Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Produksi
Produksi dalam pengertian sederhana adalah keseluruhan proses dan operasi
yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Sistem produksi merupakan
kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi
input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku,
mesin, tenaga kerja, modal dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan
produk yang dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah, informasi, dan
sebagainya.
9

Sistem produksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.








Gambar 2.1. Input Output Sistem Produksi
9
Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.


PROSES
TRANSFORMASI

INPUT OUTPUT
Tenaga Kerja
Modal
Material
Energi
Tanah
Informasi
Manajerial

Produk

Limbah

Informasi
Feedback
Teknologi Ekonomi
Sosial Budaya
Politik
Universitas Sumatera Utara
Sub sistemsub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah
Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan Standar-
standar Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan
Penentuan Harga Pokok Produksi.
Sub sistemsub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk
konfigurasi sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan
tergantung dari produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses
produksinya).
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, operasi dan pemeliharaan,
perusahaan manufaktur harus memiliki organ pelaksana. Sistem produksi pada suatu
perusahaan manufakturing harus memiliki bagian-bagian atau organ
10
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa sistem produksi berawal dari pemahaman
terhadap keinginan dan harapan para pelanggan berdasarkan temuan-temuan dari
kegiatan pemasaran termasuk permintaan langsung dari para pelanggan terhadap
produk-produk tertentu. Data dan informasi tentang keinginan pelanggan kemudian
diterjemahkan ke dalam bentuk rancangan produk atau jasa untuk mengetahui part,
komponen dan sub-assembly apa yang dibutuhkan termasuk ukuran, spesifikasi, jenis
bahan, jumlah masing-masing item yang dibutuhkan untuk setiap unit produk yang
diinginkan.
.

10
Sukaria Sinulingga. Perencanaan & Pengendalian Produksi. Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009.
Universitas Sumatera Utara











Gambar 2.2. Sistem Produksi Perusahaan
Berdasarkan hasil rancangan ini kemudian ditentukan proses pembuatan
(manufacturing) di lantai pabrik yang meliputi tahapan proses.
Data dan informasi yang telah tersedia kemudian disampaikan kepada bagian
cost accounting untuk menilai kelayakan pembiayaan dan penerimaan. Bila dinilai
layak maka diteruskan kepada pimpinan untuk disahkan. Kemudian disusun rencana
dan program pengolahan di lantai pabrik yang meliputi jadwal tentative proses
operasi, jadwal dan jumlah kebutuhan bahan baku (raw material) dan bahan tambahan
dari luar (bought-out items) dan jadwal operasi dan kapasitas fasilitas produksi yang
akan digunakan dan lain-lain. Berdasarkan jadwal-jadwal tersebut, rencana
Konsumen Marketing
Perancangan
Proses
Vendor
Bahan
Penyimpanan
Bahan
Penerimaan
Bahan
Perencanaan/
Pengendalian
Produksi
Penjualan &
Pengiriman
Penyimpanan
Barang J adi
Akuntansi
Biaya /
Keuangan
Pengendalian
Mutu
Perancangan
Produk
Proses
Manufakturing
(Lantai Pabrik)
Pembelian/
Pengadaan
Bahan
Universitas Sumatera Utara
pengadaan bahan, kapasitas stasiun kerja, tenaga operator disusun dan kemudian
diimplementasikan.
Monitoring dan pengendalian operasi di lantai pabrik dilakukan secara rutin
untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan termasuk penyimpangan mutu
(spesifikasi) dari setiap item yang dikerjakan. Apabila penyimpangan tidak dapat
dihindarkan maka tindakan perbaikan yang meliputi penjadwalan ulang sisa operasi di
lantai pabrik segera dilakukan, pengadaan tambahan bahan bila diperlukan dan
sebagainya. Beberapa sumber penyimpangan yang umum terjadi ialah kesalahan
dalam pembuatan rancangan part dan komponen, kekeliruan dalam penentuan waktu
setup dan operasi, ketidaksesuaian mutu bahan, kerusakan pada fasilitas produksi dan
lain-lain. Produk yang telah selesai diangkut ke gudang penyimpanan untuk
dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan jadwal pengiriman yang disepakati.

2.2. Persediaan
2.2.1. Pengertian Persediaan
Persediaan (inventory) dalam konteks produksi dapat diartikan sebagai sumber
daya menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan
karena menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut dapat
berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem
distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti pada sistem rumah tangga.
11
11
Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Universitas Sumatera Utara
Setiap perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan produksi akan
memerlukan persediaan bahan baku. Dengan tersedianya persediaan bahan baku maka
diharapkan sebuah perusahaan industri dapat melakukan proses produksi sesuai
kebutuhan atau permintaan konsumen. Selain itu dengan adanya persediaan bahan
baku yang cukup tersedia di gudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan
produksi perusahaan dan dapat menghindari terjadinya kekurangan bahan baku.
Keterlambatan jadwal pemenuhan produk yang dipesan konsumen dapat merugikan
perusahaan dalam hal ini image yang kurang baik. Perusahaan juga harus menghindari
pembelian bahan yang melebihi kebutuhan, pengadaan bahan yang berlebihan akan
mengakibatkan tertanamnya modal perusahaan.
Beberapa pendapat mengenai pengertian dari persediaan adalah:
a. Persediaan adalah segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya
organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan
permintaan baik internal maupun eksternal.
12
b. Persediaan adalah bagian utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang
pada setiap saat mengalami perubahan.

13
c. Inventory atau persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja
merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara
terus-menerus mengalami perubahan.

14
12
T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE, 2008.

13
Indrio Gitosudarmo. Manajemen Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE, 2002.
14
Bambang Riyanto. Dasar-Dasar Pembelajaran Perusahaan Edisi 4. Yogyakarta: BPFE,
2001.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Fungsi Persediaan
Fungsi utama persediaan yaitu sebagai penyangga, penghubung antar proses
produksi dan distribusi untuk memperoleh efisiensi. Fungsi lain persediaan yaitu
sebagai stabilisator harga terhadap fluktuasi permintaan. Lebih spesifik, persediaan
dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya sebagai berikut:
15
a. Persediaan dalam Lot Size

Persediaan muncul karena ada persyaratan ekonomis untuk penyediaan
(replenishment) kembali. Penyediaan dalam lot yang besar atau dengan
kecepatan sedikit lebih cepat dari permintaan akan lebih ekonomis. Faktor
penentu persyaratan ekonomis antara lain biaya setup, biaya persiapan
produksi atau pembelian dan biaya transport.
b. Persediaan Cadangan
Pengendalian persediaan timbul berkenaan dengan ketidakpastian.
Permintaan konsumen biasanya diprediksi dengan peramalan. J umlah
produksi yang ditolak (reject) hanya bisa diprediksi dalam proses.
Persediaan cadangan mengamankan kegagalan mencapai permintaan
konsumen atau memenuhi kebutuhan manufaktur tepat pada waktunya.
c. Persediaan Antisipasi
Persediaan dapat timbul mengantisipasi terjadinya penurunan persediaan
(supply) dan kenaikan permintaan (demand) atau kenaikan harga. Untuk
15
Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Universitas Sumatera Utara
menjaga kontinuitas pengiriman produk ke konsumen, suatu perusahaan
dapat memelihara persediaan dalam rangka liburan tenaga kerja atau
antisipasi terjadinya pemogokan tenaga kerja.
d. Persediaan Pipeline
Sistem persediaan dapat diibaratkan sebagai sekumpulan tempat (stock
point) dengan aliran di antara tempat persediaan tersebut. Pengendalian
persediaan terdiri dari pengendalian aliran persediaan dan jumlah
persediaan akan terakumulasi di tempat persediaan. J ika aliran melibatkan
perubahan fisik produk, seperti perlakuan panas atau perakitan beberapa
komponen, persediaan dalam aliran disebut persediaan setengah jadi
(work in process). J ika suatu produk tidak dapat berubah secara fisik tetapi
dipindahkan dari suatu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan lain,
persediaan disebut persediaan transportasi. J umlah dari persediaan
setengah jadi dan persediaan transportasi disebut persediaan pipeline.
Persediaan pipeline merupakan total investasi perubahan dan harus
dikendalikan.
e. Persediaan Lebih
Yaitu persediaan yang tidak dapat digunakan karena kelebihan atau
kerusakan fisik yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Sistem Persediaan
Secara umum, suatu sistem persediaan terbagi atas
16
1. Sistem sederhana, yaitu sistem persediaan yang berdasarkan atas input dan
output.
:
Gambar 2.3. menunjukkan sistem persediaan yang dipengaruhi oleh proses
input dan proses output. P(t) adalah rata-rata material atau bahan yang
masuk ke dalam sistem persediaan pada saat t. Sedangkan W(t) adalah
rata-rata suatu material atau bahan keluar dari sistem persediaan. Output
dipengaruhi oleh permintaan atau kebutuhan terhadap material atau bahan,
dengan rata-rata permintaan yang berasal dari luar perusahaan dan berada
di luar kendali perusahaan.





Gambar 2.3. Sistem Persediaan Input - Output
Proses input merupakan bagian dari sistem persediaan yang dapat
dikontrol perusahaan melalui kebijaksanaan kapan dan berapa banyak
pemesanan perlu dilakukan. Walaupun demikian, keterlambatan-
16
Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
PERSEDIAAN
Output
W(t)
Input
P(t)
Demand
D(t)
Universitas Sumatera Utara
keterlambatan pemenuhan pemesanan dari pemasok bisa saja terjadi,
sehingga rata-rata input aktual akan berdeviasi atau berbeda dari harapan
perusahaan.
2. Sistem berjenjang (Multi Echelon Inventory Sistem)
Gambar 2.4. menunjukkan persediaan yang berada di gudang pusat ke
gudang wilayah ke gudang UPT.






Gambar 2.4. Sistem Persediaan Berjenjang

2.2.4. Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut,
yaitu:
17
a. Persediaan bahan baku (raw material), yaitu persediaan barang-barang
berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Barang ini diperoleh
dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau perusahaan yang

17
T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE, 2008.
Universitas Sumatera Utara
membuat atau menghasilkan bahan baku untuk perusahaan lain yang
menggunakannya.
b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts), yaitu
persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain yang dapat secara langsung dirakit atau
diasembling dengan komponen lain tanpa melalui proses produksi
sebelumnya.
c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen barang jadi.
d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in
process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari
tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah.

2.3. Pengendalian Persediaan
2.3.1. Pengertian Pengendalian Persediaan
Pengendalian adalah suatu proses yang dibuat untuk menjaga supaya realisasi
dari suatu aktivitas sesuai dengan yang direncanakan.
18
Pengendalian bahan baku yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan,
tentunya diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam

18
Arman Hakim Nasution & Yudha Prasetyawan. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang bersangkutan. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan yang
ada dalam perusahaan akan menunjang terciptanya pengendalian bahan baku yang
baik dalam suatu perusahaan.
Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting
bagi perusahaan, karena persediaan fisik pada perusahaan akan melibatkan investasi
yang sangat besar pada pos aktiva lancar. Pelaksanaan fungsi ini akan berhubungan
dengan seluruh bagian yang bertujuan agar usaha penjualan dapat intensif serta
produk dan penggunaan sumber daya dapat maksimal.

2.3.2. Tujuan Pengendalian Pesediaan
Pengendalian persediaan pada divisi yang berbeda memiliki tujuan yang
berbeda pula. Adapun tujuan pengendalian persediaan adalah:
19
1. Pemasaran ingin melayani konsumen secepat mungkin sehingga
menginginkan persediaan dalam jumlah yang banyak.

2. Produksi ingin beroperasi secara efisien, hal ini mengimplikasikan order
produksi yang tinggi akan menghasilkan persediaan yang besar (untuk
mengurangi setup mesin). Di samping itu juga produk menginginkan
persediaan bahan baku, setengah jadi atau komponen yang cukup sehingga
proses produksi tidak terganggu karena kekurangan bahan.
3. Pembelian (purchasing), dalam rangka efisiensi, juga menginginkan
pesanan produksi yang besar dalam jumlah sedikit daripada pesanan yang
19
Rosnani Ginting. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Universitas Sumatera Utara
kecil dalam jumlah yang banyak. Pembelian juga ingin ada persediaan
sebagai pembatas kenaikan harga dan kekurangan produk.
4. Keuangan (finance) menginginkan minimisasi semua bentuk investasi
persediaan karena biaya investasi dan efek negatif yang terjadi pada
perhitungan pengembalian aset (return of asset) perusahaan.
5. Personalia (personel and industrial relationship) menginginkan adanya
persediaan untuk mengantisipasi fluktuasi kebutuhan tenaga kerja.
6. Rekayasa (engineering) menginginkan persediaan minimal untuk
mengantisipasi jika terjadi perubahan rekayasa/engineering.
Sasaran pokok keberhasilan perencanaan dan pengendalian produksi yaitu:
1. Tercapainya kepuasan pelanggan yang diukur dari terpenuhinya order
terhadap produk tepat waktu, tepat jumlah dan tepat mutu.
2. Tercapainya tingkat utilitas sumber daya produksi yang maksimum melalui
minimisasi waktu setup, transportasi, waktu menunggu dan waktu untuk
pengerjaan ulang (rework).
3. Terhindarnya cara pengadaan yang bersifat rush order dan persediaan yang
berlebihan.

2.3.3. Model Pengendalian Persediaan
2.3.3.1. Model Persediaan Deterministik
Model ini digunakan untuk menentukan jumlah lot ekonomis untuk item
independent baik item yang dibeli maupun yang diproduksi suatu perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan kebijaksanaan persediaan yang optimum, dibutuhkan informasi
mengenai parameter-parameter berikut:
a. Perkiraan kebutuhan
b. Biaya-biaya persediaan
c. Lead time
Dalam model persediaan deterministik parameter-parameter yang berpengaruh
terhadap sistem persediaan dapat diketahui dengan pasti. Rata-rata kebutuhan dari
biaya-biaya persediaan diasumsi diketahui dengan pasti. Lamanya lead time juga
diasumsikan selalu tetap. Karena semua parameter bersifat deterministik maka tidak
dimungkinkan adanya kekurangan persediaan. Dalam dunia nyata, akan sangat jarang
ditemukan situasi dimana seluruh parameter dapat diketahui dengan pasti. Karena itu,
akan lebih masuk akal jika digunakan model-model probabilistik yang
mempertimbangkan ketidakpastian pada parameter-parameternya. Namun, model
deterministik terkadang merupakan pendekatan yang sangat baik, atau paling tidak
merupakan langkah awal yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan.
Salah satu model yang sangat popular di dalam sistem deterministik statis
adalah model Wilson. Model ini merupakan model pertama dari penggunaan
matematika dan statistika dalam bidang bisnis.
Gambar 2.5. awal periode terdapat barang sebesar q
0
yang akan dipakai untuk
memenuhi permintaan. Barang di gudang akan menyusut dan akhirnya habis pada
akhir periode, pada saat itulah dilakukan pemesanan barang sebesar q
0
unit. Barang
yang dipesan akan datang pada saat itu juga, karena waktu ancang-ancang nol (L=0),
Universitas Sumatera Utara
sehingga pada siklus kedua terdapat barang sebesar q
0

unit. Begitu seterusnya posisi
inventori akan berulang dari satu siklus ke siklus lain selama horison perencanaannya.







Gambar 2.5. Posisi Inventori Menurut Model Wilson

2.3.3.2. Model Persediaan Probabilistik
Permasalahan dalam persediaan probabilistik adalah adanya permintaan
barang tiap harinya tidak diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui hanya
berupa pola permintaannya yang diperoleh berdasarkan data masa lalu. Pada model-
model persediaan deterministik, diasumsikan bahwasannya semua parameter
persediaan selalu konstan dan diketahui secara pasti. Pada kenyataannya, sering
terjadi parameter-parameter yang ada merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dan
sifatnya hanya estimasi atau perkiraan saja.
Parameter-parameter seperti permintaan, lead time, biaya penyimpanan, biaya
pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga, kenyataannya sering bervariasi.
Model-model deterministik tidak peka terhadap perubahan-perubahan parameter
q
0
t

m=1/2q
0
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Untuk menghadapi variasi yang ada, terutama variasi permintaan dan lead
time, model probabilistik biasanya dicirikan dengan adanya persediaan pengaman
(safety stock).
Sistem pengendalian persediaan bersifat probabilistik sederhana diasumsikan
bahwa pada prinsipnya hampir sama dengan model inventori deterministik kecuali
permintaan yang bersifat probabilistik dan adanya ongkos kekurangan inventori.
Gambar 2.6. menunjukkan adanya fenomena probabilistik ini menyebabkan
tambahan elemen biaya ongkos kekurangan inventori dan ongkos simpan cadangan
pengaman yang perlu diperhitungkan dalam total ongkos inventori selain ongkos
pembelian, ongkos pengadaan dan ongkos simpan stok operasi.








Gambar 2.6. Posisi Inventori Probabilistik Sederhana
Asumsi yang digunakan pada model inventori probabilistik adalah adanya
ongkos kekurangan persediaan. Asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
q
0
t

m=1/2q
0
+ss
ss
ROP

L

L

L

Pesan Tiba Pesan Tiba
Universitas Sumatera Utara
1. Permintaan selama horison perencanaan bersifat probabilistik dengan
permintaan rata-rata (D) dan deviasi standar (S) serta berpola distribusi
normal.
2. Ukuran lot pemesanan (q
o
3. Harga barang (p) konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan
maupun waktu.
) konstan untuk setiap kali pemesanan, barang
akan datang secara serentak dengan waktu ancang-ancang (L), pesanan
dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan ulang (r).
4. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan
(h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan.
5. Ongkos kekurangan inventori (c
u
6. Tingkat pelayanan () atau kemungkinan terjadinya kekurangan inventori
() diketahui atau ditentukan oleh pihak manajemen.
) sebanding dengan jumlah barang yang
tidak dapat dipenuhi.
Untuk menentukan kebijakan inventori probabilistik dikenal adanya dua
metode dasar yaitu metode Q dan metode P, yaitu:
1. Model Q
Pada metode ini persediaan dengan jumlah pemesanan tetap dan jarak
waktu pemesanan selalu berubah-ubah. Pada metode ini pemesanan
kembali dilakukan pada saat dimana persediaan mencapai suatu titik
pemesanan kembali (reorder point) dengan memperhitungkan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
yang berfluktuasi selama waktu ancang-ancang (lead time), persediaan
untuk meredam fluktuasi selama lead time disebut persediaan keamanan
(safety stock). Beberapa yang perlu diperhatikan pada model Q adalah:
a. Lot Order Economic adalah jumlah pembelian yang ekonomis untuk
dilaksanakan pada setiap kali pesan.
b. Persediaan keamanan (safety stock) adalah sejumlah bahan sebagai
persediaan cadangan jika perusahaan berproduksi melebihi rencana
yang telah ditetapkan.
c. Waktu ancang-ancang (lead time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memesan bahan sampai bahan tersebut tiba.
d. Pemakaian atau kebutuhan setiap hari.
Ciri-ciri pengendalian persediaan dengan metode Q adalah:
a. J umlah barang yang dipesan untuk setiap pemesanan adalah sama.
b. Pemesanan kembali dilakukan apabila persediaan telah mencapai titik
pemesanan kembali.
c. Besarnya reorder point sama dengan jumlah pemakaian selama waktu
ancang-ancang ditambah dengan persediaan keamanan.
d. Interval waktu antara pemesanan tidak sama, tergantung pada jumlah
barang persediaan.
Gambar 2.7. menunjukkan situasi inventori yang ada dalam gudang dengan
menggunakan metode Q.

Universitas Sumatera Utara






Gambar 2.7. Situasi Inventori dengan Model Q
2. Metode P
Ciri-ciri pengendalian persediaan dengan metode P adalah:
a. J umlah barang yang dipesan tidak tetap tergantung pada jumlah
persediaan di gudang.
b. Interval waktu pemesanan tetap.
c. J umlah yang dipesan sama dengan persediaan maksimum dikurangi
dengan persediaan yang ada di gudang, kemudian ditambah dengan
permintaan yang diharapkan selama waktu ancang-ancang.
d. Persediaan keamanan dilakukan untuk menghadapi fluktuasi kebutuhan
dalam masa pemesanan.
Gambar 2.8. menunjukkan bahwa mekanisme pengendalian dilakukan
dengan memesan menurut interval waktu T dan jumlah yang dipesan
adalah sebesar (R r) yang merupakan ukuran lot bersifat variabel.
q
0
t

ROP

L

L

L

L

Universitas Sumatera Utara
Variabilitas ini dikarenakan permintaan bersifat probabilistik sedangkan
waktu pemesanan (T) selalu tetap sehingga ukuran lot pemesanan antara
satu pemesanan dengan pemesanan lain berubah-ubah (variabel).
Disamping itu tampak juga adanya suatu periode waktu tertentu dimana
kemungkinan barang tidak ada di gudang atau terjadi kekurangan inventori
(out of stock).









Gambar 2.8. Situasi Inventori dengan Model P

2.4. Analisis ABC
Dalam menghadapi permasalahan pengelolaan sistem inventori yang memiliki
jenis barang yang banyak, perlu dilakukan pemilahan, sebab sebagaimana diketahui
tidak semua barang mempunyai tingkat kepentingan dan penggunaan yang sama. Oleh
sebab itu, untuk mencapai tingkat pengendalian inventori yang efisien tidak semua
q
0
- R

L

L

L

T

T

T

Universitas Sumatera Utara
jenis barang akan dikendalikan dengan cara yang sama pula.
Cara pemilahan yang lazim adalah berdasarkan tingkat kepentingannya.
Barang yang termasuk kategori penting akan mendapat perhatian yang lebih sehingga
akan dikendalikan secara lebih intensif bila dibandingkan dengan barang yang tidak
penting. Kriteria tingkat kepentingan bersifat subjektif, misalnya bagi bagian teknik
operasional tingkat kepentingan akan diukur berdasarkan tingkat kekiritisan barang.
Suatu barang dikatakan kritis bila ketiadaan barang tersebut menyebabkan fungsi
utama dari sistem yang dikelola tidak berfungsi.
Pada prinsipnya analisis ABC ini adalah mengklasifikasikan jenis barang yang
didasarkan atas tingkat investasi tahunan yang terserap di dalam penyediaan inventori
untuk setiap jenis barang. Berdasarkan prinsip Pareto, barang dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Kategori A (80 20)
Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekitar 80% dari seluruh
modal yang disediakan untuk inventori dan jumlah jenis barangnya sekitar
20% dari semua jenis barang yang dikelola.
b. Kategori B (15 30)
Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana sekitar 15% dari seluruh
modal yang disediakan untuk inventori (sesudah kategori A) dan jumlah
jenis barangnya sekitar 30% dari semua jenis barang yang dikelola.
c. Kategori C (5 50)
Terdiri dari jenis barang yang menyerap dana hanya sekitar 5% dari
Universitas Sumatera Utara
seluruh modal yang disediakan untuk inventori (yang tidak termasuk
kategori A dan B) dan jumlah jenis barangnya sekitar 50% dari semua jenis
barang yang dikelola.

2.5. Tingkat layanan (Service Level)
Tujuan dari manajemen persediaan tidak hanya mempertimbangkan biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan, tetapi pertimbangan lain yang harus dilakukan
adalah tingkat layanan. Ada dua hal utama yang menjadi konsekuensi didalam
pendekatan layanan, konsekuensi pertama adalah hubungan antara tingkat layanan
dengan biaya untuk menyediakannya, dan konsekuensi kedua adalah hubungan antara
respon pelanggan terhadap perubahan tingkat layanan.
Service Level dapat diformulasikan sebagai berikut:
...................................................... 2.1

Dimana:
: Tingkat Pelayanan
N : Kekurangan inventori
D
L

: Permintaan per tahun


L
D
N
=1
Universitas Sumatera Utara
2.6. Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan kebutuhan di masa datang
yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang
dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa
20
Secara garis besar metode peramalan dibagi dua yaitu metode kualitatif dan
metode kuantitatif.
. Peramalan
akan semakin baik jika mengandung sedikit mungkin kesalahan, oleh karena itu perlu
dipilih metode peramalan yang terbaik yang sesuai dengan pola data yang ada dari
suatu perusahaan tertentu yang bergerak dalam bidangnya.

2.6.1. Metode Peramalan Kualitatif
Metode ini menggunakan keputusan manajerial, pengalaman data yang relevan
dan model matematis yang implisit. Metode ini digunakan untuk peramalan jangka
menengah dan panjang yang melibatkan disain proses atau kapasitas suatu fasilitas.
Ada empat metode kualitatif yang paling baik dan paling sering digunakan, yaitu:
Metode Delphi, Survei Pasar, Analogi Daur Hidup, dan Keputusan yang
diinformasikan.



20
Arman Hakim Nasution & Yudha Prasetyawan. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Metode Peramalan Kuantitatif
Metode peramalan yang dipilih pada penelitian ini adalah dari kelompok
metode peramalan yang berdasarkan deret waktu (time series forecasting methods).
Metode Time Series adalah metode statistik yang menggunakan data permintaan
historis dihimpun pada suatu periode waktu. Dengan asumsi bahwa apa yang terjadi di
masa lalu akan terjadi di masa yang akan datang.
Metode peramalan deret waktu yang umumnya digunakan adalah:
1. Moving average, digunakan jika tidak ada pola trend maupun musiman.
2. Simple eksponensial smoothing, digunakan jika tidak ada pola trend
maupun musiman.
3. Double Exponential Smoothing, digunakan jika ada pola trend tetapi tidak
ada pola musiman.
4. Metode Winter, digunakan jika ada pola trend dan musiman.

2.6.2.1. Metode Moving Average (MA)
Moving average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan
beberapa data masa lalu yang terbaru. Tujuan utama dari penggunaan metode ini
adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi acak permintaan dalam
hubungannya dengan waktu. Tujuan ini dicapai dengan merata-rata beberapa nilai
data secara bersama-sama, dan menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan
permintaan untuk periode yang akan datang. Secara matematis, maka MA akan
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

..................................... 2.2

Dimana:
X
t
N = Banyaknya data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan MA
= Permintaan aktual pada periode t
F
t
N
X X X X
F
n t t t t
t
1 2 1
....
+
+ + + +
=
= Peramalan permintaan pada periode t
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.2. Metode Single Exponential Smoothing (SES)
Kelemahan teknik MA dalam kebutuhan akan data-data masa lalu yang cukup
banyak dapat diatasi dengan teknik SES. Model ini mengasumsikan bahwa data
berfluktuasi di sekitar nilai mean yang tetap, tanpa trend atau pola pertumbuhan
konsisten.
Rumus SES dinyatakan sebagai berikut:

............................................... 2.3


Dimana:
S
t
X
= Peramalan untuk periode t
t
F
+(1-) = Nilai aktual time series
t-1
= Konstanta perataan antara 0 dan 1
= Peramalan pada waktu t-1 (waktu sebelumnya)

2.6.2.3. Metode Double Exponential Smoothing (DES)
Metode ini digunakan ketika data menunjukkan adanya trend. Exponential
Smoothing dengan adanya trend seperti pemulusan sederhana kecuali bahwa
komponen harus diupdate setiap periode, level dan trendnya. Level adalah estimasi
yang dimuluskan dari nilai data pada akhir masing-masing periode. Trend adalah
estimasi yang dihaluskan dari pertumbuhan rata-rata pada akhir masing-masing
periode.

1
) 1 ( .

+ =
t t t
F X S
Universitas Sumatera Utara
Rumus DES dinyatakan sebagai berikut:


........................................ 2.4



Dimana:
= Koefisien pemulusan
S
t
S
= Nilai-nilai penghalusan eksponensial tunggal
t
a
= Nilai-nilai penghalusan eksponensial ganda
t
b
= Penyesuaian nilai penghalusan tunggal untuk periode t
t
F
= Komponen kecenderungan
t+m

= Nilai ramalan untuk m periode ke depan dari t
2.6.2.4. Metode Winters
Metode Winters menggunakan model trend dari Holt, dimana model ini
dimulai dengan perkiraan trend sebagai berikut:

.......................................... 2.5
Dimana:
T
t
A
= Peramalan untuk periode t
t
f
+(1-) = Nilai aktual time series
t-1

= Peramalan pada waktu t-1 (waktu sebelumnya)
) )( 1 ( .
1 1
+ + =
t t t t
T f A T
) (
) 1 /( ) " ' (
" ' 2
" ). 1 ( ' . "
' ). 1 ( . '
1
1
m bt at F
S S bt
S S a
S S S
S X S
m t
t t
t t t
t t t
t t t
+ =
=
=
+ =
+ =
+




Universitas Sumatera Utara
= Konstanta perataan antara 0 dan 1
T
t-1

= Peramalan untuk periode t (waktu sebelumnya)
2.6.3. Ukuran Akurasi Hasil Peramalan
Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan ukuran kesalahan peramalan yaitu
tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi.
Ada 3 ukuran yang biasa digunakan yaitu:
a. Mean Absolute Deviation (MAD)

............................................... 2.6

Dimana:
X
t
F
= Permintaan aktual pada periode t
t
n = J umlah periode peramalan yang terlibat
= Peramalan permintaan pada periode t
b. Mean Square Error (MSE)

............................................... 2.7
c. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)


.......................................... 2.8
n
F X
MAD
n
t
t t
=

=
1
n
F X
MSE
n
t
t t
=

=
1
2
) (

=
n
t t
t
t
X
F
X
n
MAPE
1
100
Universitas Sumatera Utara
Akurasi peramalan akan semakin tinggi apabila nilai-nilai MAD, MSE, dan
MAPE semakin kecil.
Masalah yang dihadapi perusahaan adalah sering terjadinya kekurangan
persediaan karena peramalan masih kurang tepat, perencanaan kebutuhan bahan yang
meliputi titik pemesanan kembali, jumlah, dan tingkat safety stock masih belum tepat
sehingga menyebabkan terhambatnya produksi. Metode yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah ini adalah metode peramalan yang disesuaikan dengan pola
data historis penjualan perusahaan yaitu metode peramalan pemulusan eksponensial,
kemudian membuat perencanaan kebutuhan bahan baku dengan continuous review
sistem
21

.
2.7. Review Hasil-Hasil Penelitian
Beberapa jurnal penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Wahid Ahmad J auhari (2006) dengan judul Tingkat Persediaan Spare Part
Forklift Merek Komatsu dengan Pendekatan Model Persediaan Single
Item. Penelitian ini membahas penetapan tingkat persediaan spare part
forklift merek Komatsu yang mampu meminimalkan biaya total persediaan
dan meningkatkan service level.
21
Widiawaty Winata dan Bachtiar Saleh Abbas, Sistem Informasi Persediaan Bahan Baku
dengan Continuous Review Sistem. J urnal Piranti Warta, Volume 11 No. 2, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2. Wirawan Aditya, S.P. dkk (2009) dengan judul Pengendalian Persediaan
Spare Part dengan Pendekatan Periodic Review (R,s,S) Sistem. Penelitian
ini membahas bagaimana menentukan strategi persediaan spare part
dengan mempertimbangkan servis level yang tinggi tetapi dengan biaya
yang rendah.
3. Muhammad Adha Ilhami (2011) dengan judul Evaluasi dan Perbandingan
Kebijakan Persediaan di PT. XYZ pada Sistem Probabilistik dengan
Menggunakan Model P. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
kebijakan perusahaan dimana menurut perusahaan belum didasarkan atas
biaya total persediaan namun berdasarkan pengalaman masa lalu yang
dinilai lebih aman yang didasari atas kekhawatiran kekurangan
persediaan bahan baku.
4. Burhan (2010) dengan judul Model P Back Order dan Algoritma
Permasalahan Inventori dengan Mempertimbangkan Ongkos Transportasi
(Fixed and Variable Cost) Permintaan Probabilistik. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan kebijakan inventori (dengan model P)
diterapkan untuk meminimumkan biaya total dengan mempertimbangkan
biaya transportasi.
5. Wahid Ahmad J auhari (2008) dengan judul Penentuan Model Persediaan
Spare Part dengan Mempertimbangkan Terjadinya Back order. Penelitian
ini bertujuan untuk mengintegrasikan model peramalan spare part dengan
Universitas Sumatera Utara
permintaan intermittent ke dalam model persediaan yang membolehkan
terjadinya back order.
6. Yutik Ernawati dan Sunarsih (2008) dengan judul Sistem Pengendalian
Persediaan Model Probabilistik dengan Back order Policy. Penelitian ini
membahas tentang model persediaan probabilistik untuk kasus back order
tanpa kendala dan dengan kendala. Model ini dapat membantu untuk
menentukan jumlah bahan baku dan safety stock yang harus disiapkan
setiap dilakukan pemesanan kepada supplier secara lebih optimal dengan
meminimalkan total biaya pembelian.
7. Hala A. Fergany (2005) dengan judul Periodic Review Probabilistic
Multi-Item Inventory Sistem with Zero Lead Time under Constrains and
Varying Order Cost. Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa
persediaan pengaman multi item secara probabilistik, model inventori
single source dengan zero lead-time dan bermacam biaya pemesanan
dibawah dua kendala, salah satunya biaya simpan yang diharapkan dan
yang lain adalah biaya yang diharapkan dari safety stock.
8. Naglaa Hassa El-Sodany (2011) dengan judul Periodic Review
Probabilistic Multi-Item Inventory Sistem With Zero Lead-time Under
Constraint and Varying Holding Cost. Penelitian ini bertujuan untuk
memeriksa safety stock multi item secara probabilistik, model inventori
single source dengan zero lead-time dan bermacam biaya simpan.
9. Tiena Gustina Amran dan Dinar Suryo Lesmono (2009) dengan judul
Back order Raw Material Inventory Control Sistem With Lead-time and
Ordering Cost Reduction. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
beberapa saran alternatif sistem pengendalian persediaan optimal untuk
klasifikasi bahan baku.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Resume Hasil-Hasil Penelitian
Tabel 2.1. Resume Hasil-Hasil Penelitian
NO J UDUL PROBLEM VARIABEL
MOTODE
PEMECAHAN
MASALAH
HASIL
1. Tingkat Persediaan Spare
Part Forklift Merek
Komatsu dengan
Pendekatan Model
Persediaan Single Item
(Wahid Ahmad J auhari)

Bagaimana penetapan
tingkat persediaan yang
mampu meminimalkan
biaya total persediaan
dan meningkatkan
service level.
1. Annual demand
2. Permintaan selama
lead time
3. Biaya penyimpanan
4. Biaya Pemesanan
5. Biaya Pemesanan
Kembali
1. Algoritma (Q,r)
Policy untuk
menghitung
reorder point dan
order quantity.
2. Simulasi Monte
Carlo untuk
menghitung biaya
total persediaan.

Dari hasil simulasi Monte Carlo kebijakan
usulan mampu memberikan penghematan
terhadap biaya total persediaan sebesar
21,1% dan mampu menaikkan service level
rata-rata sebesar 1,47%.
2. Pengendalian Persediaan
Spare Part dengan
Pendekatan Periodic
Review (R,s,S) System
(Wirawan Aditya dkk)

Bagaimana menentukan
strategi persediaan
dengan
mempertimbangkan
service level yang tinggi
tetapi dengan biaya yang
rendah.

1. J umlah permintaan
2. Lead time
3. Safety stock
4. Service level
1. Periodic Review
(R, s, S) System
2. Simulasi Monte
Carlo
Simulasi Monte Carlo memberikan
gambaran konsisi persediaan secara lebih
nyata agar dapat ditentukan parameter yang
terbaik untuk part tertentu. Penentuan
parameter S (stok maksimum) dan s
(reorder point) sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pengendalian
persediaan. Adjustmet/modifikasi rumus
dasar diperlukan untuk mengantisipasi
variabilitas yang tinggi pada demand dan
lead time ketika rumus EOQ tidak mampu
mengakomodasi target service level.

3. Evaluasi dan Perban-
dingan Kebijakan Perse-
diaan di PT. XYZ pada
Sistem Probabilistik
dengan Menggunakan
Model P (M. Adha Ilhami)
Kebijakan persediaan
perusahaan belum
didasarkan atas biaya
total persediaan tetapi
berdasarkan pengalaman
masa lalu.
1. Permintaan
2. Leadtime
3. Biaya pesan
4. Biaya kekurangan
persediaan
Periodic Review (R, s,
S) System

Kebijakan persediaan usulan yang dihitung
dengan model P merupakan ketentuan
persediaan yang lebih baik, karena total
biaya persediaan yang dihasilkan lebih
kecil daripada total persediaan awal.

Universitas Sumatera Utara
NO J UDUL PROBLEM VARIABEL
MOTODE
PEMECAHAN
MASALAH
HASIL
4. Model P Back order dan
Algoritma Permasalahan
Inventori dengan
Mempertimbangkan
Ongkos Transportasi
(Fixed and Variable
Cost) Permintaan
Probabilistik (Burhan)

Bagaimana kebijakan
inventori dengan
Model P diterapkan
untuk meminimumkan
biaya total dengan
memper-timbangkan
biaya transportasi?
1. Periode waktu
pemesanan
2. Inventory
3. Safety Stock
Periodic Review (R,
s, S) System

Dengan menggunakan model P ada
penghematan biaya total inventori, bila
dibandingkan hasilnya dengan model
yang sudah ada.
5. Penentuan Model Perse-
diaan Spare Part dengan
Mempertimbangkan
Terjadinya Back order
(Wahid Ahmad J auhari)

Bagaimana menginte-
grasikan model
peramalan spare part
dengan permintaan
intermittent ke dalam
model persediaan yang
membolehkan
terjadinya back order.

1. Biaya persediaan
2. Service Level
1. Peramalan
Metode Croston
2. Model
Persediaan (Q,r)
Policy
Dari hasil pengolahan data diperoleh
nilai factor k (safety factor) relatif tinggi
dan nilai ROP yang lebih tinggi dari nilai
lot pemesanan. Hal ini menunjukkan
bahwa model persediaan berusaha untuk
meminimisasi jumlah back order yang
terjadi.
6. Sistem Pengendalian
Persediaan Model
Probabilistik dengan
Back order Policy (Yutik
Ernawati & Sunarsih)

Penentuan jumlah
persediaan dan safety
stock untuk
mengantisipasi
timbulnya lonjakan
jumlah permintaan dan
jumlah cacat produksi
hanya ditentukan
dengan perkiraan.
1. Ketersediaan
modal
2. Permintaan
konsumen
3. Kebijakan
perusahaan
1. Model
Persediaan
Probabilistik
tanpa kendala
atau Model (Q,r).
2. Model
Persediaan
Probabilistik
dengan kendala
atau Model
(Q,r,).

1. Model persediaan probabilistik
berkendala menunjukkan hasil yang
lebih baik dibanding dengan
perencanaan yang digunakan
perusahaan selama ini.
2. Penghematan yang diperoleh dengan
menggunakan metode ini sebesar
2,42% per tahun.

Universitas Sumatera Utara
NO J UDUL PROBLEM VARIABEL
MOTODE
PEMECAHAN
MASALAH
HASIL
7. Periodic Review
Probabilistic Multi-Item
Inventory System with
Zero Lead Time under
Constraints and Varying
Order Cost (Hala A.
Fergany)

Bagaimana persediaan
probabilistik multi
item, model single
source inventory
dengan zero lead time
dan bermacam biaya
pesanan dibawah dua
kendala, salah satunya
adalah biaya simpan
harapan dan yang
lainnya adalah biaya
safety stock harapan.
1. Average purchase
cost
2. Expected order
cost
3. Expected holding
cost.
Periodic Review (R,
s, S) System

Variabel kebijakan untuk model ini
adalah jumlah periode N dan tingkat
inventory maksimum Q* dan
meminimumkan biaya total. Untuk
mendapatkan nilai optimal dari variabel
kebijakan ini dengan menggunakan
pendekatan geometric programming.
8. Periodic Review
Probabilistic Multi-Item
Inventory Sistem with
Zero Lead Time under
Constraints and Varying
Holding Cost (Naglaa
Hassan El-Sodany)
Bagaimana persediaan
probabilistik multi
item, model single
source inventory
dengan zero lead time
dan bermacam biaya
penyimpanan.
1. Average purchase
cost
2. Expected order
cost
3. Expected holding
cost.
Model Persediaan
(Q,r) Policy
Variabel kebijakan untuk model ini
adalah jumlah periode N dan tingkat
inventori maksimum Q* dan
meminimumkan biaya total.
9. Back order Raw Material
Inventory Control System
With Lead Time and
Ordering Cost Reduction
(Case Study: PT ICI
Paints Indonesia) (Tiena
Gustina Amran & Dinar
Suryo Lesmono)
Bagaimana
menyediakan
pengendalian
persediaan alternatif
usulan yang optimal
untuk klasifikasi bahan
baku.
1. Periode waktu
pemesanan
2. Inventory
3. Safety Stock
Model Persediaan
(Q,r) Policy
Dengan menggunakan Model Inventori
(Q,R) Back order ada penghematan
sebanyak 5,81%.
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai