Anda di halaman 1dari 33

III PENGTIKURAN

PARALAKS
STEREOSKOPIK
Pengularan
paralaks stereoskopik
ada 2 cwayaitu:
l. Cara monoskopik
( tidak dengan stereoskop
)
2. Cara stereoskopik
( menggunakan stereoskop
dan
parallat
-
bar )
l. Cara Monoskopik
Cara ini masih dapat dibagi
menjadi:
a. Pengukuran lembar
Per
lembar
b. Pengukuran dalam susunan orientasi stereoskopik
a. Pengukuran lembar
Per
lembar
Alat
yang digunalian
adalah
penggaris biasa atau
penggaris mikro ( penggaris khusus dengan nonius sampai
ketelitian tlt}ff mm)
Cara
pengukuran :
l. Tiap lembar foto udara dicari
pusat fotonya dengan
men ggun akan
fi
duc ia I m a rk.
2. Tentukan
pusat foto konyugasi
(conjugate principle point
)
masing-masing
foto udara.
3. Hubungkan
pusat foto dan
pusat foto konSrugasi sampai
terbentuk
jalur
terbang
( Sumbu X
).
4. Buat Sumbu Y I Sumbu
X.
5. Pada foto udara
yang lain dibuat hal seperti di atas.
3
4
6. Kemudian diukur
paralaks titik-titik
yang dikehendaki
(
misal titik A dan titik
B
)
seperti Cambar 3.1.
Keterangan Cambar 3.1:
Al dan A2 adalah titik-titik
komplementer,
demikian
pula Bl
dan 82.
Xar
:
jarak
titik Ar dari Sumbu
Y
.
Xez
:
jarak
titik A2 dari Sumbu Y
Xp1:
jarak
titik Br dari Sumbu
Y
X62:
jarak
titik Bz dari Sumbu
Y
Pe: Paralaks titik A
PB: Paralaks titik B
Pa
:
Xar
-
( - Xr'z
)
=
Xar
+ Xa:
Pn
:
Xnr
- 1
+
Xnz)
:
Xgr
-
Xe,
b. Pengukuran dalam susunan orientasi stereoskopik
Kedua foto udara
yang berpasangan
diorientasikan
dengan bantuan stereoskop.
Kemudian stereoskop dipindahkan.
dan selanjutnya
penguhtran
jarak
d dan D dilakukan dengan
mistar
( Cambar 3.2).
Titik A adalah titik
yang diukur
paralaksnya.
Ar dan Az adalah titik-titik komplementer.
d
:
jarak
dari titik Ar ke titik A2
D
:
iarak
dari PPr ke PP2
Pa
:
paralaks stereoskoPik
titik A.
Pe:Xat+Xez:D-d
XEr
e,
famb.3.l
: Pengukuran
paralaks stereoskopik
dengan cara monoskopik
lembar
perlembar.
Gamb.3.2 : Susunan orientasi siereoskopik
foto udara
pada pengukuran
paralaks.
,
Cppz
6
2. Cara Stereoskopik
Menggunakan Stereoskop
dan Parallat- bar
Paralla:rc- bar
(
--parallor-
meter
)
adalatr batang logam
yang
dilengkapi dengan
sepasang kaca
yang diletakkan dengan
jarak
tertentu
pada batang logam tersebut
( Gamb. 3.3). Kaca
yang satu
dengan
yang lain
jaraknya
dapat diubah- ubah dengan memutar
mikrometer.
'Pada
masing-masimg kaca ada tanda o kecil atau
*
kecil
yang
disebut tanda apung
(floating
-marks /.
Prinsip penggunaan tanda
apung s;rma dengan 2 titik komplementer
pada sepasang foto.
Kalau diamati di bawah stereoskop, 2 buah
lloating-ntarl<s
tersebut tampak sebagai satu titik saja. Di bawah stereoskop. tanda
apung tampak berimpit dengan
permukaan bumi. Kalau tanda apung
saling didekatkan, maka tanda apung tampak berada di atas
permukaan bumi
( mengapung
),
sedangkan kalau dijauhkan, tampak
tenggelam. Untuk menguliur dengan
parallax
-
bar, tanda apung
diatur hingga tepat menempel
pada permukaan bumi.
Paralaks titik A: Pa: D
-
d
Pe: D
-(
K
-ro)
:
( D
-K ).'
ro= C
+
ro
P6:C*ru C
:
Konstante
Paralaks titik n1 Pttl: C
*
tnr
Nilai C dan r ditentukan dengan
parallax
-
bar ( Gamb . 3.4
).
'Lo I3o
7
8
HrqsrL PEI'I
B/t cAA N :
24
,75
Gamb. 3.3 : Parallav bar merk Sokkisha
I
Irtt
I*
''
,l
Ir
5i*
Camb. 3.4: Kedudukan tanda apung
pada saat mengukur paralalis titik n1
Berdasarkan
sistem
pembacaannva.
parallar
bar dapat
digolongkan
menjadi
2 macam
Yaitu:
l. Parallac-bar
dengan sistem
baclcward
-
reading, seperti
yang
terdapat
pada stereoskop
merk Sokkisha.
Pada alat ini' apabila
jarak
kedua keping kaca makin
panjang, maka r makin kecil.
2. Parallax
-
bar dengan sistem
fortard -
reading, seperti
yang
terdapat
pada stereoskop
merk Topcon.
Pada alat ini, apabila
ja'"L
antara
keping kaca makin
panjang, maka r makin besar.
Penentuan
nilai C
( konstante
)
dan nilai r
Perhatikan
Gambar 3.4.
hrr
:
Paralalis
titik nr
PII2: Paralahs titik nz
Pnr
:
Xnr
-
( - Xcnv
)
:
o
-
( - bz)
:
bz
Pn2: Xcn2
-
( - Xnz)
:
br
-
( - o
)
:
br
Cr: bz
t
tnt
Cz: b1* rn2
+
untuk
pembacaan baclcward-
reading
- untuk
pembacaanforuard-
reading
C: C1+C2
2
Contoh : Pengukuran
paralaks titik
puncak bangunan Gelanggang
Mahasiswa
di Bulaksumur
Yog-vakarta dengan
parallat'
bar Sokkisha
padafoto udara berskala
1 : 10'000'
Oitit<
A: titik
puncak bangunan tersebut
)'
8
b1
:78
mm
h:76
mm
br dan bz diukur dengan mistar
rol dan ro diukur denganparalla't
-
bar
fn!
:
27
196
tp-- 28.67
Cr: bz
*
rirl
:
76
+
27.96:103,
96
Cz
:
br
4
rn2: 78
+
28, 67
:
106.67
c: c,j_cr-:
103,,g6
+
106, 67
:
105. 315
22
Pembacaan dilakukan dengan baclcward
-
reading. diperoleh
r^:27 .43
g
-Po
*
fa
Pe
:
C
-
r.
:
105, 315
-
27
-
43: 77,885
ry PENGTIKLIRAN
BEDA TINGGI
Pengukuran
beda tinggr dapat dilalokan
dengan menggunalian
rumus
mlaks sebagai berikut
( Sutanto. 1983
):
t. Ah:
He . AP
Ps+AP
2. ah:H
.aP
Pe+AP
3. ah=H .aP
b
+aP
4. Ah:H-B
.
I
Pa
5. ah:H
. aP
b
leftatikan
Gambar
4.1
Ah: beda tinggr
Hs: tinggi terbang
pesawat dari titik B
(
Titik B
:
Titik bagian bawah
obyek
yang diukur
)'
Pn: Paralaks titik B
Pe: Paralaks titik A ( Titik A: bagian
puncak obyek
).
AP:
Pa
-
Pn
H
:
tinggi terbang
pesawat dari bidang dasar
(datum plane
)
b
:jarak
dasar foto udara(photo
base
)
B
:jarak
dasar udara
{air-
base
)
f
-
jarak
fokus lensa kamera
9
ll
H
I
4&
J!:
grDAN6
H
it
J__
LAU
,ir
H
I
Gamb.
4 .l Bukit yang diuku beda tingginya-
10
Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti ( akurat
)
apabila foto udara
amg digunakan berskala besar
yaitu
I : 10. 000 atau lebih besar.
-cmtoh: Suatu bukit diuliur beda tinggrnya antara dasar dan
puncali dengan
foto udara berskala l: 10. 000. Jarak fokus lensa kamera
:
153 mm.
S=f/H
I
:
153
>
H: 1530. 000 mm: 1530 m.
10.000 H
Paralaks titik puncak ( Po
)
diukur dengan mistar:9 cm
Paralalis titik dasar ( Pn
)
:
8 cm
AP:Pe-Ps:(9-8)cm:1cm
Tinggibukit-H . aP
:
1530 mx 1 cm
:
1530 m
:
170 m
P3+AP
(8 +
l)cm 9
Jka diukur dengan foto udara berskala I : 50. 000
,
maka hasilnya
anrh lebih besar. Hasil
pengukuran
dengan foto udara berskala I : 10. 000
ehuh sesuai dengan kenyataan sesungguhnya.
V PENGIJKIJRAN
JARAK
HORJZONTAL
Jarak
pada foto udara tidak mencenninkan
jarak
sesungguhnya di
apangan,
karena ada
pergeseran. Untuk
menentukan
jarak
horizontal
yang
;esungguhnya digunakan cara grafis. karena kalau dengan mengukur relie-f
-
lisplacentent satvper satu akan membutuhlian
waktu lama.
Pengukuran
iarak
secara
grafis
l. Tentukan titik
pusat masing- masing foto yang berpasangan.
2. Letakkan
plastik bening
pada masing
-
masing foto udara.
3. Titik
pusat foto ( n, dan n2
)
da, titik
pusat foto konyugasi
( n1'dan n2'
)
diplot
pada plastik bening.
4. Tarik
garis dari n1 ke Ar dan ke Br-
-iuga
garis nz a\2 dan n2 82 pada
plastik bening
( garis AB adalah
yang akan ditentukan
jaralinya
).
5. Masing- masing
plastik bening diambil dan dipasang berimpitan
hingga n1 berimpit dengan n'r dan n2 berimpit dengan ntz ( Gambar 5.1).
6. Titik
potong antara nr Ar dan n2 Az serta nr Br dan n2 Bz dihubungkan.
Garis
penghubung itu adalah
jarak
AB yang sudatr terkoreksi.
Jarak AB di lapangan: daek H I f
dan: Jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi.
H
:
tinegi terbang
pesawat dari bidang dasar.
f
:
jarak
fokus lensa kamera.
12
l3
lt- --
__--
-
-:.1
^/.
fir
rti
I
I
Fr-i--
^'ffi'
i..l
Plas
tik
z
I
I
I
I
I
I
I
Gamb.
L
5.1:
T16711
Tlr=7.
lll
l-
,-
--I
Kedudukan sepasang foto udara dan
plastik bening
yang
menutupinya
pada penentuan
jarak garis AB secara
grafis.
I
il \\ t!
VI PEMBLIATAN
PROFIL
TOPOGRAFI
Pembuatan
profil topografi
pada prinsipnya adalah melakukan
rcngulorran beda tinggi dan-iarak horizontal seperti
yang sudah dibahas
pada
lab IV dan Bab V.
Perhatikan Gambar 6.1 . dan Gambar 6.2.
l. Lakulian
pengukuran beda tinggi Ahan. Ahnc, Ahcn dan Ahnr dengan
cara seperti
pada Bab IV.
2. Lakukan
pengukuran
jarak
AB
:
dr, BC
:
d2, CD
:
d: dan DE
:
da
dengan cara seperti
pada Bab V.
3. tlkurkan
nilai- nilai beda tinggi
(
ah
)
dan
jaraL
( d
)
seperti
pada
Gambar 6.2.
t4
l5
D
I
t-/
;,
11,7
Camb. 6.1.: Daerah yang dibuat
savatan ABCDE
profil topografinya menurut arah
ahai
^hsi
I
I
I
Et
D
r/i/"6hDe
/+ahcp
il
t--
I
I
I I
dl
d'2
dg
dq
VII PENGUKURA}I
DIPSLOPE
Dipslope
yaitu kemiringan
lereng topografi
yang
juga
merupakan
emiringan
lapisan batuan sedimen sering
tampak
jelas pada foto udara.
Dipslope
terdapat
pada bentuklahan
hogback,cuesta
atau sayap
ntiklin
yang sudah tererosi
( berstadia
dewasa
).
sehingga
membentuk
:mbah antiklin.
Dipslope dapat diukur dengan
menggunakan:
l. Slopemeter
2. Rumus
paralaks.
1. Pengukuran
dipslope dengan slopemeter
. Aturlah kedudukan sepasang
foto udara di bawah stereoskop
sampai
terbentuk stereomodel -
. Afiglah kedudukan
slopemeter di bawah stereoskop sampai bidang
slopemeter
berimpit / sebidang
dengan bidang
dipslope
( Gamb 7.1.).
. Ukurlah
kemiringan bidang slopemeter
dengan busur derajat. Besar
sudut itu adalah
kemiringan dipslope tereksagerasi.
. Tentukan angka eksagerasi
( E
)
pengamat dengan rumus:
E= s/e
rUB
s: tinggi stereoskop
e
:
jarak
dasar mata
pengamat
H: tinggr terbang
pesawat
3:
jarak
dasar udara: b x penyebut skala foto
6
:
jarak
dasar
foto udara
. Tentulian besar kemiringan
dipslope dengan menggunakan
slope-
conversion chart
( Camb. 7.2).
l6
l7
2. Pengukuran dipslope dengan rumus paralaks.
Rumus paralaks yang digunakan adalah:
Tgo(: AP. f
(Ps+AP).d
Dengan memperhatikan Gambar 7.1 :
- Ukurlah paralaks
titik A ( Pa
)
dan
paralaks
titik B ( Pn
).
- Hitung AP: Pa
-
Pe
- f
:_iarak
fokus lensa kamera udara ( biasanya f
:
153 mm
).
- Tentukan
jarak
d dengan cara seperti
pada Bab V.
-, Dipslope:o( dapat dihitung dengan rumus tersebut di atas.
l8
S lope
meter
A
t
I
t
I
<\
....-f\ 1r{'...'.'i
.1'.1\!\\'i.'i:l
.'^'.'Nl-\(13:l
al a\
'
tl
t
a-a
-....1N
.
t
o ol
Iril
i.::..,I
....r].\
a a-a.
!
t-'
o?
'o-a'
aaaa
t;::1;:\$
6usur
deraiat
o()...
s\r'
N
N\
Gamb .7.1 : Kedudukan sloperneter
pada saat pengukuran dipslope.
r9
c6=
;E
(B
.r
a
CCB
$F"
=cd
-d
g-\
ET
d-)^
F.V
C \C
ilR3
.**
x
=hctr
E
'5
L-
Lrv
P$r
cB.=
E
H
),.ts
;;
3 E E
H
t*
i
tsa\
'-'-
b H;
.F
b.S
a Hr\
=atr
it 8,
\)F
It<tr
& E
8Es
.:
c\l
f-
4
cd
o
uo13vJ NOllVU399VX3
VIII PENGIJKTIRAN
TEBAL
LAPISAN
BATTIAN
Tebal lapisan batuan dapat dilaktrkan
dengan fotogrametri
apabila
rada foto tampak
-ielas
kemiringan dipslope seperti
pada Camb. 8.1 .
Tebal lapisan batuan dapat ditentukan
dengan cara sebagai berikut:
- Tentukan
paralaks titik A
( Po) dan
paralaks ttik B ( Pn
)
- Hitung AP
:
Pa- Pn
- Tentukan Ah dengan rumus :
H: tinggr terbang
pesawat udara dari bidang dasar'
Tentulian dipslope
(
"(
)
dengan
slopemeter atau dengan rumus :
Tgo(: AP. f
(Ps+AP).d
g:
jarak
fokus lensa kamera.
d diukur dengan cara seperti
pada Bab V.
- tr:Ah.coso(
tz:d.lllf.
sino(
- Tebal lapisan batuan: t: t1* t2
t:Ah.cos<+d.Wf.sine(
- Tebal lapisan batuan dapat
pula ditentukan dengan rumus:
t
:
dsc .H/t. sin
o(
Ah: H. AP
P6+AP
20
VIU
PENGIJKLIRAN
TEBAL
LAPISAN
BATLIAN
Tebal lapisan batuan dapat dilakukan
dengan fotogrametri
apabila
rada foto tampak
jelas
kemiringan
dipslope seperti
pada Gamb.
8.1'
Tebal lapisan batuan dapat ditentukan
dengan cara sebagai berikut:
- Tentukan
paralaks titik A
( Po) dan
paralaks ttik B ( Pe
)
- Hitung AP
:
Pe- Pn
- Tentukan Ah
den-ean rumus :
H: tinggr terbang
pesawat udara dari bidang dasar'
Tentukan dipslope
("() dengan
slopemeter atau dengan rumus :
Tgo(:
AP. f
(Ps+AP).d
1:
jarak
fokus lensa kamera.
d diukur dengan cara seperti
pada Bab V.
- tr:Ah.coso(
tz:d.II/f.
sino(
- Tebal lapisan batuan: t: t1* t2
t:Ah.cos<+d.fVf.sind
- Tebal lapisan batuan dapat
pula ditentukan dengan rumus:
t: drc .H/t. sin
o(
Ah: H. AP
P6+AP
2A
PTN6U
KU
RAN
2t
TEzAL lA?lsA
N
Daruaxt
A
.-a-{
I
I
I
I
!s
/i*
.\..!
t
ial .' .'
.:.:iKi::
i\
1:;i;l
Gamb. 8.1. : Lapisan batupasir
yang ditrkur tebalnya
/\ H.
tP
ATI
=
-'-
Pr+
A?
Trd,
=
a?'f
4
(?v+DP).
d
<
4*
ditt;)ung,ry:
tirnUs
,
n,
alfaW
dAn slope rnef,er,
'
Slno(.
Atr,
bs{
+
d,
L
f,
l-
H
7'
Lb
t)
d
se'
Sr'fl
{.
IX PENGTIKURAN
LLIAS
Luas bidang datar I rata dapat dihitung dengan fotogrametri der,gan
eberapa metode ( Sutanto, 1986 : 190
-
196
)
1. Metode Bujur Sangkar
(
Gamb . 9.1
)
2. Metode Jaringan Titik ( Gamb .9.2)
3. Metode Strip
( Gamb . 9.3
)
4. Metode Planimeter
(
Gamb.
9.4. dan 9.5.
l. Metode Bujur Sangkar.
Mengukur luas dengan metode ini. dipakai bahan I alat berupa
jaringan
bujur sangkar
( kertas milimeter
).
- Tutupilah foto udara dengan
plastik bening
- Delineasilah daerah yang diukur luasnya.
- Letakkan
jaringan
bujur sangkar
pada
daerah
yang diukur
luasnya ( Gamb. 9.1
)
- Apabila<%
tr
tidakdihitung
- Apabila>'/z
g
dihitung I
tr
- Untuk skala l: 50. 000, I cm
.
500 m
Itr
:
i;#
:
( 500 x 500
)
#: 250. 000 m2
- Pada Gamb. 9.1,
jumlah
tl
:
17
Jadi. luas daerah
yang diukur:
17 x250.OOO #
:425.10
m2
2. Metod'e Jaringan Titik
Perhatikan Cambar 9.2.
fr:9
titik =
250. 000 m2
Daerah A:34 titik. B
:
13 titik, c
:
9 titik
Luas A:3419 x 250 0,00 m
:
944444 t*
Luas B:l3l9x250000m
:3611ll
m2
22
23
Gamb. 9.1. : Jaringan bujur sangkar untuh mengular luas
Gamb. 9.2 : Jaringan titik untuk mengukur luas
rl
.a
aa
aa
ai
Da
aa
a
I
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
A
a
a
a
a
a
a
a
a
Gamb. 9.3. : Jaringan strip untuk mengukur luas
24
lamb. 9.4. : Planimeter mekanik
( Compensating
Polar Planirneter
witlt
Zero Setting Device)
Keterangan Gambar 9.4:
l. Tracer ann
(
Lengan
penelustrr
)
2. Pole ann ( Lengan Kutub
)
3. Pole weight ( Pemberat
)
4. Hand
grip ( Pegangan
penelusur
)
5. Tracing magni-fier: tracing pitt (Lensa penelusur
)
6. Clamp screw ( Sekrup
pengencang
)
7 . Fine fiioventent screw ( Seknrp dengan
geralian halus
)
8. Tracer arrn vernier ( Pengatur
jarak
lengan penelusur
)
9. Revolution recording dial
(
Lempeng /
piringan pencatat putaran
)
l0.Measuring wheel
(
roda pengukur
)
ll.Measuringwheel
vemier ( nonius
)
t 2.ldler wheel
13.Carriage
( Kotak tempat alat
penguliur
)
l4.Zero setting slide bar (alat pengatur agar
pembacaan
kembali nol
)
2s
I\Ietode Strip
Perhatikan Gambar 9.3
Luas obyek:
(
AB
+
CD
+
EF
+
GH
)
AA'
AA', BB', CC', ... HI{'
:
Give and take lines.
Jarak AA', CC', .. HH'
:
Interv'al strip
N{etode Planimeter
Pengukuran luas dilaliukan dengan alat planimeter. Planimeter
ada 2 macam yaitu planimeter mekanik
(
Gamb. 9.4
)
dan planimeter
digital / electronic digitizer
(
Gamb. 9.5 ..)
Planimeter Mekanik
Perhatikan Cambar 9.4.
Batang I dapat digerakkan ke segala arah dengan menggullakan
roda. Alat ini menghitung luas obyek secara mekanik bila rodanya
digerakhan searah
jarum jam
sepanjang
garis batas obyek
yang
diiukur luasnva. Pada gerali yang berlawanan. alat ini tidak
rnenghitung luas. Hasil pengukuran x konstante yang disesuaikan
dengan skala citra =
luas obyek.
Pengukuran luas dengan alat ini dapat dilaliukan dengan
metode luar atau metode dalam. Metode luar dilakukan bila daerah
yang
diukur sempit. Planimeter diletakkan di luar garis pembatas
bidang
-y"ang
diukur. Metode dalam dilaliukan bila daerah yang
diukur luas. Planirneter diletakkan di dalam saris
pembatas
bidans
yang diukur.
Luas daerah yang diukur dengan planimeter dapat diperoleh
dengan rumus :
26
2
A:
I
P,r-Po*']x
In/n ]
x Unit area-
A
:
Luas daerah
yang
diukur
Pur: Hasil
pembacaan
alihir
%*-:
Hasil
pembacaan
awal
m
:
Penyebut skala foto udara
n
:
Penyebut skala planimeter
Pada beberapa
-ienis
planimeter. pembacaan
awal dapat selalu
dibuato(nol).
Contoh menghitung luas daerah dengan planirneter
berskala
l: 1000. panjang lengan: 180, 3 mm dan tmit area: 10 #. SUtu
foto udara: I : 25. 000.
Pembacaan awal
:
Pu*: 6. 800 ( Gamb. 9.6
)
Pembacaan akhir
:
P,r.
:
6. 901
(
Camb . 9.7
)
2
A
:
I
P^r
-
Pu*
]
x
(
m,h
\ x {lnit orea
22
A: ( 6. 901
-6.
800
)
x( 25. 000/1000 )
x l0 m
))
A:101 x25 xl0m
2
A:631. 250 m
27
Gainb. 9.5 : Planirneter digital I Electronic digitizer ( Lillesand dan
Kiefer. 1979-dalam Sutanto. 1986 : 196
)
Planimeter Digi tal I Electronic Digitizer
Luas obyek dapat diukur dengan cepat dan cennat dengan
lanimeter digital I electronic digitizer. Pengukuran luas dilaliulian dengan
renelusuri batas obyek
yang diukur luasnya. Dengan secara terus menerus
rernberikan nilai koordinat x dan y tiap titik kepada sebuah microDrocessor.
ms obyek
pada citra dihitung dan dapat dibaca secara langsung.
{icroprocessorjuga dapat digunakan untuk mengkonversikannya ke luas di
redan secara langsung dengan unit- unit luas yang dikehendaki ( Lillesand
,an
Kiefer.1979 dalam Sutanto. 1986 : 195
-
196
).
32
ll
lt
ll
Gamb. 10.3 : Bukit yang dihitung volumenya
&: Luas bidang atas
t
b
:
Luas bidane bau,ah
t
:
Tinggi buf.i
-vang
terukur dengan fotograrnetri
A:
Bagian yang tidak dapat dihitung v'olumenya dengan peta
topografi
28
?o' "rl
a'tt. i
O berimpit
drngan 8,o
Camb. 9.6 : Piringan pengukur dan nonius pada planimeter mekanik
pada pembacaan arval 6. 800
ol2
9-r3
't.{"
5:
I berin
pit dengan g.l
Garnb. 9.7 : Piringan pengukur dan nonins
pada
planimeter rnekanik
pada
pembacaan
akhir 6. 901
X PENGIJKTTRAN
VOI-,TINIE
BLIKTT
/ GIJNLING
Volurne bukit atau
gunung dapat dihitgng
dengan
menggunakan
:
l. Rumus
kerucut terPancung
:
Y:tl3
(b+ ffa+a)
Gamb'
10'l
V: Volume
t
:
Tinggi antara bidang bawah dan bidang
atas
b
:
Luas
bidang bawah
a
:
Luas bidang
atas
2. Rumus End
-
Areu Fornrula
V
:6,+
A2) x h
--+
Camb' l0'2
2
V
:
Volume
Ar
:
Luas bidang
atas
A2 =
Luas bidang bawah
h
:
tinggi /
jarak
antara bidang atas dan bidang bawah.
t atau h dihitung
dengan
rulnus
paralaks:
t
:
h: [I . AP
(
lihat Bab
'lV
)
P,,
+
AP
Bidang atas dan bidang barvah
dihitung
dengan salah satu
metode
-yang
sudah dibahas
Pada
Bab IX.
29
30
Kelebihan pengukuran volume dengan fotogrametri
dibandingkan dengan penguktuan dengan
peta topografi adalah bahwa
pada cara fotogrametri. bagian
puncali bukit
yang berada di atas garis
kontur teratas masih dapat dihitung
(
Gamb. 10.3 )
/
n----!-----
::
-L
--i--B
-
--
Gamb. l0.l : Kerucut ter^Dancung
V
:
Volume kerucut ter.oancung
t
:
Tinggi kerucut terpancung
R: Jari-
jari
lingkaran bawah
r
:
Jari-
jari
lingkaran atas
22
v:l/3rrt(R+ R.r+r)
2
Karena
ITR
:
Luas lingkaran bawah: b
2
Tlr
:
Luas lingkaran atas -
a
Maka Y:t/3(b+ffi+a)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim : Instruction Manaal
for
CompensatingPolar Planimeter
with Zero Setting Daice, faparu
Bates, B.L. dan J.A. Jackson. 1987 : Glossary of Geologt, American
Geological Institute. Alexandria. Virginia.
Ray. R.G.. 1960 : Aerial Photographs itt Geologic Interpretation and
Mappittg, United States Government Printing Office,
Washington.
Sutanto, 1983 : Pengetqhuan Dasar Fotogrametri
,
diktat kuliah.
Fakultas Ceograf, Universitas Cadjah Mada, Yogvakarta.
Sutanto. 1986 : Penginderaan fauh, Jilid I. Gadjah Mada University
Press. Yoprvakarta.
WoE P.R., 1974 : Elements of Photogrammetry with Air
photo
Interpretafion
and Remote Sensiltg, Mc Graw Hill
Kogakusha, Ltd., Tok-vo.
Yako, M., 1977: Aerial Photographic Interpretation Notes,
Ceological Survey of Indonesia, Bandung.
33
\
3l
,t
t--F--
/l
/
L--
'r'
Az
Gamb.
10.2 : Limas ter^oancung
Ar: Luas bidang
atas
Ar =
Luas bidang
barvah
h
:
Tinggi lirnas ter-oancung
V
:
Volume limas terpancung.
V:6,+A,
xh

Anda mungkin juga menyukai