Anda di halaman 1dari 4

Tangan mungil itu tak sempat ku raih....

(true story)
Saat mendapat berita gembira tentang kehamilan pertamaku, aku bersama suami langsung sujud
syukur. Pada 12 Desember 2000, putriku lahir. Ia kami beri nama Norifumi Sophie a!hmania.
asanya aku mengalami kebahagiaan yang tiada tara. Ia adalah sosok mungil pemberi semangat,
sekaligus penghibur dalam kehidupan kami yang pas"pasan kala itu. Demi dialah kami bertahan
menjalani hari demi hari.
#idup kami rasanya makin lengkap dengan keberadaannya. $palagi, ditambah kehadiran anak kami
yang kedua, %. Noriyuki &a!hrura'i atau (uki )1,*+. ,ehidupan keluarga kami terasa kian harmonis.
Setiap akhir pekan, kami sekeluarga selalu pergi berjalan"jalan. -ntah itu ke arena permainan anak"
anak, ke mal, atau hanya makan bersama di restoran siap saji.
Sampai pada suatu akhir pekan kelabu itu, yang membuat a!ara akhir pekan kami tak bisa lagi
sama. #idup kami rasanya langsung jungkir balik.... Sabtu sore ).0/00+ itu, kami tidak langsung
pergi jalan"jalan. 1erhubung minggu depannya ada saudara yang akan menikah, aku mengajak
singgah ke tempat penjahit langganan terlebih dahulu yang terletak di 2alan Sa3o ,e!ik, 1ukit Duri,
2akarta.
Sebetulnya yang turun di situ !ukup aku saja. 4api, Sophie bersama tantenya )adikku+ ikut turun.
(uki tinggal di mobil bersama suamiku. 2alanan di sekitar tempat itu memang tidak terlalu lebar,
hanya tiga meter. 5okasinya sih, lebih mirip gang, tapi mobil bisa le3at dari dua arah, meskipun
mepet. 2alan itu, ke!il tanpa trotoar, tapi suasananya 6hidup6. ,endaraan umum seperti mikrolet
banyak yang mele3ati jalan itu.
,etika aku sedang asyik menerangkan design baju yang kuinginkan pada penjahit, adikku berkata,
64eh, aku ambil (uki dulu, ya.6 $ku mengiyakan saja. Sayangnya, aku tidak menyangka Sophie
mengikuti tantenya. Sekilas aku masih melihat Sophie menyusul langkah adikku. 4ernyata, setelah
aku lihat lebih jelas, adikku sudah berada di seberang jalan, sedangkan Sophie baru saja hendak
menuju ke jalan. Se!epatnya, aku men!oba menyusul dan berusaha meraih tanggannya. 1elum
sempat kuraih, dia terus berjalan. Dalam hati, aku berdoa, semoga tidak ada mobil yang le3at.
Perasaanku pun deg"degan.
4iba"tiba, sebuah mobil dengan ke!epatan tinggi datang. 1uum7 4ubuh Sophie dihantamnya, tepat
di depan mataku. (a 4uhan....7 #anya selang beberapa detik, aku melihat tubuh Sophie terpental
sekitar 80 meter di depan mobil tadi. 1elum sempat aku berbuat apa"apa, mobil yang melaju itu
""sepertinya pengemudinya tidak bisa mengerem"" kembali menerjang tubuh anakku yang terbaring
di jalan. %elihat kejadian itu, tak kuasa aku untuk berteriak, 3alaupun hatiku menjerit ken!ang.
$ku seperti dipaku ditempat. Sho!k7
Peristi3a itu terjadi di depan mata kami semua9 aku, suami, anakku, dan adikku. ,ami lantas
berlarian ke arahnya. pedih sekali rasanya melihat bidadari ke!ilku berlumuran darah, merintih
kesakitan sambil mengu!ap dengang lirih, 6$yah...$yah...$yah...6
,ami berebut masuk ke mobil, melarikannya se!epat mungkin ke umah Sakit %itra Internasional
di ,ampung %elayu yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kejadian. Sepintas, aku masih
melihat mobil yang menabraknya tidak bergerak. Pengendaranya, seorang 3anita berusia kurang
dari :0 tahun, terlihat masih sho!k. Suamiku mengklakson mobilnya berulang"ulang agar menepi,
memberi jalan buat kendaraan kami. $khirnya dengan bantuan orang"orang di sekitar lokasi itu,
mobil 3anita tersebut bisa dipinggirkan. Di mobil, Sophie masih dalam keadaan sadar. Dia terus
merintih. ;ajahnya kebam"lebam. $ku tahu, betapa sakitnya dia. %elihat itu, rasanya aku ingin
mati saja. $ku !uma bisa bilang, 6,akak tahan, ya< 4ahan, ya<6 untuk menenangkannya.
Sampai di rumah sakit, Sophie langsung masuk ke ruang =>D dan mendapat pera3atan intensif.
,ami bersyukur Sophie dapat ditangani dengan !epat, tanpa harus mele3ati prosedur segala
ma!am. $ku terus menagis sambil menunggu kepastian dari dokter. Perasaanku galau. 1eberapa
jam kemudian dokter yang menanganinya keluar dari ruang operasi.
