Anda di halaman 1dari 5

FORENCIS ACCOUNTING & FRAUD

EXAMINATION



DISUSUN OLEH:
RANITA RAMADHANI (115020300111037)
Kelas CA


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014




PENGERTIAN AKUNTANSI FORENSIK & FRAUD EXAMINATION
Ada banyak orang maupun buku yang menafsirkan dan mengartikan apa itu akuntansi
forensik dan fraud examination.
Menurut Hopwood et al (2008 : 3) akuntansi forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi
dan analitik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara
yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan dan hukum.

D. Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis:
Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk
tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama
proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judisial atau administratif.

Sedangkan Menurut Tuanakotta (2010 : 4) akuntansi forensik ialah penerapan disiplin akuntansi
dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau
di luar pengadilan.

Menurut de Lorenzo (1993 : 23) akuntansi forensik merupakan penerapan pengetahuan
akuntansi dan keterampilan untuk masalah hukum, meskipun dalam kompleks lingkungan
komersial dan penggunaan istilah tersebut jauh lebih luas.

Dari beberapa kutipa pengertian dari akuntansi forensik, maka dapat disimpulkan bahwa
akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi yang berdasarkan pada keterampilan-
keterampilan dalam menginvestigasi dan menganalisis yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah keuangan yang dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
hukum. Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau
pengeluaran tertentu) yang diindikasikan telah terjadi tindak fraud baik dalam laporan pihak
dalam atau orang ketiga atau, petunjuk terjadinya fraud.

Fraud sendiri juga memiliki beberapa pengertian. Salah satu kutipan mengenai pengertian
fraud yaitu The Auditors Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial
Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai tindakan yang disengaja oleh
anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan,
karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh
keuntungan yang tidak adil atau illegal.

ACFE dalam Tuanakotta (2010)1[9] membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga)
jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:
1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)
Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan
investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan
atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya
yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak
lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di
negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran
akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini
sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal
(illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

KAPAN DAN MENGAPA AKUNTANSI FORENSIK DIPERLUKAN
Pada awalnya akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau
mengungkapkan motif pembunuhan. Yang terpenting, akuntansi forensik digunakan ketika
ada penerapan akuntansi ketika memecahkan masalah hukumnya. Contohnya saja
perhitungan ganti rugi, sengketa perdata, maupun pembagian warisan dan harta gono-gini
serta masalah hukum yang menyangkut keuangan lainnya.



Saat ini akuntansi forensik sangat sering digunakan karena banyaknya potensi fraud yang ada
baik di pemerintahan, bisnis, pendidikan, departemen maupun sektor-sektor lainnya. Banyak
perusahaan yang mengaku mengalami peningkatan dalam fraud sehingga fraud sangat
dibutuhkan untuk perusahaan tersebut. Selain itu, pembasmian korupsi dan fraud melalui
akuntansi forensik akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan uang.

MENGAPA TERJADI FRAUD
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
2. Peluang untuk melakuakn fraud
3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle) berikut:
Opportunity
biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di organisasi tersebut.
Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya
tidak memiliki motif untk melakukan fraud.
Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka mencari
kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah
keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang berlebihan dan tenggat
waktu dan target kerja yang tidak realistis.
Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya yang
mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa
tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang
merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak
untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda
untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan
tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Faktor Pemicu Fraud
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga
dengan teori GONE, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need
(kebutuhan), Exposure (pengungkapan).
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan
(disebut juga faktor generik/umum).
1. Faktor generic
- Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada
pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang
kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;
- Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena
itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
2. Faktor individu
- Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
- Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung
berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan
aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai
motif untuk melakukan kecurangan.

Anda mungkin juga menyukai