Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara tropis yang beriklim panas dan lembab. Dalam keadaan
demikian ditambah higiene yang kurang sempurna, infestasi jamur kulit cukup
banyak.
1
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/ Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (RSCM/ FKUI) pada tahun 1992 ditemukan 11,8% penderita
penyakit jamur dari seluruh pasien baru poliklinik Kulit dan Kelamin rumah sakit
tersebut. Demikian pula keadaan di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya,
dermatomikosis superfisialis masih merupakan penyakit kulit yang banyak ditemui.
Keadaan polikilinik rumah sakit di kota-kota lain diperkirakan tidak banyak
bedanya.
2

Dari segala macam penyakit jamur kulit, yang merupakan tipe infeksi
superfisial dan kutan, maka pitiriasis versikolor, dermatofitosis dan kandidosis kulit
yang tersering ditemui.
2

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisial yang disebabkan
oleh jamur dermatofita, yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
Epidermophyton spp. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk
yakni, epidermis (tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea
kapitis), kuku (tinea unguinum).
3
Dermatofitosis ini terjadi oleh karena terjadi
inokulasi jamur pada tempat yang terserang, biasanya pada tempat yang lembab
dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Higiene juga berperan untuk
timbulnya penyakit ini.
3,4


2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit halus
(glabrous skin) di daerah muka, leher, badan dan lengan. Sedangkan tinea kruris
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah genito
krural (di daerah lipat paha, sekitar anogenital dan dapat meluas ke bokong dan perut
bagian bawah). Faktor yang berpengaruh disini adalah keadaan lembab oleh karena
keringat dan obesitas.
1,4


2.2 Sinonim
Sinonim dari tinea korporis adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte,
kurap, herpes sircine trichophytique. Sinonim dari tinea kruris adalah eksema
marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin.
4,5


2.3 Etiologi
Penyebab tersering tinea korporis adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes. Sedangkan penyebab dari tinea kruris adalah Epidermophyton
floccosum atau sama dengan penyebab terjadinya tinea korporis.
4,5


2.4 Gejala
Penderita mengeluh gatal yang kadang-kadang meningkat waktu berkeringat.
1


2.5 Gambaran Klinis
Kelainan klinis yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul
di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif
(tanda peradangan lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan
bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat
sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang
3
menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada
anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru
pertama kali.
5

Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau
sebaliknya tinea kruris et korporis.
5

Kelainan kulit yang tampak pada tinea kruris pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau
menahun.
3,5
Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas,
dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut
bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya),
polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak vasikel kecil-kecil.
1

Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.
Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
5
Keluhan sering bertambah
sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.
6


2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan langsung
yang positif dan biakan. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu
Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 A
o
.

Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan
elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.
2

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.
5
Biakan
memberikan hasil lebih cukup lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal
biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kurang (
60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.
2



4
2.7 Diagnosis Banding
Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis dan tinea kruris
pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuhkan diagnosis
itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.
5

Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit
kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial,
dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi,
yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut
juga sering terkena penyakit ini. Adanya lekukan-lakukan pada kuku dapat pula
menolong untuk menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan
kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar
dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan
penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat
memastikan diagnosisnya.
5
Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris.
Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar.
Adanya lesi psoriasis pada tempat lesi dapat membantu menentukan diagnosis.
Kandidosis pada derah lipatan paha mempunyai konfigurasi hen and chiken.
Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus
dapat membantu pengarahan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes melitus,
kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit
yang tersering berlokalisasi di sela paha. Effloresensi yang sama, yaitu eritema dan
skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan
dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red).
5

2.8 Pengobatan
Pengobatan tinea terdiri dari 2 jenis, yaitu pengobatan topikal dan sistemik
a. Pengobatan topikal
3

- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep
(Salep Whitfield).
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4,
salep 3-10)
5
- Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1% dll.
b. Pengobatan sistemik
3

Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB
sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu,
diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan.
Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan deriivat azol
seperti itrakonazol, flukonazol. Antibiotika dapat diberikan bila terdapat infeksi
sekunder.

2.9 Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea
korporis antara lain :
6

a. Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan menghindari pakaian
yang panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah dan menghindari
berkeringat yang berlebihan.
b. Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing,
atau kontak penderita lain.
c. Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.
d. Meningkatkan higiene dan memperbaiki makanan.
e. Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelainan endokrin
yang lain harus dikontrol.
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea kruris harus
dihindari atau dihilangkan antara lain :
6

a. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet
atau nilon.
b. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air misalnya berenang
c. Kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat
berlebihan disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi
jamur.



6
2.10 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik bila pengobatan dilakukan secara menyeluruh, tekun
dan konsisten.
1,2,4


7
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita
Nama : I Ketut Wilantara
No. Registrasi : 089892
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jalan Cokroaminoto Gang Suli No. 1 Denpasar
Tanggal Pemeriksaan : 22 November 2010

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Gatal di sekitar ketiak dan bokong
Riwayat Penyakit Sekarang :
Penderita mengeluh gatal di sekitar ketiak kanan dan bokong sejak sekitar satu tahun
yang lalu. Pada awalnya di sekitar ketiak kanan dan bokong muncul bercak-bercak
merah kecil. Kemudian semakin lama bercak tersebut semakin meluas, terutama
bercak yang terletak di ketiak. Bila terkena keringat, gatal yang muncul terasa makin
hebat.

Riwayat Pengobatan :
Penderita sebelumnya sudah menggunakan salep Mikorex dan keluhan dikatakan
membaik. Dua bulan yang lalu, keluhan tersebut dikatakan penderita kambuh lagi.
Penderita juga menggunakan minyak Sumbawa dan juga bedak jika gatal.


8
Riwayat Alergi :
Alergi obat-obatan dan makanan disangkal oleh penderita

Riwayat Penyakit Terdahulu :
Penderita tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit
sistemik seperti hipertensi, asma dan diabetes mellitus disangkal penderita.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Dalam keluarga penderita, ibu penderita dikatakan memiliki keluhan yang sama. Ibu
penderita juga dikatakan sering gatal dan terdapat bercak-bercak kemerahan di
bagian punggung.

Riwayat Pribadi dan Sosial :
Penderita merupakan seorang mahasiswa. Sehari-harinya, penderita mengatakan
dirinya sering berkeringat. Handuk di rumah juga digunakan bersama-sama oleh
seluruh anggota keluarga.

3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali permenit
Respirasi : 16 kali permenit
Temperatur aksila : 36,5C
BB : 60 kg

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : anemia -/-, ikt-/-, refleks pupil +/+ isokor
THT : dalam batas normal
Thorax
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
9
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-),bising usus normal,
Ekstremitas : dalam batas normal

Status Dermatologi
1. Lokasi : ketiak kanan
Effloresensi : dua buah makula eritema, batas tegas, bentuk geografika,
ukuran 15x12cm dan 10x8 cm, dengan bagian tepi tampak multipel papul
eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm dan tampak central clearing.
2. Lokasi : bokong
Effloresensi : multipel makula eritema, batas tegas, bentuk geografika,
ukuran 3x4 cm-10x8 cm, dengan bagian tepi tampak multipel papul
eritema bentuk bulat, diameter 0,3 cm dan ditutupi skuama halus, tampak
central clearing.

Lesi di daerah ketiak kanan

Lesi di daerah bokong
10
3.4 Diagnosis Banding
1. Tinea korporis et kruris
2. Kandidiosis intertriginosa
3. Psoriasis

3.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan KOH 10%: tampak elemen jamur seperti hifa dan spora.
2. Pemeriksaan lampu Wood

3.6 Resume
Penderita laki-laki, 19 tahun, suku Bali, agama Hindu, mahasiswa, beralamat di Jalan
Cokroaminoto gang Suli No.1 Denpasar mengeluh gatal di sekitar ketiak kanan dan
bokong sejak sekitar satu tahun yang lalu. Pada awalnya di sekitar ketiak kanan dan
bokong muncul bercak-bercak merah kecil. Kemudian semakin lama bercak tersebut
semakin meluas, terutama bercak yang terletak di ketiak. Bila terkena keringat, gatal
yang muncul terasa makin hebat. Penderita sebelumnya sudah menggunakan salep
Mikorex dan keluhan dikatakan membaik. Dua bulan yang lalu, keluhan tersebut
dikatakan penderita kambuh lagi. Penderita juga menggunakan minyak Sumbawa
dan juga bedak jika gatal. Dalam keluarga penderita, ibu penderita dikatakan
memiliki keluhan yang sama. Ibu penderita juga dikatakan sering gatal dan terdapat
bercak-bercak kemerahan di bagian punggung. Sehari-harinya, penderita mengatakan
dirinya sering berkeringat. Handuk di rumah juga digunakan bersama-sama oleh
seluruh anggota keluarga.
Status Present dan Status General dalam batas normal
Status Dermatologi :
1. Lokasi : ketiak kanan
Effloresensi : dua buah makula eritema, batas tegas, bentuk geografika,
ukuran 15x12 cm dan 10x8 cm, dengan bagian tepi tampak multipel
papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm dan tampak central
clearing.


11
2. Lokasi : bokong
Effloresensi : multipel makula eritema, batas tegas, bentuk geografika,
ukuran 3x4 cm-10x8 cm, dengan bagian tepi tampak multipel papul
eritema bentuk bulat, diameter 0,3 cm dan ditutupi skuama halus,
tampak central clearing.
Pemeriksaan KOH 10% : tampak hifa dan spora

3.7 Diagnosis Kerja
Tinea korporis et kruris

3.8 Penatalaksanaan
Topikal : Mikonazol 2% + Asam Salisilat 3% dalam bentuk krim
Sistemik : Griseofulvin 1x500 mg
KIE :
Penderita memakai pakaian tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat.
Pakaian yang telah dipakai langsung dicuci, tidak dipakai berkali-kali
Jika berkeringat, sebaiknya penderita berganti pakaian. Pakaian yang dipakai
hendaknya pakaian yang betul-betul telah kering setelah dicuci dan dijemur.
Masing-masing anggota keluarga hendaknya memakai handuk sendiri-sendiri
dan handuk yang dipakai hendaknya sering dicuci.
Memberitahu penderita bahwa penyakit jamurnya membutuhkan waktu yang
lama untuk sembuh, sehingga penderita diharapkan patuh berobat.
Kontrol kembali ke poliklinik 1 minggu lagi.

3.9 Prognosis
Dubius ad bonam

12
BAB 4
PEMBAHASAN

Diagnosis tinea korporis et kruris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa penderita mengeluh gatal di
sekitar ketiak kanan dan bokong sejak sekitar satu tahun yang lalu. Pada awalnya di
sekitar ketiak dan bokong muncul bercak-bercak merah kecil. Kemudian semakin
lama bercak tersebut semakin meluas, terutama bercak yang terletak di ketiak. Bila
terkena keringat, gatal yang muncul terasa makin hebat. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa pada tinea gejala yang muncul berupa gatal terutama apabila lesi terkena
keringat maka akan bertambah gatal. Adanya bercak-bercak merah kecil yang makin
lama makin meluas mendukung bahwa terdapat tepi yang aktif yang membuat lesi
semakin meluas. Selain itu, dari riwayat pribadi dan sosial penderita, sehari-harinya
penderita sering berkeringat serta handuk di rumah juga digunakan bersama-sama
oleh seluruh anggota keluarga. Meningkatnya kelembaban akibat berkeringat dan
higiene yang buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya tinea korporis et kruris.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan lesi di daerah ketiak kanan dan bokong
yang menunjang ke arah diagnosis tinea korporis et kruris dimana tempat predileksi
tinea korporis adalah di daerah muka, leher, badan dan lengan sedangkan tinea kruris
predileksinya adalah di daerah lipat paha dan sekitar anogenital. Dari status
dermatologi didapatkan lesi di daerah ketiak kanan dengan effloresensi berupa dua
buah makula eritema, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 15x12 cm dan 10x8 cm,
dengan bagian tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,4 cm dan
tampak central clearing. Sedangkan untuk lesi di daerah bokong effloresensinya
berupa multipel makula eritema, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 3x4 cm-10x8
cm, dengan bagian tepi tampak multipel papul eritema bentuk bulat, diameter 0,3 cm
dan ditutupi skuama halus, tampak central clearing. Hal ini sesuai dengan gambaran
klinis lesi tinea dimana gambaran lesinya adalah bulat atau lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi dimana
daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif.
Untuk pemeriksaan penunjang, diusulkan pemeriksaan KOH 10 % dan
pemeriksaan lampu Wood, namun pemeriksaan lampu Wood tidak dilakukan. Dari
13
pemeriksaan KOH 10% pada lesi di ketiak dan bokong didapatkan hifa dan spora.
Pemeriksaan KOH yang positif ini semakin menguatkan diagnosis tinea korporis et
kruris.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah kandidiosis intertriginosa dan
psoriasis. Pada kandidosis intertriginosa tempat predileksi lesi di daerah lipatan kulit
ketiak, lipat paha, intergluteal, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikus
dimana sama dengan lokasi lesi kasus di atas. Namun pada kasus di atas tidak
didapatkan adanya gambaran lesi yang dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel
dan pustul-pustul kecil atau bula maupun daerah erosif akibat pecahnya vesikel atau
bula yang merupakan gambaran khas lesi pada kandidiosis sehingga diagnosis
kandidiosis intertriginosa dapat disingkirkan. Sedangkan untuk psoriasis gambaran
lesinya berupa bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di
atasnya hampir menyerupai gambaran lesi kasus di atas namun skuama pada
psoriasis biasanya berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih sedangkan pada kasus ini
skuama tipis dan halus serta hanya ditemukan pada lesi di bokong. Dari tempat
predileksinya, psoriasis terdapat di daerah ekstensor seperti lutut, siku, dan punggung
yang berbeda dengan daerah lesi pada kasus di atas.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat secara
topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah mikonazol 2% dicampur
dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim yang dioleskan dua kali sehari.
Mikonazol berfungsi sebagai antijamur sedangkan asam salisilat berfungsi sebagai
zat keratolitik yang mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi
yang terganggu. Untuk obat sistemik, diberikan griseofulvin 1x500 mg selama 3-4
minggu. Griseofulvin tersebut berfungsi sebagai fungistatik.
Penderita diberikan KIE untuk menghilangkan faktor predisposisi dari tinea
seperti meningkatnya kelembaban dan higiene yang buruk dengan memakai pakaian
tipis yang longgar dan mudah menyerap keringat, pakaian yang telah dipakai
langsung dicuci, tidak dipakai berkali-kali, jika berkeringat sebaiknya penderita
berganti pakaian serta masing-masing anggota keluarga penderita hendaknya
memakai handuk sendiri-sendiri. Selain itu penderita diberikan penjelasan mengenai
penyakitnya bahwa penyakit jamurnya membutuhkan waktu yang lama untuk
14
sembuh, sehingga penderita diharapkan patuh berobat serta rutin kontrol ke
poliklinik setiap 1 minggu.
Prognosis dari penderita ini umumnya baik jika penderita rutin berobat terus
sampai penyakitnya sembuh dan faktor predisposisi penyakitnya dapat dihilangkan.

15
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah :
1. Penderita didiagnosis dengan tinea korporis et kruris karena dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan mendukung ke arah diagnosis tersebut. Dari
anamnesis didapatkan gatal di sekitar ketiak kanan dan bokong sejak sekitar satu
tahun yang lalu yang semakin hebat jika terkena keringat dimana pada awalnya
di sekitar ketiak dan bokong muncul bercak-bercak merah kecil yang semakin
meluas.ila terkena keringat, gatal yang muncul terasa makin hebat. Dari
pemeriksaan fisik, status dermatologi didapatkan gambaran lesi berupa makula
eritema dengan tepi yang aktif dan tampak central clearing yang ditunjang
dengan pemeriksaan KOH yang positif
2. Faktor predisposisi pada penderita adalah meningkatnya kelembaban akibat
penderita sering berkeringat dan higiene yang buruk dimana handuk di rumah
penderita dipakai bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga.
3. Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita adalah dengan pengobatan
topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah mikonazol 2%
dicampur dengan asam salisilat 3% dalam bentuk krim sedangkan untuk obat
sistemik diberikan griseofulvin 1x500 mg.
4. Pemberian KIE sangat penting dalam kasus ini, hal ini disebabkan karena
penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka
kekambuhannya cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
predisposisi dan kesabaran serta ketaatan penderita untuk berobat.
5. Prognosis penderita dubius ad bonam.


16
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. 2002. Infestasi Jamur. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI
2. Budimulja U, Sunoto DT, Arjatmo. 2003. Penyakit Jamur. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Duarsa NW dkk. 2007, Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit Dan
Kelamin RSUP Denpasar. Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4. Sularsito SA dkk. 1996. Dermatologi Praktis. Jakarta: Perkumpulan Ahli
Dermato- Venereologi Indonesia
5. Djuanda A dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
6. Kasansengari US dkk. 1992. Kumpulan Naskah Simposium Dermato-Mikologi.
Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/ RS Dr. Soetomo

Anda mungkin juga menyukai