Anda di halaman 1dari 10

BAB I

ABSTRAK
Spondylosis lumbalis merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau
diskus intervertebralis. Kondisi ini terjadi pada usia 30 45 tahun dan lebih
banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Faktor yang bisa menyebabkan
spondylosis lumbalis adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama,
kebiasaan postur yang jelek, stress dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh.
Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, keterbatasan
gerak kesegala arah hingga gangguan fungsi seksual.
Penelitian kelompok studi nyeri Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang sebesar
18,37% dari seluruh pasien nyeri. Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar
klinisi dapat menentukan elemen apa yang terganggu pada timbulnya keluhan
nyeri punggung bawah dan mengembalikan fungsinya untuk menghasilkan
gerakan-gerakan serta menjadi tempat lekat dari otot-otot,agar tidak terjadi
perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis.
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat
proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka perlu diperhatikan hal-hal
yang dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya
Spondylosis Lumbalis

Kata kunci : Spondylosis lumbalis, statistika penyakit, anatomi dan fisiologi,
anatomi patofisiologi, pencegahan penyakit.





BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Gambaran Umum Penyakit
Semakin bertambah usia, tulang belakang khususnya pinggang mengalami proses
degenerasi pada bantalan diskus yang diikuti gangguan stabilitas tulang pinggang,
penebalan ligament, pengapuran tulang dan penebalan sendi facet yang
menyebabkan penyempitan rongga sumsum saraf. Proses degenerasi ini terus
tanpa disadari karena berlangsung perlahan dan membutuhkan waktu bertahun-
tahun hingga menimbulkan gejala-gejala nyeri yang sangat mengganggu dalam
menjalankan aktivitas.
Spondylosis lumbalis muncul karena proses penuaan atau perubahan degeneratif.
Spondylosis lumbalis mulai terjadi pada usia 30 45 tahun dan paling banyak
pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada
laki-laki. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
spondylosis lumbal adalah usia, obesitas,dan duduk dalam waktu yang lama.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbalis adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan
degeneratif pada lumbalis dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan
simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri
pinggang, spasme otot, keterbatasan gerak kesegala arah hingga gangguan fungsi
seksual.

2.2 Paradigma Masyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, Spondylosis Lumbalis yang lebih dikenal dengan
sebutan sakit pinggang atau punggung bawah merupakan keluhan yang sangat
umum, sangat sering terjadi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terlebih
lagi merupakan salah satu penyebab ketidakhadiran di tempat kerja. Usia
merupakan salah satu faktor yang sangat diyakini pengaruhnya terhadap nyeri
punggung bawah, sehingga biasanya penyakit ini diderita oleh orang berusia
lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga
tidak lagi elastis seperti diwaktu mudanya. Semakin tua usia seseorang, maka
semakin tinggi angka kejadian nyeri punggung bawah. Dalam segi penanganan,
sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa nyeri punggung bawah
akan sembuh alamiah dalam beberapa minggu, tetapi ada juga masyarakat yang
kritis sehingga sebelum gejala semakin parah, langsung mendatangi Dokter
Spesialis Orthopaedi ataupun Fisioterapi bahkan sampai pada tindak lanjut bedah
(operasi).
2.3 Statistika Di Indonesia


Nyeri pinggang di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang nyata. Kira-kira
80% penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.
Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang. Insidensi
nyeri pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total
populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik,
termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok studi nyeri Persatuan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI) Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri
pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri. Studi populasi di daerah
pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada
wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang insidensinya sekitar 5,4
5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.
Dalam penelitian multisenter di 14 Rumah Sakit di Indonesia, yang dilakukan
oleh kelompok studi nyeri PERDOSSI pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah
penderita nyeri sebanyak 4.456 orang (25%dari total kunjungan), dimana 1.598
orang (35,86%) merupakan penderita nyeri kepala dan 819 orang (18,37%) adalah
penderita nyeri punggung bawah (NBP) (Meliala,2004).
BAB III
ISI
3.1 Definisi Penyakit
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang,
yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari
tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Spondylosis Lumbalis
biasanya terjadi pada usia 30 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45
tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Perubahan
degeneratif pada lumbalis dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan
simptomatik (muncul gejala/keluhan).

3.2 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang
Anatomi Vertebra

Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur yang
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan
tulang rawan Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat
mencapai 57 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya
adalah tulang-tulang terpisah dari 19 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Kolumna vertebra terdiri dari 7 vertebra servikal atau ruas tulang leher, 12
vertebra thorakal atau ruas tulang punggung, 5 vertebra lumbal atau ruas tulang
pinggang, 5 vertebra sacrum atau ruas tulang kelangkang, 4 vertebra koksigeus
atau ruas tulang tungging (Evelyn, 1999)


(Gambar 1. Anatomi Vertebra)

Dilihat dari samping kolumna vertebralis memperlihatkan 4 (empat) kurva atau
lengkung. Di daerah vertebra servikal melengkung ke depan, daerah thorakal
melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan, dan di daerah
pelvis melengkung ke belakang. (Syaifuddin)
Anatomi Vertebra Lumbal
(gambar 2. Vertebra Lumbal )

Vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya
lebih besar dibandingkan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal.
Prosesus spinosusnya lebar, tebal, dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus
transversusunya panjang dan langsing. Apophyseal joint dari lumbal lebih ke
posterior dari coronal plane, artikulasi ini dapat dilihat dengan posisi oblik.
Foramen intervertebralis dari lumbal berada ditengah dari sagital plane.
Vertebra lumbal terdiri dari dua komponen, yaitu komponen anterior yang terdiri
dari korpus, sedangkan komponen posterior yaitu arkus vertebralis yang terdiri
dari pedikel, lamina, prosesus transverses, prosesus spinosus dan prosesus
artikularis. Setiap dua korpus vertebra dipisahkan oleh discus intervertebralis dan
ditahan serta dihubungkan satu dengan yang lain oleh ligamentum.
Foramina vertebralis lumbalis berbentuk segitiga, ukurannya sedikit lebih besar
dari milik vertebra thorakalis tapi lebih kecil dari vertebra servikalis. Bagian
bawah dari medulla spinalis meluas sampai foramen vertebra lumbalis satu,
foramen vertebra lumbal lima hamya berisi kauda equina dan selaput selaput
otak.
Prosesus transversus berbentuk tipis dan panjang kecuali pada vertebra lumbal
lima yang kuat dan tebal. Berukuran lebih kecil daripada yang terdapat pada
vertebra thorakalis.
Prosesus spinosus berbentuk tipis, lebar, tumpul dengan pinggir atas mengarah ke
arah bawah dan ke arah dorsal. Prosesus ini dapat diketahui kedudukannya dengan
cara meraba atau palpasi.
Prosesus artikularis superior meripakan fasies artikularis yang sekung dan
menghadap posteromedial, sebaliknya fasies artikularis inferiornya cembung dan
menghadap ke anterolateralis(Ballinger, 1995).

Anatomi Sakrum
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian
bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang
koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis(panggul). Dasar dari sacrum
terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk
sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sacrum membentuk
promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan
memang lanjutan daripadanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk
dilalui saraf sacral. Prosesus spinosus yang rudimenter dapat dilihat pada
pandangan posterior dari sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan
memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat
penggabungan kelima vertebra sakralis.


(gambar 3. Vertebra sakrum)
Pada ujung gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati
urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi
dengan tulang koksigeus. Di sisinya, sacrum bersendi dengan tulang ileum dan
membentuk sendi sakro-iliaka kanan dan kiri(Evelyn, 1999).

Fisiologi

Kolumna vertebralis merupakan bagian dari rangka batang badan. Berfungsi
untuk menyalurkan berat kepala, ekstrimitas atas dan batang badan pada tulang
panggul. Juga berfungsi untuk melindungi medula spinalis serta selaput otaknya
yang mempunyai tempat di kanalis vertebralis. Fungsi ketiga dari kolumna
vertebralis adalah untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat
lekat dari otot-otot. (Bajpai, 1991)
Vertebra lumbosakaral merupakan bagian dari tulang belakang/kolumna
vertebralis yaitu susunan tulang-tulang kecil yang dinamakan ruas tulang
belakang.
Tulang belakang gunanya adalah untuk menahan kepala dan alat-alat tubuh yang
lain, melindungi sumsum tulang belakang yaitu lanjutan dari sumsum
penyambung otak yang terdapat di dalam saluran tulang belakang dan tempat
tulang-tulang panggul bergantung (Amstrong, 1989).

2.6 Anatomi Patofisiologi
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan
muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi diskus berkurang
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan
dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush
fracture.
Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama
pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal,
durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf
dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis
intervertebralis.
Terjadi perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan
pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada
akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis. (Darlene Hertling
and Randolph M. Kessler, 2006).

2.7 Penanganan dan Pencegahan Penyakit secara Fisioterapi
Penanganan
Tujuan diberikan penanganan secara fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk
meredakan nyeri, mengembalikan gerakan, penguatan otot, dan edukasi postur.
Ada beberapa hal yang harus diidentifikasi dalam proses assessment spondylosis
yaitu :
1. Mengetahui gambaran nyeri
2. Faktor pemicu pada saat bekerja dan saat luang
3. Ketidaknormalan postur
4. Keterbatasan gerak dan faktor pembatasannya.
5. Hilangnya gerakan accessories dan mobilitas jaringan lunak dengan
palpasi.
Program intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan
assessment tersebut. Adapun treatment yang biasa digunakan dalam kondisi ini,
adalah sebagai berikut:
1. Heat
Heat pad dapat menolong untuk meredakan nyeri yang terjadi pada saat
penguluran otot yang spasme.
1. Ultrasound
Sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi pada otot erector spinae
dan quadratus lumborum dan pada ligamen (sacrotuberus dan saroiliac)
1. Corsets
Bisa digunakan pada nyeri akut
1. Relaxation
Dalam bermacam-macam posisi dan juga pada saat istirahat, maupun bekerja.
Dengan memperhatikan posisi yang nyaman dan support.
1. Posture education
Deformitas pada postur membutuhkan latihan pada keseluruhan alignment tubuh.
1. Mobilizations
Digunakan untuk stiffness pada segment lumbar spine, sacroiliac joint dan hip
joint.
1. Soft tissue technique
Pasif stretching pada struktur yang ketat sangat diperlukan, friction dan kneading
penting untuk mengembalikan mobilitas supraspinous ligament, quadratus
lumborum, erector spinae dan glutei.
1. Traction
Traksi osilasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf tetapi harus dipastikan
bahwa otot paravertebral telah rileks dan telah terulur.
1. Hydrotherapy
Untuk relaksasi total dan mengurangi spasme otot. Biasanya berguna bagi pasien
yang takut untuk menggerakkan spine setelah nyeri yang hebat.
1. Movement
Hold relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan fleksi. Bersamaan dengan
mobilitas, pasien melakukan latihan penguatan untuk otot lumbar dan otot hip.
1. Advice
Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong pasien yang memiliki masalah sakit
punggung dan saat bangun, kecuali pada pasien yang nyeri nya bertambah parah
pada gerakan ekstensi. Jika pasien biasanya tidur dalam keadaan miring,
sebaiknya menggunakan kasur yang lembut.

Pencegahan
Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat
proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal yang
dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis.
Antara lain :
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari.
Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan
kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan
otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu
lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja
di depan komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu
pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat
barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya
spondylosis.










BAB III
PENUTUP
3.1 Solusi Penanganan Terbaru Menangani Spondylosis Lumbalis
Penanganan bervariasi tergantung penilaian tenaga medis akan kondisi dan gejala
pasiennya. Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah. Penanganan
bedah baru disarankan apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis
yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan
riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan tindakan bedah. Apabila
tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan non bedah yang meliputi
pemberian obat antiradang (NSAID), analgesik, dan obat pelemas otot. Selain itu
apabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan alat bantu seperti cervical
collar yang tujuannya untuk meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi
berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan
otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-
otot yang lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak.

3.2 Kesimpulan
Spondylosis lumbalis merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau
diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada
laki-laki. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
spondylosis lumbal adalah usia, obesitas,dan duduk dalam waktu yang lama.
Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis lumbalis adalah faktor kebiasaan
postur yang jelek, stress dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Gejala yang
sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, keterbatasan gerak kesegala
arah hingga gangguan fungsi seksual.
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar klinisi dapat menentukan elemen
apa yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah dan
mengembalikan fungsinya untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi
tempat lekat dari otot-otot, agar tidak terjadi perubahan patologi yang terjadi pada
diskus intervertebralis. Adapun treatment yang biasa digunakan dalam kondisi ini,
adalah heat, US, corsets, posture education, traction, hydroterapy, dan lain-lain.
Selain itu ada beberapa solusi penanganan terbaru, apabila perlu dokter dapat
menganjurkan pemasangan alat bantu seperti cervical collar yang tujuannya untuk
meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi berupa pemberian panas dan
stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan otot. Mengingat beratnya
gejala penyakit ini, maka pencegahan yang bisa dilakukan adalah melakukan
exercise, perbaiki postur tubuh, dan berhenti merokok.

Anda mungkin juga menyukai