Anda di halaman 1dari 29

Presentasi Kasus II

ULKUS DIABETIKUM





Disusun Oleh :

FAISAL D BRAWIDYA 1102009104
MUHAMMAD ARDYANSYAH PRATAMA 1102009179



Pembimbing:
Dr. H. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B, MHKes, FInaCs



Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Bagian Ilmu Penyakit Bedah
BRSUD Arjawinangun


BAB I
PRESENTASI KASUS

STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : Tidak berkerja
Alamat : Desa Tegal Karang
Tgl Masuk RS : 29 Agustus 2013

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama : luka borok pada kaki
Keluhan Tambahan : Lemas, kepala pusing, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sering kencing, mudah mengantuk dan lelah, sakit kepala,
RPS :
Os datang dengan keluhan luka borok pada kaki kiri. Luka borok tersebut dirasakan
tidak kunjung sembuh walau diobati dirumah. Luka berawal sejak 6 bulan SMRS yang
semakin lama semakin parah dan bertanbah luas diikuti dengan adanya nanah dan darah pada
luka dan berbau busuk, luka terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Awalnya luka terjadi akibat
tersandung balok kayu dirumah. Di jari manis kaki kiri OS juga terdapat luka borok yang
tidak disadari oleh OS penyebab lukanya.
Os marasa sering kesemutan pada telapak tangan dan kaki. Mudah lelah dan
mengantuk, pandangan kabur tidak ada. sembuh-sembuh dan sensitivitas masih normal. Os
melilki riwayat DM sejak 5 tahun dan tidak rutin meminum obat gulanya setiap hari. Os
tidak rutin mengecekkan gula darahnya. Batuk (-), pilek (-), kaku pada tengkuk (-), nyeri
dada (-), kembung(-), sesak (-), BAB normal.
RPD :Riwayat DM (+), Riw.penyakit jantung (-), Hipertensi (-), Asma bronkial (-)
R.Alergi : alergi makanan, obat-obatan, debu disangkal
R. Obat : sedang tidak menjalanin pengobatan jangka panjang
R.Psiko : Makan teratur

Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit (kuat, cukup, regular)
RR : 20 x/menit
S : 36,1
o
C
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut beruban, tidak mudah rontok, distribusi merata
Mata : Alis mata madarosis (-), bulu mata rontok (-), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), refleks pupil (+/+), isokor kanan-kiri
Kulit : Ikterik (-), eritem (-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), darah (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), darah (-/-)
Mulut : bibir tidak sianosis, Bibir kering (-), lidah kotor (-), tonsil hiperemis
(-), tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP (5-2 cm) H
2
O
Thoraks : Normochest
PARU-PARU
Inspeksi :Statis : Simetris kanan dan kiri, skar (-), retraksi otot
pernapasan (-), spider nevi (-)
Dinamis : Simetris kanan dan kiri, skar (-), retraksi otot pernapasan (-),
spider nevi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri normal, nyeri tekan (-)
Perkusi :Sonor pada semua lapang paru, batas paru-hepar
setinggi ICS 5, midclavicularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 LMCS, tidak teraba thrill
Perkusi : Batas kanan jantung linea sternalis dextra Batas kiri jantung linea
midclavikularis sinistra, batas pinggang jantung ICS 2-3 parasternalis kiri
Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, Murmur(-), Gallop (-).
ABDOMEN
Inspeksi : datar, skar (-), caput medusa (-), spider nevi (-)
Auskultasi : Bising usus normal.
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ballotement (-)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, shifting dullness (-)

EXTREMITAS :
Atas Bawah
Akral : Hangat Hangat
Edema : (-) (-)
Palmar eritem : (-) (-)
Bekas Luka : (-) (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
ENZYM
SGOT 24 U/L 0 -37
SGPT 26 U/L 0-40
FAAL GINJAL
Ureum 91 mg/dl 10-50
Creatinin 1,2 mg/dl 0,6 1,38

HEMATOLOGI
Clotting Time 3 2-6 menit
Bleeding Time 130 1-3 menit
Hemoglobin 10,3 g/dl 11,3 15,5
Leukosit 12,0/mm
3
4,3 12,0
Granulosit 80,3 % 50 - 80 %
Limfosit 12,2 % 20 -30%
Monosit 7,5 % 2 -6 %
Hematokrit 30,1 % 38,0 - 47,0
Trombosit 377 135 440
GDS 152 dl/mg


DIAGNOSIS :
Ulkus Diabetikum a/r dorsum pedis sinistra Greade III-IV

PENATALAKSANAAN:
Non Medikamentosa
- Diit 1200 kkal
- Istirahat

Medikamentosa
- Infus NS 20 tpm
- Dolac 2 x 1 ampul
- Hypobach 2 x 1 gram
- Ondancentron 2 x 1 ampul


Operative
Debridement


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS DIABETIC
2.1.1. DEFINISI

Ulkus
Kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh
terkelupasnya jaringan nekrotik radang.
Diabetic Ulkus
Ulkus, biasanya di ekstrimitas bawah, yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus
Gangrene
Kematian jaringan, biasanya dalam jumlah besar dan umumnya berhubungan dengan
kehilangan preparat vaskular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan pembusukan.
Diabetic gangrene
Gangren basah, biasanya dikaki, pada orang dengan diabetes melitus, disebabkan oleh
neuropathy, angiopathy dan komplikasi lainnya

2.1.2. EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka
kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25 % (data
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat
buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37 %
akan meninggal 3 tahun setelah amputasi.



2.1.3. PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIC
2.1.3.1. NEUROPATI
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation and product
(AGEs), pembentukan radikal dan aktivasi protein kinase c (PKC), aktivasi berbagai jalur
tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah saraf menurun dan
bersama rendahnya mioniositol dalam sel terjadilah ND.
Faktor metabolik
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia
persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-
reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisme oleh
sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah
akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan hipertonik intraseluler sehingga
mengakibatkan edema saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhabatnya mioiniositol
masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioniositol dan akumulasi sorbitol secara langsung
menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein
kinase c (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na
interseluler menjadi berlebihan, yang beakibat terhambatnya mioniositol masuk ke dalam sel
saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunya persedian NADPH saraf yang
merupakan kofaktor yang penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting dalam glutathion dan nitrit oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor
tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan
produksi nitrit oxide (NO)
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentukanya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang akan berakibat vasodilator
berkurang, aliran ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioniositol dalam sel saraf,
terjadilah ND, kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali
glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan
iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
Kelainan vaskuler
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakanm mikrovaskuler. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskuler dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilator mikrovaskuler.
Mekanisme kelainan mikrovaskluer tersebut juga dapat melalui penebalan membrana basalis,
trombosis pada arterial intaneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya
deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskuler,
kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskluer masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor resiko kardiovaskuler, yaitu kadar trigiserida yang tinggi, IMT, merokok
dan hipertensi.
Ulkus sering terjadi di ujung-ujung jari dan di telapak kaki pada permukaan dari head
metatarsal dan sering didahului oleh pembentukan callus. Jika callus tidak dihilangkan bisa
terjadi perdarahan dan kematian jaringan. Dan terjadi ulcer. Ulkus bisa terjadi karena infeksi
sekunder oleh staphylococci, streptococci, organisme gran negatif dan bakteri anaerob. Yang
berperan penting pada terjadinya cellulitis, abses, and osteomyelitis. Komplikasi sepsis ulkus
jari-jari ke apical bisa menimbulkan trombosis pada digital arteri yang dapat menimbulkan
gangren pada jari.




2.1.3.2. ISKEMIK
Hiperglikemia
Hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara
lain:
Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari
protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular
akibat gangguan keseimbangan nitrit oksida (NO) dan prostagandin
Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraseluler sehingga akan menyebabkan
gangguan NDPH pool yang akan menghambat produksi NO
Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglicerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG
dan PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif. Keadaan hiperglikemia
akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stress oksidatif dan peningkatan
oqidized lipoprotein, terutama small dense LDL cholesterol (oxidized LDL) yang
lebih bersifat aterogenik. Disamping peningkatan itu peningkatan kadar asam lemak
bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan oksidadi fosfolipid dan protein.
Hipergllikemia akan disertai tendensi protrombin dan agregasi platelet. Keadaan ini
berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan
penurunan aktifitas fibrinolitik akibat peningkatan kada PAI-1. Disamping itu pada
DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor
seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan
sintesis heparin sulfat.
Trombosis/Fibrinolisis
DM akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses
trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama
yang terjadi pada pasien DM tipe 2. Pengingkatan fibrinogen serta aktiviras faktor VII dan
PAI-1 baik dalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis akan menyebabkan penurunan
urokinase dan meningkatkan agregasi platelet. Penyebab peningkatan fibrinogen diduga
karena meningkatnya aktivitas faktor VII yang berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemi
post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan
proinsulin.
Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada keadaan
resistensi insulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut lipid triad , meliputi
1. Peningkatan kadar VLDL atau trigiserida
2. Penurunan kadar kolesterol HDL
3. Terbentuknya small dense LDL yang bersifat aterogenik
1


Hilangnya pulsasi pada kaki merupakan tanda bahaya kemungkinan terjadinya iskemia
yang memerulkuan penilaian dan pengobatan yang spesifik. Lesi pada tepi kaki dan tidak
adanya callus merupakan karakteristik. Gangren mungkin timbul. Untuk indentifikasi iskemia
bisa temukan warna merah jambu, nyeri (nyeri yang ektrim dan terus-menerus) dan pulsasi,
kadang-kadang dingin. Ankle/brachial pressure index dilakukan dengan doppler
ultrasonography bisa memberikan petunjuk adanya iskemia
7
















2.1.4. KLASIFIKASI KAKI DIABETES
Klasifikasi kaki diabetes
Stage 1 Normal foot
Stage 2 High risk foot
Diabetes Melitus
Neuro pati
Neuro pati
Penyakit vaskuler peripher
Hiperlipidemia
merokok
Autonomic neuropathy somatik
Pain sensatinon
proprioseptive
Otot hipotropi
Masalah
ortoped
i
Limitied joint
movement
Keringat
menurun
Altered
blood flow
callus
Dry skin
fissura
Engorged vein,
warm foot
Ischemic limb Ulkus pada kaki
infeksi
Plantar
pressure
Stage 3 Ulcerated foot
Stage 4 Infected foot
Stage 5 Necrotic foot
Stage 6 Unsalvable foot

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali
memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat berbagai
factor yang harus dikendalikan, yaitu:
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Vascular control
Educational control
Wound control
Microbiological control-infection control

Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada
stadium 1 dan 2 tentu saja factor wound control dan infection control belum diperlukan,
sedangakan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua factor tersebut harus dikendalikan.

2.1.4.1. Stage 1 : Normal Foot
Kaki normal di definisikan tidak adanya factor resiko terjadinya ulkus, seperti
neuropathy, ischemia, defomitas, callus, dan bengkak. Diagnosis stage 1 ini di buat
ketiadaan faktor resiko tersebut
Screening penilaian terdiri dari 4 bagian:
Penyelidikan pernah terkena ulkus atau sedang terjadi ulkus
Pengujian untuk neuropathy dengan 10-g monofilament
Palpasi pulsasi kaki atau tanda-tanda iskema
Inspeksi kaki untuk melihat adanya abnormalitas
Deformitas
Callus
Pembengkakan
Tanda-tanda inspeksi
Necrosis
Pasien yang tidak ditemukan masalah diklasifikasikan ke dalam stage 1. Bagaimanpun.
Screening pasien pada stage 1 harus di ulang dengan jarak 1 tahun untuk mengetahui factor
resiko


Pengelolaan
Tujuan pengelolaan pada stage 1 ini:
Pasien diharapkan jangan terbentuk factor resiko untuk menjadi kaki diabeti ulseratif
Jika factor resiko terbentuk, bisa terdeksi sedini mungkin dan pasien ti tempatkan
pada stage 2
Masalah kaki yang lazim bisa terjadi di semua populasi di obati dengan efisien dan
jangan sampai peranan jaringan rusak walaupun tidak ada neuropathy dan penyakit
vascular.
2.1.4.2. Stage 2 : The High-Risk Foot
Kaki diabetic masuk pada stage 2 jika ditemukan 1 atau lebih factor resiko terjadinya
ulkus: neuropathy, ischemia, deformitas, pembengkakan, dan callus
Neuropathy dan ischemia merupakan 2 resiko yang penting dari kaki diabetic.
Deformitas, pembengkakan dan callus biasanya tidak menjadi peranan untuk ulkus pada
pasien dengan sensasi nyeri yang baik dan aliran darah yang baik. Tetapi ketika di temukan
combinasi dengan neuropathy or ischemia, akan meningkatkan resiko ulkus.
Setiap kaki diabetic di stage 2 akan di klasifikasikan pada neurophaty atau
neuroischemia. Hal ini perlu untuk ditekankan untuk memisahkan antara kaki neuropathy.
Karena pengobatan akan berbeda pada kedua type ini.
2.1.4.3. Stage 3 : The Ulcerated foot
Stage 3 mengambarkan kerusakan kulit dan ulkus. Ini merupakan point yang sangat
penting pada riwayat alamiyah dari kaki diabetic. Seluruhnya pada masa hidupnya 15% akan
menjadi ulkus; 85% akan diamputasi dari ulkus yang tidak diobati. Setiap keretakan kulit
pada kaki diabetic merupakan hal yang potensial untuk masuknya bakteri dan berpotensi
terjadinya penyakit. Kaki diabetic stage 3, baik neuropathy dan neuroischemic, dibutuhkan
penanganan yang cepat.


Klasifikasi
Hal yang mudah untuk membedakan antara ulkus pada kaki neuropathy dan ulkus pada
kaki ischemia. Pada dasarnya klasifikasinya ada atau tidak adanya ischemia pada keadaan
yang lazim pada neuropathy.
Ulkus dengan Kategori Spesifik
Termasuk ke dalam:
Ulkus pada tumit yang disebabkan tekanan yang terus-menerus
Ulkus charcot osteoarthtopathy yang berhubungan dengan defomitas rockerbottom,
medial convexity dan deformitas belakang kaki
Ulkus keatas tendon Achilles
Luka tusukan disebabkan benda tajam
Luka trauma, termasuk terbakar
Artefactual (factitial) ulkus yang disebabkan dengan sengaja oleh pasien
Ulkus malignant


Neuropathy ulkus
Ulkus neuropathy biasa di temukan pada puncak ujung-ujung kaki dan pada plantar
metatarsal head yang menonjol. Bentuk callus pada area tersebut meningkatkan tekanan.

Neuroischemia
Ulkus pada kaki neuroischemia biasanya terjadi pada garis kaki. Tanda pertama dari
ulkus adalah kemerahan yang melepuh dan membentuk ulkus yang dangkal dengan dengan
dasar yang tipis bergranul yang pucat atau kekuningan yang mengelupas. Pada ischemia,
sering ditemukan halo erytema yang mengelilingi ulkus di mana pembuluh darah lokal yang
melebar pada usaha untuk meningkatkan perfusi di area tersebut

2.1.4.4. Stage 4 : The Infected Foot
Ketika kaki masuk ke dalam stage 4, stage ini sudah terjadi infeksi, hal ini akan
meningkatkan derajat menuju amputasi. Meskipun amputasi mungkin hasil dari beratnya
ischemia atau deformitas yang besar dari charcot osteoarthropapthy, jarang, dan infeksi
sering merupakan jalan menuju amputasi.
Banyak orang menuju amputasi besar karena combinasi dari DM dan infeksi dengan
berbagai penyebab.





2.1.4.5. Stage 5 : The Necrotic Foot
Pada taraf ini memberikan ciri adanya necrosis (gangrene) berimplikasi buruk. Yang
mengancam hilangnya ektremitas. Necrosis bisa merusak kulit, subcutan, dan lapisan luar.
Tanda Awal Necrosis
Tanda dari kaki yang menjadi necrotic mungkin tidak terlihat pada stadium awal, dan
mungkin menggambarkan luka memar atau gatal-gatal pada lengan dan kaki. Seharusnya
mencari tanda-tanda awal:
Jari kaki yang berkembang menjadi warna biru or ungu, sebelumnya berwarna merah
jambu karena infeksi atau ischemia
Jari kaki menjadi sangat pucat dan bisa di bandingkan dengan jari kaki sebelahnya.
Ulkus yang mana dapat berubah warna dari sehat hingga granulasi berwarna
kemerahan menjadi abu-abu, ungu atau hitam atau terjadi perubahan struktur dari
halus menjadi tidak mengkilat pada permukaan.

Penyebab necrosis
Necrosis bisa disebabkan oleh infeksi, biasanya basah, atau Karena penyakit occlusi
macrovasculer arteri kaki, biasanya kering. Necrosis atau tidak, sebelumnya lebih dulu
terjadi microangiopati occlusi arteriol atau penyakit pembuluh darah kecil
2


2.1.4.6. Stage 6 : The Unsalvageable foot
Amputasi besar kadang-kadang tak dapat dihindarkan, terutama pasien dengan
neuroischemic, rehabilitasi amputasi diabetic sangat sulit dan memberi ciri tinggal di rumah
sakit yang lama.
Alasan untuk Amputasi besar
Amputasi besar biasanya dikarenakan kaki neuroischemic dan jarang pada kaki neuropathy
foot. Amputasi besar pada kaki neuroischemic perlu mengikuti keadaan sekitar
Ketika infeksi besar merusak kaki dan mengancam jiwa pasien
Ketika terdapat ischemia berat dengan nyeri saat istirahat yang tidak bisa di control
Ketika terjadi necrosis sekunder dapat menyebabkan occlusi yang merusak kaki.


2.1.5. PENGELOLAAN KAKI DIABETES
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadinya
perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah
(pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetic yang sudah terjadi)

2.1.5.1. PENCEGAHAN PRIMER

Kiat-kiat pencegahan terjadinya kaki diabetes
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki
diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap pertemuan dengan penyandang
DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan.
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan resiko terjadinya dan
risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. penggolongan kaki diabetes berdasar risiko
terjadinya masalah (frykberg)
1. Sensasi normal tanpa deformitas
2. Sensai normal dengan deformitas dan tekanan plantar tinggi
3. Insensitivitas tanpa deformitas
4. Iskemia tanpa deformitas
5. Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, deformitas charcot
2


Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan
tingkat besarnya resiko tersebut. Dengan pemberian alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
terjadinya ulkus Karen factor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: untuk kaki yang kurang
merasa/insensitive (kategori risiko 3 dan 5). Alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk
melindungi kaki yang insensitive tersebut.
Kalo sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai
sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskuler), latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki

2.1.5.2. PENCEGAHAN SEKUNDER
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan.
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maskimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama:
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Vascular control
Educational control
Wound control
Microbiological control-infection control
Control metabolic
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai factor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi
yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain harus diperbaiki dan juga
diperhatikan, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan.
Demikian pula fungsi ginjal.
Control vaskuler
Keadaan vaskuler yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai
langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai dengan keadaan pasoen dan juga
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu saat ini juga tersedia
berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non
invasive, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan
pemeriksaan echodopler dan keudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskulernya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskuler, yaitu berupa:
Modifikasi factor resiko
- Stop merokok
- Memperbaiki berbagai factor risiko terkait aterosklerosis
- Hiperglikemia
- Hipertensi
- Dislipidemia
Walking program latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh
jajaran rehabilitasi medik
Terapi farmakologis
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak) mungkin obat seperti apirin dan lain
sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh
darah kaki penyandang DM. tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat
untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada
penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermiten
yang hebat, tindakan revaskulearisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi
yang pendek dapat dipikirkan dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular PTCA.
Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki,
sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak factor vascular
sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai
factor lain yang juga masih banyak jumlahnya.
Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien dating merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam
dreesing (pembalut) yang masing-masing tertentu dapat dimanfaatkan sesai dengan keadaan
luka, dan juga letak luka itu. Dreesing yang mengandung komponen zat penyerap seperti
carbonated dreesing, alginate dreesing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau siver impregmenated dressing akan
bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat tentu
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian akan mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangrene.
Berbagai terapi topical dapat dinamfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver sebagai bagian
dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan
untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
Jikalau luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Suasana sekitae luka yang
kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka selalu dalam
keadaan optimal dengan demikian penyembuhan luka akan terjadi sesuai tahapan
penyembuhan luka yang harus selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan.
Selama proses infalamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak
pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian epitelisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki
diabetes
Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti:
dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dsb, untuk mempercepat
penyembuhan.
Microbiological control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala setiap daerah. Dari
penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola
kuman yang polimikrobial, campuran gram posited dan gram negative serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotic harus
diberikan antibiotic dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negative
(seperti golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap
kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-
weight bearing). Luka yang selalu mendapat tekanan tidak sempat menyembuh. Apalagi
kalau luka tersebut terletak dibagian plantar seperti luka pada kaki Charcot.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain
Removable cast walker
Total contact casting
Temporary shoes
Felt padding
Crutches
Wheelchair
Electric carts
Cradled insoles
Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti: 1).
Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses, 2) prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk
hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy
Educational control
Edukasi sangat penting penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya
diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaknakana untuk
pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetic dan kemudian
setelah perawatan. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus yang terjadi berikut
memeberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus yang pertama

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 1238 1239.

Tambunan Monalisa. Perawatan Kaki Diabetik, dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu, Jakarta, FKUI, 2002.p. 293 298.

Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Ilmu Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 645-649.

Pusponegoro Arjono D. Penanggulangan Kaki Diabetik, dalam Diabetes Melitus Simposium
Berkala, Jakarta, FKUI, 1980.p. 52 55.

Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media
Aesculapius, FKUI, 2001.p. 584 588

John H. Karam, MD, Peter H. Forsham,MD Hormon-Hormon Pankreas & Diabetes Melitus.
Editor. Endokrinologi dasar & klinik bab XV, Edisi IV, Jakarta, EGC; 1998.p. 781 808.


Herry S. Yudha, Surgical Aspect of Diabetic Foot. 2012. diunduh dalam:
http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/05/surgical-aspect-of-diabetic-foot.html

Anda mungkin juga menyukai