Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH SUHU PADA HYDROCRACKI NG OLI BEKAS

MENGGUNAKAN KATALIS Cr/ZAA




Meta Mediana, Nopektaria Hidayati, Tri Kurnia Dewi
*

*Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang, 30139
e-mail : noviktaria.napis@yahoo.com


Abstrak

Jumlah kendaraan di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan oli bekas
menjadi semakin banyak, yang berpotensi mencemari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk
mengubah oli bekas menjadi sesuatu yang lebih berguna. Salah satunya adalah membuat bahan bakar cair
dari oli bekas. Di dalam oli bekas terdapat rantai karbon yang dapat diubah menjadi hidrokarbon rantai
pendek melalui proses hydrocracking menggunakan katalis Cr/ZAA. Proses hydrocracking dilakukan
dengan suhu sebagai variabel bebas yaitu 300
o
C, 350
o
C, 400
o
C, 450
o
C dan 500
o
C. Variabel tetap yang
digunakan adalah volume umpan 40 ml, berat katalis 1 gr, dan laju alir gas hidrogen 20 ml/det. Produk
hydrocracking yang dihasilkan dianalisa pengaruh suhu terhadap persen fraksi bensin, kerosin dan solar,
laju pembentukan produk dan berat jenisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan produksi
dan persen fraksi bensin meningkat dengan semakin tingginya suhu, sedangkan persen fraksi kerosin dan
solar semakin rendah. Nilai berat jenis hasil hydrocracking relatif tetap, tidak dipengaruhi oleh suhu.

Kata Kunci : Oli Bekas, Bahan Bakar Cair, Hydrocracking, Katalis, Cr/ZAA.

Abstract
The number of vehicles is increasing by year. Hence the amount of used oil has increasingly become
potential to pollute the environment. Therefore, particular efforts are required to convert used oil into
more useful thing. One to do so is to produce liquid fuel from used oil. In used oil, long carbon chains
can be converted into short chains through hydrocracking of process using Cr/ZAA catalyst. This process
is performed with temperatures as independent variable, i.e. 300
o
C, 350
o
C, 400
o
C, 450
o
C and 500
o
C.
Fixed variables used are 40 ml of feed volume, 1 gr of catalyst, and 20 ml/sec hydrogen gas velocity. The
product of hydrocracking, is analyzed the effects of temperatures on fractions percent of gasoline,
kerosene and diesel, product formation rate and density. The results showed that rate of product
formation and fration percent of gasoline increased in accordance with increasing temperature, whilst
the kerosene and diesel fraction percent get lower. The value density of the product of hydrocracking
relative constant, unaffected by temperature.

Keywords : Used Oil, Liquid Fuel, Hydrocracking, Catalyst, Cr/ZAA.

1. PENDAHULUAN

Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia
menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir
jumlah kendaraan di Indonesia meningkat 27%.
Peningkatan jumlah kendaraan mengakibatkan
jumlah oli bekas semakin banyak, yang
berpotensi mencemari lingkungan, karena dalam
minyak pelumas bekas terkandung kotoran-
kotoran logam, aditif, sisa bahan bakar dan
kotoran yang lain (Fanani, 2013). Trisunaryanti
(2008) telah melakukan penelitian dengan
memanfaatkan oli bekas sebagai bahan baku
pembuatan bahan bakar, maka pada penelitian ini
dilakukan proses hydrocracking menggunakan
katalis Cr/ZAA untuk menghasilkan bahan bakar
cair. Logam Cr dipilih karena berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Fanani (2010)
bahwa Cr memiliki peranan yang lebih dominan
dibandingkan Mo dan Ni untuk mengcracking tir
batu bara dan sludge. Pada tahun 2009 Fanani
dkk telah membandingkan kemampuan
pengemban katalis, yaitu dengan mengembankan
logam pada zeolit, lempung terpilar Al
2
O
3
, dan
karbon aktif. Ternyata logam yang diembankan
pada zeolit memiliki karakter katalis yang lebih
baik.
Hydrocracking
Hydrocracking merupakan gabungan
antara proses perengkahan (cracking) dan
hidrogenasi. Perengkahan (cracking) adalah
penguraian atau pemecahan molekul-molekul
senyawa hidrokarbon yang besar menjadi
molekul-molekul senyawa yang lebih kecil.
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak
dengan cara menambahkan hidrogen murni.
Proses hydrocracking ini melibatkan tekanan dan
temperatur yang tinggi, katalis, dan hidrogen.
Oleh karena itu hydrocracking dapat diartikan
sebagai suatu proses yang mengkonversi umpan
menjadi produk yang lebih ringan dengan
bantuan katalis dan gas hidrogen. Menurut
Fanani (2013) proses hydrocracking memerlukan
katalis yang mempunyai fungsi ganda, yaitu
katalis hidrogenasi berupa komponen logam dan
katalis perengkahan berupa komponen asam.
Pelaksanaan hydrocracking tergantung
pada alat, bahan dan cara pemanasan.
Hydrocracking dengan reaktor batch sering
digunakan untuk mengolah bahan dalam jumlah
kecil. Prosesnya, umpan dan katalisator bersama-
sama dipanaskan dalam reaktor dan uap yang
dihasilkan diembunkan dengan alat pendingin.
Pengolahan bahan dalam jumlah yang cukup
besar biasanya dengan hydrocracking sistem
flow. Umpan dan katalis ditempatkan secara
terpisah pada reaktor kemudian bersamasama
dipanaskan serta gas dialirkan dengan kecepatan
tertentu sebagai pembawa umpan. Gas yang
sering digunakan dalam proses hydrocracking ini
adalah hidrogen dan nitrogen (Siswodiharjo,
2006).
Katalis yang pernah digunakan oleh para
peneliti sebelumnya pada proses hydrocracking
adalah Mordenite (Wijaya, 2013), hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi
suhu maka kecepatan pembentukan produk
semakin besar yaitu 7,8 ml pada suhu 500
o
C.
Selain itu, jenis katalis yang pernah digunakan
adalah ZnO/ZAAH

(Trisunaryanti, 2008).
Hydrocracking dilakukan pada suhu 450
o
C dan
hasilnya menunjukkan bahwa persen fraksi
bensin lebih besar dibandingkan persen fraksi
solar, masing-masing sebesar 34,26% dan
11,03%. Pada penelitian ini dianalisa pengaruh
suhu terhadap proses hydrocracking oli bekas
menjadi bahan bakar cair menggunakan katalis
Cr/ZAA.

Oli/Minyak Pelumas Bekas
Oli/minyak pelumas merupakan fraksi
berat dari minyak mentah yang mempunyai
rentang rantai karbon C31 C40 dengan titik
didih antara 130
o
C 300
o
C. Oli bekas
mempunyai berat jenis 0,84 0,90 gr/ml (Olivin,
2010). Saat ini banyak dijumpai beragam jenis
pelumas yang semuanya didasarkan atas
penggunaan dan klasifikasi. Minyak pelumas
mesin atau yang lebih dikenal oli mesin memang
banyak ragam dan macamnya, tergantung jenis
penggunaan mesin itu sendiri yang
membutuhkan oli yang tepat untuk menambah
atau mengawetkan usia pakai (life time) mesin.
Jenis-jenis pelumas tersebut dibedakan menurut
sifat-sifat fisika maupun kimia dari komponen
penyusunan baik minyak dasar (base oil) ataupun
aditif. Sifat fisika dan kimia dari campuran kedua
komponen inilah yang akan menentukan unjuk
kerja pelumas secara keseluruhan. Dengan
demikian keragaman jenis pelumas ditentukan
dari komponen-komponen penyusun pelumas
sesuai dengan spesifikasi kegunaan pelumas
tersebut.
Oli adalah campuran dari hidrokarbon
kental ditambah berbagai bahan kimia aditif.
Bahan tersebut bekerja untuk melumasi logam.
Selain itu oli bekas juga mengandung
kontaminan. Kontaminasi terjadi dengan adanya
benda-benda asing atau partikel pencemar di
dalam oli. Menurut Stisya,dkk (2010), terdapat
tujuh macam benda pencemar dalam oli, yaitu :
Keausan elemen. Menunjukkan beberapa elemen
biasanya terdiri dari tembaga, besi, chrominium,
aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel
atau magnesium.
1) Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk
kedalam oli melalui embusan udara lewat
sela-sela ring dan melalui sela lapisan oli
tipis kemudian merambat menuruni dinding
selinder. Jelaga timbul dari bahan bakar
yang tidak habis. Kepulan asam hitam dan
kotornya filter udara menandai terjadinya
jelaga.
2) Sisa bahan bakar
3) Air. Merupakan produk sampingan
pembakaran dan biasanya terjadi melalui
timbunan gas buang. Air dapat memadat di
crankcase ketika temperatur operasional
mesin kurang memadai.
4) Ethylene gycol (anti beku).
5) Produk-produk belerang/asam.
6) Produk-produk oksidasi Mengakibatkan oli
bertambah kental. Daya oksidasi meningkat
oleh tingginya temperatur udara masuk.

Zeolit dan Katalis Logam
Zeolit dapat ditingkatkan kinerjanya
dengan cara menempelkan logam katalis pada
zeolit. Logam yang diembankan pada zeolit akan
dapat meningkatkan aktivitas katalis secara
keseluruhan karena logam-zeolit akan memiliki
fungsi ganda yaitu disamping logam sebagai
katalis zeolitnya sendiri bersifat katalis, katalis
semacam ini biasanya disebut sebagai katalis
bifungsional. Logam yang biasa digunakan untuk
katalis biasanya logam-logam transisi. Logam-
logam transisi mempunyai daya adsorpsi yang
kuat. Hal ini yang menyebabkan logam-logam
transisi makin reaktif sebagai katalis.
Logam transisi Cr memilki prospek untuk
digunakan sebagai katalis hidrodesulfurisasi,
hidrodenitrogenasi dan perengkahan. Fanani dkk
(2006) melaporkan bahwa Cr/ZAA memiliki
kemampuan mengcracking limbah minyak bumi
lebih baik dibandingkan Co/ZAA.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
deilakukan oleh Fanani,dkk (2010), bahwa Cr
memiliki peranan yang lebih dominan
dibandingkan Mo dan Ni terhadap kemampuan
katalis Cr-Mo dan Ni-Cr /ZAA untuk
mengcracking tir batu bara. Pada tahun 2009
Fanani dkk telah membandingkan kemampuan
pengemban katalis, yaitu dengan mengembankan
logam pada zeolit, lempung terpilar Al
2
O
3
, dan
karbon aktif. Ternyata logam yang diembankan
pada zeolit memiliki karakter katalis yang lebih
baik.
Pemanfaatan Zeolit sebagai Katalis
Hydrocracking
Penggunaan penting dari zeolit adalah
sebagai katalis heterogen. Kebanyakan katalis
zeolit digunakan dalam penyulingan minyak
bumi. Zeolit digunakan sebagai katalis dalam
proses hydrocracking karena memiliki kriteria
sebagai berikut:
1) Mempunyai Situs Asam yang Aktif
Zeolit mempunyai situs asam Bronsted
yang ditimbulkan oleh gugus hidroksil dalam
struktur pori zeolit. Gugus hidroksil biasanya
dibentuk dengan pertukaran kation amonium
atau polivalen diikuti oleh kalsinasi. Hidrogen
akan berikatan dengan oksigen membentuk
gugus hidoksil yang menggambarkan situs asam
Bronsted. Zeolit terprotonasi melalui pemanasan
lebih lanjut akan terjadi dehidroksilasi struktur
membentuk situs asam Lewis.

2) Selektivitasnya tinggi terhadap reaktan
Zeolit dengan ukuran pori yang spesifik
memiliki sifat selektif dalam mengadsorpsi
molekul. Suatu molekul dapat teradsorpsi secara
baik dalam rongga zeolit. Sifat sifat zeolit yang
demikian, spesifik untuk satu jenis zeolit dan
mengacu pada sifat kristalin sebagai suatu
adsorben. Selama proses katalisis, sifat ini akan
menghasilkan selektivitas katalis yang tinggi.

3) Stabil terhadap pemanasan tinggi
Reaksi hidrorengkah adalah reaksi
endoterm sehingga umumnya membutuhkan
temperatur yang tinggi maka diperlukan katalis
yang mempunyai stabilitas terhadap kerusakan
struktur pori pada pemanasan tinggi.

4) Luas permukaannya yang besar
Reaksi katalitik berlangsung pada
permukaan katalis sehingga semakin besar luas
permukaan katalis maka makin banyak molekul
yang dapat mengadakan reaksi katalitik. Luas
permukaan yang besar disebabkan banyaknya
pori yang berkaitan erat proses difusi reaktan
untuk mencapai sisi aktif zeolit sehingga proses
hidrorengkah dapat berjalan efektif.
Bahan Bakar Cair
Bensin
Bahan bakar premium berasal bensin
yang merupakan salah satu fraksi dari
penyulingan minyak bumi yang mempunyai
rentang rantai karbon C6 C11. Premuim
mempunyai rumus empiris Ethyl Benzena
(C
8
H
18
).

Kerosin
Kerosin adalah fraksi lebih berat dari
pada gasolin yang mempunyai rentang rantai
karbon C12 C20, tidak berwarna dan mudah
menguap. Titik didihnya berkisar antara 85
o
C
105
o
C dengan berat jenis 0,7 0,83 gr/ml.

Solar
Solar biasa juga disebut sebagai bahan
bakar diesel atau light oil adalah suatu campuran
dari hidrokarbon yang telah didistilasi setelah
bensin dan kerosin dari minyak mentah pada
temperatur 200-340
o
C dan mempunyai rentang
rantai karbon C21 C30, dipakai untuk
mengoperasikan mesin diesel.

Tabel 1. Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Bensin

Tabel 2. Spesifikasi Bahan Bakar Jenis Solar

2. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
19 September 2013 sampai dengan 14 November
2013 dan dilakukan di:
1) Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA
Jurusan Kimia Universitas Sriwijaya.
2) Laboratorium Kimia Analitik Instrumen
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.

Variabel Percobaan
- Variabel Tetap
Variabel tetap dari penelitian ini adalah
jumlah umpan oli bekas 40 ml, berat katalis
Cr/ZAA 1 gr dan laju alir gas hidrogen
adalah 20 ml/det.

- Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan adalah suhu
hydrocracking, yaitu 300
o
C, 350
o
C, 400
o
C,
450
o
C, dan 500
o
C.

Proses Hydrocracking Oli Bekas
Reaksi katalitik perengkahan
/hydrocracking pada fase gas dilakukan dengan
memasukkan oli bekas sebanyak 40 ml ke dalam
reaktor pemanas, kemudian katalis Cr/ZAA
sebanyak 1 gr dimasukkan kedalam reaktor
(desain alat lihat pada gambar 3.1) yang telah
berisi glasswool sebanyak 2 gr. Selanjutnya gas
hidrogen dialirkan sebagai gas pendorong
reaktan (oli bekas) dengan laju alir 20 mL.det
-1

dan dihidrogenasi hingga temperatur 500
o
C.
Uap dari reaktan yang terhidrogenasi
dialirkan ke dalam reaktor furnace yang telah
berisi katalis dan glaswool kemudian uap turun
ke kondenser dan terkondensasi menjadi cair.
Produk cair yang keluar dari reaktor furnace
ditampung dalam erlenmeyer. Hydrocracking
dinyatakan selesai jika tidak ada lagi produk cair
yang keluar dari reaktor furnace. Produk yang
dihasilkan diukur volume dan berat jenisnya,
serta dianalisa persen fraksi bensin, kerosin, dan
solar, menggunakan alat Gas Chromatography
(GC).

Gambar 1. Skema Alat Hydrocracking Oli
Bekas

Keterangan :
a) Gas H
2

b) Reaktor pemanas bahan baku
c) Aliran gas H
2
ke bahan baku (oli bekas)
d) Oli bekas
e) Aliran uap oli bekas
f) Regulator voltase
g) Thermkopel
h) Katalis
i) Glass wool
j) Reaktor furnace
k) Kondenser
l) Produk hydrocracking

Prosedur Analisa
Minyak atau bahan bakar cair yang
dihasilkan dari proses hydrocracking dianalisa
persen fraksi bensin, kerosin dan solar
menggunakan alat Gas Chromatography (GC),
serta diukur volumenya menggunakan gelas ukur
dan berat jenisnya menggunakan piknometer.

Analisa Persen Fraksi Produk Hydrocracking
Persen fraksi produk hydrocracking yang
terdiri bensin, kerosin dan solar diperoleh dengan
menganalisa produk menggunakan alat Gas
Chromatography (GC). Penentuan persen fraksi
bensin, kerosin, dan solar didasarkan pada
retention time dari bensin, kerosin dan solar
standar. Bensin standar retention timenya 18,
kerosin standar 18 - 22,85 dan solar standar
22,85. Dengan batasan interval retensi time
masing-masing fraksi, maka persen fraksi bensin,
kerosin dan solar dalam produk hydrocracking
dapat dihitung berdasarkan % luas area dari
analisa GC. Persamaan yang digunakan adalah :
- Fraksi bensin (%) =




- Fraksi kerosin (%) =




- Fraksi solar (%) =




Analisa Berat Jenis Menggunakan
Piknometer
Pengukuran berat jenis produk
hydrocracking dilakukan dengan tahapan-
tahapan berikut:
- Piknometer kosong yang sudah dicuci
dipanaskan di dalam oven pada suhu
105
o
C selama 30 menit.
- Piknometer yang sudah dikeringkan
didinginkan di dalam desikator.
- Piknometer kosong ditimbang dan dicatat
beratnya (M
1
)
- Piknometer yang sudah diisi sampel
ditimbang dan dicatat beratnya (M
2
)
- Nilai berat jenis dihitung dengan
menggunakan persamaan :

Berat jenis (gr/ml) =


Keterangan :
M
1
= Berat piknometer kosong (gr)
M
2
= Berat pinometer+sampel Berat
piknometer kosong (gr)
M
3
= Volume piknometer (ml)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan
Pembentukan Produk Hydrocracking
Pengaruh suhu terhadap kecepatan
pembentukan produk hydrocracking
diperlihatkan pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan
Pembentukan Produk Hydrocracking (Volume
umpan 40 ml, berat katalis 1 gr, laju Alir gas
hidrogen 20 ml/det)

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa
semakin tinggi suhu operasi maka kecepatan
pembentukan produk meningkat. Suhu yang
tinggi menyebabkan semakin banyak oli yang
menguap setelah melewati titik didih. Banyaknya
uap yang terbentuk menyebabkan peningkatan
frekuensi tumbukan antara reaktan dan katalis.
Peningkatan frekuensi tumbukan reaktan dengan
katalis akan meningkatkan proses adsorbsi pada
permukaan katalis, sehingga kecepatan produksi
semakin meningkat dengan naiknya suhu. Hasil
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Siswodiharjo (2006) yang menyatakan kecepatan
reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu,
sehingga konversi yang dihasilkan juga semakin
besar. Hasil penelitian proses hydrocracking oli
bekas menggunakan katalis mordenite yang
dilakukan oleh Wijaya (2013) juga menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu maka kecepatan
pembentukan produk semakin meningkat yaitu
4,6 ml/jam pada suhu 500
o
C, kecepatan ini lebih
kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
pada penelitian proses hydrocracking
menggunakan katalis Cr/ZAA yaitu 11,9 ml/jam
pada suhu 500
o
C .
Pengaruh Suhu terhadap Persen Fraksi
Bensin Produk Hydrocracking
Hasil persen fraksi bensin diperlihatkan
pada gambar 3 berikut.
0,62 ml 0,55 ml
0,55 ml
4 ml
11,7 ml
0
2
4
6
8
10
12
14
250 300 350 400 450 500
V
o
l
u
m
e

(
m
l
/
j
a
m
)

Suhu (
o
C)

Gambar 3. Pengaruh Suhu terhadap Persen
Fraksi Bensin (Volume Umpan 40 ml, berat
katalis 1gr, laju Alir gas hidrogen 20 ml/det)

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin
tinggi suhu maka persen fraksi bensin semakin
besar. Peningkatan suhu mengakibatkan
pemotongan atom C pada bahan baku terjadi
lebih banyak, sehingga persen fraksi bensin yang
memiliki atom C terpendek jumlahnya
meningkat. Hasil penelitian proses
hydrocracking menggunakan katalis ZnO/ZAAH
yang dilakukan oleh Trisunaryanti (2008) juga
menunjukkan bahwa persen fraksi bensin yang
diperoleh lebih besar dibandingkan persen fraksi
solar.
Pengaruh Suhu terhadap Persen Fraksi
Kerosin Produk Hydrocracking

Gambar 4. Pengaruh Suhu terhadap Persen
Fraksi Kerosin (Volume Umpan 40 ml, berat
katalis 1gr, laju Alir gas hidrogen 20 ml/det)
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa persen
fraksi kerosin tertinggi pada suhu 300
0
C sebesar
14,79%. Persen fraksi kerosin terbesar pada
penelitian yang dilakukan oleh Fanani (2010)
juga diperoleh pada suhu 300
o
C sebesar
37,459%. Kenaikan suhu operasi mengakibatkan
persen fraksi kerosin menurun. Suhu yang tinggi
mengakibatkan rantai karbon pada bahan baku
terpotong menjadi semakin pendek, sehingga
fraksi kerosin yang memiliki rantai karbon yang
lebih panjang dibandingkan bensin menjadi
berkurang.

Pengaruh Suhu terhadap Persen Fraksi Solar
Produk Hydrocracking

Hasil persen fraksi solar diperlihatkan pada
gambar 5 berikut.


Gambar 5. Pengaruh Suhu terhadap Persen
Fraksi Solar (Volume Umpan 40 ml, berat katalis
1gr, laju Alir gas hidrogen 20 ml/det)

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa
kenaikan suhu dari 300
0
C ke 350
0
C
mengakibatkan persen fraksi solar meningkat.
Kenaikan suhu dari 350
0
C sampai 500
0
C
menyebabkan persen fraksi solar menurun.
Proses hydrocracking merupakan pemotongan
rantai karbon yang panjang menjadi lebih pendek
hanya dapat berlangsung dengan baik pada suhu
tinggi. Semakin tinggi suhu maka fraksi solar
yang memiliki rantai karbon terpanjang semakin
rendah. Akan tetapi dari grafik di atas terdapat
persen fraksi yang meningkat dengan kenaikan
suhu, hal ini karena pada suhu yang paling
rendah masih terjadi tahap inisiasi sehingga
produk yang dihasilkan cenderung sedikit.
45.20
44.11
44.35
54.46
61.27
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
250 300 350 400 450 500
F
r
a
k
s
i

B
e
n
s
i
n

(
%
)

Suhu (
o
C)
14.79
10.16 10.79
11.41
10.73
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
250 300 350 400 450 500
F
r
a
k
s
i

K
e
r
o
s
i
n

(
%
)

Suhu (
o
C)
40.01
45.73
44.86
34.14
28.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
250 300 350 400 450 500
F
r
a
k
s
i

S
o
l
a
r

(
%
)

Suhu (
0
C)
Pengaruh Suhu terhadap Berat Jenis Produk
Hydrocracking
Pengaruh suhu terhadap berat jenis produk
hydrocracking oli bekas diperlihatkan pada
gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Suhu terhadap Berat Jenis
Produk Hydrocracking (Volume Umpan 40 ml,
berat katalis 1gr, laju Alir gas hidrogen 20
ml/det)

Titik-titik pada gambar 6 menunjukkan
data pengukuran berat jenis sebanyak dua sampel
pada masing-masing kondisi (sistem duplo) dan
data berat jenis yang dihitung secara teoritis.
Nilai berat jenis, baik dari hasil kedua
pengukuran maupun yang dihitung secara teoritis
cenderung tetap dengan adanya kenaikan suhu.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa berat jenis
yang diperoleh dari pengukuran dan berat jenis
teoritis mempunyai nilai yang cukup dekat, hal
ini menunjukkan bahwa persen fraksi produk
yang dianalisa menggunakan alat GC adalah
benar. Berat jenis campuran yang diperoleh yang
diperoleh pada penelitian ini masih masuk dalam
rentang berat jenis bahan bakar minyak (bensin
dan solar) berdasarkan keputusan Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor: 3674
K/24/DJM/2006 dan Nomor. 3675
K/24/DJM/2006.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1) Kecepatan pembentukan produk
hydrocracking meningkat dengan semakin
tingginya suhu.
2) Semakin tinggi suhu maka persen fraksi
bensin semakin besar, sedangkan persen
fraksi kerosin dan solar semakin kecil.
Persen fraksi bensin terbesar diperoleh pada
suhu 500
o
C yaitu 61,27%, persen fraksi
kerosin terbesar diperoleh pada suhu 300
o
C
yaitu 14,79 dan persen fraksi solar terbesar
diperoleh pada suhu 350
o
C yaitu 45,73%.
3) Suhu tidak berpengaruh terhadap berat jenis
produk hydrocracking.


DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2006.
Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan
Bakar Minyak Jenis Bensin yang
Dipasarkan di Dalam Negeri
Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia. Jakarta.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2006.
Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan
Bakar Minyak Jenis Solar yang
Dipasarkan di Dalam Negeri
Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia. Jakarta.
Fadarina; Yerizam dan Selastia, Y. 2011.
Teknologi Minyak Bumi. Politeknik
Negeri Sriwijaya. Palembang.
Fanani, Z. 2010. Hydrocracking Tir Batu Bara
Menggunakan Katalis Ni-Mo-S/ZAA
untuk Menghasilkan Fraksi Bensin dan
Fraksi Kerosin. Edisi Khusus Juni
2010 (C) 10:06-08.
Fanani, Z; Addy, R. dan Iwan, W. 2013.
Regenerasi Katalis Ni-Zeolit Alam
Aktif untuk Hydrocracking Minyak
Jarak Pagar Jurnal Penelitian Sains.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Ladah, S , dkk. 2010. Evaluasi Pengelolaan Oli
Bekas sebagai Limbah B3 Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Lufina, I; Bambang, S. dan Rini, Y. 2013. Studi
Pemanfaatan Minyak Karet (Hevea
Brasiliensis) sebagai Bahan Bakar pada
Kompor Rumah Tangga.Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan
Biosistem Vol. 1, No. 1 Februari 2013,
60-68.
0.5000
0.6000
0.7000
0.8000
0.9000
250 300 350 400 450 500
B
e
r
a
t

J
e
n
i
s

(
m
l
/
g
r
)

Suhu
o
C
BJ. Pengukuran 1
BJ. Pengukuran 2
BJ. Teoritis
Manik, R. 2013. Sekilas Mengenai Bensin
Premium. http://ridomanik.blogspot.
com/2013/07/sekilas-mengenai-bensin-
premium.html. Diakses 29 Oktober
2013.
Olivin, M. 2010. SNI Tata Cara Pemanfaatan
Oli Bekas untuk Campuran ANFO.
http://www.scribd.com/doc/123688943/
SNI-Tata-cara-pemanfaatan-oli-bekas-
untuk-campuran-ANFO. Diakses 29
November 2013.
Ridzky, M. 2012. Logam Transisi.
Muhammadridzky.wordpress.com/2012/
03/02/logam-transisi/. Diakses 26
November 2013.
Siswodiharjo. 2006. Reaksi Hidrorengkah
Katalis Ni/Zeolit, Mo/Zeolit,
Nimo/Zeolit Terhadap Parafin.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sub Direktorat Statistik Transportasi. 2012.
Jumlah Kendaraan Menurut Jenis.
Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.
Trisunaryanti, W; Suryo, P. dan Arista, P. 2008.
Hidrorengkah Katalitik Oli Bekas
Menjadi Fraksi Bahan Bakar Cair
Menggunakan ZnO, Nb
2
O
5
, Zeolit Alam
Aktif dan ModifikasinyaIndonesian
Journal of Chemial Sciene., 2008 (3),
342 - 347.
Vilsofvy, S. 2013. Pelumas Mineral, Sintetis
dan Semi Sintetis. http://www.scribd.
com/doc/74568197/JENIS-PELUMAS.
Diakses 25 September 2013.
Wijaya, A. dan Dhimas, W. 2013. Pemanfaatan
Oli Bekas Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Bahan Bakar Cair (BBC)
dengan Metode Catalytic Cracking
Menggunakan Katalis Mordenite.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai