Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Supositoria adalah sediaan farmasi padat yang dirancang untuk
dimasukkan ke dalam rektum dimana massa supositoria akan melebur, melrut,
terdispersi dan menunjukkan efek lokal atau sistemik. Sediaan padat rectal antara
lain dapat berbentuk kapsul rektal gelatin lunak dan tablet kompresi, selain
supositoria yang dibuat dengan cara penuangan ke dalam cetakan. (Agoes,2008)
Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,
tergliserinasi, minyak nabati terhidrosinasi, campuran poetilengglikol berbagai
bobot molekul dan ester asam lemak polietilenglikol. Bahan dasar suppositoria
yang digunakan sangat berpengaruh dalam pelepasan zat terapetik. Lemak cokelat
sangat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tecampurkan dengan cairan
tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada
tempat yang diobati. Pilietilenglikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk
beberapa antiseptik, jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, dapat dilepas dari bahan dasar
yang dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan
polietilenglikol, bahan dasar ini cendrung sangat lambat larut sehingga
menghambat pengelepasan, bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat
jangan digunakan dalam sedian vagina, karena bentuk residu yang tidak dapat
diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena
disolusinya lambat, lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik
menghilangkan iritasi, seperti pada sedian untuk hemoroid internal.
Bila tidak dinyatakan lain, bobot supositoria adalah 3 gram untuk orang
dewasa dan 2 gram untuk anak. Supositoria harus disimpan pada wadah tertutup
baik dan di tempat yang sejuk. (Syamsuni, 2007)
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan
mencampur bahan obat yang dihaluskan kedalam minyak padat dengan suhu
kamar dan masa yang dihasilkan dibuat dengan bentuk yang sesuai, atau dibuat
dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi yang dihasilkan
menjadi dingin didalam cetakan, sejumlah zat pengeras yang sesuai dapat
2

ditambahkan untuk mencegah kecendrungan beberapa obat, (seperti kloral
dehitdrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting suppositoria meleleh
pada suhu tubuh.
Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam wadah
tertutup baik, sebaiknya pada suhu di bawah 30
0
C (suhu kamar terkendali).
1.2 Prinsip Percobaan
Pembuatan sediaan obat Benzocain,Theophyllin dalam bentuk
suppositoria yang bekerja denga cara meleleh pada suhu tubuh, dengan
menggunakan oleum cacao sebagai dasar suppositoria yang dilarutkan diatas
water batch dengan suhu maksimum 39C.

1.3 Tujuan Percobaan
- Untuk mengetahui cara pembuatan suppositoria.
- Untuk mengetahui persyaratan suppositoria.
- Untuk mengetahui cara evaluasi suppositoria.















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Supositoria menurut FI edisi III adalah sediaan padat yang digunakan
melalui dubur, umumnya terbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh
pada suhu tubuh. Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu
tubuh. Sebagai bahan dasar digunakan lemak coklat. Paietilenglikol berbobot
molekul tinggi. Lemak atau bahan lain yang cocok. Kecuali dinyatakan lain,
digunakan lemak coklat.
Menurut FI edisi IV, supositoria adalah sedian padat dalam berbagai bobot
dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai
pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal
atau sistemik. Bentuk dan ukuran supositoria haruslah sedemikian rupa sehingga
dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diinginkan
tanpa menimbulkan kejanggalan saat dimasukkan dan harus dapat bertahan untuk
suatu waktu tertentu. Berdasarkan tempat pemberiannya, supositoria dapat
dibedakan atas:
Supositoria rektal, sering disebut suppositoria saja, berbentuk peluru
digunakan lewat rektal atau anus, Menurut FI edisi III bobotnya antara 2-3 g,
yaitu untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI Edisi IV kurang
lebih 2 g. Suppositoria berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila
bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka
suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.
Supositoria vaginal (ovula), umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot lebih kurang 5 g. Dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau
yang dapat bercampur dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi. Supositoria kempa atau supositoria sisipan adalah suppositoria
vagina yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk
yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak. Menurut
FI.ed.IV, supositoria vagina dengan bahan dasar yang dapat larut atau
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g.
4

Supositoria dengan bahan gelatin tergliserinasi (70 bagian gliserin, 20 bagian
gelatin dan 10 bagian air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya pada suhu dibawah 35
0
C.
Supositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang
panjang antara 7 14 cm. (Syamsuni, 2007)

