Anda di halaman 1dari 5

Metabolisme Otot Jantung

A. Metabolisme Otot Jantung


Pengaturan sirkulasi secara humoral berarti pengaturan oleh zat-zat yang disekresi atau yang
diabsorbsi ke dalam cairan tubuh ; seperti hormon dan ion. Beberapa zat ini dibentuk oleh
kelenjar khusus dan dibawa di dalam darah ke seluruh tubuh. Zat lainnya dibentuk di daerah
jaringan setempat dan hanya menimbulkan pengaruh sirkulasi setempat. Faktor-faktor humoral
terpenting yang mempengaruhi fungsi sirkulasi diantaranyaa adalah sebagai berikut.
1. Zat Vasokonstriktor
Norepinefrin terutama adalah hormon vasokonstriktor yang amat kuat;epinefrin tidak begitu
kuat dan dibeberapa jaringan, bahkan menyebabkan vasodilatasi ringan. (Contoh khusus
vasodilatasi akibat epinefrin dijumpai pada jantung untuk mendilatasikan arteri kororner selama
peningkatan aktivitas jantung).
Ketika sistem saraf simpatis dirangsang di sebagian besar atau diseluruh bagian tubuh
selama terjadi stress atau olahraga, ujung saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan
melepaskan norepinefrin yang merangsang jantung dan mengkonstriksi vena serta arteriol. Selain
itu, saraf simpatis untuk medula adrenal juga menyebabkan kelenjar ini menyekresi norepinefrin
dan epinefrin kedalam darah. Hormon-hormon ini kemudian bersirkulasi ke seluruh area tubuh
dan menyebabkan efek perangsangan yang hampir sama dengan perangsangan simpatis langsung
terhadap sirkulasi, sehingga tersedia dua sistem pengaturan, yaitu perangsangan saraf secara
langsung dan efek tidak langsung dari norepinefrin dan/ atau epinefrin di dalam darah yang
bersirkulasi.
2. Pengaturan Aliran Darah Koroner
a) Metabolisme Otot Lokal Sebagai Pengatur Utama Aliran Koroner
Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilasiarteriol
setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi otot jantung. Dengan demikian, bilamana
kekuatan kontraksi jantung meningkat, apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah koroner
juga akan meningkat. Sebaliknya, penurunan aktivitas jantung disertai dengan penurunan aliran
koroner. Pengaturan lokal aliran darah koroner ini hampir identik dengan yang terjadi yang
terjadi di banyak jaringan tubuh lainnya, terutama otot rangka diseluruh tubuh.
b) Kebutuhan Oksigeni Sebagai Faktor Utama dalam Pengaturan Lokal Aliran Darah Koroner
Aliran darah di sistem koroner biasanya diatur hampir sebanding dengan kebutuhan oksigen
otot jantung. Biasanya sekitar 70 % oksigen di dalam darah arteri koroner dipindahkan selagi
darah mengalir melalui otot jantung. Karena tidak banyak oksigen yang tersisa, maka tidak
banyak lagi oksigen yang dapat ditambahkan ke otot jantung kecuali bila aliran darah koroner
meningkat. Untungnya, aliran darah koroner meningkat hampir berbanding lurus dengan setiap
konsumsi oksigen tambahan bagi proses metabolik di jantung.
Namun cara yang pasti bagaimana peningkatan konsumsi oksigen dapat menyebabkan
dilatasi koroner masih belum dapat ditentukan. Penurunan konsentrasi oksigen di jantung
menyebabkan dilepaskannya zat-zat vasodilator dari sel-sel otot, dan hal ini akan menimbulkan
dilatasi arteriol. Zat dengan potensi vasodilator yang besar adalah adenosin.Dengan adanya
konsentrasi oksigen yang sangat rendah di dalam sel-sel otot, maka sebagian besar ATP sel
dipecah menjadi adenosin monofosfat; kemudian sebagian kecil mengalami penguraian lebih
lanjut guna membebaskan adenosin ke dalam cairan jaringan otot jantung. Sesudah adenosin
menimbulkan vasodilatasi, sebagian besar diabsorbsi ke dalam sel-sel jantung untuk digunakan
kembali.
Adenosin bukanlah satu-satunya produk vasodilator yang telah dikenali. Produk vasodilator
lainnya adalah senyawa adenosin fosfat, ion kalium, ion hidrogen, karbondioksida, bradikinin,
dan, kemungkinan prostaglandin dan nitrit oksida.
Namun tetap dijumpai beberapa kesulitan pada hipotesis vasodilator. Pertama, zat-zat yang
mengahambat atau mengambat sebagian efek vasodilator adenosin tidak mencegah vasodilator
koroner yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas otot jantung. Kedua, penelitian pada otot
rangka telah menunjukkan bahwa infus adenosin yang terus menerus akan mempertahankan
dilatasi vaskular hanya untuk 1 sampai 3 jam, dan ternyata aktivitas otot akan tetap mendilatasi
pembuluh darah lokal bahkan bila adenosin tidak dapat lagi mendilatasi pembuluh darah
tersebut.
c) Pengaturan Aliran Darah Koroner oleh Saraf
Perangsangan saraf otonom ke jantung dapat mempengaruhi aliran darah koroner baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung merupakan hasil dari kerja langsung
zat-zat transmiter saraf, asetilkolin dari nervus vagus serta norepinefrin dan epinefrin dari saraf
simpatis pada pembuluh darah koroner itu sendiri. Pengaruh tidak langsung akibat dari
perubahan sekunder pada aliran darah koroner yang disebabkan oleh peningkatan atau penurunan
aktivitas jantung.
Pengaruh tidak langsung, yang sangat berlawanan dengan pengaruh langsung, berperan
jauh lebih penting dalam pengaturan aliran darah koroner yang normal. Jadi, rangsangan
simpatis, yang melepaskan norepinefrin dan epinefrin, meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas
jantung serta meningkatkan kecepatan metabolisme jantung. Selanjutnya, peningkatan
metabolisme jantung akan mengaktifkan mekanisme pengaturan aliran darah lokal guna
mendilatasi pembuluh darah koroner, dan aliran darah meningkat hampir sebanding dengan
kebutuhan metabolik otot jantung. Sebaliknya, perangsangan vagus, yang melepaskan
asetilkolin, akan memperlambat jantung dan memberi sedikit efek penekanan pada kontraktilitas
jantung. Kedua efek ini akan menurunkan konsumsi oksigen jantung, dan karena itu, secara itdak
lansung menyebabkan konstriksi arteri koroner.
d) Pengaruh Langsung Perangsangan Saraf pada Pembuluh Darah Koroner
Distribusi serabut saraf parasimpatis (vagus) di sistem koroner ventrikel tidak terlalu
banyak. Namun, asetilkolin yang dilepaskan akibat perangsangan parsimpatis memilki efek
langsung untuk mendilatasi arteri koroner.
Terdapat persarafan simpatis yang jauh lebih luas di pembuluh darah koroner. Zat
transmiter simpatis norepinefrin dan epinefrin dapat memberi efek dilator atau konstriktor pada
pembuluh darah, bergantung pada ada atau tidaknya reseptor konstriktor atau dilator di dinding
pembuluh darah. Reseptor konstriktor disebut reseptor alfa dan reseptor dilator disebut reseptor
beta. Reseptor alfa dan beta ada di pembuluh darah koroner. Pada umumnya, pembuluh darah
koroner epikardial mempunyai reseptor alfa yang lebih banyak, sedangkan arteri intramuskular
memiliki lebih banyak reseptor beta. Karena itu, perangsangan simpatis, setidaknya secara
teoritis, dapat menyebabkan sedikit konstriksi atau dilatasi koroner yang menyeluruh, tetapi
biasanya lebih banyak konstriksi. Pada beberapa orang, efek vasokonstriktor alfa tampak sangat
tidak seimbang, dan orang-orang ini dapat mengalami iskemia miokardium vasospastik selama
periode perangsangan simpatis yang berlebihan, sering kali menyebabkan nyeri angina.
Faktor metabolik (terutama konsumsi oksigen miokardium) merupakan pengendali utama
aliran darah miokardium. Bilamana efek langsung perangsangan saraf mengubah aliran darah
koroner ke arah yang salah, pengaturan metabolik terhadap aliran koroner biasanya akan
menghilangkan pengaruh saraf yang bekerja langsung dalam waktu beberapa detik.

3. Gambaran Khusus Metabolisme Otot Jantung
Dalam keadaan istirahat, otot jantung biasanya menggunakan asam lemak untuk
menyuplai sebagian besar energinya dan bukan karbohidrat (sekitar 70 % energi berasal dari
asam lemak). Namun, seperti juga pada jaringan lainnya, pada keadaan anaerobik atau iskemik,
metabolisme jantung harus memakai mekanisme glikolisis anaerobik untuk energinya. Namun,
glikolisis memakai glukosa darah dalam jumlah yang banyak sekali dan pada waktu yang
bersamaan membentuk sejumlah besar asam laktat di jaringan jantung, yang mungkin merupakan
salah satu penyebab nyeri jantung pada keadaan iskemik jantung.
Seperti yang terjadi pada jaringan lainnya, lebih dari 95 presen energi metabolik yang
dilepaskan dari makanan dipakai untuk membentuk ATP di dalam mitokondria. ATP ini
kemudian bekerja sebagai pembawa energi untuk kontraksi otot jantung dan fungsi seluler
lainnya. Pada iskemia koroner yang berat, ATP mula-mula terurai menjadi adenosin difosfat,
kemudian menjadi adenosin monofosfat dan adenosin. Karena membran sel otot jantung bersifat
sedikit permeabel bagi adenosin, maka banyak adenosin dapat berdifusi dari sel otot masuk ke
dalam sirkulasi darah.
Adenosin yang terlepas ini dianggap sebagai salah satu zat yang menyebabkan dilatasi
arteriol koroner selama hipoksia koroner. Namun, hilangnya adenosin ini juga membawa akibat
yang serius pada sel. Dalam waktu paling sedikit 30 menit setelah iskemia koroner yang berat,
seperti yang terjadi setelah infark miokardium, kira-kira setengah dari basa adenin dapat hilang
dari sel-sel otot jantung yang terkena. Selanjutnya, kehilangan ini dapat diganti oleh sintesis
adenosin baru dengan kecepatan hanya 2 persen per jam. Karena itu, bila serangan iskemia yang
serius telah berlangsung selama 30 menit atau lebih, maka usaha untuk menghilangkan iskemia
koroner mungkin sudah terlambat untuk menyelamatkan kelangsungan hidup sel-sel jantung. Hal
ini hampir pasti menjadi salah satu penyebab utama kematian sel-sel jantung selama iskemia
miokardium.

B. Metabolisme Otot Jantung Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan
fungsi miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme
aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih
tidak efesien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan
siklus kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme
anaerob (yaitu asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.
Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang
berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu,
gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan
menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.
Berubahnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan
hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami
iskemia, dan derajat Prespon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi
ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah
darah yang keluar setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol
akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan
semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang
kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan
respons kompensasi simpais terhadap berkurangnya fungsi miokradium. Dengan timbulnya
nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah
merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu
respon vagus.
BIOKIMIA / METABOLISME SISTEM KARDIOVASKULAR
Oleh Yogi Ismail Gani, S.Ked

1. Konsumsi O
2
Jantung
Konsumsi basal O
2
oleh miokardium, bisa ditentukan dengan memberhentikan jantung ketika
memaintain sirkulasi koroner secara buatan, adalah 2 ml/100 g/mnt. Nilai ini lebih besar dibandingkan
konsumsi O
2
pada otot rangka yang sedang istirahat. Pada keadaan istirahat konsumsi O
2
oleh denyutan
jantung adalah 9 ml/100 g/mnt.

Konsumsi O
2
jantung ditentukan terutama oleh tekanan intramiokardium, kontraksi
miokardium, dan kecepatan denyut jantung. Kerja ventrikel per denyut berkorelasi dengan konsumsi
O
2
. Kerja tersebut merupakan hasil dari volume sekuncup dan tekanan arteri rata-rata pada arteri
pulmonaris (oleh kerja ventrikel kanan) atau aorta (oleh kerja ventrikel kiri). Ketika tekanan aorta 7x lebih
besar dari tekanan arteri pulmonaris, kerja untuk menghasilkan volume sekuncup pada ventrikel kiri lebih
besar adalah 7x lebih besar dibandingkan ventrikel kanan. Berdasarkan teori, peningkatan volume
sekuncup sebesar 25% tanpa adanya perubahan tekanan arteri seharusnya menghasilkan peningkatan
konsumsi O
2
yang sama dengan peningkatan tekanan arteri sebesar 25% tanpa perubahan volume
sekuncup. Meskipun demikian, dengan alasan yang tidak diketahui, tekanan arteri menghasilkan
peningkatan yang lebih besar pada konsumsi O
2
dibandingkan dengan volume sekuncup.


Konsumsi O
2
juga meningkat ketika frekuensi denyut jantung meningkat oleh stimulasi saraf
simpatis karena peningkatan jumlah denyut, peningkatan kecepatan dan kekuatan kontraksi miokardium.

2. Pemeliharaan Kadar ATP Jantung
Otot jantung, karena memiliki kebutuhan akan ATP yang tinggi, mempunyai kandungan
mitokondria yang lebih besar daripada sebagian besar jaringan. Krista mitokondria jantung yang
terkemas padat mengandung protein rantai transpor elektron, ATPsintase, ATP-ADP translokase, enzim
siklus asam trikarboksilat, dan komponen lain dari metabolisme energi dalam jumlah besar.

Jantung adalah spesialis transformasi energi ikatan kimia ATP menjadi energi mekanis. Setiap
denyutan jantung tunggal menggunakan 2% ATP di dalam jantung. Apabila jantung tidak dapat
memperbarui ATP, semua ATP yang dimilikinya akan habis terhidrolisis dalam waktu kurang dari 1 menit.
Karena jumlah ATP yang diperlukan jantung sangat tinggi, jantung harus mengandalkan jalur
fosforilasi oksidatif untuk membentuk ATP. Tanpa adanya oksigen, atau pada tekanan oksigen yang
rendah, jumlah ATP yang dihasilkan tidak mencukupi.

Pada kerja mekanis, ikatan fosfat berenergi tinggi pada ATP diubah menjadi pergerakan dengan
mengubah konformasi suatu protein. Misalnya, pada serat otot yang berkontraksi, sewaktu ATP berikatan
dengan miosin, konformasi miosin berubah dan miosin terlepas dari aktin dan menghidrolisis ATP.
Kemudian miosin mengikat Ca
2+
, mengalami perubahan konformasi, dan bergabung kembali dengan
aktin di posisi yang baru. Sewaktu ADP dan P dibebaskan, miosin kembali mengalami perubahan
konformasi sehingga menyebabkan filamen aktin bergeser ke depan.

Tergantung pada apa yang tersedia, otot jantung dapat menggunakan sebagai bahan gizi
glukosa, asam lemak bebas, laktat, dan lain-lain untuk produksi ATP. Pada waktu istirahat, proporsi
konsumsi O
2
yang digunakan setiap dari ketiga substrat tersebut adalah sepertiga dari total.

Pada defisiensi O
2
ATP dapat dihasilkan secara anaerob sehingga terjadi pembentukan laktat
pada otot jantung. Produksi energi anaerob dari glikogen (mis.pada keadaan anoksia) cukup untuk
mempertahankan aktivitas jantung hanya sekitar 8 menit. Jantung dapat diresusitasi 30 menit sesudah
anoksia.

KREATIN FOSFAT
Jaringan jantung juga mengandung kadar kreatin kinase yang tinggi (enzim yang memindahkan
ikatan fosfat berenergi tinggi pada ATP ke kreatin). Peran kreatin fosfat di jantung (serta otak dan otot
rangka) adalah sebagai penyangga energi dan ulang-alik energi.

Bila ATP digunakan dengan cepat selama kontraksi otot atau beberapa proses lain yang
memerlukan ATP, terdapat pemindahan bersih fosfat energi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP untuk
membentuk ATP. Saat kadar ATP turun ke keadaan istirahat, kreatin fosfat diperbarui kembali.

Isozim kreatin kinase mitokondria terletak di bagian luar membran dalam mitokondria. Di sini
enzim ini dengan cepat menggunakan ATP untuk pembentukan kreatin fosfat dan membentuk kembali
ADP di tempat yang dekat dengan ATP-ADP translokase. Kreatin fosfat dan ATP keduanya berdifusi ke
membran plasma dan tempat penggunaan ATP oleh ATPase miosin, Na
+
K
+
-ATPase, dan enzim lain.
Pada miofibril, isozim MB (pada otak) dan MM (pada otot) kreatin kinase membentuk kembali ATP.

3. Otot Polos
Otot polos ada 2 jenis: unit jamak c/: dinding pembuluh darah besar
unit tunggal c/: pembuluh darah kecil

Penyampaian nutrien dan O
2
pada umumnya adekuat untuk menunjang proses kontraktil otot
polos. Otot polos juga dapat menggunakan berbagai molekul nutrien untuk menghasilkan ATP. Tidak
terdapat simpanan energi seperti kreatin fosfat. Penyaluran oksigen biasanya adekuat untuk
mengimbangi kecepatan fosforilasi oksidatif yang lambat yang diperlukan untuk menyediakan ATP
untuk otot polos yang hemat energi. Jika diperlukan, glikolisis anaerob dapat mempertahankan produksi
ATP yang adekuat bila penyaluran O
2
terganggu.

4. Olahraga
Pemenuhan kebetuhan O
2
saat berolahraga terjadi melalui beberapa mekanisme:
1. Pernapasan lebih dalam dan lebih cepat lebih banyak O
2
yang masuk
2. Kontraksi jantung lebih cepat dan lebih kuat untuk memompa lebih banyak darah beroksigen ke
jaringan
3. Dilatasi pembuluh darah yang memasok otot darah yang dialirkan ke otot lebih banyak
4. Molekul hemoglobin yang mengangkut O
2
melepaskan lebih banyak O
2
di otot-otot yang berolahraga

Peningkatan konsumsi O
2
terjadi selama olahraga. Tekanan O
2
vena jantung rendah, dan sedikit
penambahan O
2
dapat diekstrasi melalui darah pada koroner. Jadi penambahan konsumsi
O
2
membutuhkan peningkatan aliran darah koroner.

Selama berolahraga, kecepatan hidrolisis ATP meningkat. Akibat peningkatan kecepatan sintesis
ATP oleh ATPsintase, proton masuk ke dalam matriks mitokondria, dan rantai transpor elektron
terangsang. Konsumsi oksigen meningkat, demikian juga jumlah energi yang hilang sebagai panas oleh
rantai transpor elektron. Perangsangan terhadap rantai transpor elektron akibat terpisahnya fosforilasi
oksidatif dan rantai transpor elektron juga meningkatkan konsumsi O
2
dan menghasilkan panas, tetapi
ATP tidak dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai