starch, gelatin.
Efek pemberian cairan terhadap kompartemen cairan tubuh.
Secara schematis efek tersebut adalah sebagai berikut :
KOMPARTEMEN CAIRAN TUBUH Glukose 5 % Kristaloid isotonis Kristaloid hipertonis Koloid iso- onkotik Koloid hiper- onkotik INTRA VASKULER
Lama cairan koloid berada di dalam intra vaskuler adalah sbb Macam larutan Waktu ( jam ) 6 % / 10 % HES 200 / 0,5 4 8 6 % HES 200 / 0,6 8 12 6 % HES 450 / 0,7 8 12 6 % Dextran 70 6 8 10 % Dextran 40 3,5 4,5 4 % Plasmafusin 4 6 5 % Albumin ( 500 ml ) 3,5 4,5 25 % Albumin ( 100 ml ) 3,5 4,5 Gelatin 1,5 2 Prinsip resusitasi cairan 1. Tentukan besar kekurangan volume cairan , atas dasar amamnese, pemeriksaan fisik dan bila perlu laboratories. 2. Tentukan macam cairan yang hilang atas dasar patofiologis penyakit yang kita hadapi. Misalnya : Pada perdarahan seluruh komponen dalam plasma ikut hilang ( termasuk protein ) yang berarti tekanan onkotik akan turun bila hanya dig anti dengan cairan kristaloid saja ( prinsip hemodilusi ). Pada gastroenteritis cairan dan elektrolit saja yang hilang. Pada sepsis terjadi kebocoran kapiler sehingga partikel dengan molekul relative kecil ( termasuk albumin ) akan keluar sehingga tekanan onkotik akan menurun. 3. Pilih cairan yang akan kita gunakan untuk mengganti, bila diperkirakan tekanan onkotik turun, berikan cairan koloid. Sebagai pagangan kasar ( pada resusitasi perdarahan ) setiap 2000 2500 cc cairan kristaloid berikan 500 cc cairan koloid. 4. Tentukan lama / waktu pemberian. Pasien kritis / gawat harus segera mungkin tercukupi jumlah cairannya, sebab targetnya adalah mencukupi cardiac out put. Oleh karena itu dalam waktu 6 jam harus tercapai targetnya.
Pemantauan.
Pemantauan resusitasi cairan di tujukan pada dua pokok utama, yaitu :
1. Evaluasi terhadap target resusitasi. Target resusitasi adalah mencukupi cardiac uot put. Berarti bila cardiac out put tercukupi maka perfusi ke jaringan akan baik. Oleh sebab itu pemantauan di tujukan pada perfusi jaringan. Yaitu : Tingkat kesadaran akan terjadi perbaikan. Fungsi organ organ : Fungsi respirasi respirasi adekuat Fungsi saluran cerna peristaltic, absorbsi nutrient membaik. Fungsi saluran kemih produksi urine 1 cc / kg bb / jam. Tekanan darah dan nadi terjadi perbaikan kwalitas.
1. Pemantauan terhadap efek samping.
Kelebihan cairan : o Edema paru hypoxia, ronkhi basah. o Edema perifer.
Sehubungan dengan tehnik infuse : o Ektra vasasi. o Phlebitis. o Thrombus. o Adanya udara.
Sehubungan dengan reaksi : o Mengigil demam. o Reaksi anafilaktis. Info Keseimbangan Cairan Tubuh & Terapi Cairan (Kristaloid,Koloid,etc) Keseimbangan Cairan Tubuh & Terapi Cairan (Kristaloid,Koloid,etc) Posted by badrut tamam Senin, 11 Maret 2013 0 comments Dalam tubuh kita mengenal istilah Total Body Water (TBW) atau berat total seluruh cairan dalam tubuh kita. berat cairan dalam tubuh kita berkisar 60% dari berat badan kita. Hal ini menunjukan komponen terbesar dalam tubuh kita adalah air, bukan otot. Perlu diketahui, semakin kurus seseorang TBWnya akan semakin tinggi. Namun, bila orangnya gemuk, TBW akan semakin rendah. Hal ini disebabkan orang gemuk berisi lebih banyak lemak, sehingga TBWnya lebih rendah. Itu mengapa kebanyakan orang gemuk akan lebih mudah haus dan mengalami dehidrasi.
60% air dalam tubuh kita, terbagi dalam 3 komponen utama. cairan intraselular, cairan interstisium, dan cairan plasma, dengan komponen terbanyaknya yakni cairan intraselular.
Untuk memudahkan cairan plasma dan interstisium dipisahkan oleh membran kapiler. sedangkan cairan interstisium dan intrasel dipisahkan oleh membran sel. Walaupun punya memiliki kompartemen masing-masing, namun komposisi diantara ketiganya bisa berubah karena pengaruh lain, sebagi contoh pasien yang diberikan terapi cairan secara berlebihan dapat terkena edema paru di cairan ekstraselulernya. Hal ini akan dijelaskan di bawah.
Setelah berbicara mengenai pembagian cairan dalam tubuh kita, sekarang kita akan membahas mengenai KOMPOSISI CAIRAN
Cairan Plasma. Cairan plasma mengandung Kation Na & K dimana jumlah ion Na lebih banyak daripada K, sedangkan untuk anionnya adalah Cl. (transport pasif) Cairan Interstisium. Mirip dengan plasma kok. (transport pasif) Cairan Intrasel. Pada cairan ini jumlahnya terbalik, K lebih banyak daripada Na (transport aktif) Keseimbangan cairan dalam tubuh digambarkan sebagi berikut: Misalnya dalam kondisi normal, tekanan hidrostatik di INTRAVASKULER = 40 mmHg sedangkan di INTERSTISIUM = 30 mmHg. Hal ini berarti terdapat driving force sebesar 10 mmHg yang akan mendorong cairan dari intravaskular keluar menuju interstisium. Namun bila kita masih melakukan rehidrasi pada pasien dengan kondisi normal seperti ini, misalnya kita beri IV line Ringer Laktat 1000 ml dalam 30 menit maka akan meningkatkan volume cairan intravaskular (tadinya 40, jadi 70 misalnya). Namun tekanan di interstisium tetap 30, sebab volumenya tidak bertambah. Sekarang driving forcenya meningkat, yang tadinya cuma 10 menjadi 40, sehingga cairan intravas keluar lebih banyak lagi ke interstisium dan terjadilah penumpukan cairan di interstisium. Hal inilah yang menjelaskan kenapa bisa terjadi edema paru pada pasien tertentu.
Sekarang mari kita bahas TEKANAN ONKOTIK tekanan onkotik dipengaruhi oleh molekul besar, seperti albumin. Tekanan onkotik itu berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tetap berada di kompartemenya, sehingga pada kondisi dimana tek.onkotik meningkat, tekanan onkotik ini akan menarik cairan untuk masuk. Hal ini terlihat pada penambahan misalnya pada penambahan koloid/albumin yang akan menyebabkan cairan intravaskular meningkat karena albumin ini akan meningkatkan tekanan onkotik sehingga menarik cairan di kompartemen sebelahnya (dalam hal ini interstisium).
RESUSITASI CAIRAN. Terapi cairan terdiri dari 2 fungsi, yaitu resusitasi (mengembalikan) dan maintenance (mempertahankan). Resusitasi berarti memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat dengan tujuan merestorasi cairan. Jenis cairan yang dapat digunakan koloid atau kristaloid . Cairan koloid dan kristaloid mengandung elektrolit yang sesuai dnegan osmolalitas plasma, sehingga dapat diberikan dalam waktu cepat dengan jumlah yang banyak.
KAPAN perlu dilakukan resusitasi? Pada percobaan bunuh diri dengan memotong arteri radialis yag kemudian menyebabkan perdarahan hebat, pada pasien2 diare, kolera, dan pada masien muntah2 hebat. dimana pada kondisi yang disebutkan terjadi kehilangan cairan yang banyak.
Contoh cairan koloid: hidroksi, gelatin, albumin 5%, hesteril Contoh cairan kristaloid: RL, Ringer asetat, Normal Saline atau NaCl 0,9%.
MAINTENANCE Fungsi maintenance ini mirip dnegan fungsi untuk mempertahankan homeostasis. Misalnya dnegan menggunakan elektrolit komposisi lengkap (Na, Cl, K, Mg, Zn), atau cairan bernutrisi seperti dextrose, xylitol, asam amino, lipid dll. Contoh cairan yang digunakan adalah KNMY, KNIB, KN 3A,triofulsin dll.
Sederhananya, untuk membedakan cairan untuk resusitasi dan untuk maintenance kita bisa melihat komposisi cairan itu. Bila mengandung glukosa, protein, dan lipidnya berarti digunakan untuk MAINTENANCE, sedangkan bila berisi albumin, NaCl, berarti untuk RESUSITASI Pada aplikasinya bila ada pasien shock, kita lakukan dahulu resusitasi cairan (misalnya dengan RL). Bila pasien sudah dalam kondisi stabil, kita segera mengganti cairan RL dengan cairan untuk maintenance seperti triofulsin. Bila pasien tiba-tiba shock lagi, kita dapat mengganti lagi dengan RL.
Sekarang kita akan membahas lebih dalam jenis cairan.. KRISTALOID Untuk memberikan cairan ini kita harus memperhatikan osmolalitas. Kelebihan dari cairan kristaloid adalah tidak ada efek samping. Mudah dieliminasi tubuh dan murah.
DEXTROSE 5% Dextrose 5% adalah cairan yang tidak mempunyai elektrolit, Na nya 0, Cl nya juga 0, oleh karena itu cairna ini tidak boleh dipergunakan untuk resusitasi, karena justru dapat menyebabkan swelling. Namun cairan ini dapat digunakan untuk maintenance.
KOLOID Cairan koloid mengandung berat molekul yang tinggi sehingga dapat bertahan lebih lama di intravaskular (albumin 5% dapat bertahan 24 jam). Cairan jenis ini dapat mempertahankan volume intravaskular lebih lama dibandingkan cairan kristaloid. . Intinya semakin tinggi BM semakin lama di intravaskular. Namun tidak berarti kita lantas memberikan cairan yang tinggi BM sebab efek samping dari BM yang tinggi dapat berupa renal failure atau perdarahan tiba-tiba.
Pertanyaan terakhir. Mana yang lebih baik? Kristaloid tidak berefek smaping, murah tapi tidak bertahan lama? ataukah cairan koloid yang mampu bertahan lebih lama di intravaskular? Menurut dosen saya, sebenernya mereka berdua sama aja, perdebatan mengenai ini blum selesai hingga sampe sekarang. Ada yang pro kristaloid, ada yang pro koloid, dan ada jga yang pro kombinasi keduanya.
PEMBAHASAN Cairan tubuh 1. Kompartemen Cairan Tubuh Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa distribusi zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat cair. Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat badan, dan pada bayi >1 tahun, adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa 50-60% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan. Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20% berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel. Cairan Intrasel Merupakan cairan yang terkandung didalam sel. Cairan Ekstrasel Merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi:- - Cairan Intravaskular Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. - Cairan Interstisial Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini. - Cairan Transeluler Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran pencernaan.
Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non elektrolit antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting dalam cairan tubuh adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium dan ion fosfat pada intrasel. Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listerik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit yang tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandungi protein. Perbedaannya seperti yang terlampir dibawah.
Na K Mg Ca Cl HCO3 HPO4 SO4 Protein Plasma darah 142 4 3 5 103 27 2 1 16 Cairan interstisial 144 4 1,5 2,5 114 30 2 1 0 Cairan intraselular 15 150 27 2 1 10 100 20 63 Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan ini terganggu, ia biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah pergerakan air. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong masuk ke interstisial yang berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstitial. 2. Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari Pada dewasa : Air : 30-35 ml/kg Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15% Na : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g) K : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g) Pada bayi dan anak Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg) : 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg) : >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg) Na : 2 mEq/kg K : 2 mEq/kg Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam table berikut:
Caloric Needs Water Needs Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg Infant 125 1000-2000 100-150 150 Children 100 1500-2000 100-150 150 Adolescents 80 2200-3000 125 100 Adult Bed rest 20-25 1600 90 25 Non sweating 30 2100 90-125 30 Sweating 35 3500 144 40-50 Work 45 3000-5000 125-150 60 Keseimbangan cairan masuk dan keluar. Cairan Masuk Cairan Keluar - Minuman : 800-1700 ml- Makanan : 500-1000 ml - Hasil oksidasi : 200-300 ml - Urin : Normal > 0,5 1 ml/kg/jam- Feses : 1 ml/hari - IWL : Dewasa : 15 ml/kg/hari : Anak : (30 usia(th)) ml/kg/hari 3. Mekanisma Regulasi Tubuh Ada dua mekanisma utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume osmoler dan pengaturan volume non osmoler. Pengaturan osmoler - Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH) Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH. ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume cairan intravaskuler dipertahankan tetap. - Sistem rennin aldosteron Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan rennin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzyme angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat. Pengaturan non osmoler Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis. Jenis Cairan 1. Cairan intravena Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan. Cairan Kristaloid Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia mudah dan cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini mempunyai masa paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan intravaskuler ke interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. Contoh cairan yang tergolong cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl 0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%, Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS. Cairan Koloid Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton), misalnya protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu paruh koloid intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah sama dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product (RBC), plasma protein fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch). Cairan Khusus Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya NaCl 3%, bic-nat, mannitol.
Kristaloid Koloid Efek volume intravaskuler - Lebih baik ( efisien, volume lebih kecil, menetap lebih lama) Efek volume interstitial Lebih baik - DO * sistemik - Lebih tinggi Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab paru. Sembab perifer Sering Jarang Koagulopati - Dextran > kanji hidroksi etil Aliran urine Lebih besar GFR menurun Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang Harga Murah Albumin mahal, lainnya sedang. *DO = delivery oxygen Pembahagian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya. Cairan pemeliharaan (maintenance therapy) Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu: Dewasa : 1.5 2 ml/kg/jam Anak-anak : 2 4 ml/kg/jam Bayi : 4 6 ml/kg/jam Neonates : 3ml/kg/jam Mengingatkan cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W. Cairan pengganti (replacement therapy) Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS, D5RL, D5%+NS. Cairan khusus Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang digunakan adalah bic-nat, NaCl 3%, dll. Terapi Cairan pada Pembedahan Cairan didalam tubuh dalam keadaan normal seharusnya mencukupi, ianya biasa didapatkan dari makanan dan minuman. Dalam waktu 24 jam, air dan elektrolit bisa keluar lewat air kemih, tinja, keringat dan uap air pernafasan. Sekiranya terjadi ketidak seimbangan cairan didalam tubuh, akibat puasa lama, kerana pembedahan salur cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah yang masal dan lain-lain, maka dibutuhkan terapi cairan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Antara lain tujuan terapi cairan sendiri adalah : Mengganti kekurangan air dan elektrolit. Memenuhi kebutuhan tubuh Mengatasi syok Mengatasi kelainan yang ditimbulkan kerana terapi yang diberikan Sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin Dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam-basa Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Faktor-faktor preoperatif : Kondisi yang telah ada seperti Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi. Prosedur diagnostik Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis osmotik. Pemberian obat Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit. Preparasi bedah Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus gastrointestinal. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada. Restriksi cairan preoperative. Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi. Faktor Perioperatif: Induksi anestesi Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi. Kehilangan darah yang abnormal Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan. Faktor postoperatif: Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi Peningkatan katabolisme jaringan Penurunan volume sirkulasi yang efektif Risiko atau adanya ileus postoperative Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah : Hiperkalemia Asidosis metabolik Alkalosis metabolik Asidosis respiratorik Alkalosis repiratorik Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari : kerusakan sel di lokasi pembedahan Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan Pada penderita yang akan menjalani operasi, baik karena penyakitnya atau karena adanya trauma pembedahan, maka akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh. Antara lainnya adalah Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stress akan merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma lemak. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk pelepasan aldosteron. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki. Terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme. Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu tergantung dari beberapa faktor : rasa sakit dan kualitas analgesi rasa takut dan sedasi yang diberikan komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau sepsis) keadaan umum penderita berat dan luasnya trauma Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan perioperatif, yaitu : Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit). Defisit cairan dan elektrolit pra bedah Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan. Kehilangan cairan saat pembedahan Perdarahan Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump) Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 44 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml. Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah. Kehilangan cairan lainnya Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler. Gangguan fungsi ginjal Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: - Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun. - Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron. - Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat. - Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan urin hipotonis. Terapi Cairan Resusitasi Terapi cairan resusitasi (TCR) bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan tubuh yang bersifat akut atau ekspensi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Contohnya pada keadaan luka bakar atau syok. TCR ini dapat dilakukan dengan member infuse NS, Ringer Asetat(RA), atau bisa juga RL. Cairan diberikan sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada keadaan syok hemoragik, bisa diberikan 2-3 liter dalam waktu 10 menit. Koloid dapat diberikan pada luka bakar, syok kardiogenik, ataupun syok hemoragik. Antara lain yang bisa digunakan adalah, gelatin(hemaksel,gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin). Jika terjadi syok: - Berikan oksigen dengan segera - Berikan infuse isotonic RA, RL atau NS - Jika tidak membaik dosis dapat diulang Pertimbangan dalam melakukan resusitasi cairan. - Medikasi harus diberikan secara i.v - Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius, maka Na harus dimonitor terutama dalam pemberian infuse dalam volume yang besar. - Tranfusi diberikan bila hematokrik <30% - Insulin diberikan bila kadar gula darah >200mg% - Histamine H2 bloker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung tetap 7,0. Terapi Cairan Rumatan Terapi cairan rumatan (TCR) ini bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam, sedangakan untuk anak digunakan rumus 4:2:1, iaitu: 0 10 kg : 4 ml/kgBB/jam 10 20 kg : tambahkan 2 ml/kgBB/jam > 20 kg : tambahkan 1 ml/kgBB/jam TCRdapat diberikan infuse cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandungi karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandungi karbohidrat ialah larutan KA-EN, dextran+saline, DGAA, Ringers dextrose, dll. Penatalaksanaan 1. Cairan Preoperative Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan ini dapat dari : Anamnesis Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus, kapan BAK terakhir,jumlah dan warna. Pemeriksaan fisik Didapatkan tanda-tanda obyektif dari status cairan, tekanan darah, nadi, kulit, berat badan, kulit, abdomen, mata, dan mukosa. Laboratorium Pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan protein. Defisit cairan diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi. Pada fasa awal, pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi sedikit meningkat, belum ada gangguan cairan dan komposisinya serius. Dehidrasi pada fasa in terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air). Fasa moderat, di tandai dengan rasa haus, mukosa kering, otot lemah, nadi cepat, dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB. Fasa lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda-tanda shock kardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15% BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit, biasanya menyebabkan kematian. Biasanya pada kehilangan cairan 15% BB atau lebih. Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5 ml/kgBB. 2. Terapi cairan selama pembedahan Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam. Fluid shift Example of Operation Rates Minor Tendon repairTympanoplasty 0 3 ml/kg/hr Moderate HysterectomyInguinal hernia 6 ml/kg/hr Major Total hip replacementAbdominal case with peritonitis 9 ml/kg/hr Penggantian darah yang hilang Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif. Usia Volume Neonates*Prematur *full term Bayi Dewasa *Laki-laki *Wanita 90 ml/kgBB 85 ml/kgBB 80 ml/kgBB 75 ml/kgBB 65 ml/kgBB Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan: Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit. Usia penderita Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah: 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa. Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga dieresis 1 ml/kgBB/jam. 3. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini: Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah: Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C suhu tubuh. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.