I. Latar Belakang
Blok 19 merupakan blok kardiovaskular 2. Dimana pada blok ini akan dibahas menge
nai sistem kardiovaskular pada manusia dalam segi klinik. Oleh sebab itu makalah
ini dibuat oleh penyusun, agar mengetahui lebih jelas lagi mengenai sistem kard
iovaskular manusia beserta penyakit-penyakit yang banyak menyertainya. Dan juga
untuk pemenuhan tugas PBL pada blok ini.
II. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri mengenai s
ystem kardiovaskular manusia. Makalah ini dibuat berdasarkan diskusi kasus yang
telah diberikan pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih membahas salah
satu penyakit pada sistem kardiovaskular manusia, yaitu iskemik miokard dengan e
levasi ST atau biasa disebut STEMI. Diharapkan dengan membuat makalah ini, penyu
sun dapat mengerti dengan baik mengenai penyakit tersebut, dan juga untuk pemenu
han tugas PBL kali ini.
1
BAB II ISI
I.
Pemeriksaan
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara ce
rmat
Anamnesis
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal da
ri koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard
sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, merokok, stress serta sakit jantung koroner pada keluarga.1 Pada h
ampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti ak
tivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI
bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi h
ari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.1 Nyeri dada1 Bila dijumpai pasien d
engan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien mend
erita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka pan
jang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.1 Nyeri dada tipikal (angina) meru
pakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada
angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupa
kan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.1 Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut : Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial. Sifat nyeri : rasa
sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, ra
sa diperas, dan dipelintir. Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke
leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lenga
n kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau oabat nitrat. Faktor p
encetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
2
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, le
mas.1 Dapat juga ditanyakan: Riwayat penyakit terdahulu, obat-obatan yang pernah
dikonsumsi, alergi terhadap sesuatu, riwayat penyakit keluarga2 Pemeriksaan Fis
ik2 Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali e
kstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30me
nit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfu
ngsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung per
tama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsisto
lik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus
katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat diju
mpai dalam minggu pertama pasca STEMI.1 Kemudian pada pemeriksaan fisik lain, da
pat dilihat;2 Apakah pasien tampak sakit berat? Apakah pasien kesakitan, terteka
n, nyaman, muntah, cemas, berkeringat, pucat, sianosis, atau takipnea? Apakah pe
rfusi pasien cukup ataukah perifer teraba dingin? Adakah stigmata kolesterolemia
atau merokok? Adakah anemia atau sianosis atau parut bedah (misalnya bekas CABG
)? Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi, dan sifat. Apakah nadi perifer teraba
dan sama kuat? TD: apakah sama di kedua lengan? JVP: meningkat atau tidak? Gera
k dada: apakah mengembang simetris? Apakah nyeri timbul/diperberat bila dada dit
ekan? Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahanronki, rub, ata
u wheezing? Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard, dan ir
ama gallop. Periksa edema perifer, pergelangan tungkai, dan sakrum. Abdomen: ada
kah nyeri tekan, tahanan, nyeri lepas, bising usus, organomegali, aneurisma? Ada
kah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan, defisit fokal? EKG sangat vital dalam
diagnosis MI
3
Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus d
ilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.
Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan IGD. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomati
k dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 510 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi pote
nsi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior. EKG sisi
kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.1 S
ebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang
Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi
thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolate
ral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengal
ami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevas
i ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. sbelumnya is
tilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau
hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukk
an perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ad
a korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehi
ngga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontransmural
.1
4
Gambaran spesifik pada rekaman EKG3 Daerah infark Anterior Perubahan EKG Elevasi
segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III
, aVF. Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (d
epresi ST) V1 V6, I, aVL. Lateral Posterior Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 V6
. Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada
V1 V2. Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Lokasi Infark Anteroseptal Anterior Lateral Anterior ekstrinsif High lateral Pos
terior Inferior Right ventrikel sedapan V7 V9.
Q-wave / Elevasi ST V1 dan V2 V3 dan V4 V5 dan V6 I, a VL, V1 V6 I, a VL, V5 dan
V6 V7 V9 (V1, V2*) II, III, dan a VF V2R V4R
A. Koroner LAD LAD LCX LAD / LCX LCX LCX, PL PDA RCA
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 V2 sebagi mirror image dari perubah
an LAD = Left Anterior Descending artery; PL = PosteriorDescending Artery.4 LCX
= Left Circumflex.; RCA= Right Coronary Artery.
5
Laboratorium Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan car
diac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan oto
t skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pas
oen dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera meungkin
dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.1 Peningkatn nilai enzim di ata
s 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokar
d). CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak da
lam 1024 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis da
n kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.1,5 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cT
n I. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark miokard dan mencapai punca
k dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan
cTnI setelah 5- 10 hari.1,5 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu1,5: Miogl
obin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam
. Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari. Latic dehyd
rogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard, mencapai p
uncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau din
ding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk m
elihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.6
Angiografi Koroner Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sina
r x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk mene
mukan letak sumbatan pada arteri koroner.6
6
II.
Differntial Diagnosis
1. Angina Pectoris Stabil Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iske
mia miokard yang sementara.7 Biasanya mempunyai karakteristik tertentu: Lokasiny
a biasanya di dada, substernal atau sedikitdi kirinya, dengan penjalaran ke lehe
r, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/p
undak kiri.1 Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi t
ak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan.
Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.8 Kuantitas: N
yeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai
kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbang
kan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP) sehingga dimasukk
an ke dalam sindrom koroner akut = "acute coronary syndrome" = ACS, yang memerlu
kan perawatan khusus.7,8 Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sek
alipun tidak termasuk UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya de
ngan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, ata
u baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-hariny
a).7,8 Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akh
irnya menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia
tetap dapat terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebaga
i "silent iskhemia" sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asim
tomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres tes
pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pa
da beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).8
2. Angina Pectoris Tak Stabil Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu:
(1) pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup ber
at dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan ang
ina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina t
imbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.6,7
7
Menurut pedoman American College of ( (ACC) dan America Heart Association (AHA)
angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial
infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan k
erusakan pada miokardium, sehingga petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tak ada ken
aikan troponin maupun dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk seperti adanya de
presi segmen ST ataupun elavasi sebentar atau adanya gelombang T yang negatif ke
naikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam tahap awal serangan, angina tak stabil
seringkali tak bias dibedakan dari NSTEMI.6 Ruptur plak aterosklerotik dianggap
penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga tibatiba terjadi oklusi subtotal a
tau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minim
al. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan men
yebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%
terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
6,7
3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST Angina pektoris tak stabil (unstable ang
ina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation miocardial
infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan pa
tofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduany
a tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klin
is UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jan
tung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri pda, yang menjadi salah
sata gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.9 Non S
T elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan supla
i oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh ob
struksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastriu
m dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada
NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, di
aforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas,
8
atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berus
ia lebih dari 65 tahun.9 Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berup
a deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pa
da Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukka
n peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan member
atnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T
keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.9
4. Perikarditis Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, iseralis ata
u keduanya. Respons perikard terhadap eradangan bervariasi dari akumulasi cairan
atau darah Efusi perikard), deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, embe
ntukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah sebabnya manifestasi klinis perikardit
is sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas.10 Perkarditis akut a
dalah perdangan primer maupun sekuder perkardium
parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri
, tuberkulosis, jamur,uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai
ke idiopatik.1 Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, m
enjalar ke belakang dari tepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyer
i dada yang tajam, retrosternal atau sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas
, batuk atau menelan.6 Keluhan lainnya rasa sulit bernapas karena nyeri pleuriti
k di atas atau karena efusi perikard. Pemeriksaan jasmani didapatkan friction ru
b presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi,aka
n didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. G
elombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).
7,10 Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapa
t normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, d
an lain-lain). Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreati
nin, enzim jantung, mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis
dan imunologis untuk mencari penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran peri
kard dan atau jaringan biopsy perikard.10
9
5. Miokarditis Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard, yang bisa
disebabkan karena infeksi maupun non infeksi. Patofisologi miokarditis belum sep
enuhnya dimengerti. Miokarditis primer diduga karena infeksi virus akut atau les
pons autoimun pasca infeksi viral. Miokarditis sekunder adalah inflamasi miokard
yang disebabkan patogen spesifik.11 Manifestasi klinis miokarditis bervariasi,
mulai dari asimptomatik (self-limited disease) sampai syok kardiogenik. Gejala p
aling jelas yang menunjukkan miokarditis adalah sindrom infeksi viral dengan dem
am, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Sebagian besar pasien tidak mempunyai
keluhan kardiovaskular yang spesifik namun mungkin memiliki kelainan segmen ST d
an gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Nyeri dada ditemukan sampai dengan
35 persen pasien dan mungkin berupa iskemia yang khas, atau pada umumnya perikar
dial. Nyeri dada biasanya menunjukkan perikarditis yang terkait, namun terkadang
dikarenakan adanya iskemia miokard.11 Kadang-kadang pasien mengalami sindrom kl
inik serupa dengan infark miokard akut, dengan nyeri dada iskemia dan elevasi se
gmen ST pada EKG. Disfungsi pada ventrikel kiri mungkin muncul pada kurang dari
setengah pasien dan cenderung bersifat difus. Vasopasme koroner juga dihubungkan
dengan miokarditis akut.11
III.
Working Diagnosis
Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah disebutkan da
lam
data skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma koroner akut.
Sindroma koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut t
ergantung derajat oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil
, infark miokad akut elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST.12 Namu
n dalam scenario kasus diatas, pria tersebut dapat digolongkan dalam infark miok
ard dengan elevasi ST. Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindr
om yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan o
ksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik
adalah menyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis. Bila terjadi pe
nyempitan aterosklerotik lumen sebesar 75% atau lebih pada satu atau lebih arter
ia koronaria besar, setiap peningkatan aliran darah koroner yang mungkin terjadi
akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan kurang memadai untuk memenuhi pe
ningkatan kebutuhan jantung.13
10
IV.
Etiologi
Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh dara
h
koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini sem
ua juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan.
Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic. K
etidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dar
i terjadinya proses iskemik tersebut.1,14 Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat
juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemi
k.1
V.
Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dar
i separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mo
rtalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pas
ien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA.1 Di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam popula
si, dan menyebabkan hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.15
VI.
Patofisiologi
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak metnicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanj
ang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada l
okasi ipjuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1 Pada sebagian besar kasus, infark ter
jadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kon
disi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pa
da lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.1,14 Pada STEMI
11
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya m
enjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.1
Keterangan gambar: 1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam inti
ma; 2) Evolusi stadium fibrofatty, 3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan
dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner akut berkembang jika plak vulnerabel d
an risiko tinggi mengalami disrupsi pada fibrous cap. 4) Disrupsi plak adalah ra
ngsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus dilanjutkan dengan akumulasi k
olagen dan pertumbuhan sel otot polos. 5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel a
tau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien mengalami nyeri iskemia akibat penur
unan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat. Reduksi aliran dapat menyeb
abkan oklusi trombus total (bawah kanan) atau oklusi trombus subtotal (bawah kir
i) Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa elevasi segmen
ST pada EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagian besar berkembang menjadi infark
miokard gelombang Q, sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard gelombang
non Q. Pasien tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil
atau infark miokard akut tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI
berkembang menjadi infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark mioka
rd gelombang Q.1
12
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat
disebut aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit sindrom
a koroner akut termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi ST. Berik
ut ini akan dibahas selanjutnya mengenai aterosklerosis dan patofisiologinya.
Aterosklerosis Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arter
i koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mem
persempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap al
iran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyaki
t ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh dar
ah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbanga
n antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahay
akan miokardium.14 Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fi
brosa, dan lesi komplikata (Gbr. 31-3), sebagai berikut:
1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan de
ngan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolestero
l oleat) pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag ter
sebut akan memfagosit
13
lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yan
g lain berkembang menjadi plak fibrosa.14 2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa
) merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang m
encerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk ku
bah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga men
yebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel ne
krotik yang ditutupi pleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot
polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan ali
ran darah koroner dari ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis lum
inal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan
rentan timbulnya fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena
.14 3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengal
ami gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulser
asi dan dapat menyebabkan infark miokardium.14 Meskipun penyempitan lumen berlan
gsung progresif dan kemampuan pembuluh darah untuk berespons juga berkurang, man
ifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses aterogenik mencapai tingkat
lanjut. Lesi bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi mio
kardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah.2,4 Penting diket
ahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada segmen epikardial d
i sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat lengkungan tajam,
percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung terlokalisasi dan fokal da
lam penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang tersebar difus menja
di menonjol.14
Patogenesis Aterosklerosis Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses int
eraksi yang kompleks, dan hingga saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Int
eraksi dan respons komponen dinding pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai
stresor (sebagian diketahui sebagai faktor risiko) yang terutama dipertimbangka
n. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang terdapat dalam hidup kes
eharian. Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemi
a, serta derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi).
Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi
sirkulasi normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia dia
nggap merupakan
14
factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjad
inya proses aterosklerosis yang berperan penting dalam patofisiologi infark miok
ard secara umum.13,14
15
VII. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal 1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit Pemberian fibrinolitik pra hospi
tal hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di ambulans yang sudah terlatih unt
uk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online ya
ng bertanggung jawab pasa pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trom
bolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.1,16 2. Tatalaksanan di Ruang Emer
gensi Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup : meng
urangi / menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kand
idat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.1
Tatalaksana Umum 1. Oksigen Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan
saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat dib
erikan oksigen selama 6 jam pertama.1 2. Nitrogliserin Nitrogliserin sublingual
dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan smapai 3 dos
is dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurun
kan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau p
embuluh kolateral.1 3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada a. Morfin Morfin
sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatal
aksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diu
lang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.1 b. Aspirin Inhibisi c
epat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicap
ai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Se
lanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.1,16
16
c. Penyekat beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian pen
yekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adala
h metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis. Lima belas menit setela
h dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6
jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.1,6 4. Inhibitor ACE Inhi
bitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bert
ambah dengan penambahanaspirin dan penyekat beta. Pemberian inhibitor ACE harus
dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung.1,16 Terap
i Reperfusi Farmakologis1 Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran te
rapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-
needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau
door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai d
alam 90 menit. Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi ada
lah streptokinase (SK), Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase
(retavase), Tenekteplase (TNKase).
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)1 Intervensi koroner perkutan, biasanya
angioplasty dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. P
CI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beber
apa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis
dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun)
, risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang kurangnya 2 atau 3
jam jika bekuan darah lebih matur dan mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Na
mun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya t
erbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
17
VIII. Prognosis
Terdapat bcberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA: Klasifikasi Killi
p berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan
syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indek
s jantung dan pulmonary capillary-wedge pressure.1
IX.
Komplikasi
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran dan
1. Disfungsi Ventrikular
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut r
emodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara
klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah infark ventr
ikel kiri mengalami dilatasi.. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen nonin
fark, mengakibatkan penipisan yang disproposional dan elongasi zona infark. Pemb
esaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang me
ngakibatkan. 1
2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelas
i yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari i
nfark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
18
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop
. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.1
3. Syok Kardiogenik Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mem
punyai penyakit arteri koroner multivesel.1,16
4. Infark Ventrikel Kanan Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior
menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang p
asien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan
secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena
jugularis, tanda Kussmaul's, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi s
egmen ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, seting dijumpai dalam 24
jam pertama pasien infark ventrikel kanan. 1
5. Aritmia Pasca STEMI Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien se
gera setlah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimb
angan system saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduk
si di zona iskemia miokard.1
6. Ekstrasistol Ventrikel Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak ser
ing, dapat terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. H
ipokalemia dan hipomagnesimia merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada p
asien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan mag
nesium 2,0 mmol/liter.1
7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan
fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.1 8.
Fibrilasi ventrikel 9. Fibrilasi atrium 10. Aritmia supraventrikular 11. Asistol
Ventrikel
19
12. Bradiaritmia dan blok 13. Komplikasi mekanik\ 14. Perikarditis1
X.
Preventive
Sepertinya yang sering disinggung sebelumnya etiologi utama STEMI ini adalah kar
ena
thrombus yang diinduksi oleh pembentukan plak aterosklerotik. Oleh sebab itu, up
aya preventif atau pencegahan yang dapata dilakukan ialah lebih diutamakan pada
pencegahan pembentukan aterosklerotik dalam pembukuh darah koroner. Sekarang dia
nggap terdapat banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses ater
ogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu
tertentu.1,14 Tiga faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu: usia,
jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga. Faktor risiko tambahan lain masi
h dapat diubah, sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik. Faktor risik
o utama yang dapat diubah adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi; mer
okok sigaret; diabetes melitus; gaya hidup yang tidak aktif, obesitas (terutama
ripe abdominal), dan peningkatan kadar homosistein.14 Oleh sebab itu, tentunya u
ntuk mencegah terjadinya penyakit ini, perlu memperbaiki factor-faktor resiko ya
ng dapat diubah, seperti tidak merokok, gaya hidup sehat, dan pola makan yang ba
ik.
20
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat men
yimpulkan bahwa pria dalam scenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita s
indroma koroner akut dengan jenis infark miokard dengan elevasi ST. Jadi berdasa
rkan semua hal yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima
.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku
ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.1741-54. 2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.166;170-71;112-3 3. H
udak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC : Jakarta; 1995 4. Dha
rma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta; 2009 5. K
ee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC: 2
007. h.149-5;295-7 6. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Tak Stabil. Hanafi B
. Trisnohadi(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dal
am Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1728-32. 7. Isselbacher, et
all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (eds 13). Volume 3. Jakarta: E
GC;2008.h.1201-44. 8. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahm
an(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulta
s Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1735-9. 9. Sudoyo Aru W, et all. Infar
k Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Ja
karta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009.h.1757-65. 10. Sudoyo Aru W, et all. Perikarditis. Marulam M. Panggabean(ed
s). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ked
okteran Universitas
Indonesia;2009.h.1725-26. 11. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Luk
man H. Makmun(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Da
lam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1711-3. 12. Corry Catharina
Silaen. Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina Pektoris Stabil Dengan Sin
droma Koroner Akut. Makalah. Medan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Su
matera Utara;2008. 13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins. Buku ajar patolo
gi robbins. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.h.408-15
22
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed
isi ke-6. Jakarta: EGC; 2005.h.578-87. 15. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture Note
s Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlanga;2005.h.107-50 16. Diana Lyrawati. Sin
drom Koroner Akut - Farmakologi. 30 Oktober 2010. Diunduh dari: http//yrawati.fi
les.wordpress.com.pdf
23