Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang
kesehatan adalah penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi
yang masih menjadi ancaman penduduk di daerah tropis/subtropik dan negara
berkembang (termasuk Indonesia) maupun negara yang sudah maju dan dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi, anak balita dan ibu hamil. Penyakit
menular yang telah mengganggu manusia sejak zaman dahulu dan terus berlanjut
menghantui 40% penduduk dunia ini, setidaknya sudah menginfeksi lebih dari 500
juta jiwa per tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta jiwa meninggal.
1,2,3,4

Bersama AIDS dan TBC, malaria telah menjadi sasaran WHO untuk dihapus
dari muka bumi. Penyakit ini mampu membunuh anak setiap 20 detiknya dan
menjadi penyakit paling mematikan. Setidaknya separo penduduk planet bumi ini
terancam oleh malaria Di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2005
diperkirakan 247 juta kasus malaria di dunia (91% atau 230 juta disebabkan oleh P.
Falciparum ) dan 881 ribu orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal akibat
malaria dimana 90% kematian terjadi di afrika dan 4% di Asia (termasuk Eropa
Timur). Dimana 85% kematian terjadi pada anak di bawah 5 tahun. Secara
keseluruhan terdapat 3,3 milyar orang bertempat tinggal di daerah endemis malaria
di dunia yang terdapat di 109 negara. Malaria di dunia paling banyak terdapat di
Afrika yaitu di sebelah selatan Sahara dan malaria muncul kembali di Asia Tengah,
Eropa Timur, dan Asia Tenggara.
5,6,7

Di Indonesia, menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria dengan 15 juta kasus
2

malaria klinis dengan kematian 38.000 setiap tahunnya. Dari 293 Kabupaten/Kota
yang ada di Indonesia, 167 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.
3

Menurut Deputi Principal Recipiend Global Fund Ads Tubercolosis Malaria,
Ferdinand J Laihad (25/4/2007). Indonesia benar-benar seperti kerajaan malaria.
310 Kabupaten/Kota dinyatakan endemis penyakit ini. Sebanyak 107.785.000
penduduk beresiko tertular. 310 Kabupaten/Kota itu merupakan 70,3 persen dari
total Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Daerah endemis malaria tersebut
kebanyakan berada di Provinsi Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Maluku Utara, dan
Nusa Tenggara Timur. Umumnya malaria ditemukan pada daerah-daerah terpencil
dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah.
8,9

Sedangkan menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (PP&PL) DepKes, dr. I Nyoman Kandun (30/04/2008). Indonesia
termasuk Negara beresiko malaria. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus
malaria klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita
positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun
2006 sekitar 350 ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus. Pada tahun
2007 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8 Provinsi, 13
Kabupaten, 15 Kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita malaria positif sebesar
1256 penderita, 74 kematian (Case Fatality Rate=5,9%). Jumlah ini mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2006, dimana terjadi KLB di 7 provinsi, 7
kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa dengan jumlah penderita 1107 dengan 23
kematian (Case Fatality Rate=2,07%).
7

I. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, adapun rumusan masalah yang
ingin diangkat oleh penulis, yaitu : Bagaimanakah gambaran epidemiologi
penyakit malaria di Kota Jayapura tahun 2009?

3

I. 3. Tujuan Penelitian
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi dan tingkat
keberhasilan pengendalian penyakit malaria di Kota Jayapura tahun 2009.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penderita malaria
berdasarkan umur penderita.
2. Untuk memperoleh distribusi informasi mengenai distribusi penderita
malaria berdasarkan jenis kelamin penderita.
3. Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penderita malaria
berdasarkan tempat tinggal.
4. Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penderita malaria
berdasarkan waktu kejadian.
5. Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penderita malaria
berdasarkan jenis plasmodium.

I.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian dokter pada bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.
2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi dalam memperkaya hasanah ilmu
pengetahuan serta merupakan bacaan bagi peneliti berikutnya.
4

3. Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait guna lebih memberikan dorongan
dalam pencegahan malaria.
4. Sebagai aplikasi ilmu yang diperoleh serta merupakan pengalaman berharga
bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan pengetahuan.

















5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi ini memberikan gejala klasik walaupun tidak selalu ditemukan
berupa demam, menggigil, dan berkeringat. Selain itu dapat pula didapatkan adanya
anemia ataupun splenomegali. Penyakit ini dapat berlangsung akut ataupun kronik
dan dapat pula terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.
1,10

II.2. Epidemiologi
Penyebaran malaria terjadi dalam wilayah-wilayah yang terbentang luas
meliputi belahan bumi utara dan selatan, antara 64
0
Lintang Utara (kota Arcchangel
di Rumur) dan 32
0
Lintang Selatan (kota Cordoba, Argentina). Penyebaran malaria
dapat berlangsung pada ketinggian wilayah yang sangat bervariasi, dari 400 meter
di bawah permukaan laut, misalnya di Laut Mati, dan 2600 meter di atas permukaan
laut, misalnya di Londiani, Kenya, atau 2800 meter di atas permukaan laut,
misalnya di Cochambamba, Bolivia.
1

P. vivax mempunyai wilayah penyebaran yang luas, dari wilayah beriklim
dingin, subtropik, sampai wilayah beriklim tropis. P. falciparum jarang ditemukan
di wilayah beriklim dingin, tetapi paling sering ditemukan pada wilayah beriklim
tropis. Wilayah penyebaran P. malariae mirip dengan penyebaran P. falciparum,
tetapi P. malariae jauh lebih jarang ditemukan, dengan distribusi yang sporadik.
Dari semua spesies Plasmodium manusia, P. ovale paling jarang ditemukan di
wilayah-wilayah Afrika beriklim tropis, dan sekali-sekali ditemukan di kawasan
Pasifik Barat.
1

6

Di Indonesia, secara umum spesies yang paling sering ditemukan adalah P.
falciparum dan P. vivax. P. malariae jarang ditemukan di Indonesia bagian timur,
sedangkan P. ovale lebih jarang lagi. Penemuannya pernah dilaporkan di Flores,
Timor, dan Irian Jaya.
1

II.2.1. Faktor Parasit
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada
dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan
gametosit jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit
juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk anopheles
yang anthropofilik agar sporogoni dimungkinkan dan menghasilkan
sporozoit yang infektif.
11

Ada empat jenis plasmodium yang menyerang manusia, yaitu :
1,11,12

- P. falciparum. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria tertiana
maligna (malaria tropica), disebut pula malaria subtertiana, malaria
estivoatumal, atau lebih tepat malaria falciparum, yang sering menjadi
malaria yang berat/malaria cerebralis, dengan angka kematian yang
tinggi. Infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang
meningkat jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan merozoitnya
menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik muda maupun tua).
- P. vivax. Menyebabkan malaria tertiana benigna, disebut juga malaria
vivax atau tertiana ague. Spesies ini memiliki kecenderungan
menginfeksi sel-sel darah yang muda (retikulosit).
- P. ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai menyebabkan malaria
tertiana benigna atau lebih tepat disebut malaria ovale. Predileksinya
terhadap sel-sel darah merah mirip dengan P. vivax (menginfeksi sel
darah merah muda).
7

- P. malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana (tidak lazim
disebut malaria malariae), yang ditandai dengan serangan panas yang
berulang setiap 72 jam. Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi
sel-sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia rendah karena
spesies ini lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini
satu-satunya yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa
binatang liar lainnya.
Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan di atas ada
kemungkinan seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies
Plasmodium secara bersamaan. Hal tersebut disebut infeksi campuran atau
mixed infection. Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua
spesies, terutama P. falciparum dan P. vivax atau P. malariae. Jarang terjadi
infeksi campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi
campuran tiga spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di
wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi.
1,10,13

Sifat-sifat spesifik parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria
dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P.
falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun
menghasilkan parasitemia yang paling tinggi, gejala yang paling berat dan
masa inkubasi yang paling pendek. Gametosit P. falciparum baru
berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah.
Gametosit P. falciparum menunjukkan periodisitas dan infektivitas yang
berkaitan dengan kegiatan menggigit vector P. vivax dan P. ovale pada
umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan
dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan P.
ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan hipnozoit.
Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps.
11

8

Setiap spesies malaria terdiri dari berbagai strain yang secara
morfologik tidak dapat dibedakan. Strain dari suatu spesies yang
menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor dari
daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga berbeda
menurut geografi P. vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa
inkubasi yang lama, sedangkan P.vivax dari Pasifik Barat (a.l. Irian Jaya,
Chesson strain) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi
terhadap obat antimalaria juga berbeda menurut strain geografik parasit.
Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda misalnya dengan di Sumatera atau
Jawa.
11

Siklus hidup parasit malaria dimulai bila seorang digigit nyamuk
Anopheles (betina) yang mengandung sporozoit. Sporozoit-sporozoit yang
masuk bersama ludah nyamuk ke peredaran darah. Dalam waktu yang
sangat singkat (30 menit) semua sporozoit menghilang dari peredaran darah,
masuk ke parenkim sel-sel hati. Dalam sel-sel hati (hepatosit) sporozoit
membelah diri secara aseksual, dan berubah menjadi sizon hati (sizon
kriptozoik). Seluruh proses tersebut tadi disebut fase ekso-eritrosit primer
(fase preeritrositik). Siklus tadi memerlukan waktu antara 6-12 hari untuk
menjadi lengkap, tergantung dari spesies parasit malaria yang menginfeksi.
Sesudah sizon kriptozoik dalam sel hati menjadi matang, bentuk ini bersama
sel hati yang terinfeksi pecah dan mengeluarkan antara 5.000-30.000
merozoit, tergantung dari spesiesnya, yang segera masuk ke peredaran darah
tepi dan menyerang/masuk ke sel-sel darah merah. Tenggang waktu antara
saat pertama sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai saat parasit malaria
bisa ditemukan di dalam darah tepi disebut masa pre-paten.
1,10,12

Dalam sel darah, merozoit-merozoit yang dilepas dari sel hati tadi
berubah menjadi trofozoit muda (bentuk cincin). Trofozoit muda tumbuh
menjadi trofozoit dewasa, dan selanjutnya membelah diri menjadi sizon.
9

Sizon yang sudah matang, dengan merozoit-merozoit di dalamnya dalam
jumlah maksimal tertentu tergantung dari spesiesnya, pecah bersama sel
darah merah yang diinfeksi, dan merozoit-merozoit yang dilepas itu kembali
menginfeksi sel-sel darah merah lain untuk mengulang siklus tadi.
Keseluruhan siklus yang terjadi berulang dalam sel darah merah disebut
siklus eritrositik aseksual atau skizogoni darah. Peristiwa pecahnya sizon-
sizon bersama sel-sel darah merah yang diinfeksinya disebut proses
sporulasi, dan ini berkolerasi dengan munculnya gejala-gejala malaria, yang
ditandai dengan demam, dan menggigil secara periodik. Satu siklus
skizogoni darah berlangsung lengkap 24-49 jam untuk P. falciparum, 48
jam untuk P. ovale, menyebabkan pola periodisitas tertiana (tiap hari
ketiga), dan 72 jam untuk P. malariae, menyebabkan pola kuartana (tiap
hari ke empat). Tenggang waktu sejak saat masuknya sporozoit ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala-gejala penyakit malaria disebut masa
inkubasi (masa tunas) dengan waktu yang berbeda tergantung jenis
plasmodium yang menginfeksi dan status imunitas penderita.
Setelah siklus skizogoni darah berulang beberapa kali, beberapa
merozoit tidak lagi menjadi sizon, tetapi berubah menjadi gametosit dalam
sel darah merah, yang terdiri dari gametosit jantan (mikrogametosit) dan
gametosit betina (makrogametosit). Siklus terakhir ini disebut siklus
eritrositik seksual dan gametogoni. Jika gametosit yang matang diisap oleh
nyamuk Anopheles, di dalam lambung nyamuk terjadi proses eksflagelasi
pada gametosit jantan, yaitu dikeluarkannya 8 sel gamet jantan
(mikrogamet) yang bergerak aktif mencari sel gamet betina (makrogamet).
Selanjutnya pembuahan terjadi antara satu sel gamet jantan dan satu sel
gamet betina, menghasilkan zigot dengan bentuknya yang memanjang, lalu
berubah menjadi ookinet yang bentuknya vermiformis dan bergerak aktif
menembus mukosa lambung. Di dalam dinding lambung paling luar ookinet
mengalami pembelahan inti menghasilkan sel-sel yang memenuhi kista yang
10

membungkusnya, disebut ookista. Di dalam ookista dihasilkan puluhan ribu
sporozoit, menyebabkan ookista pecah dan menyebarkan sporozoit-
sporozoit yang berbentuk seperti rambut ke seluruh bagian rongga badan
nyamuk (homosel), dan dalam beberapa jam saja menumpuk di dalam
kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit bersifat infektif bagi manusia jika masuk
ke peredaran darah. Seluruh fase perubahan yang dialami P. falciparum
dalam tubuh nyamuk vektornya berlangsung antara 11-14 hari, 9-12 hari
untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. ovale, dan 15-21 hari untuk P. malariae.
1,10,12

Pada infeksi P.vivax dan P. ovale, saat pecahnya sizon kriptozoit
dalam sel hati, sebagian dari merozoit-merozoit yang lepas kembali
menginfeksi sel parenkim hati yang lain, dan berubah menjadi sizon lagi.
Siklus kedua yang berlangsung di dalam sel hati disebut siklus ekso-
eritrositik sekunder (paraeritrositik). Siklus EE sekunder berlangsung dalam
waktu yang jauh lebih lama daripada EE primer, bisa selama beberapa bulan
atau beberapa tahun. Siklus EE sekunder tidak terjadi pada infeksi dengan P.
falciparum dan P. malariae. Siklus EE sekunder bisa menyebabkan
kekambuhan, yang disebut relaps, pada malaria yang disebabkan oleh P.
vivax dan P. ovale. Relaps disebabkan merozoit-merozoit yang masuk ke
dalam peredaran darah, yang berasal dari siklus EE sekunder. Suatu strain P.
vivax mempunyai pola relaps yang ditandai rentang waktu yang singkat
antara serangan malaria pertama dengan serangan relaps yang pertama
(disebut pola relaps zona tropik), sedangkan strain P. vivax lain yang
ditandai oleh rentang waktu yang lebih lama, yaitu beberapa bulan antara
serangan malaria pertama dengan serangan relaps yang pertama (disebut
pola relaps zona beriklim dingin). Kekambuhan pada malaria P. falciparum
dan P. malariae disebabkan oleh sisa-sisa Plasmodium yang berasal dari
siklus skizogoni darah, yang memperbanyak diri sampai mencapai jumlah
11

yang cukup untuk menimbulkan malaria sekunder. Jenis kekambuhan yang
terakhir disebut reksudesensi (recrudensence).
1,10,12

Sedikit lain dengan teori di atas, sebuah teori lain menyatakan bahwa
infeksi oleh P. vivax dan P. ovale, sejak semula ada sekelompok sporozoit
yang menjalani suatu bentuk uninukleat yang dormant atau laten di
dalam sel hati, disebut hipnozoit, yang kemudian akan menjalani proses
skizogoni melalui fase EE sekunder, dan apabila sizon ini pecah
menimbulkan relaps atau malaria sekunder.
1,10,12

II.2.2. Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin
sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi
keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria
mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara
transplasental.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai
respons imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, namun kehamilan
menambah resiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak
yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak a.l. berat badan lahir yang
rendah, abortus, partus premature dan kematian janin intrauterin.
Malaria konginetal sebenarnya sangat jarang dan kasus ini
berhubungan dengan kekebalan yang rendah pada ibu. Secara proporsional
insidens malaria konginetal lebih tinggi di daerah prevalensi malaria lebih
rendah.
Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya
malaria dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons
12

imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor. Beberapa faktor
genetik bersifat protektif terhadap malaria ialah :
- Golongan darah Duffy negatif
- Hemaglobin S yang menyebabkan sickle cell anemia
- Thalassemia (alfa dan beta)
- Hemaglobinopati lainnya (HbF dan HbE)
- Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
- Ovalositosis (di Papua New Guinea dan mungkin juga di Irian Jaya)
Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru
lebih sering mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat
mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi
buruk.
II.2.3. Faktor Nyamuk
11

Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina
anopheles. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu
atau paling banyak 3 spesies anopheles yang menjadi vektor penting. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies anopheles yang menjadi vektor
malaria.
Nyamuk anopheles terutama hidup didaerah tropik dan subtropik,
namun bisa juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah
Arktika. Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 2.000-
2.500m. Sebagian besar nyamuk anopheles ditemukan di dataran rendah.
13

Efektivitas vektor untuk menularkan malaria ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
- Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia
- Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia
- Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu)
- Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga
menjadi infektif)
- Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian
menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh,
dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan
dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai :
- Endofili : suka tinggal dalam rumah/bangunan
- Eksofili : suka tinggal di luar rumah
- Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan
- Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan
- Antroprofili : suka menggigit manusia
- Zoofili : suka menggigit binatang
Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih
dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk
anopheles bisa terbawa sampai 30 km. Nyamuk anopheles dapat terbawa
pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang
non-endemik.
II.2.4 Faktor Lingkungan
11

- Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat
menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini
berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7
0
C masa inkubasi ekstrinsik
14

adalah 10-12 hari untuk P. falciparum dan 8-11 hari untuk P. vivax, 14-
15 hari untuk P. malariae dan P. ovale.
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20-30
0
C. Makin tinggi suhu (sampai
batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sprogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan
batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk
dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung
pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan.
Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan
berkembang biaknya nyamuk anopheles.
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian di atas 2000m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-Nino. Di
pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut
(di Bolivia).
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang
nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan
manusia.
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus
15

spp dan An. pinctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. An.
barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang
deras dan An. letifer menyukai air tergenang.
An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar
garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke atas.
Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. sundaicus
dalam air tawar.
- Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar
matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax
spp), gambusia, nila, mujair, dan lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau, dan babi
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak
tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.
- Lingkungan Sosial-Budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana
vektor bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan
nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria a.l.
dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang
kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan pemukimam baru/transmigrasi sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan
malaria (man-made malaria).
16

Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor
penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan
perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus
malaria yang di impor.
II.2.5 Penilaian Situasi Malaria (Indikator Malaria)
11

Berapa sesungguhnya angka morbiditas dan mortalitas malaria suatu
wilayah sering sulit atau tidak mungkin diukur. Diantara indeks malariometri
standar yang dipakai untuk mengukurnya adalah :
a. Angka limpa atau spleen rate, yaitu presentase anak-anak berumur 2-9
tahun yang mempunyai pembesaran limpa yang bisa diraba.
Berdasarkan besarnya angka limpa yang disurvei suatu wilayah, dikenal
empat kemungkinan endemisitas malaria.
- Hipoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun tidak
melampaui 10%
- Mesoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun antara
11%-50%
- Hiperendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun di atas
50%, angka limpa pada orang dewasa juga tinggi, tetapi toleransi
orang dewasa terhadap infeksi rendah
- Holoendemik, bila angka limpa pada anak-anak 2-9 tahun selalu di
atas 75%, angka limpa orang dewasa rendah, toleransi orang dewasa
terhadap infeksi tinggi
b. Angka parasit atau parasite rate, yaitu presentase penduduk yang dalam
darahnya mengandung parasit malaria (parasitemia).
c. Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu proporsi jumlah kasus malaria
klinis dalam satu tahun per jumlah penduduk tahun kejadian.
- LIA (Low Incidence Area) jika kurang dari 10 per mil
- MIA (Medium Incidence Area) jika 10-50 per mil
- HIA (High Incidence Area) jika lebih dari 50 per mil
16

17

Indikator-indikator tersebut dipakai untuk mengukur tingkat
imunitas penduduk di suatu wilayah, meramal kemungkinan terjadinya
kejadian luar biasa malaria (KLB), dan memperkirakan besar dampak
yang mungkin terjadi.
Adanya malaria di masyarakat dibedakan sebagai endemik atau
epidemik, dan penggolongan lain menyebutkan stabil atau tidak stabil,
dengan definisi sebagai berikut :
- Malaria epidemik, merupakan malaria yang jumlah kasusnya
meningkat di suatu wilayah yang sebelumnya mempunyai tingkat
endemisitas rendah, atau adanya kasus malaria yang meningkat secara
luar biasa pada wilayah tertentu yang sebelumnya tidak ditemukan
malaria.
- Malaria endemik, adalah malaria di suatu wilayah yang ditularkan
secara alami dengan insiden yang bisa diukur dan ditemukan terus-
menerus selama beberapa tahun.
- Malaria stabil, adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang
relatif tetap selama masa transmisi atau antara satu masa transmisi
dan masa transmisi berikutnya. Di wilayah ini penduduk umumnya
mempunyai tingkat imunitas yang tinggi, dan kecil kemungkinan
terjadinya epidemi. Malaria stabil sesungguhnya sama dengan malaria
endemik menurut definisi di atas.
- Malaria tidak stabil, adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang
sangat fluktuaktif selama masa transmisi atau dari tahun ke tahun
berikutnya. Di wilayah seperti ini penduduk umumnya memiliki
tingkat imunitas yang sangat rendah, dan epidemi malaria sangat
mungkin terjadi.

18

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

III. 1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama
di Kota Jayapura. Dapat dikatakan bahwa setiap orang yang berada atau tinggal di
daerah tersebut akan mempunyai resiko untuk terkena malaria.
Secara epidemiologi malaria dapat terdistribusi pada semua kelompok umur,
jenis kelamin, tempat tinggal, waktu kejadian dan jenis plasmodium. Dengan
demikian upaya penanggulangan malaria harus memperhatikan faktor-faktor
tersebut.
Berdasarkan pemikiran di atas maka variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah distribusi frekuensi penderita malaria menurut umur
penderita, jenis kelamin penderita, tempat tinggal, waktu kejadian dan jenis
plasmodiumnya.
1. Variabel umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak lahir (kamus besar bahasa
Indonesia). Umur merupakan variabel yang penting dalam studi tentang
hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dan sebagai faktor sekunder
dalam mengamati atau meneliti perbedaan frekuensi penyakit terhadap
variabel lain seperti kontak kebiasaan hidup, resistensi, imunitas, pekerjaan,
status perkawinan, dan lain-lain.
2. Variabel jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani dan rohani yang membedakan dua makhluk
sebagai pria dan wanita (kamus besar Bahasa Indonesia). Terdapat perbedaan
masalah kesehatan untuk jenis kelamin pria dan wanita disebabkan karena
adanya perbedaan anatomi, fisiologi, dan hormonal. Ditambah lagi dengan
19

kebiasaan hidup, tingkat kesadaran berobat, penggunaan sarana pelayanan
kesehatan, rasio dalam populasi, ekspresi dan keluhan, macam pekerjaan, dan
lain-lain.
3. Variabel tempat
Distribusi penderita malaria berdasarkan tempat sangat bermanfaat untuk
melihat tempat mana yang menunjukkan kasus malaria yang paling tinggi
maupun rendah. Distribusi penderita malaria dapat dibedakan menurut batas
administrasi wilayah dan bentuk atau keadaan geografi. Dengan keadaan
geografi yang berbeda maka proses dan kejadian penyakit malaria akan
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan perindukan dari setiap jenis vektor nyamuk. Misalnya kasus malaria
sering terjadi pada daerah dataran rendah berair (rawa) dan pantai. Hal ini erat
hubungannya dengan suhu habitat vektor nyamuk dimana semakin rendah
suatu tempat makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik,
selain itu air merupakan habitat utama untuk perkembangbiakan vektor
nyamuk serta jenis pekerjaan penduduk yang lebih banyak di luar rumah
sehingga waktu kontak dengan vektor nyamuk lebih banyak.
4. Variabel waktu
Variabel waktu sangat penting untuk melihat kapan waktu-waktu yang paling
sering untuk terjadi peningkatan kasus malaria (trend). Variabel waktu dalam
penelitian ini dikelompokkan menurut bulan, dengan alasan bahwa
peningkatan dan penyebaran kasus malaria pada setiap bulan tidaklah selalu
sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan musim antara bulan yang satu
dengan bulan yang lain.
5. Variabel jenis plasmodium
Melalui pemeriksaan secara mikroskopik apusan darah penderita malaria baik
apusan darah tipis maupun apusan darah tebal dapat diketahui ada tidaknya
parasit malaria dan mengetahui jenis plasmodiumnya. Dalam penelitian ini
jenis plasmodium yang ingin diketahui distribusinya yaitu :
20

- Plasmodium falciparum
- Plasmodium vivax
- Mixed infection (terdapat > 1 jenis plasmodium)
Pentingnya mengetahui distribusi frekuensi Plasmodium falciparum di suatu
wilayah karena hal ini menunjukkan besarnya masalah malaria di wilayah
tersebut karena erat hubungannya dengan kematian.
III.2. Struktur Variabel
Berdasarkan variabel di atas maka dapat digambarkan kerangka konsepnya,
sebagai berikut :








Ket : variabel yang diteliti



Umur
Jenis kelamin
Tempat tinggal
( Kelurahan )

Waktu kejadian
(Triwulan)
Jenis Plasmodium
Studi Epidemiologi Penyakit
Malaria di Kota Jayapura
Tahun 2009
21

III. 3. Definisi Operasional
Berdasarkan struktur variabel maka untuk menyatakan persepsi dalam
penelitian ini dibuat definisi operasional dari masing-masing variabel, yaitu :
1. Umur adalah usia dari penderita malaria yang dapat dikelompokkan
berdasarkan sasaran penelitian.
- 0 11 bulan
- 1 4 tahun
- 5 9 tahun
- 10 14 tahun
- 15 54 tahun
- > 54 tahun
2. Jenis Kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan
yang menderita malaria klinis pada 9 Puskesmas yang tercatat pada data
laporan bulanan Dinas Kesehatan Kota Jayapura tahun 2009.
3. Tempat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wilayah tempat tinggal
penderita malaria klinis berdasarkan asal lokasi penderita yang berdomisili di
wilayah Puskesmas per kelurahan di kota Jayapura.
4. Waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saat terjadinya penyakit
malaria klinis di kota Jayapura, yaitu bulan kejadian malaria klinis mulai dari :
- Triwulan pertama ( Januari, Febuari, Maret )
- Triwulan kedua ( April, Mei, Juni )
- Triwulan ketiga ( Juli, Agustus, September )
- Triwulan keempat ( Oktober, November, Desember )
5. Jenis plasmodium yang dimaksud adalah jenis plasmodium yang ditemukan
pada hasil pemeriksaan laboratorium penderita yang tercatat dalam data Dinas
Kesehatan Kota Jayapura, diantaranya P. falciparum, P. vivax, dan Mix
Infection.

22

BAB IV
METODE PENELITIAN

IV. 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif yang bermaksud untuk
mengidentifikasi frekuensi dan distribusi penyakit malaria di kota Jayapura
berdasarkan variabel umur, jenis kelamin, tempat, dan waktu kejadian serta jenis
plasmodiumnya selama tahun 2009.
IV.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 16 27 Agustus 2010. Tempat
penelitian adalah kota Jayapura.
IV.3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
malaria yang tercatat dalam laporan bulanan penyakit di Dinas Kesehatan
Kota Jayapura yang berasal dari laporan 9 Puskesmas periode 2009.
2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita malaria
klinis yang tercatat dalam laporan bulanan penyakit di Dinas Kesehatan kota
Jayapura yang berasal dari 9 Puskesmas tahun 2009.
IV.4. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Jayapura yang merupakan data laporan bulanan dari 9 Puskesmas
yang ada di kota Jayapura tahun 2009.
23

IV.5. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data penyakit malaria dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer menggunakan sistem excel, dan disajikan dalam bentuk narasi
dan tabel distribusi.

















24

BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V.1. Letak Geografis
Secara geografis kota Jayapura terletak antara koordinat 1
0
28 17,26
3
0
58 0,82 Lintang Selatan (LS) dan 137
0
34 10,6 141
0
0 8,22 Bujur Timur
(BT). Wilayah ini berbatasan langsung dengan kabupaten dan negara tetangga.
- Wilayah Barat berbatasan dengan Distrik Sentani Timur dan Depapre
Kabupaten Jayapura.
- Wilayah Timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea.
- Wilayah Utara berbatasan dengan Lautan Pasifik.
- Wilayah Selatan berbatasan dengan distrik Arso Kabupaten Keerom.
Luas wilayah kota Jayapura 940 km
2
atau 940.000 Ha atau 0,23% dari luas
seluruh daerah provinsi Papua, yang terdiri dari 5 (lima) Distrik Jayapura Utara,
Jayapura Selatan, Abepura, Muara Tami dan Distrik Heram yang terdiri dari 14
Kampung dan 25 Kelurahan. Areal lahan di kota Jayapura, adalah seluas 4.967
Ha. Topografi daerah cukup bervariasi, mulai dari dataran hingga berbukit /
gunung dengan ketinggian + 700 meter di atas permukaan air laut dan Jayapura
merupakan daaerah beriklim tropis dengan temperature rata-rata 29
0
C 31,8
0
C.
Kesesuaian lahan untuk pembangunan di kota Jayapura dikelompokkan ke dalam
kawasan budidaya (14.220 Ha) dan kawasan non budidaya (79.780 Ha).
25


Gambar 5.1. Peta Kota Jayapura
Kota Jayapura adalah ibukota provinsi Papua, Indonesia. Kota ini
merupakan ibukota provinsi yang terletak paling timur di Indonesia. Kota yang
indah ini terletak di teluk Jayapura. Sebelum Perang Dunia II Kota Jayapura
diduduki oleh Pemerintah Belanda dengan sebutan Hollandia. Tepat 17 Maret
1910 Hollandia ditetapkan menjadi ibukota Nederland Nieuw Guinea. Setelah
intergrasi dengan Indonesia, Hollandda diubah namanya menjadi Kota Baru,
kemudian Soekaroputra dan terakhir dinamakan Jayapura sampai sekarang.
Nama Kota Jayapura pada awalnya adalah Holandia dimana nama tersebut
di berikan oleh Kapten Sachse pada tanggal 07 Maret 1910. Apa atri Holandia :
Hol = lengkung; teluk land= tanah, tempat yang berteluk. Negeri Belanda atau
Holland atau Nederland - geografinya menunjukkan keadaan berteluk-teluk.
26


Geografi Kota Jayapura hampir sama dengan garis pantai utara negeri
Belanda itu. Kondisi alam yang berlekuk-lekuk inilah yang mengilhami Kapten
sache untuk mencetuskan nama Hollandia di nama aslinya Numbay. Numbay
diganti nama sampai 4 kali: Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura--Jayapura, yang
sekarang dipakai adalah "Jayapura".
Walikota Pertama Drs. Flores Imbiri. 1979-1989. Walikota kedua Drs.
Michael Manufandu, MA. 1989-1993. Walikota ketiga Drs. Reomantyo periode
1994 - 1999. Walikota keempat Drs. M. R. Kambu, M.Si, periode 200-2005.
Walikota kelima Drs. M. R. Kambu, M.Si periode 2005-2010. Wakil Walikota
H.Sudjarwo, BE


Sesuai perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat
maka status Kabupaten jayapura dibentuk menjadi kota administratif. Kemudian
berdasarkan undang-Undang No.6 tahun 1993 secara resmi status Kota
Administratif Jayapura ditingkatkan menjadi Kotamadya Jayapura.

27

Kota Jayapura yang penduduknya heterogen, terdiri dari hampir semua
suku bangsa yang ada di Indonesia yang berdomisili di ibukota provinsi Papua.
Jumlah penduduk kota Jayapura tahun 2008 adalah sebanyak 236.456 jiwa, yang
terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 125.473 jiwa (53,06%) dan penduduk
perempuan sebanyak 110.983 jiwa (46,94%), dengan laju pertumbuhan sebesar
4,10% per tahun. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disebabkan tingginya
arus imigrasi dan urbanisasi, baik yang berasal dari luar pulau Papua, maupun dari
daerah lainnya di pulau Papua.
V.2. Iklim dan Topografi
Kondisi iklim di Jayapura tergolong dalam iklim basah dengan curah
hujan yang cukup tinggi. letak geografis Jayapura yang terletak di daerah
khatulistiwa menyebabkan daerah ini beriklim tropis. Akibat letak Jayapura
berada di antara 2 (dua) benua yaitu Asia dan Australia maka iklimnya
dipengaruhi angin Muson Tenggara yang bertiup secara bergantian per 6 bulan.
Angin Muson Tenggara yang bertiup antara bulan mei hingga bulan november
berasal dari benua Australia yang pada bulan-bulan tersebut matahari berada di
utara khatulistiwa sehingga daerah ini merupakan daerah yang rendah tekanan
udaranya. angin ini mempunyai sifat tidak banyak mengandung uap air, karena
daratan Australia sebagian besar adalah daerah savana yang tandus. Karena
sifatnya demikian maka di Jayapura dan sekitarnya terjadi musim panas.
Angin Muson Barat Laut yang bertiup antara bulan desember hingga bulan
april mempunyi sifat sebaliknya dengan angin muson tenggara. angin berasal dari
daratan Asia yang pada saat itu matahari berada di atas Australia (selatan
Khatulistiwa) sehingga menyebabkan daerah ini rendah tekanan udaranya.Angin
Muson Barat Laut banyak mengandung uap air karena daerah yang di laluinya
cukup panjang dan hampir sebagian besar melewati laut dan samudra, karena
sifatnya demikian banyak mendatangkan hujan di Jayapura dan sekitarnya.
28

Sesuai dengan letaknya daerah Jayapura terletak pada wilayah
khatulistiwa, maka temperatur udara rata-rata maksimum 31,8 derajat dan
temperatur udara rata-rata minimum 23,5 derajat. temperatur mutlak maksimum
antara 31 - 33,1 derajat celcius. Penurunan temperatur sebanding dengan kenaikan
ketinggian dengan perbandingan 0,6 derajat Celcius : 100 m. Adapun rata-rata
temperatur udara maksimum dan minimum mutlak pada Stasiun Sentani dan
Genyem dalam 0 derajat Celcius
V.3. Sarana Kesehatan
Pada saat ini untuk memenuhi pelayanan kesehatan dasar di Kota
Jayapura, telah tersedia sarana pelayanan rujukan saat ini 5 buah Rumah Sakit
yaitu RSU Abepura, RSU Jayapura, RS. Bhayangkara, RS. Dian Harapan, RSAL
Jayapura, 12 Puskesmas, serta 28 Puskesmas Pembantu.









29

BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

VI.1. Hasil Penelitian
Pengambilan data ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Jayapura sejak
tanggal 16 Agustus 27 Agusutus 2010 dengan menggunakan data sekunder
laporan bulanan penderita malaria klinis dari sembilan puskesmas yang ada di
kota Jayapura.
Berdasarkan data sekunder yang telah diolah dengan menggunakan
bantuan komputer ( program excel ) maka akan disajikan hasilnya sebagai
berikut:
a. Distribusi Malaria Klinis Menurut Golongan Umur
Tabel 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota
Jayapura Tahun 2009
Jan, Feb, Mar Apr, Mei, Jun Jul, Agu, Sep Okt, Nov, Des
Umur n % n % n % n %
0-11 bln 98 2.46 118 3.17 103 2.93 95 2.39
1-4 th 721 18.16 648 17.40 640 18.20 635 16.02
5-9 th 679 17.10 588 15.79 579 16.47 697 17.59
10-14 th 431 10.85 358 9.61 331 9.41 404 10.19
15-54 th 1938 48.82 1894 50.88 1765 50.21 2017 50.90
>54 th 102 2.56 116 3.11 97 2.75 114 2.87
3969 100 3722 100 3515 100 3962 100
Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura )
30


Grafik 6.1 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Kelompok Umur di Kota
Jayaputa Tahun 2009
Dari tabel 6.1 dan grafik 6.1 di atas dapat dilihat bahwa kasus malaria
klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur 15 54 tahun
yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 ( 48,82% ), triwulan
kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765 ( 50,21% ),
triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ). Sedangkan kelompok umur
terendah yaitu pada bayi 0 11 bulan dan umur 54 tahun ke atas. Dengan
komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi ( 2,46% ), triwulan kedua 54
tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga 97 orang ( 2,75% ), dan
triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).


0
10
20
30
40
50
60
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
0-11 bln
1-4 th
5-9 th
10-14 th
15-54 th
>54 th
31

b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin
Distribusi penderita malaria klinis menurut jenis kelamin di triwulan
pertama, kedua, ketiga, dan keempat pada tahun 2009.
Tabel 6.2 Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota Jayapura
tahun 2009



Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura )

0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des jumlah
Laki-Laki
Perempuan
Laki-Laki % Perempuan %
Jan-Mar 2101 25.77 2126 29.19
Apr-Jun 1981 24.29 1760 24.17
Jul-Sep 1886 23.13 1626 22.33
Okt-Des 2186 26,81 1771 24,32
Jumlah 8154 100 7283 100
32

Grafik 6.2 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin di Kota
Jayapura tahun 2009
Dari tabel 6.2 dan grafik 6.2 diatas, dapat dilihat bahwa dari triwulan
pertama sampai terakhir jumlah kasus malaria klinis di kota Jayapura tahun 2009
lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan perempuan namun
perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu
triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak
2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan
perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886
(23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-laki
sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ).
c. Distribusi Malaria Klinis Menurut Tempat Tinggal
Distribusi penderita malaria klinis menurut tempat tinggal yaitu di tiap
wilayah puskesmas di Kota Jayapura pada tahun 2009 ( triwulan pertama,triwulan
kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ).
Tabel 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Wilayah Puskesmas di Kota
Jayapura tahun 2009
Jan-
Mar
% Apr-
Jun
% Jul-
Sep
% Okt-
Des
%
Tj. Ria 386 9.73 223 5.99 249 7.08 283 7.14
Imbi 143 3.60 153 4.11 153 4.35 230 5.81
Japut' 235 5.92 182 4.89 197 5.60 184 4.64
Elly 372 9.37 191 5.13 184 5.23 203 5.12
Hamadi 441 11.11 344 9.24 340 9.67 303 7.65
Kotaraja 621 15.65 549 14.75 675 19.20 684 17.26
Abepura 263 6.63 229 6.15 190 5.41 279 7.04
33




Grafik 6.3 Distribusi Kasus Malaria Klinis Pada 9 Wilayah Puskesmas di Kota
Jayapura tahun 2009

Sumber : Data Sekunder Dinas Kesehatan Kota Jayapura
Dari tabel 6.3 dan grafik 6.3 di atas dapat terlihat bahwa pada tahun 2009
triwulan pertama kasus malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah
Puskesmas Koya dengan 1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus
(39,17%), triwulan ketiga 1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252
kasus ( 31,60% ) sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan
pertama, kedua dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Tj. Ria
Imbi
Japut'
Elly
Hamadi
Kotaraja
Abepura
Waena
Koya
Waena 499 12.57 393 10.56 340 9.67 544 13.73
Koya 1009 25.42 1458 39.17 1187 33.77 1252 31.60
3969 100 3722 100 3515 100 3962 100
34

kasus ( 3,60% ), 153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada
triwulan keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih
rendah yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh.
d. Distribusi Malaria Klinis Menurut Waktu Kejadian
Distribusi penderita malaria klinis menurut waktu kejadian pada tahun
2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ).
Tabel 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan
pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di
kota Jayapura tahun 2009
n %
Jan-Mar 3969 26.16693
Apr-Jun 3722 24.5385
Jul-Sep 3515 23.17379
Okt-Des 3962 26.12078
15168 100
Sumber : Data sekunder ( Dinas Kesehatan Kota jayapura )

22.5
23
23.5
24
24.5
25
25.5
26
26.5
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
2009
35

Grafik 6.4 Distribusi kasus malaria klinis menurut waktu kejadian ( triwulan
pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat ) di
kota Jayapura tahun 2009
Bila dilihat dari tabel 6.4 dan grafik 6.4 di atas, kasus malaria klinis di
kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada awal dan akhir tahun 2009.
Pada triwulan pertama kasus malaria klinis meningkat 3969 kasus ( 26,16% ),
triwulan kedua menjadi 3722 kasus ( 24,53% ), triwulan ketiga mengalami
penurunan menjadi 3515 kasus ( 23,17% ), dan triwulan keempat mengalami
peningkatan hingga 3962 kasus ( 26,12% ).
e. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Plasmodium
Distribusi penderita malaria klinis menurut jenis plasmodium pada tahun
2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan triwulan keempat )
Tabel 6.5 Distribusi Kasus Malaria Menurut Jenis Plasmodium di Kota Jayapura
tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan
triwulan keempat )


n
Jan-Mar
%

n
Apr-Jun
%

n
Jul-Sep
%

n
Okt-Des
%
Pf 2683 25.37 2602 24.61 2515 23.78 2775 26.24
Pv 1142 26.99 1051 24.84 908 21.46 1130 26.71
Mix 95 26.84 72 20.34 91 25.71 96 27.12
Sumber : Data Sekunder ( Dinas Kesehatan Kota Jayapura


Grafik 6.5 Distribusi Kasus Malaria Menurut Jenis Plasmodium di Kota Jayapura
tahun 2009 ( triwulan pertama, triwulan kedua, triwulan ketiga, dan
triwulan keempat )
36


Dari tabel 6.5 dan grafik 6.5 nampak bahwa pada triwulan pertama dan
kedua, infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax lebih banyak dari
plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84% sedangkan di
triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran ( Mix ) yaitu
25,71% dan 27,12%.

VI.2. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi penderita malaria klinis di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Jayapura per triwulan tahun 2009, maka
berikut akan dibahas variabel-variabel yang diteliti, sebagai berikut :
a. Distribusi Kasus Malaria Klinis Menurut Golongan Umur
Secara politis, orang dilahirkan sama dan sederajat, tetapi secara
biologis hal ini tidak benar. Perbedaan atau variabilitas atas dasar aktor
biologis ini menentukan sekali terjadinya penyakit. Kedalam klasifikasi ini,
yang terpenting termasuk unsur usia, jenis kelamin, bangsa, urutan kelahiran
keluarga, dll.
15,16,17

0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
Jan-Mar Apr-Jun Jul-Sep Okt-Des
Pf
Pv
Mix
37

Sudah banyak diketahui, bahwa ada penyakit yang disebut penyakit
anak, penyakit orang tua, dan penyakit akil balik, dan seterusnya. Hal ini
disebabkan karena penyakit tertentu hanya menyerang kelompok usia tertentu
pula, seperti penyakit morbili, pertusis, polio, cacar air, dan lain-lain disebut
penyakit anak. Penyakit juga didapat pada populasi tua. Penyakit ini tergolong
penyakit degeneratif, seperti reumatik, tulang keropos ( osteoporosis ), kardio-
vaskuler, syaraf, dan lain-lain. Tetapi ada juga penyakit yang menyerang
semua kelompok umur seperti penyakit malaria, DBD, dan lain-lain.
15,16,17

Manusia merupakan satu-satunya reservoir malaria yang penting,
walaupun kera simpanse bias diinfeksi oleh P. malariae. Beberapa jenis
primata ditulari oleh P. knowlesi, P. cynomology, P. brasilianum, P. schewtzi,
dan P. simium, yang secara eksperimental bisa menginfeksi manusia, tetapi
infeksinya secara alami sangat jarang.
3,8

Penyakit Malaria menyerang semua kalangan dan semua kelompok
umur baik bayi, balita, anak-anak maupun orang dewasa dan lanjut usia. Data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura menunjukkan bahwa
kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat berumur
15-54 tahun yaitu pada triwulan pertama dengan jumlah kasus 1938 (48,82%),
triwulan kedua sebanyak 1894 ( 50,88% ), triwulan ketiga sebanyak 1765
(50,21%), triwulan keempat sebanyak 2017 ( 50,90 % ), dan yang menduduki
urutan kedua adalah kelompok umur 1-4 tahun dengan jumlah kasus triwulan
pertama 721 ( 18,16% ), triwulan kedua sebanyak 648 ( 17,40% ), triwulan
ketiga sebanyak 640 ( 18,20% ), triwulan keempat sebanyak 635 ( 16,02 % ).
Sedangkan kelompok umur terendah yaitu pada bayi 0 11 bulan dan umur
54 tahun ke atas. Dengan komposisi pada triwulan pertama sebanyak 98 bayi
(2,46%), triwulan kedua 54 tahun keatas 116 orang ( 3,11% ), triwulan ketiga
97 orang ( 2,75% ), dan triwulan keempat 95 bayi ( 2,39% ).
Pada triwulan pertama hingga triwulan terakhir di tahun 2009, kasus
malaria lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat yang berumur di atas
38

15-54 tahun bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya dan paling
sedikit terjadi pada bayi yang berumur 0-11 bulan dan umur >54 tahun. Orang
dewasa lebih sering beraktifitas di waktu malam dan melakukan mobilitas
keluar masuk ke daerah-daerah yang endemisitas malarianya tinggi
dibandingkan dengan anak-anak. Hal ini juga cukup sesuai dengan penelitian
(Hadzmawaty,dkk) di Mamuju pada 2008 yang mendapatkan jumlah
penderita malaria terbanyak pada orang dewasa usia 23-30 tahun (29,5%) dan
juga sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar 2007 yang mendapatkan
jumlah terbanyak pada orang dewasa usia 30-39 tahun (29,7%).
Jika diamati secara keseluruhan kasus malaria klinis per triwulan
selama tahun 2009, maka dapat dilihat grafik 6.1 di atas terlihat kasus malaria
klinis di Kota Jayapura terjadi paling banyak pada kelompok umur 15-54
tahun ke atas yang mana mereka ini sudah bisa bekerja dan produktif secara
ekonomi sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi karena hilangnya
hari kerja saat sakit dan untuk masa penyembuhan yang disebabkan oleh
penyakit malaria.
Kemudian pada kelompok anak usia wajib belajar Sembilan Tahun
yaitu 5-14 tahun. Hal ini sangat berpengaruh pada angka absensi anak sekolah
yang dapat berdampak pada penurunan kualitas kemampuan anak didik.
Sedangkan pada bayi dan balita yaitu bayi yang berumur 0-11 bulan
dan balita yang berumur 1-4 tahun. Hal ini memberikan indikasi akan adanya
transmisi penularan lokal yang terjadi di dalam wilayah setempat karena bayi
cenderung lebih banyak berada di dalam rumah pada malam hari. Situasi ini
juga memberikan indikasi kejadian Malaria Konginetal dari ibu ke janin
melalui plasenta saat hamil karena masa inkubasi terpanjang pada infeksi yang
disebabkan oleh P. falciparum adalah 14 hari dan P.vivax adalah 17 hari
sehingga apabila bayi tersebut didiagnosa positif malaria pada umur sama atau
kurang dari masa inkubasi maka dapat dicurigai bahwa penularan tersebut
terjadi lewat plasenta dari ibu yang hamil ke janinnya.
39

Tingginya kasus malaria pada bayi dan balita ini memberikan dampak
yang sangat merugikan bagi masa depan bangsa. Hal ini disebakan karena
plasmodium dapat merusak sel darah merah dan pada P. falciparum dapat
terjadi sekuestrasi yang mengganggu proses tumbuh kembang anak karena
adanya penymbatan pada pembuluh darah dan juga dapat mengakibatkan
stroke dan gagal organ pada orang dewasa yang menjurus pada kematian.
b. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Kelamin
Insidensi berbagai penyakit diantara jenis kelamin kebanyakan
berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena paparan terhadap agent setiap jenis
kelamin berbeda. Misalnya laki-laki lebih suka aktifitas fisik dari pada
perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda sesuai akibat perilaku
dan fungsi sosial yang berbeda. Jenis pekerjaan antara pria dan wanita
berbeda. Pembagian kerja sosial antara laki-laki dan perempuan menyebabkan
perbedaan paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami
berbeda pula. Misalnya resiko terhadap penyakit anak akan lebih tinggi
diantara perempuan dari laki-laki, karena perempuan terutama ibu rumah
tangga berfungsi juga sebagai pengasuh dan perawat anak ketika sakit. Selain
itu juga paparan terhadapnya akan lebih besar karena berfungsi sebagai
perawat anak ketika sakit di rumah.
15,16,17

Aktifitas dan rutinitas seseorang di malam hari sangat berpengaruh
pada kejadian malaria hal ini dikarenakan bahwa penularan malaria melalui
gigitan nyamuk Anopheles hanya terjadi pada malam hari.
Pada kasus malaria, perbedaan anatomi dan fisiologi antara laki-laki
dan perempuan tidak terlalu berpengaruh. Akan tetapi pada wanita yang
sedang hamil, malaria dapat mengakibatkan keguguran, anemia berat, bayi
lahir premature, dan BBLR bahkan pengobatan pada ibu hamil berbeda
dengan pengobatan malaria pada umumnya karena ada beberapa jenis obat
yang tidak dapat diberikan pada ibu hamil seperti Primaquin dan ACT pada
kehamilan trimester pertama karena dapat mengakibatkan keguguran.
40

Data yang diperoleh dari Dinas Kota Jayapura menunjukkan bahwa
kejadian kasus malaria klinis per triwulan pada tahun 2009 adalah pria lebih
banyak dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada kaum perempuan namun
perbedaannya tidak terlalu besar, dengan perbandingan sebagai berikut, yaitu
triwulan pertama laki-laki sebanyak 2101 ( 25,77% ) dan perempuan sebanyak
2126 ( 29,19% ), triwulan kedua laki-laki sebanyak 1981 ( 24,29% ) dan
perempuan sebanyak 1760 ( 24,17% ), triwulan ketiga laki-laki sebanyak 1886
(23,13% ) dan perempuan sebanyak 1626 ( 22,33% ), triwulan keempat laki-
laki sebanyak 2186 ( 26,81% ) dan perempuan sebanyak 1771 ( 24,32% ). Hal
ini cukup sesuai dengan penelitian (Anshory) di Makassar pada 2007 yang
mendapatkan jumlah penderita malaria klinis lebih banyak pada laki-laki
(84,72%).
c. Distribusi Malaria Klinis Menurut Tempat Tinggal
Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam
menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan penyebab
dalam proses terjadinya penyakit. Empat faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
genetik.
15

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host / manusia,
baik benda mati, nyata, atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain.
15

Distribusi penderita malaria berdasarkan tempat sangat bermanfaat
untuk melihat tempat mana yang menunjukkan kasus malaria yang paling
tinggi maupun rendah. Distribusi penderita malaria dapat dibedakan menurut
batas administrasi wilayah dan bentuk atau keadaan geografi. Dengan keadaan
geografi yang berbeda maka proses dan kejadian penyakit malaria akan
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan perindukan dari setiap jenis vector nyamuk. Misalnya kasus malaria
sering terjadi pada daerah dataran rendah berair (rawa) dan pantai. Hal ini erat
41

hubungannya dengan suhu habitat vektor nyamuk dimana semakin rendah
suatu tempat makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi ekstrinsik,
selain itu air merupakan habitat utama untuk perkembangbiakan vektor
nyamuk serta jenis pekerjaan penduduk yang lebih banyak di luar rumah pada
malam hari sehingga waktu kontak dengan vektor nyamuk lebih banyak.
Di Kota Jayapura, Daerah yang sangat endemis dapat dilihat pada
tabel 6.3 dan grafik 6.3 bahwa pada tahun 2009 triwulan pertama kasus
malaria klinis yang tertinggi adalah pada wilayah Puskesmas Koya dengan
1009 kasus ( 25,42% ), triwulan kedua 1458 kasus (39,17%), triwulan ketiga
1187 kasus ( 33,77% ), dan triwulan keempat 1252 kasus ( 31,60% )
sedangkan kasus malaria klinis yang terendah pada triwulan pertama, kedua
dan ketiga adalah wilayah Puskesmas Imbi dengan urutan 143 kasus (3,60%),
153 kasus ( 4,11% ), dan 153 kasus ( 4,35% ). Sedangkan pada triwulan
keempat kasus malaria klinis wilayah Puskesmas Jayapura Utara lebih rendah
yaitu 184 kasus ( 4,64% ), namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Daerah
yang endemis tersebut di atas dikarenakan banyaknya tempat perindukan
nyamuk ( breeding place ) yang terjadi pada saat musim hujan yaitu beberapa
kali mati yang bersifat sementara, terdapat juga danau, rawa, dan hutan yang
lebat juga merupakan tempat yang baik untuk perindukan nyamuk Anopheles.
Dengan begitu maka upaya promosi dan preventif harus lebih digiatkan lagi
agar angka kejadian malaria dapat lebih ditekan.
d. Distribusi Malaria Klinis Menurut Waktu Kejadian
Variabel waktu merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan analisis dalam studi epidemiologi karena pencatatan dan pelaporan
insidensi dan prevalensi penyakit selalu didasarkan pada waktu, apakah
mingguan, bulanan, atau tahunan.
Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam
epidemiologi karena didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan
berdasarkan perkiraan atau estimasi. Selain itu, dengan pencatatan dan laporan
42

morbiditas dapat diketahui adanya perubahan-perubahan insidensi dan
prevalensi penyakit hingga hasilnya dapat digunakan untuk menyusun
perencanaan dan penanggulangan masalah kesehatan. Mempelajari morbiditas
berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antar waktu dan
insidensi penyakit atau fenomena lain.
17

Waktu kejadian penularan malaria sangat erat kaitannya dengan cuaca
dan iklim serta morbilitas penduduk dari daerah yang endemis malaria.
Suhu sangat mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk.
Suhu yang optimum berkisar 20
0
dan 30
0
C, makin tinggi suhu ( sampai batas
tertentu ) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik ( sporogoni ) dan sebaliknya
makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Selain suhu, kelembaban dan curah hujan pun turut mempengaruhi
kejadian malaria di suatu tempat pada waktu tertentu.
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas
paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban
yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit
sehingga meningkatkan penularan malaria.
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan
terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya tergantung pada jenis dan deras
hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas
akan memperbesar kemungkinan berkembang biak nyamuk Anopheles.
Kasus malaria di Kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada
awal dan akhir tahun 2009. Pada triwulan pertama kasus malaria klinis
meningkat 3969 kasus ( 26,16% ), triwulan kedua menjadi 3722 kasus
(24,53%), triwulan ketiga mengalami penurunan menjadi 3515 kasus
(23,17%), dan triwulan keempat mengalami peningkatan hingga 3962 kasus
(26,12%).
43

Dengan melihat tren yang terjadi maka upaya pencegahan harus lebih
ditingkatkan pada awal dan akhir tahun yaitu sebulan sebelumnya dengan
pertimbangan bahwa plasmodium memerlukan waktu 10 hari di dalam tubuh
nyamuk sampai sporozoit dan menginfeksi manusia ditambah dengan masa
inkubasi terpanjang P. vivax yaitu 17 hari sehingga sampai munculnya gejala
klinis membutuhkan waktu kurang lebih 27 hari.
e. Distribusi Malaria Klinis Menurut Jenis Plasmodium
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan
mamalia. Secara keseluruhan ada lebih 100 plasmodium yang menginfeksi
binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata). Dalam
klasifikasi binatang, parasit malaria berada dalam filum apicomplexa; kelas
sporozoa; ordo haemosporodia; family plasmodiae; dan genus plasmodium.
3

Ada empat jenis plasmodium yang menyerang manusia, yaitu :
- P. falciparum. Spesies ini menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna
(malaria tropica), disebut pula malaria subtertiana, estivoatumnal, atau
lebih tepat malaria falciparum, yang sering menjadi malaria yang berat /
malaria cerebralis, dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi oleh spesies ini
menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat dibandingkan
spesies lain dan merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala umur
(baik muda maupun tua).
- P. vivax. Menyebabkan malaria tertiana benigna, disebut juga malaria vivax
atau tertian ague. Spesies ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel-sel
darah merah yang muda (retikulosit).
- P. ovale. Spesies yang paling jarang dijumpai ini menyebabkan malaria
tertiana benigna atau lebih tepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap
sel-sel darah merah mirip dengan P. vivax ( menginfeksi sel darah merah
muda ).
44

- P. malariae. Spesies ini adalah penyebab malaria kuartana ( tidak lazim
disebut malaria malariae ), yang ditandai dengan serangan panas yang
berulang setiap 72 jam. Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel-
sel darah yang tua. Biasanya, tingkat parasitemia rendah karena spesies ini
lebih rendah dibandingkan spesies lain. Plasmodium jenis ini satu-satunya
yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar
lainnya.
Selain infeksi salah satu dari spesies yang telah disebutkan di atas ada
kemungkinan seorang penderita diinfeksi oleh lebih dari satu spesies plasmodium
secara bersamaan. Hal tersebut disebut infeksi campuran atau mixed infection.
Infeksi campuran paling banyak disebabkan oleh dua spesies, terutama P.
falciparum dan P. vivax, atau P. falciparum dan P.malariae. Jarang terjadi infeksi
campuran oleh P. vivax dan P. malariae. Lebih jarang lagi infeksi campuran tiga
spesies sekaligus. Infeksi campuran biasanya dijumpai di wilayah-wilayah yang
mempunyai tingkat penularan malaria yang tinggi.
3

Di kota Jayapura hanya ditemukan kasus malaria yang positif terinfeksi P.
falciparum, P. vivax, dan mix. Sampai akhir tahun 2009 belum ada laporan
mengenai adanya infeksi yang disebabkan oleh P. malariae maupun P. ovale. Di
triwulan pertama dan triwulan kedua P. vivax masih lebih banyak jumlahnya
dibandingkan plasmodium lainnya. Namun pada triwulan ketiga dan keempat
kasus malaria lebih dominan disebabkan oleh mix ( campuran ) dibandingkan
dengan P. falciparum, dan P. vivax. Dengan persentasi Plasmodium vivax lebih
banyak dari plasmodium falciparum yaitu sebanyak 26,99% dan 24,84%
sedangkan di triwulan ketiga dan keempat didominasi oleh infeksi campuran
(Mix) yaitu 25,71% dan 27,12%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
(Anshory) di Makassar pada tahun 2007 dimana plasmodium yang paling banyak
ditemukan adalah P. falciparum ( 41,67 % ). Selain itu dari penelitian secara
survey (Samuel Mabunda, dkk 2003) pada anak-anak di Mozambik di dapatkan
52,4% sampel yang diteliti positif P. falciparum.
45

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengelompokan umur yang dibuat oleh Dinas KesehatanKota
Jayapura, kasus malaria klinis tahun 2009 lebih banyak terjadi pada kelompok
umur 15-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada kelompok umur 0-11 bulan
dan >54 tahun.
2. Pada tahun 2009, dari triwulan pertama hingga triwulan terakhir masih
dominan terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan walaupun
perbedaannya tidak terlalu besar.
3. Dari triwulan pertama hingga triwulan terakhir di tahun 2009 daerah
kelurahan Koya merupakan daerah endemis sedangkan kelurahan Imbi lah
yang paling rendah angka kejadiannya.
4. Kejadian kasus malaria di kota Jayapura cenderung lebih banyak terjadi pada
awal dan akhir tahun 2009, dengan puncak kasus malaria klinis terjadi pada
triwulan pertama.
5. Pada tahun 2009 di kota Jayapura ditemukan P. falciparum, dan P. vivax serta
infeksi campuran ( mix ) antara keduanya. Di triwulan pertama dan triwulan
kedua P. vivax masih lebih banyak jumlahnya dibandingkan plasmodium
lainnya. Namun pada triwulan ketiga dan keempat kasus malaria lebih
dominan disebabkan oleh mix ( campuran ) dibandingkan dengan P.
falciparum, dan P. vivax.




46

VII.2. Saran
1. Perlunya perhatian yang lebih besar lagi terhadap kejadian malaria pada bayi
dan balita serta ibu hamil karena kelompok ini merupakan kelompok yang
sangat rentan akan terjadinya malaria berat dan kematian.
2. Malaria dapat menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan
sehingga upaya pencegahan pada perorangan harus selalu diperhatikan
terutama untuk mencegah gigitan nyamuk pada malam hari.
3. Perlunya perhatian dan pengawasan di daerah Koya karena merupakan daerah
yang paling tinggi angka kejadian malaria klinisnya di tahun 2009.
4. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi peningkatan kasus yang signifika,
maka perlu dilakukan intervensi pencegahan minimal satu bulan sebelum
interval waktu puncak kejadian malaria klinis.
5. Perlunya peningkatan sosialisasi dan pengawasan minum obat agar tidak
terjadi resistensi dan kasus relaps.












47

DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1732-
44
2. DepKes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta: Dirjen
P2M & PL; 2006: 1-67
3. DepKes RI. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Dirjen P2M & PL; 2009: 1-
56
4. DepKes RI. HAri Malaria Sedunia Saatnya Membuat Dunia Peduli. [online] 2008
April 23 [cited 2010 Juli 30]; 1-2. Available from: URL: http://www.depkes.go.id
5. Nilam Sari CI. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria dan
Demam Berdarah Dengue. [online] 2005 Januari 9 [cited 2010 Juli 30]; 1-18.
Available from: URL: http:://www.rudyct.com
6. WHO. World Malaria Report 2005. Switzerland: World Helath Organization; 2006
7. DepKes RI. Peringatan Hari Malaria Sedunia. [online] 2008 April 25 [cited 2010 Juli
30]; 1-2. Available from: URL: http:://www.depkes.go.id
8. DepKes RI. 49 Persen Penduduk Tinggal di Daerah Penularan Malaria. [online] 2007
May 1 [cited 2010 Juli 30]; 1-2. Available from: URL: http:://www.depkes.go.id
9. DepKes RI. Penyakit Malaria dan TBC Menyebabkan 170.000 Kematian Setiap
Tahun di Indonesia. [online] 2003 Juni 18 [cited 2010 Juli 30]; 1-3. Available from:
URL: http:://www.depkes.go.id
10. Widoyono. Malaria. In: Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan,
Pencerahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2005: 20: 111
11. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. In: HArijanto PN. Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penganannya. Jakarta: EGC; 2000: 1-15
12. DepKes RI. Modul Pemeriksaan Parasit Malaria Dan Monitoring Efikasi Obat. Dirjen
P2M & PL; 2003: 5-17
48

13. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. In: Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropis
Pada Anak. Jakarta: EGC; 2008: 190-3
14. DepKes RI. Pedoman Kegiatan Kader Dalam Pemberantasan dan Pencegahan
Penyakit Malaria; Seri Peran Serta Masyarakat. Jakarta: DepKes RI; 2006; 10-13
15. Budiarto E. Penelitian Deskriptif. In: Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran,
Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC; 2003: 28-30
16. Soemirat J. Host. In: Soemirat J. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University; 2000. 55-56
17. Budiarto E, Anggraini D. Epidemiologi Desktiptif. In: Budiarto E. Anggraini D.
Pengantar Epidemiologi Ed-2. Jakarta: EGC; 2003; 111-117
18. Sahlan A. Karakteristik Penderita Malaria di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar Periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2007. Makassar: 2008; 75 77












49

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Dika Asmawati
Stambuk : 110 204 0160
TTL : Jayapura, 17 Maret 1986
Alamat : Jln. Palm Raja No. 226
Orangtua
- Ayah : M. Marzuki
- Ibu : Suhaenah
Riwayat Pendidikan
1. TK Pertiwi XIII Kotaraja Tamat Tahun 1992
2. SDN Kotaraja Tamat Tahun 1998
3. SLTP Negeri 2 Jayapura Tamat Tahun 2001
4. SMA Negeri 3 Jayapura Tamat Tahun 2004
5. Fakultas Kedokteran UMI Makassar 2004 - Sekarang

Anda mungkin juga menyukai