2.2 Tujuan Pengggunaan Obat Bentuk Supositoria
Untuk pengobatan lokal, baik didalam rektum, vagina , uretra, seperti pada
penyakit haemoroid/wasir/ambeien dan infeksi lain.
Cara rektal juga digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap
oleh membran mukosa dalam rektum.
Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan, misalnya pada
pasien yang mudah muntah atau tidak sadarkan diri.
Aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat diabsorpsi melalui
mukosa rektum dan langsung masuk kedalam sirkulasi darah.
Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim didalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
(Syamsuni, 2007)
2.3 Keuntungan Penggunaan Sediaan Supositoria
Penggunaan obat dalam suppositoria ada keuntungannya dibanding
penggunaan obat per oral, yaitu :
Dapat menghindarai terjadinya iritasi pada lambung
Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih
cepat.
Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. (Anif, 1997)

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi obat Per Rectal
1. Faktor-faktor fisiologis
Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas
daparnya rendah. Epitel rectum keadaannya berlipoid, maka diutamakan
5

permeabel terhadap obat yang tak terionisir. Jumlah obat yang diabsorpsi dan
langsung masuk peredaran darah umumnya tergantung dimana obat itu
dilepas dalam rektum. (Syamsuni, 2007)
Konsentrasi obat di dalam darah tergantung dari faktor:
Pelepasan obat dari basis
Difusi obat melalui mukosa, lalu diangkut melalui vena dan saluran
limfe ke dalam peredaran darah
Detoksifikasi atau metabolisme
Distribusi di dalam cairan jaringan
Kemungkinan terjadinya ikatan protein baik di dalam darah dan cairan
jaringan.

Secara skematis digambarkan

Plasma protein

rektum Darah Cairan
jaringan
Suppositoria Metabolisme obat Urine

2. Faktor-faktor fisika kimia dari obat dan basis
a. Kelarutan obat
Pelepasan obat dari basis tergantung pada PC = PARTITION
Coefficient lipid air dari obat. Artinya obat yang sangat larut di
dalam basis lipid dan konsentrasinya rendah mempunyai tendensi
kecil untuk difusi didalam cairan rectal. Dan obat larut dalam basis
lipid dan konsentrasinya tinggi akan segera masuk di dalam cairan
rektal.
b. Konsentrasi obat dalam basis
Difusi obat dari basis suppositoria merupakan fungsi konsentrasi
obat dan sifat kelarutan obat dalam basis. Pengangkutan melintasi
mukosa rektum adalah proses difusi sederhana, maka bila
6

konsentrasi obat dalam cairan rektal naik maka absorpsi bagi bentuk
obat yang tidak terdisosiasi.
c. Ukuran partikel
Bila kelarutan obat dalam air terbatas, dan tersuspensi di dalam basis
suppositoria, maka ukuran partikel akan mempengaruhi kecepatan
larut dari obat ke cairan rektal.
d. Basis suppositoria
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan dilepas
segera ke cairan rektal bila basis cepat melepas setelah masuk
kedalam rektum, dan obat akan segera diabsorpsi serta onset dari
aksi obat akan segera nyata. (Anief, 1993)
Waktu hancur dari suppositoria
Basis
Waktu
PEG 1000
15 menit
Oleum Cacao
3 menit

2.6. Bahan Dasar Supositoria
Analog dengan basis salep, basis supositoria memainkan peranan penting
dalam penglepasan obat yang dikandungnya dan oleh sebab itu pula tersedianya
obat untuk diabsorpsi untuk efek sistemik maupun efek lokal. Tentunya salah satu
persyaratan pertama bagi suatu basis supositoria adalah basis yang selalu padat
dalam suhu ruangan tetapi akan melunak, melebur atau melarut dengan mudah
pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya didapat
segera setelah dimasukkan (Ansel, 2005).
Bahan dasar supositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut:
Padat pada suhu kamar sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dapat
dicetak, tetapi akan melunak pada suhu rektum dan dapat bercampur
dengan cairan tubuh.
Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
7

Stabil dalam penyimapanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau
serta pemisahan obat.
Kadar air mencukupi.
Untuk basis lemak maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan
penyabunan harus diketahui jelas. (Syamsuni, 2007)

2.6.1 Klasifikasi Bahan Dasar Supositoria
Untuk tujuan penting selayaknya basis supositoria dibagi menurut sifat
fisiknya menjadi: (1) basis bersifat minyak atau berlemak; (2) basis yang larut
dalam air atau dapat bercampur dengan air; (3) basis-basis lainnya, umumnya
merupakan kombinasi dari bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik (Ansel, 2005).
Basis berminyak atau berlemak
Ada dua jenis basis lemak, yaitu:
a. Bahan alam semisintetik atau sintetik berupa trigliserida, baik yang
dihidrogenasi parsial maupun dihidrogenasi keseluruhan.
b. Minyak coklat ( Oleum cacao), berupa padatan berwarna kuning putih
dengan bau coklat, terdiri atas campuran ester glisiril stearat, palmitat,
oleat dan asam lemak.
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai. Di antara
bahan-bahan berminyak atau berlemak lainnya yang biasa digunakan sebagai
basis supositoria: macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak
nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas (Ansel, 2005).
Oleum cacao, USP, didefinisikan sebagai lemak yang diperoleh dari biji
Theobroma cacao yang dipanggang. Pada suhu kamar, kekuning-kuningan,
putih padat sedikit redup, berbau seperti coklat. Secara kimia adalah
trigliserida (campuran gliserin dan satu atau lebih asam lemak yang berbeda),
terutama oleopalmitostearin atau oleodistearin.. Bahan-bahan seperti fenol
dan kloralhidrat cenderung menurunkan titik lebur dari oleum cacao sewaktu
bercampur dengan bahan tersebut (Ansel, 2005).
Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapart dibuat dengan
mencampurkan bahan obat yang dihaluskan dalam minyak lemak padat pada
suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau
8

dengan cara meleburkan minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan
sampai dingin di dalam cetakan. Supositoria ini harus disimpan pada suhu di
bawah 30
0
C. (Syamsuni, 2007)
Keuntungan oleum cacao, antara lain:
a. Rentang suhu lebur antara 30
0
-36
0
C sehingga berbentuk padat pada
temperatur kamar dan melebur pada suhu tubuh.
b. Segera melebur jika dihangatkan dan cepat kembali kekeadaan awal
jika dibiarkan didinginkan.
c. Dapat bercampur dangan banyak komponen
d. Cukup menyenangkan dan tidak merangsang.
Kerugian dari oleum cocoa, antara lain:
a. Polimorfisme
Apabila dilebur dan didinginkan, massa memadat dalam berbagai
bentuk kristal yang bergantung pada suhu peleburan, kecepatan
pendinginan dan jumlah massa yang dilebur. Jika dipanaskan pada
suhu tidak lebih dari 36
0
C daan secara perlahan-lahan didinginkan,
yang akan terbentuk kristal yang stabil dengan suhu lebur normal.
Akan tetapi, bila dipanaskan secara berlebihan, Gamma 1 p tidak
stabil yang kan melebur pada suhu sekitar 15
0
C, sedangkan kristal alfa
melebur pada suhu sekitar 20
0
C. Bentuk tidak stabil tersebut dapat
kembali pada bentuk stabil setelah beberapa hari sehingga sediaan
tidak dapat digunakan oleh pasien.
b. Melengket pada cetakan. Minyak coklat tidak cukup berkontraksi
pada saat pendinginan sehingga tidak dilepas dengan mudah oleh
cetakan. Pelenngketan ini merupakan masalah yang dapat diatasi
dengan menggunakan pelincir atau pelican yang cukup.
c. Suhu pelunakan terlalu rendah untuk daerah tropik seperti Indonesia.
d. Suhu melebur akan turun jika terdapat komponen yang larut. Untuk
menaikkan suhu lebur dapat ditambahkan cera (malam lebah).
Perhatian, prinsip pencampuran ini adalah menemukan suhu tertentu
yang sesuai yaitu suhu sekitar di sekitar suhu tubuh, 36
0
C-37
0
C
melebur ( suhu eutektik)
9

e. Berbau/tengik pada penyimpanan lama karena terjadi oksidasi
gliserida tidak jenuh.
f. Kemampuan absorbsi air rendah, dapat ditingkatkan dengan
penambahan zat.
g. Bocor dari tubuh, kadang-kadang basis yang melebur ke luar dari
rektum atau vagina. Karena alasan ini Ol. cocoa jarang digunakan
sebagai basis ovula saat ini (dulu digunakan secara luas).
(Agoes, 2008)
Akibat keburukan oleum Cacao tersebut, dicari pengganti oleum cacao
sebagai bahan dasar supositoria, yaitu:
a. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang
dapat diatur.
b. Campuran setilalkohol dengan oleum amygdalarum dalam
perbandingan 17:83.
c. Oleum cacao sintetis : coa buta, supositol. (Syamsuni, 2007)

Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air
Merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin
gliserindan basis polietilen glikol. Basis gelatin gliserin, paling sering
digunakan dalam pembuatan supositoria vagina dimana memang diharapkan
efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, basis gelatin gliserin lebih
lambat melunak dan bercampur dengan cairan tubuh daripada oleum cacao
dan oleh karena itu waktu penglepasan bahan obatnya lebih lama (Ansel,
2005).
Oleh karena itu basis supositoria gelatin gliserin cenderung menyerap uap
air, akibat sifat gliserin yang higroskopis, maka basis ini harus dilindungi dari
udara lembap, supaya terjaga bentuk dan konsistensi supositorianya. Juga
karena sifat gliserin yang higroskopis, supositoria ini menunjukkan pengaruh
dehidrasi dan iritasi terhadap jaringan waktu penggunaannya. Adanya air
dalam formula supositoria akan mengurangi kerjanya, tetapi untuk
mengurangi kecenderungan basis tersebut menarik air dari membran mukosa
dan merangsang jaringan tubuh (Ansel, 2005)
10

Supositoria dengan PEG tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi
perlahan-lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak
perlu diformulasi supaya melebur pada suhu tubuh. Jadi adalah mungkin, dan
kenyataannya rutin dikerjakan, untuk menyiapkan supositoria dengan
campuran PRG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh
(Ansel, 2005).

Basis Lainnya
Dalam kelompok basis lain ini termasuk campuran bahan bersifat seperti
lemak dan yang larut dalam air atau bercampur dengan air. Bahan-bahan ini
mungkin berbentuk zat kimia atau campuran fisika. Beberapa di antaranya
berbentuk emulsi, umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin dapat
menyebar dalam cairan berair. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil 40
stearat suatu zat aktif pada perdagangan. Polioksil 40 stearat adalah campuran
ester monostearatdan distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas. Bahan
ini menyerupai lilin, putih, kecoklat-coklatan, padat dan larut dalam air.
Umumnya mempunyai titik leleh antara 39
0
C dan 45
0
C. Basis ini mempunyai
kemampuan menahan air atau larutan berair dan kadang-kadang digolongkan
sebagai basis supositoria yang hidrofilik (Ansel, 2005).

2.7 Formulasi Supositoria
Pertimbangan utama dalam mengembangkan formulasi supositoria adalah:
a. Tujuan aplikasi supositoria untuk lokal atau sistemik
b. Aplikasi lokasi (rektal, vaginal, atau uretral)
c. Apakah diinginkan efek cepat atau lambat atau
diperpanjang/diperlama.
Pertama harus dilakukan studi awal berupa evaluasi basis supositoria
dengan melakukan pengukuran ketersediaan obat pada suhu 36
0
C-37
0
C dalam air.
Kemudian stabilitas bahan aktif dan basis mengandung bahan aktif pada suhu 4
0
C
dan suhu kamar. Sesudah itu, dievaluasi pula kemudahan penuangan ke dalam
cetakan dan pelepasan dari alat cetak. Sesudah semua ini ditetapkan, baru
11

ditetapkan toksisitas (iritasi), selanjutnya ditentukan ketersediaan hayati pada
hewan percobaan. (Agoes, 2008)

2.8 Pembuatan Supositoria

Bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu
tubuh atau dapat larut dalam cairan rektum. Obat diusahakan agar agar larut dalam
bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus
dibuat serbuk halus. Setelah campuran obat dan bahan obat meleleh atau mencair,
dituangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Cetakan tersebut
dibuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, namun ada juga yang
terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuat secara longitudinal untuk
mengeluarkan supositoria. Untukl emncetak bacilli dapat digunakan tabung gelas
atau gulungan kertas. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada
cetakan, supositoria harus dibuat berlebih ( 10%) dan sebelum diunakan cetakan
harus dibasahi lebih dahulu dengan perafin cair atau minyak lemak atau spritus
saponatus (Soft soap liniment). Namun, spritus saponatus tidak boleh digunakan
untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dangan
sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus
untuk supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak
diperlukan karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas
dari cetakan pada proses pendinginan. (Syamsuni, 2007)
Suppositoria dibuat dengan tiga metode yaitu mencetak hasil leburan,
kompressi, dan digulung dan dibentuk dengan tangan. Metode yang sering
digunakan dalam pembentukkan suppositoria baik dalam skala kecil maupun skala
industry adalah dengan pencetakan. (Ansel, 2005)
Pembuatan Dengan Cara Mencetak.
Pada dasarnya langkah langkah dalam metode pencetakkan termasuk :
a. Melebur basis,
b. Mencampurkan bahan obat yang diinginkan,
c. Menuang hasil leburan kedalam cetakan,
d. Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria,
12

e. Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin gliserin, polietilen
glikol, dan banyak basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan
cara mencetak. (Ansel, 2005).
Cetakan Suppositoria
Cetakan suppositoria terdapat di pasaran dengan kemampuan produksi
satu per satu atau sejumlah tertentu supositoria dari berbagai bentuk dan ukuran.
Untuk membuat suppositoria satu per satu bisa digunakan cetakan dari plastic.
Cetakan cetakan lainnya seperti yang umum terdapat di Apotek dapat
menghasilkan suppositoria 6, 12 atau lebih dalam 1x pembuatan. Cetakan yang
digunakan di industry menghasilkan ratusan suppositoria dari suatu pencetak
tunggal. Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari stainless steel,
aluminium, tembaga atau plastik. (Ansel, 2005).
Pelumasan Cetakan
Tergantung pada formulasinya, cetakan suppositoria mungkin memerlukan
pelumasan sebelum leburan dituangkan kedalamnya, supaya bersih dan
memudahkan terlepasnya suppositoria dari cetakan. Pelumasan jarang dilakukan
bagi suppositoria dengan basis oleum cacao atau PEG, karena bahan ini cukup
menciut begitu dingin dalam cetakan, sehingga akan terlepas dari permukaan
cetakan dan mudah dikeluarkannya. Pelumasan biasanya diperlukan bilamana
membuat suppositoria dengan basis gelatin gliserin. Lapisan tipis dari minyak
mineral dioleskan dengan jari pada permukaan cetakan, biasanya cukup untuk
suatu pelumasan. Harus diingat bahwa bahan bahan yang mungkin
menimbulkan iritasi terhadap membran mukosa seharusnya tidak digunakan
sebagai bahan pelumas suppositoria. (Ansel, 2005).
Kalibrasi Cetakan
Penting bagi para ahli farmasi untuk mengkalibrasi setiap cetakan
supositoria untuk basis yang biasanya digunakan (umumnya basis oleum cacao
dan PEG) supaya mereka siap membuat suppositoria yang mengandung obat,
untuk setiap jumlah obat yang tepat ukurannya. Langkah pertama dalam kalibrasi
cetakan, yaitu membuat dan mencetak suppositoria dari basis saja. Cetakan
dikeluarkan dari cetakan rata ratanya (bagi pemakaian basis tertentu). Untuk
menentukan volume cetakan suppositoria tadi lalu dilebur dengan hati hati
13

dalam gelas ukur dan volume leburan ini ditentukan untuk keseluruhan dan rata
ratanya. (Ansel, 2005).
Penetapan Jumlah Basis Yang Diperlukan
Dalam penentuan jumlah basis yang akan dicampur dengan obat, ahli
farmasi harus menentukan jumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi tiap
suppositoria, karena volume dari cetakan diketahui (dari penetapan volume
pencairan suppositoria yang dibuat dari basis), volume dari bahan obat
dikurangkan dari volume total cetakan akan memberikan volume basis yang
diinginkan. (Ansel, 2005).
Pembuatan secara kompresi
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan supositoria
dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000
supositoria/jam. (Syamsuni,2007)
Pembuatan secara menggulung dan membentuk dengan tangan.
Dengan terdapatnya cetakan supossitoria dalam macam macam ukuran
dan bentuk, pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang
rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian melinting dan
membentuk susppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejarah seni para
ahli farmasi. (Ansel, 2005)

2.9 Pengemasan Dan Penyimpanan
Suppositoria gliserin dan supossitoria gelatin gliserin umumnya dikemas
dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam
isi suppositoria. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya
dibungkus terpisah pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada celah celah
dalam kotak untuk mencegah terjadinya hubungan antarsuppositoria tersebut dan
mencegah perekatan. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit pekat
biasanya dibungkus satu per satu dalam bahan yang tidak tembus cahaya seperti
lembaran metal (alufoil). (Ansel, 2005).
Karena suppositoria tidak tahan pengaruh panas, maka perlu menjaga
dalam tempat yang dingin. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus
disimpan dibawah 30
o
F, dan akan lebih baik bila disimpan dalam lemari es.
14

Suppositoria gelatin gliserin baik sekali bila disimpan dibawah 30
o
F.
Suppositoria dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan dalam suhu
ruangan biasa tanpa pendinginan. Suppositoria yang disimpan dalam lingkungan
yang kelembapan nisbinya tinggi, mungkin akan menarik uap air dan cenderung
menjadi seperti spon, sebaliknya bila dismpan dalam tempat yang kering sekali
mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Ansel,
2005).

2.10 Pengujian Supositoria
2.10.1 Pengujian Secara Organoleptik
Pengujian ini meliputi:
a. Bau
b. Warna
c. Keadaan permukaan
d. Bentuk supositoria

2.10.2 Pengujian Secara Fisika dan Mekanika
Pengujian meliputi aspek:
a. Berat
b. Rentang lebur
Pengujian yang dinamakan juga uji rentang macro melting merupakan
suatu pengukuran waktu yang dibutuhkan seluruh supositoria untuk melebur jika
direndam ke dalam tanggas air pada suhu tetap 37
0
C. Untuk pengujian ini dapat
digunakan alat uji untuk waktu hancur tablet (menurut farmakope). Supositoria
secar sempurna dicelupkan ke dalam tanggas air pada 37
0
C dan waktu hingga
seluruh supositoria melebur atau terdispersi dalam air diukur.
Untuk menguji pelepasan obat secara in vitro, dapat digunakan alat yang
sama dengan volume air tertentu., kemudian menurut interval tertentu ditentukan
kadar obat yang terdisolusi. Erweka telah mengeluarkan suatu alat untuk
menentukan rentang peleburan supositoria dan sekaligus dapat digunakan untuk
uji disolusi dengan sirkulasi air pada suhu tetap 37
0
C.
15

Uji perlambatan waktu pencairan atau waktu pelembutan (softening test)
merupakan ukuran waktu pelembutan supositoria dalam alat yang menstimulasi
kondisi in vivo. Suatu membrane dialisis yaitu suatu tabung selofan yang
diikatkan pada kedua ujung kondensor, dimana kedua ujung tabung terbuka. Air
pada 37
0
C, disirkulasikan pada kondensor dengan kecepatan sedemikian rupa,
sehingga separuh bagian bawah tabung selofan kolaps dan setengah di atas tetap.
Tekanan hidrostatik air pada alat lebih kurang nol pada saat tabung mulai kolaps.
Jika temperatur air dijaga tetap pada 37
0
C, supositoria turun ke dalamnya
sehingga waktu diukur supositoria melebur sempurna dalam tabung.(Agoes:2008)

2.10.3 Uji Patah (kepatahan massa) (Breaking test)
Uji patah dirancang sebagai cara untuk mengukur kerapuhan atau
kegetasan supositoria. Alat untuk pengujian ini terdiri atas ruangan dengan
dinding rangkap, diaman supositoria ditempatkan.
Air pada suhu 37
0
C dipompa melalui ruangan dinding rangkap dan supositoria
terdapat dalam ruangan yang kering, menahan suatu disket yang terkait dengan
batang. Ujung lain dari batang terkait dengan disket lain yang dibebani anak
timbangan. Pengujian diawali denga meletakkan anak timbangan 600 g pada
disket. Dengan interval waktu 1 menit, ditambahakan beban 200 g dan bobot
beban dimana supositoria kolaps merupakan titik patah, atau forsa yang
menentukan kerapuhan atau karakteristik ketegasan supositoria. Bentuk
supositoria yang berbeda akan menunjukkan titk patah yang berbeda pula.
(Agoes,2008)

2.10.4 Uji Disolusi
Untuk mengontrol variasi antarmuka massa/medium, dilakukan beberapa
cara seperti melatakkan supositoria dalam keranjang untuk pengujian disolusi atau
menggunakan membran untuk memisahkan ruang sampel dari reservoir. Cara-cara
disolusi juga telah diteliti.( Agoes,2008)

2.10.5 Uji Kimia
Penentuan kadar secara kimia dari tiap supositoria disesuaikan dengan
ketentuan/spesifikasi produk. (Agoes,2008)
16

2.11 Pemeriksaan Mutu Suppositoria
Setelah dicetak, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada
etiketnya.
2. Uji terhadap titik leburnya, terutama jika digunakan bahan dasar Ol . caaco.
3. Uji kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengankutan
4. Uji waktu hancur, PEG 1000 15 menit, Ol . cacao dingin 3 menit.
5. Uji homogenitas.
(Syamsuni,2007)

2.12 Cara pemakaian suppositoria
Pertama-tama cucilah tangan terlebih dahulu buka bungkus aluminium foil
dan lunakkan suppositoria dengan air.
Berbaring miring dengan tungkai yang di bawah lurus, dan yang di atas
ditekuk.
Masukkan suppositoria ke dalam anus dengan menggunakan jari kira-kira 2
cm dan terus berbaring selama 15 menit.
Cuci tangan setelah memasukkan suppositoria.













17

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
- Aluminium voil
- Anak timbangan
- Batang pengaduk
- Beker glass
- Cawan penguap
- Kertas perkamen
- Kulkas
- Mortir dan stamper
- Pencetak suppositoria
- Spatula
- Sudip
- serbet
- Thermometer
- Timbangan analitik

1.1.Bahan
- Benzocain
- Theophyllin
- Ol. Cacao
- Parafin
1.2.Golongan Obat
1.3.Formula
R/ Benzocain 0,500
Theophyllin 0,500
Dasar supp qs
m.f.supp.dtd
s.I dd supp I
#
Pro : Tn.Jalal
18

1.4.Penimbangan
Benzocain 3 X 0,500g = 1,5 gram
Theophyllin 3 X 0,500g = 1,5 grama
Oleum cacao 3 X 3 = 9 3g = 6 gram
1.5.Prosedur Pembuatan
a. Pembuatan Sediaan
1) Ditimbang semua bahan
2) Bahan obat digerus homogen
3) Dasar suppositoria dilarutkan dalam wadah yang diletakkan
diatas water batch dengan suhu maksimum 39C
4) Campurkan bahan obat sedikit demi sedikit dengan dasar
suppositoria yang sudah larut sambil di aduk sampai homogen
diatas water batch
5) Masukkan bahan yang sudah homogen tersebut kedalam
cetakan (cetakan diolesi sedikit parafin).
6) Cetakan di masukkan kedalam freaser 20 menit
7) Lakukan pengujian evaluasi sediaan
8) Sediaan dikemas dalam wadal al.foil

b. Evaluasi Sediaan
Uji Keseragaman Bobot
1) Timbang semua sediaan suppositoria (A)
2) Hitung bobot rata-rata =
n
A
(B)
3) Timbang sediaan satu persatu (C)
4) Hitung persen penyimapangan berat sediaan dengan
Rumus penyimpangan = % 100 X
B
C B

Syarat : Menurut USP tidak boleh lebih dari dua suppositoria
mempunyai persen penyimpangan bobot > 5% dan tidak
satupun suppositoria mempunyai persen penyimpangan
bobot >10%
19

Penentuan Titik Leleh
Menggunakan alat khusus seperti thermometer tetapi tidak
sama
Uji Homogenitas
Suppositoria dibelah menjadi dua bagian,pembelahan
dilakukan satu arah dan amati homogenitas bahan.





















20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Diperolah sediaan suppositoria dengan bobot rata-rata 2,3473 dengan
penyimpanga bobot 4,87% ;3,80%;7,30%;12,65%;3,60%;0,17% tidak memenuhi
persyaratan .Penentuan titik leleh dan uji homogenitas tidak dilakukan.

4.2 Perhitungan
Bobot rata-rata
Bobot keseluruhan sediaan Suppositoria(6 sediaan) 14,0843 gram
Bobot rata-rata = gram
gram
3473 , 2
6
0843 , 14

Persen Penyimpangan
Sediaan 1 2,4618 gram
Persen Penyimpangan = % 87 , 4 % 100
3473 , 2
4618 , 2 3473 , 2

X
g
g g

Sediaan 2 2,2580 gram
Persen Penyimpangan = % 80 , 3 % 100
3473 , 2
2580 , 2 3473 , 2

X
g
g g

Sediaan 3 2,5188 gram
Persen Penyimpangan = % 30 , 7 % 100
3473 , 2
5188 , 2 3473 , 2

X
g
g g

Sediaan 4 2,6444 gram
Persen Penyimpangan = % 65 , 12 % 100
3473 , 2
6444 , 2 3473 , 2

X
g
g g

Sediaan 5 2,4319 gram
Persen Penyimpangan = % 60 , 3 % 100
3473 , 2
6444 , 2 3473 , 2

X
g
g g

Sediaan 6 2,3514 gram
Persen Penyimpangan = % 17 . 0 % 100
3473 , 2
3514 , 2 4373 , 2

X
g
g g


21

4.3 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan adalah membuat sediaan obat dalam bentuk
supositoria serta melakukan evaluasi sediaan tersebut. Bentuk sediaan sudah
sesuai dengan persyaratan. Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah persen
penyimpangan dimana menurut persyaratan persen penyimpangan tidak boleh
lebih dari dua supositoria yang persen penyimpangannya >5% dan tidak satupun
supositoria yang persen penyimpangannya >10%, namun sediaan yang dibuat
tidak memenuhi syarat dimana ada satu sediaan yang persen penyimpangannya
lebih dari 10 persen, hal ini disebabkan karena waktu pencetakan yang belum
maksimal, suhu yang dipakai pada waktu proses peleburan oleum cacao terlalu
tinggi sehingga memperlambat proses pembekuan dan terjadi ketidak seragaman
dalam proses pembekuan dan kemungkinan suhu ruangan waktu proses evaluasi
mempengaruhi kecepatan melelehnya supositoria.
Oleum cacao meleleh antara 30
0
sampai 36
0
C merupakan basis supositoria
yang ideal, yang dapat melumer pada suhu tubuh tapi tetap dapat bertahan sebagai
bentuk padat pada suhu kamar biasa. Akan tetap, oleh karena kandungan
trigliserida nya, oleum cacao menunjukkan sifat polimorfisme, atau keberadaan
zaat tersebut dalam berbagai bentuk kristal. Oleh karena itu bila oleum cacao
tergesa-gesa atau tidak hati-hati dicairkan pada suhu yang melebihi suhu
minimumnya, lalu segera didinginka, maka hasilnya berbentuk kristal mentastabil
(suatu bentuk kristal) dengan titik levbur yang lebih rendah dari titik lebur oleum
cacao asalnya. (Ansel, 2005)








22

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Supositoria dibuat dengan basis oleum cacao uang diapanaskan pada suhu
tidak lebih 39
o
C.
Uji yang dilakukan untuk emngevaluasi supositoria yaitu uji keseragaman
bobot, uji titik leleh dan uji homogenitas.
Persyaratan supositoria adalah tidak lebih dari 2 supositoria yang
penyimpangan bobotnya tidak lebih dari % dan tidak lebih dari 1
supositoria penyimpangan bobotnya tidak lebih dari 10%.

5.2 Saran
Sebaiknya pada saat melelehkan basis oleum cacao suhu yang digunakan
tidak lebih dari 39
o
C
Waktu pada saat pencetakan sebaiknya lebih lama agar diperoleh
suppositoria yang baik.
Pada saat penimbangan bahan dilakukan dengan benar dan tepat agar
suppositoria yang diperoleh memenuhi syarat.













23

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, goeswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi edisi revisi. Bandung:
Penerbit ITB.
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Penerbit
UI Press
Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Yogjakarta : Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogjakarta : Gadjah Mada University
Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.















24

Lampiran



25

Anda mungkin juga menyukai