Anda di halaman 1dari 13

AB I

DASAR TEORI
1. Konsep Sistem Pengendalian Suatu Proses
Instrumentasi merupakan device atau peralatan yang digunakan untuk menunjang sebuah sistem
dalam menjalankan proses tertentu untuk tujuan tertentu pula. Setiap kegiatan proses dalam
sebuah system di industri senantiasa membutuhkan peralatanperalatan otomatis untuk
mengendalikan parameterparameter prosesnya. Otomatisasi tidak saja diperlukan demi
kelancaran operasi, keamanan, ekonomi, maupun mutu produk, tetapi lebih mengutamakan pada
kepentingan penggunaan manusia (user) sebagai kontrol manual, kecepatan, kualitas, serta
kuantitas yang dihasilkan dibandingkan dengan menggunakan kontrol manual, dalam hal ini
manusia sebagai pengendali dan pelaku keputusan. Hampir semua proses industri dalam
menjalankan proses produksinya membutuhkan bantuan sistem pengendali, contohnya
pengendalian di suatu proses pengilangan minyak. Proses di suatu pengilangan minyak tidak
mungkin dapat dijalankan tanpa bantuan fungsi sistem pengendalian. Ada banyak pengendalian
yang harus dikendalikan di dalam suatu proses. Diantaranya yang paling umum, adalah tekanan
(pressure) didalam sebuah vessel atau pipa, aliran (flow) didalam pipa, suhu (temperature) di unit
proses seperti heat exchanger, atau permukaan zat cair (level) disebuah tangki. Ada beberapa
parameter lain diluar keempat elemen diatas yang cukup penting juga dan juga perlu
dikendalikan karena kebutuhan spesifik proses, diantaranya : pH, Velocity, berat, lain
sebagainya.
Gabungan serta kerja alatalat pengendali otomatis itulah yang dinamai dengan sistem
pengendalian proses (proses control system). Sedangkan semua peralatan yang membentuk
sistem pengendali disebut Instrumentasi pengendali proses (process control instrumentation).
Dan sekarang tidak lagi memakai pe-ngendalian manual kontrol tetapi masih tetap dipakai pada
beberapa aplikasi ter-tentu. Untuk itu, sistem dibuat otomatis peran operator didalam sistem
pengen-dalian manual digantikan oleh sebuah alat yang disebut controller. Tugas pelaksana
keputusan (aksi control valve) tidak lagi dilakukan oleh operator (manusia), tetapi atas perintah
controller yang operasinya dikendalikan oleh user. Untuk keperluan pengendalian otomatis,
valve harus dilengkapi dengan alat yang disebut actuator, sehingga unit valve sekarang menjadi
unit yang disebut control valve. Semua peralatan pengendalian inilah (controller dan control
valve) yang disebut sebagai instrumentasi pengendali proses.
Pengendalian pada umumnya menghendaki proses berjalan dengan stabil. Proses yang stabil
merupakan sebuah proses dimana besarnya setpoint sama dengan besarnya meassurment
variabel, sehingga error sama dengan nol. Error yang sama dengan nol ini dapat mengakibatkan
tidak adanya manipulated variabel untuk membuka atau menutup valve yang menjadikan sebuah
proses yang berjalan secara kontinyu tanpa gangguan. Namun pada kenyatannya perubahan load,
kinerja mekanik instrument, perubahan setpoint dan faktor faktor lain yang dapat
mengakibatkan suatu proses tidak stabil. Hal ini lazim terjadi pada suatu sistem pengendalian,
sehingga perlu sebuah controller untuk mengendalikan suatu proses agar dapat kembali ke posisi
stabil.
Gambar : Diagram blok aliran proses
Didalam pengendalian otomatis sesuatu yang perlu diketahui definisi dari istilah istilahnya
yaitu :
Proses (Process) adalah tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Input proses
dapat bermacam macam, yang pasti ia merupakan besaran yang di manipulasi oleh final
control element atau control valve agar measurement variable sama dengan set point. Input
proses ini disebut juga manipulated variable.
Controlled variable adalah besaran atau variabel yang dikendalikan. Besaran ini adalah diagram
kotak disebut juga output proses atau proses variable.
Manipulated variable adalah input dari suatu proses yang dapat dimanipulasi atau diubahubah
besarnya agar process variable atau controlled variable besarnya sama dengan set point.
Distrubance adalah besaran lain, selain manipulated variable, yang dapat menyebabkan
berubahnya controlled variable. Besaran ini lazim disebut load.
Sensing element adalah bagian suatu ujung suatu sistem penguluran (measuring system).
Contoh sensing element yang banyak dipakai misalnya thermocouple atau oriface plate. Pada
bagian ini juga bisa disebut sensor atau primary element.
Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element, dan mengubah
menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh controller.
Transduser adalah unit pengalih sinyal. Transmitter dan transduser mem-punyai fungsi yang
serupa, walaupun tidak sama benar. Transduser lebih bersifat umum, sedangkan transmitter lebih
khusus dalam pemakaiannya dalam sistem pengukuran.
Measurement variable atau measured variable adalah sinyal yang keluar dari transmitter.
Besaran ini merupakan cerminan besaranya sinyal sistem pengukuran.
Set point adalah besar process variable yang dikehendaki. Sebuah controller akan selalu
berusaha menyamakan controlled variable dengan set point.
Error adalah selisih antara set point dikurangi measured variable. Error bisa negatif dan juga
bisa positif. Bila set point lebih besar dari measured variable maka error akan menjadi positif.
Sebaliknya jika set point lebih kecil dari measured variable maka error menjadi negatif.
Controller adalah elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah pengendalian, yaitu
membandingkan set point dengan measurement variable, menghitung berapa banyak koreksi
yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi yang sesuai dengan hasil perhitungan.
Controller sepenuhnya mengantikan peran manusia dalam mengendalikan sebuah proses.
Control unit adalah bagian dari controller yang menghitung besarnya koreksi yang diperlukan.
Input control unit adalah error, dan outputnya adalah sinyal yang keluar dari controller. Control
unit memiliki transfer function yang tergantung pada jenis controller. Output control unit adalah
hasil penyesuaian matematik transfer function dengan memasukkan nilai error sebagai input.
Final control element adalah bagian akhir dari instrumentasi sistem pengendalian. Bagian ini
berfungsi untuk mengubah measurument variable dengan cara memanipulasi besarnya
manipulated variable, berdasarkan perintah controller.
2. Akusisi Data
Pengendalian proses merupakan sebuah loop aliran sinyal-sinyal dari masing-masing instrument
pendukungnya. Sinyal sinyal yang mengalir melelui instrument ini membawa informasi berupa
data-data sesuai dengan karakteristik instrumentnya.
2.1 Sensor
Sensor merupakan kompunen instrument yang terpenting dalam kinerjanya mensensing
perubahan variabel dalam suatu proses yang natinya data yang diterima diteruskan ke komponen
penguat sinyal. Sinsor dalam proses pengendalian ada banyak sekali, keberadaan sensor dalam
proses pengendalian pada dasarnya dibedakan dalam :
1. Berdasarkan variabel yang di sensing
a. Sensor suhu (LM35, NTC, Bimetal, Termocouple, dll )
b. Sensor Pressure (pressure gauge , oriface, dll)
c. Sensor Flow (Oriface, Elektromagnetik flow, Turbin, dll)
d. Sensor Level (Dipragma capsule, Potensio meter, dll )
e. Sensor PH, Vikositas, Kelembapan, Intensitas cahaya dll
2. Berdasarkan dasar kerjanya
a. Sensor Pneumatik
b. Sensor Elektrik
c. Sensor Hidrolik
Sensior dalam proses pengendalian pada prinsipnya sama tidak ada yang lebih baik atau jelak,
karena penggunaan sensor didasarkan pada proses yang terjadi dalam suatu sistem pengendalian.
Contoh beberapa sensor :
1. Sensor Suhu elektrik LM35
Sensor ini mendeteksi perubahan suhu dan dari perubahan tersebut ditransmisikan dalam bentuk
tegangan.
Gambar : Sensor Suhu LM35
2. Sensor pneumatik Flow dan Pressure oriface
Sensor ini didasarkan pada perbedaan tekanan antara masing-masing permukaan oriface.
Signal Conditioning
Penguat sinyal
Komponen Instrument ini merupakan komponent elektronika yang berfungsi
Untuk menguatkan sinyal dari sensor agar cukup kuat untuk dapat dibaca oleh instrument
selanjutnya.
Gambar : Rangkaian penguat sinyal
Dalam rangkaian penguat sinyal ini terdapat zero dan span untuk melakukan pengesetan sinyal
outputnya.
I/V dan V/I Converter
Converter ini adalah converter yang berfungsi untuk mengkonversikan besaran sinyal yang
berupa arus menjadi sinyal tegangan dan sebaliknya. Diperlukannya konverter jenis ini
dikarenakan sinyal listrik yang digunakan sebagai sumber energi pada plant yang telah
distandarkan menggunakan sinyal arus (4-20 mA), sedangakan sinyal sinyal yang dipakai oleh
kontroller, dalam hal ini mikroprosesor pada komputer menggunakan sinyal-sinyal tegangan (0-5
V).
Voltage to Current Converter ( V/I Converter )
Untuk mendapatkan konverter ini diperlukan suatu rangkaian yang menggunakan op-amp untuk
menghasilkan hasil pengkonversian yang linear. Rangakaian Op-Amp yang menghasilkan fungsi
tersebut dapat dilihat pada Gambar . Analisa dari rangakaian menunjukkan hubungan dari arus
dan tegangan sebagai berikut
(2.13)
dan dengan perbandingan resistansi
(2.14)
Gambar : RangkaianV/I Konverter [3]
Current to Voltage Converter ( I/V konverter )
Gambar : Rangkaian I/V Converter [3]
Agar sinyal yang dikeluarkan oleh transmitter dapat diolah oleh kontroller maka sinyal arus dari
transmitter harus dirubah dulu menyadi sinyal tegangan. Rangkaian pada Gambar dapat
memberikan pengkonversian tersebut. Dikarenakan analisa dari rangkaian tersebut menghasilkan
formula :
(2.15)
Pada setiap pengukuran selalu diperlukan pengkondisian sinyal, tergantung pemilihan jenis
sensor dan sistem secara keseluruhan. Karena sinyal dalam suatu proses kontrol tergantung dari
spesifikasi yang dibutuhkan, maka diperlukan suatu petunjuk umum untuk merancang suatu
pengkondisian sinyal, yaitu : menentukan obyek pengukuran (parameter / variabel proses, range
pengukuran dari variabel proses, akurasi yang diperlukan dari pembacaan sensor,
noise/gangguan dari proses pengukuran), pemilihan sensor (parameter output, fungsi transfer,
respon terhadap waktu, range output), perancangan pengkondisian sinyal (parameter output,
range output yang diperlukan, impedansi input yang diperlukan, impedansi output)
Pada perancangan ini kita membutuhkan suatu konverter yang akan merubah sinyal arus menjadi
tegangan dan sebaliknya. Hal ini diperlukan karena I/O dari kontroler adalah tegangan
sedangkan I/O elemen pendukung lainnya adalah arus listrik. Disini suatu sinyal yang non
standar perlu distandarkan (4 20mA, 0 5V) dan dilinearkan.
ADC (Analog To Digital Converter)
Pengubah analog ke digital atau ADC (Analog to Digital Converter), adalah alat yang berfungsi
untuk mengubah sinyal analog ke digital.
Gambar ADC Metode pendekatan berturut-turut [2]
Prinsip kerja rangkaian di atas adalah jika sinyal masukan mulai konversi dari unit kendali diberi
logika 0, maka register SAR (Succesive Aproximation Register) akan mereset sehingga keluaran
Vout unit DAC (Digital to Analog) menjadi 0. Proses konversi di awali dengan pengesetan bit
paling berarti (MSB) register SAR oleh unit kendali. Selanjutnya data digital dalam register SAR
dikonversikan ke analog oleh unit pembanding . Bila Vout lebih besar dari Vin maka unit
pembanding akan mengirim sinyal negatif ke unit kendali.
Dengan sinyal negatif ini, unit kendali akan mereset bit paling berarti (MSB) register SAR.
Sebaliknya bila Vout lebih kecil dari Vin, unit pembanding akan mengirim sinyal positif ke unit
kendali. Dengan sinyal positif ini, unit kendali akan tetap mengeset bit paling berarti (MSB).
Pada pulsa clock berikutnya unit kendali akan mengeset bit yang lebih rendah yaitu bit ke 7
register SAR. Kemudian data dikonversikan oleh unit DAC, dan hasil konversi Vout
dibandingkan dengan sinyal masukan Vin. Sinyal hasil perbandingan akan menentukan unit
kendali untuk mengeset atau mereset register SAR. Demikian seterusnya proses ini berlangsung
sampai nilai Vin sama dengan Vout. Apabila konversi telah selesai, unit kendali mengirim sinyal
selesai konversi yang berlogika rendah. Tepi turun sinyal ini akan mengisikan data digital yang
ekuivalen dengan nilai Vin, ke dalam register penahan
Gambar 2.13 Pin-pin ADC 0804 [2]
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai ADC specification, type dan interfacing.
ADC Specification
Fungsi dari sebuah ADC adalah untuk menghasilkan sebuah sinyal digital, dengan inputan
tegangan analog. Pada dasarnya ADC adalah sama dengan DAC, akan tetapi pada ADC yang
berhubungan dengan bilangan biner adalah output-nya keakurasian dan kelinieran dari ADC
adalah sama halnya dengan yang dimiliki DAC. Hal yang dianggap penting dari ADC
specification adalah convertion time atau waktu pengkonversian.
ADC Type
Pada ADC ini akan dijelaskan secara singkat tentang berbagai macam dan jenis komparator.
a. Pararel komparator sebagai ADC
b. Dual Slope ADC
c. A/D output codes
Programmable Peripheral Interface 8255
PPI 8255 dikemas dalam 40 pin dual in line yang dirancang untuk mengin-
terface bermacam-macam fungsi I/O pada sistem mikroprosesor (CPU). Pada Gambar 2.13
adalah gambar diagram blok dari PPI 8255. Pada gambar tersebut terlihat 2 kelompok yang
disebut sebagai kelompok kendali (group control). Dua group control tersebut mengendalikan
empat kelompok I/O, yaitu :
Port A (PA0 PA7)
Port B (PB0 PB7)
Port C Lower ( PC0 PC3)
Port C Upper ( PC4 PC7)
Grup control A mengendalikan fungsi dari Port A dan Port C Upper sedangkan grup control B
mengendalikan Port B dan Port C Lower, semua bagian dari PPI 8255 dihubungkan dengan
internal bus data dan melalui internal bus data inilah dapat dikirim/diterima data-data oleh setiap
port.
Fungsi Pin-pin pada 8255
Pada bagian ini akan menerangkan semua pin-pin yang terdapat pada PPI 8255 dan fungsi-
fungsinya. Pin-pin 8255 ditunjukkan pada Gambar 2.14
Penjelasan fungsi pin-pin adalah sebagai berikut :
D0 D7 (Jalur Data)
Merupakan inputan dari PPI 8255, semua data diterima dan dikirim melalui jalur ini.
CS (Chip Select)
CS aktif low dan 8255 siap berkomunikasi dengan CPU.
RD (Read)
RD aktif low dengan CS terlogika, maka 8255 memungkinkan untuk mengirim data ke CPU
sehingga dapat dikatakan CPU melakukan pembacaan data dari 8255.
WR (Write)
WR aktif low dengan CS terlogika low, maka 8255 memungkinkan menerima control word
register.
A0 A1
Kombinasi kedua jalur alamat ini dapat menentukan pemilihan salah satu dari tiga port dan satu
control word register.
Reset
Fungsi dari pin ini adalah untuk mereset PPI dengan PPI dengan sinyal high. Pada saat riset
control word regiter terhapus dan ketiga port set sebagai mode input.
Port A
Port A mempunyai 8 bit data dengan penyangga dan pengunci untuk keluar-an dan pengunci
untuk masukan. Dapat diprogram sebagai masukan atau ke-luaran.
Port B
Port B mempunyai 8 bit data dilengkapi dengan peyangga dan pengunci data 8 bit masukan dan
keluaran, sama dengan port A yang dapat diprogram sebagai masukan dan keluaran.
Port C
Mempunyai pengunci dan penyangga data 8 bit dan penyangga masukan tanpa pengunci, pintu
ini menjadi 2 buah pintu yang masing-masing terdiri dari 4 bit, tiap pintu 4 bit mempunyai
pengunci 4 bit dan dapat dipergunakan sebagai
keluaran sinyal pengendali serta masukan sinyal status berkaitan dengan port A dan port B
DAC (Digital To Analog Converter)
Pengubah digital ke analog (DAC) mempunyai fungsi kebalikan dari pengubah analog ke digital
(ADC). DAC berfungsi untuk merubah besaran-besaran digital yang berasal dari komputer
menjadi besaran analog yang dalam hal ini dipergunakan untuk menggerakkan aktuator.
Converter Digital ke Analog mempunyai penggunaan yang berdiri sendiri, seperti digitaly
controlled display driver atau servo positioning system, tetapi penggunaannya yang utama adalah
hubungan dengan rangkaian lain yang membu-tuhkan suatu konversi A/D yang mempunyai
ketetapan yang tinggi. Sampai batasan tertentu, suatu penampilan sistem A/D ditentukan oleh
penampilan dari converter D/A.
Beberapa converter D/A adalah :
a. Weighted Current Source
b. R 2R Ladder Network
c. Settling Time
DAC 0808 merupakan konverter 8-bit digital ke analog monolitik dengan inputan TTL dan
CMOS compatible yang memiliki waktu settling sebesar 150 5 volt dengan tingkatns dengan
konsumsi daya 33 mW pada catu daya 0,19%.keakurasian relatif adalah
Gambar 2.14 DAC 0808 National Semiconductor [2]
DAC menerima informasi digital dan menstarnsformasikan menjadi tegangan analog. Inforasi
digital tersebut dalam bentuk bilangan biner dalam digit yang sesuai. Sebernarnya ketika
dikoneksikan dengan komputer bilangan biner ini dinamakan kata biner atau kata komputer.
Sedangkan digit dinamakan bit. Maka dari itu 8 bit kata dalam bilangan biner memiliki 8 digit.
Seperti 101101102. D/A Conerter mengkonversi kata digital menjadi tegangan analog dengan
skala analog output jika seluruh bit adalah nol dan nilai maximum dari keseluruhan bit adalah
satu. Hal ini dapat dinyatakan dalam sistim matematis bila bilangan biner dinyatakan dalam
bilangan yang sangat kecil. Dalam hal ini keluaran daro D/A Converter dapat didefinisikan
dengan persamaan dengan menggunakan skala dari tegangan rferensi.
Vout = VR [ b1 2-2 + bn 2-n ] (2.7)
Dimana : Vout : output tegangan analog
VR : tegangan referensi
b1 b2 bn : kata biner n bit
Vout minimum adalah nol dan maximum adalah determinasi dari ukuran kata biner karena
keseluruhan set bits menjadi satu dan pendekatan VR ekivalensi desimal sebagai penambahan bit
dari bilangan. Oleh karena itu bilangan 4 bit V maximum :
Vmax = VR [ 2 -1 + b2 2 2 + bn 2 -2 ] .(2.8)
Dan kata 8 bit mmpunyai nilai maximum :
Vmax = VR [ 2 -1 + 2 -2 +2 -13+2 -4 +2 -5 +2 -6 +2 -7 +2 -8 ]
= 0,9961VR (2.9)
Resolusi Konversi
Resolusi konversi juga merupakan fungsi dari bit dari suatu kata, bit yang lebih banyak dengan
perubahan yang lebih kecil pada output analog dari perubahan satu bit dalam bilangan biner
dengan resolusi yang lebih tinggi. Kemungkinan perubahan terkecil adalah sebagai berikut :
Vout = VR 2 n (2.10)
Dimana : Vout : perubahan output terkecil
VR : tegangan eferensi
n : nomer dari kata bit
Spesifikasi DAC
Beberapa spesifikasi dari DAC yaitu diantaranya :
Resolusi (Step Size)
Resolusi ditentukan sebagai perubahan terkecil yang dapat terjadi pada keluaran analog sebagai
hasil dari perubahan pada masukan digital . Resolution adalah 1V, karena Vout tidak dapat
berubah lebih kecil dari 1 V bila mengubah nilai digital. Resolusi selalu sama dengan timbangan
dari LSB dan juga diacu sebagai step size, karena ia merupakan besarnya Vout yang berubah
pada saat masukan digital berubah dari 1 step ke step berikutnya. Keluaran dari sebuah counter
biner 4 bit menyediakan masukan untuk DAC. Selama counter melalui siklus 16 tahap yang
diatur oleh sinyal clock, maka keluaran DAC merupakan sebuah gelombang staircase yang
membentuk 1 V per step. Bila counter berada pada keadaan 1111, keluaran DAC berada pada
nilai maksi-mumnya sebesar 15 V, yakni pada keluaran skala penuhnya. Bila siklus counter
kembali pada keadaan 0000, keluaran DAC kembali ke 0 V. Jadi resolusinya adalah 1 V.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa staircase mempunyai 16 level yang berhubungan dengan 16
tahap, tetapi hanya ada 15 step atau lompatan antara level 0 V dan skala penuh.
Jadi rumus umumnya adalah :
Jumlah level adalah 2N
Jumlah step adalah 2N 1
Jadi didapatkan bahwa resolution (step size) adalah sama dengan faktor proporsi dari hubungan
masukan / keluaran DAC.
Keluaran analog = k x masukan digital (2.11)
dimana :
k = jumlah tegangan (atau arus) per step
Persen Resolusi
Walaupun resolusi dapat diekspresikan sebagai jumlah tegangan atau arus per step, akan dapat
berguna apabila kita mengekspresikannya sebagai persen dari keluaran skala penuh. Jika
keluaran skala penuh maksimum adalah 15 V ukuran step adalah 1 V, maka persen resolusinya
adalah :
% resolusi = x 100 % .(2.12)
= x 100 % = 6,67 %
Misalkan bila sebuah DAC 10 bit mempunyai ukuran step 10 mV. Untuk menentukan skala
penuh dan persen resolusinya yaitu dengan cara :
DAC 10 bit akan memberikan 210 1 = 1023 step sebesar 10 mV
Skala outputnya : 10 mV x 1023 = 10,23 mV dan
% resolusi = x 100 % 0,1 %
Hal ini menggambarkan bahwa persen resolusi akan bertambah kecil bila jumlah dari bit
masukan bertambah. Persen resolusi juga dapat dihitung dengan cara :
% resolusi = x 100 % (2.10)
Untuk N bit jumlah stepnya adalah 2N 1. Jadi untuk contoh diatas kita dapatkan :
% resolusi = x 100 %
= x 100 %
0,1 %
Hal ini berarti bahwa jumlah bit menentukan persen resolusinya. Maka besar jumlah bitnya
resolusinya makin kecil.
-
Akurasi
Untuk menetapkan akurasi ada beberapa cara yang paling banyak dipergunakan adalah kesalahan
skala penuh (full scale error) dan kesalahan linearitas (linearity error) yang biasanya
diekspresikan sebagai persen dari keluaran skala penuh.
Sebagai skala penuh adalah deviasi maksimal dari nilai idal DAC dan nilai idealnya
dipresentasikan sebagai persen dari skala penuh.
Berdasarkan perhitungan diatas yang mempunyai akurasi 0,01 % F.S. Karena konverter
mempunyai skala penuh maka diperoleh :
0,01 % x 9,375 V = 0,9375 mV.
Hal ini berarti bahwa keluaran DAC pada setiap saat dapat menyimpang sebesar 0,9375 mV dari
nilai yang diharapkan.
DAC sederhana mempergunakan op amp amplifier penjumlah dengan binary weighted resitor.
Kesalahan linearitas adalah deviasi maksimum dari ukuran step yang ideal. Beberapa DAC yang
lebih mahal mempunyai kesalahan skala penuh dan kesalahan linieritas hingga serendah 0,001 %
FS. Umumnya DAC mempunyai akurasi dalam daerah 0,01 hingga 0,1 persen. sehingga kita
perlu mengerti betapa pentingnya kompabilitas antara akurasi dan resolusi dari DAC. Sangat
tidak logis kalau misalnya resolusi 1 % sedangkan akurasinya 0,1 % atau kebalikannya. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas sebuah DAC dengan suatu resolusi sebesar 1 persen dari
keluaran skala penuh 10 V dapat menghasilkan tegangan keluaran analog dalam batasan 0,1 V
dari tiap nilai yang dikehendaki, bila akurasinya sempurna. Tidak masuk akal bila mempunyai
akurasi dengan ketepatan 0,01 % dari skala penuh (1 mV) yang tentunya sangat mahal, bila
resolusinya sudah membatasi nilai yang diinginkan ke 0,1 V. Hal yang sama berlaku untuk
resolusi yang terlampau kecil (banyak bit) sedangkan akurasinya buruk. Hal ini berarti
membuang bit masuk.
Misalkan suatu DAC 8 bit mempunyai skala penuh dari 2 mV dan sebuah kesalahan skala penuh
sebesr 0,5 % FS. Untuk kemungkinan memperoleh daerah kerja keluaran untuk sebuah
masukan 100000000 yaitu untuk ukuran step adalah 2 mA/255 = 7,84 A.
Karena 10000000 = 12810 , maka keluaran ideal adalah 128 x 7,84 A = 1004 A. Kesalahan
yang terjadi dapat sebesar 0,5 % x 2 mA = 10 A.
Jadi keluaran aktual dapat berkisar antara 994 hingga 1014 A.
3. Mode Controller
Controller merupakan peralatan utama dalam pengendalian suatu variabel proses. Pada controller
ini terjadi proses pengolahan sinyal input pengendalian dari transmitter. Controller akan
membandingkan sinyal input dengan setting value yang kita kehendaki. Apabila sinyal input
terlalu besar dari setting value yang diberikan maka controller akan berusaha memperkecilnya
begitu pula sebaliknya.
Besarnya koreksi dari kesalahan input tergantung dari mode controllernya. Mode controller
tersebut terdiri dari mode proportional, mode integral, mode derivatif dan kombinasinya. Adapun
macam dari aksi pengontrolannya, yaitu :
Mode Kontroller ON/OFF
Aksi pengendalian dari controller ini hanya mempunyai dua kedudukan, maksimum atau
minimum, tergantung dari variable terkontrolnya, apakah lebih besar atau lebih kecil dari set
poin.
Persamaanya adalah: m = N1 jika e < 0 m = N2 Jika e> 0
dimana : m = manipulated variable
N1 = harga maksimum dari m (ON)
N2 = harga minimum dari m (OFF)
SP
ON
OFF
Pada gambar terlihat, jika error sering naik turun dengan cepat, maka fariabel termanipulasi (m)
akan sering sekali berubah dari maksimum ke minimum atau sebaliknya, hal ini dalam
prakteknya tidak diseukai, untuk itu pada pengendalian diberi gap.
Mode Proportional ( P ) Controller
Proportional ( P ) controller merupakan output yang sebanding dengan inputnya tergantung dari
sensitivitasnya. Sensitivitasnya tergantung dari proportional band ( PB ), yaitu prosentase
perubahan input yang dapat menghasilkan 100 % perubahan output. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut :
Mv = Kc . e + b
Selanjutnya ditulis sebagai k yaitu gain controller
Dimana : Mv = output controller ( % )
PB = proportional Band ( % )
e = error ( % )
b = bias ( % )
Mode Integral ( I ) Controller
Pada proportional ( p ) controller selalu menghasilkan offset agar menghasilkan output. Jadi
untuk menghilangkan offset tersebut dibutuhkan pengendali lain yang menghasilkan output lebih
besar atau lebih kecil dari bias pada saat input ( error ) sama dengan nol. Pengendali yang
memenuhi kriteria ini adalah pengendali integral ( I ) controller.
Sifat dasar dari I controller yang dapat menghasilkan output pada saat input nol. Secara
matematis persamaan integral controller dapat di tulis sebagai berikut :
Mv = Gc + b
Dimana : Mv = output controller ( % )
Ti = integral time
e = error ( % )
Gc = gain
b = bias ( % )
Mode Proportional plus Integral ( PI ) Controller
Proportional Integral controller digunakan dalam aksi pengendalian untuk menghilangkan offset
yang terjadi pada pengendalian proportional. Offset perlu dihilangkan karena untuk pengendalian
besaran fisis yang harus konstan, dan berenergi cukup besar akan sangat berbahaya. Disamping
itu karena sifat pengendali integral yang tidak mengeluarkan output sebelum selang waktu
tertentu. Pengendali integral juga memperlambat respon. Oleh karena itu, umumnya pengendali
integral dipasang paralel dengan pengendali proportional, sihingga dikenal dengan pengendali PI
( PI Controller ). Secara matematis persamaan PI controller dapat ditulis sebagai berikut :
Mv = Kc ( e + ) + b
Dimana : Mv = output controller ( % )
Ti = time integral
e = error ( % )
b = bias ( % )
Time integral merupakan faktor terpenting dalam PI controller terutama dalam masalah kalibrasi
controller. Time integral didefinisikan sebagai waktu yang dikehendaki dari integral action,
sehingga sama dengan output proportional controller dalam mengikuti error sebagai fungsi step.
Dengan demikian time integral yang tepat dapat digunakan sebagai kalibrasi PI controller.
Mode Derivatif ( D ) Controller
Pengendalian ini merupakan pengendalian yang dapat mengeluarkan output di saat saat awal, hal
ini menyebabkan pengendali D sangat cocok untuk mengendalikan proses variabel temperatur,
sebab dapat bereaksi secara cepat terhadap perubahan input. Secara matematis pengendali ini
dapat ditulis sebagai berikut :
Mv = Kc Td + b
Dimana : Mv = output controller ( % )
Kc = gain
Td = Time Differential
b = bias ( % )
Pengendali D controller tidak pernah dipakai pada proses variabel yang bergelombang ( bernoise
) seperti pengendali level dan flow. Sinyal yang keluar dari kedua proses variabel ini biasanya
mengandung gelombang yang oleh pengendali D akan dideferensialkan menjadi pulsa-pulsa
yang tidak beraturan, hal ini akan mengakibatkan kerusakkan pada peralatan mekanik yang
digunakan.
Mode Proportional plus Differential ( PD ) Controller
Pengendali differential tidak pernah dipakai ssndirian karena sifatnya yang hanya mengeluarkan
output bila ada perubahan input. Maka dari itu pengendali D dapat dipasang paralel dengan
pengendali proportional. Jenis pengendali ini biasanya disebut dengan pengendali PD. Secara
matematis pengendali PD dapat dinyatakan sebagai berikut :
Mv = Kc ( e + Td ) + b
Dimana : Mv = output controller ( % )
Kc = gain
Td = Time Differential
e = error ( % )
b = bias ( % )
Mode Proportional Integral Differential ( PID ) Controller
Untuk menutup semua kekurangan dari pengendali PI dan PD maka ketiga mode yang
digabungkan menjadi pengendali PID. Unsur P, I dan D masing-masing berguna untuk
mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset dan mendapatkan energi ekstra pada saat awal
perubahan lood. Namun kesemua kelebihan pada pengendali PID ini tidak dapat digunakan
untuk pengendali proses yang tidak mengandung noise. Secara matematis pengendali ini dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Mv = Kc ( e + + Td ) + b
Dimana : Mv = output Td = Time Differential
Kc = gain Ti = Time Integral
b = bias E = PV SV
e = error E = SV PV
Dari semua tipe pengendali yang telah dibahas di atas terdapat beberapa hal penting yang perlu
dingat, diantaranya adalah :
1. PB yang kecil akan membuat pengendali menjadi sensitif dan cenderung membawa loop
berosilasi, sedangakan untuk PB besar akan meninggalkan offset yang besar juga.
2. Ti yang kecil bermanfaat untuk menghilangkan offset, tetapi dapat membawa sistem menjadi
lebih sensitif dan lebih mudah berosilasi, sedangkan Ti yang besar belum tentu efektif dan juga
cenderung membuat respon menjadi lambat.
3. Td yang besar akan menjadikan respon cenderung cepat, sedangkan Td yang kurang
memberikan nilai ekstra disaat-saat awal.
Gambar 3.5. Kurva reaksi dari kontroler P, PI dan PID
II
PRAKTIKUM
2.1 Praktikum Pengendalian Mode ON/OFF dengan Controller Mikroprosesor
Asisten : S Sari Ardiarti 2403.030.005
Pengendali ON/OFF dapat bekerja hanya pada dua posisi yitu ON dan OFF atau maksimum dan
minimum. Kerja pengendalian ON/OFF seringkali didapat dengan memanfaatkan dead band
suatu proess switch, dead band disini dapat dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan dan
menyatakan jarak setting. Pengendali on-off dapat digunakan apabila proses memang tidak dapat
mentolerir fluktuasi process variable pada batas-batas kerja pengendalian on-off.
Peralatan yang digunakan:
1. 1 set simulasi pengendalian ON/OFF dengan variabel control temperatur.
2. Termometer digital
3. Multimeter digital
4. Air dan tempatnya
Metode pelaksanaan praktikum
1. Aturlah peralatan sesuai dengan gambar.
2. Aktifkan controller dan beri nilai pada set poin
3. Start controller dan amati loop proses yang terjadi.
4. Amati dan catat perubahan suhu pada termometer digital
5. Amati dan catat perubahan meassurment variabel pada controller
6. Amati dan catat perubahan error pada controoler
7. Amati dan catat kondisi kontroller ON atau OFF.
8. Aturan tambahan dari asisten.
2.2 Praktikum Pengendalian Mode PID dengan controller SLCD
Asisten : Aulia Rakhman 2403.030.009
Pengendali PID merupakan gabungan dari pengendali PI dan PD. Pengendali ini banyak dipakai
hampir di semua sistem pengendalian proses.Unsur P, I dan D masing-masing berguna untuk
mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset dan mendapatkan energi ekstra pada saat awal
perubahan load. Namun kesemua kelebihan pada pengendali PID ini tidak dapat digunakan
untuk pengendali proses yang tidak mengandung noise.
Peralatan yang digunakan:
1. 1 set controller elektrik SLCD
2. Mini plan Workshop Instrumentasi
3. Multimeter digital
4. Power supply
5. Stavolt
6. Tool post
Metode pelaksanaan praktikum
1. Mengatur peralatan sesuai petunjuk asisten
2. Mengaktifkan controller dan plan
3. Mengatur controller dalam kondisi manual
4. Mengatur nilai SV ,PV .MV bias ,PB dan Ti sesuai petunjuk asisten
5. Aksi direct atau reverse di A
6. Mencatat untuk : Direct = 100%, Reverse = 0%
7. Dari hasil percobaan dengan PB = (Sesuai petunjuk Asisten), catat data yang diperoleh yaitu :
1. Hasil percobaan Proportional Controller
PB SV PV Direct Reserve
e MV e MV
Ukur Hitung Ukur Hitung
2. Hasil Percobaan Proportional Integral Controller
Ti SV PV t (menit,detik,1/100 detik ) MV Hitung
PB=50 PB=100 PB=200 PB=50 PB=100 PB=200
10 50 50 -
2.3 Praktikum Pengendalian Mode PID dengan controller PC
Asisten : Novan Danis 2403.030.013
Pengendali PID merupakan gabungan dari pengendali PI dan PD. Pengendali ini banyak dipakai
hampir di semua sistem pengendalian proses.Unsur P, I dan D masing-masing berguna untuk
mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset dan mendapatkan energi ekstra pada saat awal
perubahan load. Namun kesemua kelebihan pada pengendali PID ini tidak dapat digunakan
untuk pengendali proses yang tidak mengandung noise.
Peralatan yang digunakan:
1. 1 Personal komputer beserta PPI8255
2. Mini plan Workshop Instrumentasi
3. Rangkaian ADC/DAC
4. Rangkaian I to V/ V to I
5. Multimeter digital
6. Power supplay
7. Stavolt
8. Tool post
Metode pelaksanaan praktikum
1. Mengatur peralatan sesuai dengan petunjuk asisten
2. Mengaktifkan komputer dan software yang disediakan
3. Mengaktifkan rangkaian elektronika yang telah disediakan
4. Menjalankan loop pengendalian
5. Amati dan catat perubahan variabel :
a. Meassurement variable
b. Manipulated variabel
c. Error
d. Proses variabel

Anda mungkin juga menyukai