6,ondisi anak ibu sangat kritis. Paru"paru kanannya pe!ah, kedua tulang bahunya rontok, tulang
rusuk retak, dan di tengkorak pangkal otaknya juga retak. ,ami belum bisa berharap banyak,6 ujar
dr. $ntonius, spesialis anak.
Setelah mendengar penjelasan itu, pandanganku langsung buram, lututku lemas, dan hati ini
rasanya seperti ditusuk"tusuk.
,eluargaku sepertinya sudah pasrah mendengar ?onis dokter. 4api, aku belum menyerah. $ku terus
berharap, malaikat mungilku bisa kembali ke pelukanku. $ku terus berdoa agar beberapa operasi
yang dia jalani hari itu memba3a mukj'at. 5e3at jendela kamar, kupandangi sosok mungil itu.
Sedih sekali melihat tubuhnya harus 6dilubangi6 untuk mendapat bantuan pera3atan dari mesin.
,enapa bukan aku saja yang menggantikannya< kurasakan, air hangat mengalir dari kelopak
mataku.
Sambil memandanginya, aku teringat peristi3a Sabtu pagi itu. $yahnya ber!erita tentang mimpi
yang dialaminya dua malam berturut"turut. %ungkin itu firasat ayahnya. %impi pertama, ayahnya
memimpikan Sophie meninggal dunia. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. Padahal,
menurut mitos, mimpi itu artinya orang yang dimimpikan malah panjang umur. %alam kedua, dia
melihat air bah yang bening, sekitar 80 meter. Dia menyelamtkanku dan sike!il, (uki. 4api, Sophie
tidak ada. Saat suamiku men!eritakan kepadaku, aku hanya terta3a saja, dan mengatakan bah3a
itu hanya bunga tidur, tidak berarti apa"apa. Siapa sangka kami akan mengalami hal ini<
#ari %inggu"nya, ternyata masa kritis Sophie bisa dile3ati, meskipun @0A fungsi tubuhnya masih
dijalankan oleh mesin. ,ondisinya belum membaik, tapi harapanku mun!ul kembali. ,eesokan
harinya, fungsi tubuhnya sudah mulai membaik. Paginya, dia hanya mendapat bantuan mesin :0A
saja. Siangnya malah lebih baik lagi, hanya 10A. Se!ara umum, kondisi tubuhnya mulai membaik,
jantungnya bekerja sendiri, paru"parunya sudah berfungsi kembali. asanya bahagia sekali,
sepertinya doa"doaku terja3ab.
Sambil menunggui di samping tempat tidurnya, aku sering menyanyikan lagu anak"anak
kesayangannya. Sophie memang suka sekali menyanyi. Sepertinya aku juga mendengar suaranya
mengikuti irama lagu yang kunyanyikan.
4api, kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama. $da satu bagian luka yang tidak terlihat oleh
dokter. Di bagian otaknya terdapat rembesan darah yang tidak terdeteksi. #al ini menyebabkan dia
kejang dan kondisinya kembali memburuk. #atiku !emas sekali. $ku terus berdoa kepada 4uhan
agar diberikan kesempatan kedua untuk mera3atnya lagi. $ku masih yakin, Sophie akan kembali
sehat, apalagi aku melihat usaha keras dr. $ntonius. 2antungnya masih terus dipompa.
Namun, takdir berkata lain. Saat melihat dia mengembuskan napas terakhir, aku masih belum
per!aya dia sudah pergi untuk selama"lamanya. $ku terus berteriak, 6,akak pulang, ya< ,akak
!epat pulang lagi, ya,6 jeritku tidak rela melepasnya. 1ude"ku yang sudah lama berada di
sampingku berkata sambil menepuk pundakku, 65ihat, Sophie tersenyum.6 $ku melihatnya.
4ernyata benar, dia tersenyum manis. %elihat itu, rasanya aku ingin mendekati untuk memeluknya
dan tak akan kulepaskan lagi. 4api, aku hanya bisa memandanginya dari balik jendela ruang IB=.
$khirnya, tepat pukul 1*.:0, Sophie dinyatakan telah tiada.
,ini, yang bisa kulakukan hanyalah mengenangnya. $ku masih ingat kala pertama kali
menggendongnya di pelukanku. asanya bahagia sekali, sekaligus lega, sebab proses kelahirannya
tidak semudah yang kubayangkan. Setiap kontraksi, aku hampir pingsan, karena tidak kuat
menahan sakit. 4api, dokter yang membantu persalinanku sangat sabar. ,eputusan untuk dioperasi
!aesar pun sudah di depan mata. 4etapi, tak berapa lama, dengan !ara di?akum bayi perempuan
mungil itu akhirnya keluar juga. ,ami memberinya nama Sophie, sesuai dengan nama dokter yang
menolong persalinanku. Norifumi juga nama yang sangat unik, artinya malaikat. Dia memang
malaikat ke!il kami.
Semua orang dalam keluargaku menyayangi Sophie. Perilakunya yang riang dan lin!ah selalu
membuat hati setiap orang yang melihatnya ikut gembira. $ku sangat bersyukur akan kehadirannya
dalam kehidupan kami. Dia anak yang sangat mengerti orang tua. 4idak banyak permintaan dan
selalu menurut kepada orang tuanya.
Sejak bayi pun Sophie tergolong anak yang kuat. 4idak gampang jatuh sakit. Saat ayahnya masih
bergabung dengan kelompok la3ak Padhyangan *, Sophie selalu menyertai ayahnya manggung.
1ahkan, tidak jarang juga dia diba3a keluar kota. =ntungnya dia anteng dan tidak re3el. 2adi,
semua !re3 yang ada juga ikut menjagainya. 1isa dibilang, Sophie adalah anak asuhan
Padhyangan. Setelah usianya beranjak @ bulan, ayahnya mengundurkan diri dari kelompok itu dan
hijrah dari 1andung ke 2akarta untuk bekerja di salah satu pro?ider telepon selular. Di 2akarta
kehidupan kami makin membaik. ,ami membangun keluarga ini mulai dari nol. 4api, sepertinya,
setelah kelahiran Sophie, re'eki selalu saja datang. %akanya, kami sering bilang Sophie itu
pemba3a berkah dalam keluarga kami. ,adang"kadang, kami menyebutnya se!ara guyon sebagai
6anak preman6, karena dia !epat beradaptasi di segala situasi dan kondisi. Diajak naik be!ak,
angkot, motor, hingga sekarang naik mobil pun dia oke"oke saja.
Istime3anya, dia !epat menghafal sesuatu. ;alau usianya baru dua tahun lebih, dia sudah hafal
banyak lagu. 5agu"lagu dalam satu CBD anak"anak bisa dinyanyikannya semua. ,esukaannya
menyanyi ini tidak hanya dilakukan di rumah. Di a!ara anak"anak, dimana pun, kalau disodori
mikrofon, dia langsung tarik suara, tanpa malu.
Sophie sangat dekat dengan ayahnya. $ku tahu, ayahnyalah yang paling merasa kehilangan.
Sophielah yang selalu membangunkan ayahnya setiap pagi, lalu memba3akan koran dan se!angkir
teh. %eskipun sering tumpah di tempat tidur, aku tidak sanggup melarangnya melakukan kebiasaan
itu. ,ini, tidak ada lagi suara yang berkata, 6$yah, hati"hati, ya<6 sambil melambaikan tangannya
dan mengantarkan ayahnya berangkat kerja. 4ak ada lagi sapaannya untuk ayahnya ?ia telepon
setiap siang. 6$yah !epat pulang, ya,6 !elotehnya manja.
1eberapa minggu setelah dia pergi, rasa sakit terus menderaku. $palagi mulai mun!ul kerinduanku
untuk memeluk dan men!iumnya. indu mendengar !elotehannya, rindu melihat gerak"geriknya,
rindu sapaannya. Saking rindunya, aku sering menangis sejadi"jadinya. $khirnya, aku shalat untuk
menenangkan hati.
1anyak orang bilang, anak adalah titipan 4uhan. 4api, kadangkala aku masih terus bertanya"tanya,
mengapa 4uhan mengambilnya terlalu !epat, padahal kami menerima dengan sepenuh hati titipan"
Nya tersebut< $pa dosa kami< $pa kesalahan kami< 4api, mungkin ini adalah ren!ana (ang
%ahakuasa, karena di sisiNya Sophie pasti lebih bahagia.
$ku men!oba bersikap tegar, 3alau setiap sudut rumahku selalu mengembalikan kenangan tentang
Sophie. 4idak hanya itu. Saat berbelanja, membayar listrik atau telepon, ke bank, atau hanya jalan"
jalan di depan rumah, selalu terasa ada dia di sampingku. ,arena, ke mana pun aku pergi selama
ini, Sophie selalu kuajak. 5u!unya, bila diajak ke mal, bukannya dia yang lelah, malah dia yang
sering bertanya padaku, 6%ama !apek, ya<6
Sophie sudah pergi, dan tak ada !ara untuk mengembalikannya padaku. 1etapapun sakitnya, kami
tidak dendam dengan 3anita yang menabraknya. ,ami malah menganggapnya saudara. Dia benar"
benar bertanggung ja3ab atas perbuatannya. Selama Sophie dira3at, dia terus berada di rumah
sakit, termasuk saat pemakaman. ,ami tahu, dia pasti tidak sengaja. Sebab, seperti kami, dia juga
sho!k dan stres.
,enangan indah bersama Sophie, mulai dari kelahiran hingga akhir hisupnya, menjadi memori yang
tak akan kami lupakan. Selamat jalan malaikat ke!ilku7
),isah nyata %. Denny $be ).2+ dan #enna #ennyastuty ).0+, yang harus ikhlas melepas kepergian
putri pertama mereka, Norifumi Sophie a!hmania )2 tahun 0 bulan+, akibat ditabrak mobil "
BN02+.

Anda mungkin juga menyukai