Anda di halaman 1dari 6

Glomerulonefritis Akut

Etiologi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang juga dapat berhubungan
ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsiler dan bahkan infeksi kulit.
Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitik golongan A, dan paling sering
ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapat ditemukan pula ialah tipe 4, 47, 1, 6, 25
dan Red Lake.

Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya antara 1-2 minggu,
merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan sindrom
nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya
antara 8-21 hari.

Patogenesis dan Patofisiologi
1. Patogenesis
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang peranan penting dalam
patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan
salah satu contoh dari penyakit komplek imun.

Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi dengan
antigen-antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan komplemen untuk
membentuk circulating immunne complexes. Untuk pembentukkan circulating
immunne complexes ini diperlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1.
Jadi antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar
dalam darah (circulating antigen), bukan berasal dari glomerulus seperti pada
penyakit anti GBM, tetapi bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen.

Kompleks imune yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang
singkat menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses
kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan
mikrokoagulasi.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bentuk Glomerulonefritis akut pasca-
streptokok mempunyai prognosis pada lebih baik daripada bentuk non-streptokok, dan
prognosis pada anak lebih baik daripada orang dewasa.

Pada anak lebih kurang 90% atau lebih akan menyembuh. Gejala klinik menghilang
dalam beberapa minggu, namun hematuria mikroskopik, cylindruria dan proteinuria
ringan dapat tetap ada selama lebih kurang 1 tahun.

2. Patofisiologi
Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap
protein dan sel-sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.
Oedem
Mekanisme retensi natrium Na
+
dan oedem pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem
pada sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel,
proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal
ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na
+
(natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na
+
. Keadaan retensi natrium Na
+
ini diperberat
oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na
+
disertai air
menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi oedem.
Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks. Ada hipotesis yang mengatakan
mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut:
- Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis). Gangguan
keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.
- Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi renin, atau tindakan drastis nefrektomi.
- Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin.
Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.
Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,
walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan dalam kepustakaan antara lain:
Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah umum dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh
darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisial dan
menjadi oedem.
Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang
dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-
perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik
standar maupun precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak
spesifik ini mungkin berhubungan dengan miokarditis.
Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan
cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan
patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air.

Patofisiologi ?
Infeksi streptococcus B Hemolitikus grup A kompleks Ag-Ab sirkulasi
tertangkap dimembran basal aktivasi komplemen agregasi PMN dan trombosit
Fagositosis dan pelepasan lisosom endotel dan GBM rusak Proliferasi
jaringan glomerulus.
Kerusakan kapiler albuminuria (hematuria)
GFR menurun retensi natrium, nitrogen azotermi
Peningkatan aldosteron retensi natrium, nitrogen retensi H2O
edema dan ECF meningkat Hipertensi

Patofisiologi ? penjabarannya
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks
tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen
akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan
enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar
ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular
dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat
dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang
dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi
filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel,
maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-
kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis,
tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat
lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa
penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus
dan kemudian merusaknya.
Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen
yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

Anda mungkin juga menyukai