Anda di halaman 1dari 11

I Made Sudiana, dkk.

Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43



33
PENERAPAN TEKNOLOGI JARAK TANAM DAN VARIETAS JAGUNG
HIBRIDA BERBASIS SEMI ORGANIK

I Made Sudiana
1
dan N.G.A.Gde Eka Martiningsih
2

1
FPMIPA IKIP Saraswati, Tabanan
Jalan Pahlawan No. 2 Tabanan 82113
made.sudiana404@gmail.com
2
Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati, Denpasar
Jalan Kamboja 11A Denpasar, Telepon 0361-265322

Ringkasan Eksekutif
Petani Subak Bengkel Sari Tabanan, tidak pernah menanam jagung, hanya
menanam padi secara monokultur. Pada musim kemarau sebagian besar lahan
dibiarkan kosong akibat ketersediaan air irigasi yang tidak mencukupi untuk
menanam padi. Padahal, dengan ketersediaan air irigasi yang terbatas tanaman
jagung dapat tumbuh normal. Oleh karena, tanaman jagung sangat adaptif terhadap
ketersediaan air irigasi yang terbatas dan bahkan dapat hidup normal dan berproduksi
maksimal dengan hanya mengandalkan air hujan. Menanam padi secara monokultur
tanpa ada pergiliran tanaman menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan siklus
hama tidak terputus serta pemanfaatan lahan tidak optimal yang berakibat tidak ada
peningkatan pendapatan. Untuk itu, petani perlu diberdayakan dengan melakukan
introduksi teknologi budidaya jagung dan efisiensi penggunaan pupuk kimia serta
pendampingan dalam memanfaatkan lahanya pada musim kemarau. Program
demplot seluas 10 are ini terinspirasi dari potensi lahan kondisi geografi lahan dan
iklim yang menunjang untuk pengembangan jagung. Untuk berhasilnya program
demplot, dipilih petani yang mempunyai komitmen kuat yang diketahui melalui
wawancara. Kegiatan demplot diawali dengan penyuluhan dan dilanjutkan dengan
praktek menanam, penanganan pasca panen serta pemasaran. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 70 x 20 cm dengan satu tanaman per lubang, bibit yang dipilih
adalah varietas hibrida BISI-2. Dalam pemeliharaan tanaman, penggunaan pupuk
kimia hanya 50% dari dosis anjuran dan sebagai kompensasinya digunakan pupuk
organik kotoran sapi. Guna memperoleh data berat biji pipilan kering kadar air 12%
ditentukan dengan menggunakan Moisture Grain Tester tipe PM-140. Hasil biji
pipilan kering dari ubinan seluas 1,68 m
2
dikonversi ke hektar guna memperoleh data
produksi per hektar. Kelayakan usaha tani jagung dianalisis secara sederhana untuk
melihat keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan usaha tani padi. Produksi
biji pipilan kering yang diperoleh sebesar 7,8 t ha
-1
. Produksi ini lebih rendah dari
demplot di Subak Cau Belayu (8,5 t ha
-1
) dan lebih rendah dari potensi hasil varietas
BISI-2 yaitu 13 t ha
-1
. Hasil yang lebih rendah ini disebabkan oleh derajat keasaman
tanah tinggi cukup tinggi antara 4 5. Selain itu, hasil yang rendah juga disebabkan
oleh adanya serangan hama tikus saat pengisian biji. Namun demikian, usaha tani
jagung masih menguntungkan walau tidak sebesar usaha tani padi. Keuntungan yang
diperoleh untuk luasan satu hektar sebesar Rp. 8.125.500. Melihat dari produksi dan
keuntungan yang diporoleh, maka lahan sawah di Subak Bengkel Sari potensial
untuk pengembangan jagung hibrida BISI-2. Program demplot telah berdampak

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

34
terhadap kelompok tani sasaran yaitu terjadi peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam budidaya jagung. Petani lain di luar kelompok sasaran tertarik
untuk pengembangan jagung, karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi.
Program ini telah memberikan manfaat yaitu membuka wawasan petani tentang
usaha tani alternatif pada musim kemarau, sebagai bentuk optimalisasi penggunaan
lahan. Program ini juga memberikan manfaat terhadap perluasan areal tanam,
sehingga terbentuk sentra-sentra produksi jagung yang baru.
Kata-kata kunci: Optimalisasi lahan, efisiensi pupuk, jarak tanam, varietas BISI-2

Executive Summary
The farmers of Subak Bengkel Sari, Tabanan Regency never plant corn, just
planting rice in monoculture. In the dry season most of the land is left vacant due to
the availability of irrigation water is insufficient for growing rice. In fact, with the
limited availability of irrigation water corn plants can grow normally. Therefore,
corn plants are very adaptive to the limited availability of irrigation water and may
even live a normal and reach maximum production by simply relying on rain water.
Planting rice in monoculture without crop rotation due to declining soil fertility and
pest cycles are not interrupted and is not optimal utilization of land resulting in no
increase in revenue. For this, farmers need to be empowered by the introduction of
maize cultivation technology and the efficient use of chemical fertilizers as well as
assistance in utilizing land in the dry season. The program area of 10 acre
demonstration plot was inspired by the potential field of land geography and climate
conditions that support for the development of corn. Demonstration For successful
demplot programs farmers who have a strong commitment were selected through
interviews. Demplot activity began with the extension and continued with planting
practices, post harvest handling and marketing. Spacing used is 70 x 20 cm with one
plant per hole, the selected seed is a hybrid variety BISI-2. In plant breeding, use of
chemical fertilizers only 50% of recommended doses and compensatory use of
organic fertilizer cow feces. To obtain dry weight seed moisture content 12% was
determined using Grain Moisture Tester type PM-140. Seed dry yield of tile area of
1.68 m2 converted into hectares in order to obtain data on production per hectare.
Analyzed the feasibility of farming corn is simply to see the benefits compared to rice
farming. Production of dry seed obtained at 7.8 t ha
-1
. Production was lower than in
demplot Subak Cau Belayu (8.5 t ha
-1
) and lower than the yield potential of varieties
BISI-2 at 13 t ha
-1
. Lower results were due to high soil acidity valued from 4 to 5. In
addition, the low yield is also caused by rat infestation during grain filling. However,
maize farming was still profitable, though not for rice farming. Gains were derived
by an area of one hectare of Rp. 8.1255 million. Viewing of production and profits,
the wetland in Subak Bengkel Sari had a potential for the development of hybrid corn
BISI-2. Demonstration plot program has an impact on the target farmer groups
namely an increase in knowledge and skills in the cultivation of corn. Other farmers
outside the target group were also interested in development of corn, because the
profits were quite high. This program had benefits to farmers by opening insights
about alternative farming in the dry season, as a form of optimization of land use.

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

35
This program also provided benefits to the expansion of planting area, so that the
centers formed a new production of corn.
Keywords: land optimization, fertilizers efficiency, line spacing, varieties BISI-2

A. PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) termasuk famili graminae tergolong sebagai tanaman
C4. Sebagai tanaman C4, jagung mempunyai daya adaptasi pada intensitas radiasi
matahari tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah, dan
kesuburan tanah relatif rendah
(1)
. Karena adaptasi dan sifat seperti itu, maka tanaman
jagung dapat tumbuh dengan baik hampir di setiap macam tanah. Tanaman jagung
dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (1000 1800 m dpl),
baik tanah tegalan maupun sawah tadah hujan dan beririgasi. Daerah dengan
ketinggian tempat antara 0 600 m dpl merupakan daerah optimum bagi tanaman
jagung
(2)
. Curah hujan yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 85 200
mm tiap bulan dan distribusinya merata. Suhu lingkungan optimum untuk
pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 23 27
o(3)
.
Subak Bengkel Sari yang berada pada ketinggian 25 30 m dpl, potensial
untuk pembudidayaan jagung. Luas lahan basah (sawah) 149 ha. Curah hujan 224,70
mm/tahun dengan distribusi merata dan suhu harian rata-rata 30C
(4)
. Ketinggian
tempat dan kondisi iklim seperti itu, sangat menunjang untuk pertumbuhan tanaman
jagung.
Sejauh ini, petani tidak pernah menanam palawija secara intensif saat musim
kemarau, baik jagung maupun jenis tanaman palawija lainnya. Kalaupun ada yang
menanam palawija, sepertinya dilakukan secara iseng, tampak dari sempitnya areal
tanam dan pertumbuhan tanaman kurang optimal akibat kurang dipelihara secara
intensif. Tidak adanya petani yang menanam palawija jagung saat musim kemarau
kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan petani tentang teknologi budidaya
jagung dan tidak tahu prospek pasarnya. Oleh karenanya, perlu dilakukan introduksi
teknologi budidaya jagung dan sarana produksi serta pendampingan kepada petani.
Pemanfaatan lahan pada musim kemarau untuk budidaya jagung memberikan
beberapa keuntungan. Pertama, memperoleh hasil biji yang dapat dijual. Kedua,
mendapatkan limbah/brangkasan (batang dan daun) jagung yang dapat dimanfaatkan
untuk hijauan pakan ternak, khususnya sapi. Ketiga, tingkat kesehatan dan kesuburan
lahan dapat terjaga, karena adanya pergiliran tanaman. Keempat, produktivitas lahan
meningkat sehingga pendapatan petani juga meningkat dan dengan sendirinya
kesejahteraan petani ikut meningkat.

B. SUMBER INSPIRASI
Petani di Subak Bengkel Sari, belum memanfaatkan lahannya secara optimal,
sebab pada musim kemarau bulan Mei September. Sebagian besar lahan petani
dibiarkan kosong tidak ditanami. Lahan dibiarkan kosong karena ketersediaan air
irigasi terbatas sehingga tidak mencukupi untuk menanam padi. Petani mulai
menggarap lahanya kembali setelah musim penghujan tiba sekitar bulan Oktober
untuk menanam padi. Dengan demikian, praktis petani tidak pernah menanam
palawija. Pola tanam monokultur padi telah berlangsung lama dan dalam praktek

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

36
budidayanya hanya mengandalkan sarana produksi pupuk kimia untuk meningkatkan
kesuburan tanah dan pestisida sintetis untuk mengendalikan hama dan penyakit
(Sukana, press com). Akibat dari semua itu, tanah sawah menjadi padat, susah
diolah, kapasitas pegang air (WHC) tanah menurun (rendah), dan kandungan bahan
organik (BO) tanah rendah sehingga tanah menjadi sakit. Rendahnya BO tanah
terbukti dari tidak dijumpai adanya makrobiota tanah seperti cacing di lahan sawah
(Hasil observasi).
Padahal untuk optimalisasi pemanfaatan lahan dan mengatasi kondisi tanah
tersebut, pada musim kemarau petani dapat menanam palawija, terutama jagung.
Oleh karena, tanaman jagung sangat adaptif terhadap ketersediaan air irigasi yang
terbatas dan bahkan dapat hidup normal dan berproduksi maksimal dengan hanya
mengandalkan air hujan
(5)
. Hal seperti ini sangat sulit untuk tanaman padi. Melalui
penanaman palawija pola tanam yang monokultur padi berubah ke sistem pergiliran
tanaman padipalawaijapadi. Pergiliran tananam selain meningkatkan efektivitas
penggunaan lahan, juga sebagai upaya memutus siklus hama dan penyakit.
Sementara itu, penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetis dikurangi
dikompensasi dengan pupuk organik dan pestisida alami.
Penggunaan pupuk organik bertujuan memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologis tanah yang telah mengalami degradasi. Melalui cara seperti ini secara
perlahan-lahan tanah menjadi sehat dan subur. Pupuk organik yang dipilih adalah
kotoran sapi. Sebab, rata-rata petani memelihara satu ekor sapi, sehingga tidak perlu
mendatangkan dari luar atau membeli yang dapat membebani petani. Jadi
pemanfaatkan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk merupakan bentuk pemanfaatan
sumber daya lokal yang ada pada petani.
Pada dasarnya semua varietas jagung unggul bisa dikembangkan. Pemilihan
terhadap varietas hibrida BISI-2 diedarkan atas keunggulan yang dimiliki yaitu
potensi hasil sampai 13 t ha
-1
. Setiap tanaman menghasilkan dua tongkol pada
kondisi pertumbuhan optimal. Memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit,
tidak mudah rebah dan tanaman tidak terlalu tinggi
(6)
. Keunggulan varietas hibrida
BISI-2 sudah terbukti dari hasil penelitian
(6)
di lahan kering dataran rendah. Hasil biji
pipilan kering yang diperoleh mendekati potensi hasilnya yaitu 11,88 t ha
-1
. Hasil ini
lebih tinggi dibandingkan dengan varietas khusus lahan kering Bisma yang hanya
mencapai 9,2 t ha
-1
. Dari segi pemasaran, biji jagung varietas BISI-2 sangat tinggi
diserap pasar karena bijinya tidak terlalu keras sehingga mudah diolah untuk pakan
ternak. Harga pasar biji jagung memang belum ditetapkan pemerintah, masih
ditentukan harga pasar, tetapi, peluang untuk memperoleh keuntungan dari usaha tani
jagung cukup besar. Selain itu, membudidayakan tanaman jagung tidak serumit
menanam padi. Hama dan penyakit yang menyerang jagung juga sangat mudah
dikendalikan dan hampir tidak pernah terjadi gagal panen akibat serangan hama dan
penyakit, seperti halnya gagal panen padi.

C. METODE
Penerapan teknologi budidaya jagung hibrida dilakukan dengan membuat
demplot selaus 10 are. Lokasi demplot di Subak Bengkel Sari, Desa Bengkel Sari,
Kecamatan Selemadeg Barat Tabanan, dengan ketinggian tempat 25 mdpl (Profil
Desa Bengkel Sari, 2011). Curah hujan 224,70 mm/tahun dengan distribusi merata
dan suhu harian rata-rata 30C
(4)


I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

37
Kegiatan penerapan teknologi budidaya jagung di lokasi demplot dilakukan
selama lima bulan mulai bulan Juli Nopember 2011, terhitung sejak persiapan
lahan sampai pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Kegiatan diawali dengan
melakukan pendekatan ke petani pemilik lahan atas rekomendasi kepala desa dan
Kelian Subak. Dari nama-nama yang direkomenadsikan oleh kepala desa dan Kelian
Subak dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi fisik
lahan, kesuburan lahan, lokasi lahan, dan kebutuhan petani untuk pembudidayaan
jagung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dipilih satu petani yang
memiliki komitmen kuat untuk membudidayakan jagung di lahannya. Sementara itu,
petani yang lahannya tidak terpilih untuk dijadikan demplot diikutsertakan dalam
kegiatan demplot secara penuh guna dapat menyerap langsung pengetahuan dan
keterampilan dalam membudidayakan jagung.
Kegiatan untuk membudidayakan jagung dimulai dengan penyuluhan dan
praktek. Secara spesifik materi penyuluhan dan praktek menanam di lahan demplot
yang diberikan kepada petani peserta meliputi: (1) pengetahuan tentang karakteristik
lahan sawah dan iklim; (2) pengetahuan tentang persyaratan tumbuh tanaman jagung;
(3) teknik tanam tanpa olah tanah (TOT) atau olah tanah minimal; (4) penentuan
jarak tanam dan pembuatan lubang tanam; (5) pemilihan benih, persiapan benih, dan
teknik penanaman; (6) pemeliharaan (teknik pemupukan, pengairan, pengendalian
hama dan penyakit); dan (7) teknik panen, pengelolaan pasca panen serta pemasaran
hasil.
Adapun tahapan kegiatan praktek pembudidayaan jagung di lahan demplot
sebagai berikut.
1. Persiapan media tanam. Lahan dibersihkan dari gulma dan dibuatkan draenase
(saluran air pembuangan) yang mengelilingi petakan sawah. Pada petakan sawah
yang luas, di bagian tengah petakan sawah dibuat lagi dua buah draenase yang
memotong lahan. Di atas lahan yang sudah disiapkan dihamparkan pupuk
organik dari kotoran sapi secara merata dengan dosis 5 t ha
-1
(50%) dari
kebutuhan normal. Lahan dibiarkan selama 10 14 hari agar terjadi proses
dekomposisi secara sempurna.
2. Pada lahan yang sudah siap ditanami dibuatkan lubang tanam sekitar 5 cm
dengan cara ditugal dengan jarak antar barisan 70 cm dan jarak dalam barisan 20
cm dan pada setiap lubang tanam diisi satu bibit. Untuk memastikan jarak tanam
teratur dan sesuai dengan yang diinginkan, digunakan tali rafia yang telah diberi
tanda dengan ikatan tali rafia warna berbeda pada setiap jarak 20 cm. Sedangkan
untuk mendapatkan jarak antar barisan 70 cm digunakan meteran.
3. Sebelum ditanam, bibit jagung disiapkan terlebih dahulu dengan cara direndam
dengan air dingin selama 2 3 hari. Air rendaman ditiriskan dan bibit
dihamparkan di atas nampah sampai berkecambah dan siap untuk ditanam. Bibit
yang digunakan adalah jagung hibrida varietas BISI-2.
4. Penanaman. Pada lubang tanam yang telah dibuat dimasukkan satu biji per
lubang tanam. Lubang tanam yang telah terisi biji ditutup dengan menggunakan
serbuk gergaji. Serbuk gergaji dapat digantikan dengan tanah gembur yang
dicampur sedikit dengan pasir halus. Atas dasar jarak tanam yang telah
ditentukan 70 x 20 cm diperoleh populasi tanaman sebanyak 71.248 tanaman ha
-
1
atau 7.125 tanaman untuk 10 are.

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

38
5. Pemberian pupuk. Walau telah menggunakan pupuk organik, untuk kecukupan
unsur hara yang diperlukan tanaman, tetap diberikan pupuk kimia urea, TSP dan
KCl masing-masing 50%
(1)
. Dosis masing-masing pupuk sebesar 150 kg urea ha
-
1
, 50 kg TSP ha
-1
, dan 25 kg KCl ha
-1
. Pemberian pupuk dilakukan dalam tiga
tahap. Pertama, seluruh pupuk posfor (TSP) dan 1/3 pupuk urea diberikan
bersamaan dengan waktu tanam dengan cara ditugal sedalam 10 cm pada jarak 5
cm di kiri atau kanan lubang. Kedua, setelah tanaman berumur 21 hst diberikan
pupuk urea dengan dosis 1/3 bagian dengan cara ditugal sedalam 10 cm pada
jarak 10 cm di kiri atau kanan lubang. Ketiga atau terakhir, saat tanaman berumur
36 hst diberikan 1/3 bagian pupuk urea dengan cara pemberian sama seperti pada
tahap kedua
(2)
.
6. Pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan,
pembumbunan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan
dilakukan setiap ada gulma dengan cara mekanis (dicabut). Pembumbunan
dilakukan satu kali pada umur 21 - 28 hst dengan cara menimbun pangkal batang
tanaman dengan tanah. Pengairan dilakukan jika harapan turun hujan saat
tanaman memerlukan air tidak terjadi hujan dengan menggunakan air irigasi.
Pengendalian terhadap hama dan penyakit (langkah antisipasi) dilakukan dengan
menggunakan pestisida organik Passo.
7. Panen. Panen biji jagung dilakukan dengan kriteria tongkol atau kelobot
mengering, biji keras, mengkilat, dan bila ditekan tidak membekas.
8. Pasca penen. Jagung tanpa kelobot setelah dipanen dikeringkan dengan cara
dijemur di terik sinar matahari sekitar 3 hari atau biji sudah benar-benar kering
yaitu bila digigit tidak pecah. Setelah betul-betul kering, jagung dipipil dengan
mesin perontok dan bila belum mencapai kadar air 12% kembali dilakukan
penjemuran dan siap di bawa ke tempat pemasaran.
9. Pemasaran. Pemasaran hasil dilakukan ke pengepul besar jagung dengan dihantar
pelaksana program. Harga yang diperoleh petani sesuai dengan harga pasar saat
jagung dipasarkan.
Data hasil biji diperoleh dari luasan penen (ubinan) 1,4 m x 1,2 m (1,68 m
2
).
Seluruh biji ubinan ditimbang setelah mencapai kadar air biji 12%. Kadar air biji
12% dicari dengan menggunakan alat Grain Moisture Tester tipe PM-140

diproduksi
oleh Kett Electric Laboratory. Untuk mendapatkan data produksi biji pipilan kering,
data produksi biji dari ubinan dikonversi ke hektar. Gambaran tentang kelayakan
usaha taninya diperoleh dengan cara melakukan analisis usaha tani secara sederhana
yang dibandingkan dengan kelayakan usaha tani padi.

D. KARYA UTAMA
Pertumbuhan tanaman tidak mengalami gangguan yang berarti baik dari
serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh secara normal
(Gambar 1A). Hanya ditemukan adanya serangan hama tikus pada beberapa tongkol
pada saat pengisian biji. Terlihat dari beberapa tongkol tidak penuh berisi biji akibat
dimakan tikus (Gambar 1B). Selain adanya serangan hama tikus, beberapa tongkol
ada yang tidak terisi biji secara penuh (Gambar 1C). Sampai menjelang panen umur
110 hst, tidak ditemukan lagi ada serangan hama tikus.

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

39
Berat biji kadar air 12% yang diperoleh 7,8 t ha
-1
. Hasil ini lebih rendah
19,2% dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari demplot jagung di Subak Cau
Belayu, Marga Tabanan pada tahun 2009 sebesar 8,5 t ha
-1(7)
.



Gambar 1A. Pertumbuhan
tanaman umur 60 hst.
Gambar 1B. Jagung termakan
hama tikus
Gambar 1C. Tongkol jagung
tidak berisi biji secara penuh

Kelayakan hasil usaha tani jagung dibandingkan dengan usaha tani padi
secara ekonomi sebagai berikut. Untuk luasan lahan 1 ha, rata-rata produksi padi
Ciherang di Subak Bengkel Sari yaitu 5,75 tha
-1
gabah kering panen dengan
Rp.4.000/kg
(8)
. Nilai nominal kotor yang diperoleh petani sebesar Rp. 23.000.000.
Sedangkan produksi jagung sebesar 7,8 t ha
-1
dengan harga jual Rp. 2.200/kg. Nilai
nominal kotor yang diperoleh petani sebanyak Rp. 17.600.000. Keuntungan yang
diperoleh dari hasil usaha tani padi sebesar Rp.14.214.000, sedangkan keuntungan
dari jagung sebesar Rp.8.125.500. Secara rinci, perbandingan antara analisis hasil
usaha tani jagung hibrida BISI-2 dengan jagung tampak pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Analisis Usaha Tani Jagung Hibrida BISI-2
No Komponen
produksi
(ha
-1
)
Harga
Satuan
(Rp)
Total (Rp) Produksi biji
pipilan
kering
( t ha
-1
)
Harga
satuan
(Rp)
Total (Rp) Saldo (Rp)
1 Benih 20 kg 43.000,- 860.000,- 7,8 2.200,- 17.600.000,-
2 Pupuk Urea 150
kg
1.800,- 270.000,-
3 Pupuk TSP 50 kg 2.500,- 125.000,-
4 Pupuk KCl 25 kg 2.500,- 62.500,-
5 Pupuk organik
kotoran sapi 5
ton
1.000,- 5.000.000,-
6 Pestisida nabati
Passo
40.000,- 40.000,-
7 Tali rafia 1
gulung
10.000,- 10.000,-
8 Biaya pipil biji 100,- 780.000,-
9 Hari orang kerja
(HOK) 20 orang
40.000,- 8.00.000,-
Total 8.447.500,- 17.600.000,- 8.125.500,-


I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

40
Tabel 2. Analisis Usaha Tani Padi Ciherang
No
Komponen
produksi
(ha
-1
)
Harga
Satuan
(Rp)
Total (Rp)
Produksi
gabah
kering
panen
(t ha
-1
)
Harga
satuan
(Rp)
Total
(Rp)
Saldo
(Rp)
1 Benih 25 kg 5.000 125.000 5,75 4.000 23.000.000,-
2 Pupuk Urea 250
kg
1.800 450.000
3 Pupuk SP 36
100 kg
2.500 250.000
4 Pupuk KCl 50
kg
2.500 125.000
5 Insectisida
Stores (500 cc)
42.000 42.000
6 Fungisida Skor
(80 ml)
34.000 34.000
7 Biaya
pengolahan
tanah dengan
traktor per are
25.000 2.500.000
8 Biaya tanam per
are
40.000 4.000.000
9 Hari orang kerja
(HOK) 36 orang
35.000 1.260.000
Total 10.786.000 23.000.000 14.214.000

E. ULASAN KARYA
Produksi biji pipilan kering kadar air 12% yang diperoleh sebesar 7,8 t ha
-1
.
Produksi ini belum mencapai potensi produksi biji pipilan 13 t ha
-1(9)
dan lebih
rendah dibandingkan dengan produksi di Subak Cau Belayu, Marga Tabanan yang
mencapai 8,5 t ha
-1(7)
. Belum tercapainya potensi produksi dan lebih rendahnya
produksi yang diperoleh disebabkan oleh kondisi tanah yang kurang mendukung
pertumbuhan jagung secara optimal. Kondisi kesuburan tanah yang kurang
mendukung seperti keasaman tanah cukup tinggi dengan kisaran pH antara

4 5
(Sukana, pres com). Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
jagung adalah 5,6 7,5
(4)
. Derajat keasaman tanah yang cukup tinggi ini terjadi
sebagai akibat penggunaan pupuk kimia nitrogen (urea) yang terus menerus dan
berlangsung lama, tanpa pernah dilakukan penambahan pupuk organik (Sukana,
press com). Akibat lainnya, kapasitas pegang air tanah menurun. Hal ini terbukti dari
pengairan yang dilakukan sampai tiga kali. Padahal untuk pertumbuhan tanaman
jagung hanya memerlukan dua kali pengairan kalau tidak turun hujan, yaitu
menjelang tanaman berbunga dan saat pengisian biji. Ini mengindikasikan bahwa air
tidak tersimpan di dalam tanah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Karena air
tidak meresap dengan baik kedalam tanah akibat dari porositas tanah yang buruk,
sehingga air banyak mengalir di permukaan dan terbuang. Inilah yang mendasari
mengapa dalam pelaksanaan demplot ini diberikan pupuk organik.

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

41
Bila dikaji dari segi iklim, wilayah Subak Bengkel Sari sangat sangat
mendukung untuk pembudidayaan jagung. Curah hujan 224,70 mm/tahun dengan
distribusi merata dan suhu harian rata-rata 30C. Untuk pertumbuhan optimal, curah
hujan yang diperlukan selama pertumbuhan jagung adalah sekitar 85 200/tahun
(2)
.
Atas dasar itu, dari segi kecukupan air tidak ada masalah. Sementara itu, suhu rata-
rata harian sedikit lebih tinggi dari rentangan suhu optimum (23 27C) untuk
persyaratan tumbuh jagung. Akan tetapi, saat perkecambahan suhu 30C merupakan
suhu optimum yang diperlukan
(2)
.
Penyebab lain masih redahnya produksi biji, karena gangguan serangan hama
tikus pada saat pengisian biji. Serangan hama tikus sampai sejauh ini sangat sulit
dikendalikan. Berbagai cara telah dilakukan oleh anggota subak, akan tetapi hama
tikus masih saja ada. Serangan hama tikus, walaupun tidak menyebabkan kerugian
secara ekonomis, tetapi tetap berkontribusi terhadap penurunan hasil. Berbeda
dengan serangan hama tikus yang menyerang padi, yang seringkali menyebabkan
kerugian secara ekonomis dan bahkan menyebabkan gagal panen. Ini terjadi, karena
hama tikus lebih menyukai buah padi muda untuk dimakan dibandingkan dengan
biji jagung. Pada sisi lain, kecenderungan tersedianya bahan makanan tikus dari biji
padi selalu tersedia, karena pola tanam monokultur padi yang diterapkan petani tidak
saja di Subak Bengkel Sari juga di Subak Angkah yang lokasinya berdekatan.
Produksi biji pipilan kering yang masih rendah, kemungkinan juga
disebabkan oleh kandungan unsur hara K dalam tanah tidak mencukupi walaupun
telah ditambahkan pupuk KCl. Hal ini tampak dari ada tongkol yang tidak berisi biji
secara penuh (Gambar 1C). Pengisian biji yang tidak maksimal merupakan salah satu
gejala yang tampak pada tanaman akibat kekurangan unsur K.
Walau produksi biji pipilan kering masih tergolong rendah, tetapi secara
umum masih menguntungkan secara ekonomi. Secara nominal, keuntungan yang
didapat petani untuk luasan lahan 1 ha sebesar Rp. 8.125.500. Keuntungan usaha tani
jagung memang lebih rendah 42.83%, dibandingkan dengan usaha tani sawah yang
mencapai Rp.14.214.000, akan tetapi keuntungan di luar materi tidak terhitung
nilainya dan berdampak jangka panjang. Keuntungan tersebut antara lain; (1) terjadi
optimalisasi pemanfaatan lahan pada musim kemarau, dimana pada saat itu untuk
bertanam padi tidak memungkinkan; (2) terjadi pergiliran tanaman sehingga siklus
hama tikus dan hama lainnya dapat diputus atau paling tidak populasinya dapat
berkurang akibat tidak tersedia makanan padi yang paling disukai; (3) penambahan
pupuk organik dapat memperbaiki sifat, kimia dan biologis tanah, hal mana tidak
terjadi untuk tanam padi karena selalu mengandalkan pupuk kimia untuk
pertumbuhan tanaman; (4) terjadi usaha pertanian secara berkelanjutan
(sustainability agriculture) karena secara perlahan-lahan penggunaan pupuk kimia
terus dikurangi dan penggunaan pestisida sintetis diganti dengan pestisida nabati.

F. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penerepan teknologi jarak tanam dan
varietas hibrida berbasis semi organik sebagai berikut.
(1) Lahan sawah di Subak Bengkel Sari, Kecamatan Selemadeg Tabanan potensial
untuk pengembangan jagung pada musim kemarau. Mengingat ketersediaan air

I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

42
irigasi untuk pertumbuhan jagung masih mencukupi kebutuhan tanaman, kondisi
geografis, iklim dan kesiapan petani untuk mengembangkan jagung cukup tinggi;
(2) Pelaksanaan program dilakukan dengan membuat demplot di salah satu lahan
petani yang memiliki komitmen kuat dalam membudidayakan jagung. Tahapan
dalam kegiatan demplot diawali dengan penyluhan dan dilanjutkan dengan
praktek menanam, memelihara tanaman, panen, pengelolaan pasca panen dan
pemasaran;
(3) Jarak tanam yang digunakan yaitu 70 x 20 cm dengan menanam jagung hibrida
BISI-2 dan memberikan pupuk kimia (urea, TSP, dan KCl) hanya 50% dari dosis
anjuran serta 50% pupuk organik kotoran sapi, dan dalam penanaman dilakukan
dengan tanpa mengolah tanah (TOT);
(4) Produksi biji kering pipilan kadar air 12% yang diperoleh sebesar 7,8 t ha
-1

dengan keuntungan sebesar Rp. 8.125.500. Keuntungan inmaterial yang didapat
yaitu dalam jangka panjang penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki
tingkat kesehatan tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta
terjadi otpimalisasi dalam pemanfaatan lahan;
(5) Introduksi teknologi budidaya jagung telah direspon baik oleh petani, Kelian
Subak, PPL, termasuk oleh Kepala Desa yang mendukung penuh kegiatan
demplot ini.

G. DAMPAK DAN MANFAAT
Penerapan teknologi budidaya jagung telah berdampak pada masyarakat
secara luas dan terutama pada kelompok tani sasaran. Pada kelompok petani sasaran
terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang teknik budidaya jagung
unggul, pengelolaan pasca panen, dan pemasaran hasil. Awalnya, para petani tidak
berani mengembangkan jagung pada musim kemarau dan lebih memilih membiarkan
lahanya kosong. Kalaupun ada petani yang menanam jagung, petani tidak
menggunakan bibit unggul, jarak tanam tidak teratur, dan tidak dipelihara secara
intensif. Melalui program ini, petani lain di luar kelompok sasaran mulai tertarik
untuk mengembangkan jagung. Ketertarikan ini muncul karena melihat pertumbuhan
jagung yang tampak lebih subur dan tumbuh merata dibandingkan dengan petani lain
yang menanam jagung lokal. Selain itu, hasil yang diperoleh tidak kalah jauh
dibandingkan dengan padi.
Manfaat dari pelaksanaan program ini yaitu dapat membuka wawasan petani
tentang usaha tani alternatif pada musim kemarau, dimana pada saat itu untuk
menanam padi sangat beresiko mengalami gagal panen. Ini berarti terjadi
optimalisasi pemanfaatan lahan pada musim kemarau. Optimalisasi pemanfaatan
lahan dapat meningkatan pendapatan petani sehingga kehidupan petani menjadi
semakin sejahtera. Bila dilihat dari perluasan areal tanam, program ini bermanfaat
untuk membentuk sentra-sentra produksi jagung baru selain yang selama ini sudah
ada.





I Made Sudiana, dkk. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah, 3(4), 2012, 33-43

43
H. DAFTAR PUSTAKA
(1) Muhadjir, F. 2000. Karakteristik Tanaman Jagung. Bogor: Balitbang Pertanian
Puslitbang Tanaman Pangan.
(2) Departemen Peratanian RI. 2003. Kumpulan Buku Tanaman Pangan, Tanaman
Sayuran, Buah, Tanaman Kebun, dan Tanaman Obat. Jakarta: Badan
Pengenmabngan Sumberdaya Manusia Pertanian, Bagian Proyek Pemberdayaan
Penyuluhan Pertanian Pusat.
(3) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2005. Teknologi Budidaya
Jagung. Leaflet. Denpasar: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali.
(4) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2011. Data Statistik
Pertanian Kecamatan Selemadeg Barat. Tabanan: Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura.
(5) Subandi. 2002. Varietas Bersari Bebas Vs Varietas Hibrida pada Tanaman
Jagung. Majalah Pertanian Abdi Tani, 4:17-22.
(6) Sudiana, I M. 2007. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Hasil Biji, Kadar Protein
Kasar, Serat Kasar, dan Ekstrak Tanpa Nitrogen Brangkasan Beberapa Varietas
Jagung (Zea mays L.) Unggul di Lahan Kering. Tesis. Denpasar: Universitas
Udayana.
(7) Sudiana, I. M., Maduriana, I M. 2009. Demplot Jagung Berbasis Organik.
Laporan Program Sibermas Tahun ke-3, Kerjasama DP2M Dikti, Unmas
Denpasar, IKIP Saraswati Tabanan, dan Pemkab Tabanan.
(8) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2011. Data Statistik Produksi
Padi Kecamatan Selemadeg Barat. Tabanan: Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura.
(9) Menteri Pertanian RI. 1995. Surat Keputusan Mentan No.519/Kpts/TP.240/9/95,
tentang Legalitas Varietas Jagung Hibrida BISI-2.

I. PERSANTUNAN
Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga disampaikan kepada Ketua
Program I
b
W Unmas Denpasar yang telah mendanai dan mendampingi kegiatan
demplot. Hal yang sama, juga disampaikan kepada Perbekel Desa Bengkel Sari yang
telah mendampingi petani dan pelaksana program selama kegiatan demplot
berlangsung. Juga disampaikan terima kasih kepada petani dan kelompok tani yang
terlibat langsung dalam kegiatan demplot atas komitmen dan kerjasamanya yang
baik.

Anda mungkin juga menyukai