Anda di halaman 1dari 16

II- 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar teori
Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir
semua logam. Oleh sebagian besar orang, korosi diartikan sebagai
karat, yaitu sesuatu yang hampir dianggap musuh umum
masyarakat. Adapun definisi mendasar korosi yaitu penurunan
mutu logam akibat reaksi elektokimia dengan lingkungannya.
Hukum termodinamika mengungkapkan kepada kita tentang
kuatnya kecenderungan keadaan energi tinggi untuk berubah ke
keadaan energi rendah. Kecenderungan inilah yang membuat
logam-logam bergabung kembali dengan unsur-unsur yang ada di
lingkungan, yang akhirnya membentuk gejala yang disebut korosi
(Trethewey, 1991).
Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan
tergabung secara kimia dan disebut bijih (ore). Bijih-bijih ini
berupa oksida, sulfida, karbonat atau senyawa lain yang lebih
kompleks, dan karena banyak yang sudah ada di kerak bumi sejak
bumi ini tercipta, kita boleh beranggapan bahwa kondisi kimia
bijih-bijih itu ditentukan oleh kehendak alam (Trethewey, 1991).
Di bawah ini merupakan tabel derajat kebutuhan energi
untuk merubah biji logam menjadi logam, disusun berdasarkan
standart kebutuhan energi untuk gas hidrogen yaitu = 0. Dari
tabel ini dapat dikatakan bahwa emas mempunyai internal
energi yang sangat tinggi dibandingkan terhadap logam yang
lain. Jika dibandingkan dengan potassium aluminium masih
mempunyai energi dalam yang tinggi. Dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa Aluminium akan susah terkorosi jika


II - 2
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
dibanding dengan potassium. Berdasarkan teori energi maka
korosi akan tercapai jika terdapat perbedaan antara energi
dalam dengan energi luar atau Free Energy.
Perbedaaan energi dalam lingkungannya akan sangat
mempengaruhi perilaku dan kecepatan korosi terhadap material
tersebut.

Tabel II.1 Kebutuhan energi listrik untuk merubah biji
menjadi logam (volt)

(Trethewey, 1991).
Selisih energi bebas antara logam dan produk korosinya, G
hanya menggambarkan kecenderungan logam untuk mengalami
korosi bukan laju korosinya sendiri. Ini karena antara logam dan
hasil korosi terdapat suatu perintang energi. Atomatom logam
harus mengatasi perintangperintang ini agar dapat mengalami
korosi dan banyak energi yang dipasok agar ini bisa terjadi.
Biji logam Volt
Potassium -2.922
Magnesium -2.34
Aluminium -1.67
Zinc -0.762
Chromium -0.710
Iron -0.044
Nikel -0.25
Hidrogen 0.000
Copper + 0.345
Silver +1.2
Platinum +1.68
Gold +1.68



II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Dalam contoh, perintang energi disebut energi aktivasi, yang
digambarkan dengan simbol G. Ukuran energi bebas aktivasi
inilah yang menentukan laju suatu reaksi korosi, yang tetapan
lajunya akan dinyatakan dengan K
kor
. Laju reaksi korosi v, dapat
dinyatakan sebagai :

V = K
kor
( reaktan )

Dengan

K
kor
= A eksp ( - G
++
/ RT )

Dimana :
A : tetapan yang tidak didefinisikan
R : Tetapan gas universal
T : Temperatur mutlak
(Trethewey, 1991).
Energi bebas merupakan faktor satusatunya yang
menentukan apakah korosi akan berlangsung secara spontan
atau tidak. Semua interaksi antara unsurunsur dan senyawa-
senyawa yang ditentukan oleh perubahanperubahan energi
bebas yang ada. Untuk reaksi secara spontan harus ada energi
bebas yang terlepaskan. Dalam perlakuan ini, energi bebas setiap
unsur dinyatakan sebagai G dan perubahan energi netto dalam
reaksi dinyatakan dengan G. Sejalan dengan keyakinan kita
bahwa perubahanperubahan alami disertai peralihan dari
keadaan energi tinggi ke yang lebih rendah, untuk energi yang
diberikan diberi tanda negatif dan energi energi yang diserap
oleh sistem diberi tanda positif. Jadi agar reaksi spontan dapat
belangsung, G harus negatif (Trethewey, 1991).


II - 4
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
Pada temperatur kamar kebanyakan senyawa kimia logam
mempunyai hargaharga G lebih rendah (lebih negatif)
dibanding logamlogam murni. Dengan demikian kebanyakan
logam mempunyai kecenderungan yang hakiki untuk mengalami
korosi. Perhatikan reaksi-reaksi berikut dan perubahan energi
bebas per mol :
Mg + H
2
O + O
2
Mg(OH)
2
G
0
= -596 kj/mol
Cu + H
2
O + O
2
Cu (OH)
2
G
0
= -119 kj/mol
Au + 1 H
2
O + O
2
Au(OH)
3
G
0
= + 66 kj/mol
Data energi bebas dengan jelas menunjukkan bahwa
tembaga dan magnesium mempunyai hargaharga G
0
negatif,
sedangkan emas positif. Jadi, tembaga dan magnesium
diharapkan mengalami korosi secara alami di udara yang basah
atau lembab, sedangkan emas tidak (Trethewey, 1991).

Sel Korosi Basah Sederhana
Sel korosi basah sederhana terdiri dari empat komponen
penting, yaitu :
1. Anoda
Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron
elektron dari atomatom logam netral untuk membentuk
ionion. Ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau
bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Korosi
suatu logam M biasanya dinyatakan dalam persamaan :
M M Z
+
+ Ze
-
Dengan banyak elektron yang mengambil dari masing-
masing atom ditentukan oleh valensi logam yang
besangkutan, umumnya z = 1,2, atau 3 (Trethewey, 1991).





II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

2. Katoda
Katoda biasanya tidak mengalami korosi walaupun
mungkin menderita kerusakan dalam kondisikondisi
tertentu. Reaksi dalam katoda tergantung pada pH larutan
yaitu:
pH < 7 : H
+
+ e
-
H ( atom )
2H H
2
( gas )
pH > 7 : 2 H
2
O + O
2
+ 4e
-
4OH

Reaksi pada katoda merupakan reaksi harus mengkonsumsi
elektronelektron yang dihasilkan oleh proses anoda dan
perubahan energi harus cukup besar (Trethewey, 1991).
3. Elektrolit
Istilah ini diberikan kepada larutan yang dalam hal ini
harus bersifat menghantarkan listrik. Air sangat murni
biasanya dianggap bukan elektrolit. Konduktivitas air
deionosasi yang lazim adalah sekitar 1 10 mSm
-1
(Trethewey,
1991).
4. HubunganListrik
Antara anoda dan katoda harus terdapat kontak listrik
agar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Korosi dapat
terjadi pada anoda jika antara anoda dan katoda terdapat
selisih energi bebas. Selisih energi ini merupakan
perwujudan potensial listrik yang dapat diukur dengan
menyisipkan sebuah voltmeter dalam rangkaian listrik.
Potensial ini diartikan sebagai kecenderungan untuk terjadi
korosi. Apabila rangakain antara elektrodaelektroda dalam
keadaan tertutup, potensial menggerakkan arus yang tidak
lain elektronelektron yang dihasilkan reaksi. Dengan
demikian korosi paling baik bila dipantau menggunakan
galvanometer yang berfungsi mengukur aliran arus dalam sel


II - 6
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
korosi basah. Hubungan antara sel dengan harga energi
bebas dapat ditunjukkan melalui rumus sebagai berikut:

G
o
= - Z x F x E
0

Dimana: G
o
= Energi bebas relatif (kJ/mol)
Z = Banyaknya elektron yang dilepaskan
F = Tetapan faraday (96500 Coulomb)
E
0
= Tingkat energi relatif (Volt)
(Trethewey, 1991).

Potensial-potensial Elektroda Baku
Dalam korosi basah sederhana bahwa beda potensial antara
anoda dan katoda dapat diukur cukup dengan menyisipkan
sebuah voltmeter ke dalam rangkaian. Beda potensial yang
diukur adalah potensial elektroda besi dalam keadaan baku sama
dengan E
o
.
Potensial elekroda baku untuk logam-logam lain dapat
diukur dan harga-harga yang diperoleh disusun dalam sebuah
tabel. Dalam penyusunan itu, orang sepakat mencantumkan
harga-harga untuk reaksi reduksi, dan tabel yang dihasilkan
disebut tabel potensial reduksi baku. Ini berarti bahwa bila harga
yang diperoleh untuk oksidasi besi adalah +0,44V, maka ini
dicantumkan sebagai potensial reduksi -0,44V.

Tabel II.2 Potensial-potensial reduksi baku
Reaksi Elektroda E
0
(volt)
Au
+
+ e
-
Au
Pt
2+
+ 2e
-
Pt
Hg
2+
+ 2e
-
Hg
+1.68
+1.20
+0.85



II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Ag
+
+ e
-
Ag
Cu
2+
+ 2e
-
Cu
2H
+
+ 2e
-
H
2

Pb
2+
+ 2e
-
Pb
Sn
2+
+ 2e
-
Sn
Ni
2+
+ 2e
-
Ni
Cd
2+
+ 2e
-
Cd
Fe
2+
+ 2e
-
Fe
Cr
3+
+ 3e
-
Fe
Zn
2+
+ 2e
-
Zn
Al
3+
+ 3e
-
Al
Mg
2+
+ 2e
-
Mg
Na
+
+ e
-
Na
Ca
2+
+ 2e
-
Ca
K
+
+ e
-
K
+0,80
+0.34
0.00
-0.13
-0.14
-0.25
-0.40
-0.44
-0.71
-0.76
-1.67
-2.34
-2.71
-2.87
-2.92
(Trethewey, 1991).

Deret Elektrokimia
Deret elektrokimia diperoleh dalam kondisi baku. Harga-
harganya bersifat mutlak untuk tiap unsur dan bergantung pada
elektrolit yang digunakan. Harga-harga boleh disubtitusikan
kedalam persamaan Nerst untuk mendapat taksiran harga
potensial suatu reaksi korosi dalam kondisi tidak baku (Trethewey,
1991).

Deret Galvanik
Deret galvanik hanya berlaku untuk kondisi-kondisi elektrolit,
tekanan, dan temperatur tertentu. Tidak seperti deret
elektrokimia, deret ini dapat dilengkapi dengan unjuk kerja
relatif logam-logam paduan; ini besar manfaatnya bagi para


II - 8
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka

perancang. Jadi, untuk penerapan praktis orang lebih menyukai
deret galvanik tetapi untuk pengembangan teori, deret
elektrokimia lebih cepat (Trethewey, 1991).

Potensial Sel
Baterai modern sesungguhnya tidak berbeda dengan sel-sel
korosi yang sudah disempurnakan karena di dalamnya arus listrik
dihasilkan melalui reaksi korosi. Sel Daniell merupakan jenis
baterai paling tua yang terdiri atas tembaga dan seng yang
direndam dalam larutan-larutan garam masing-masing. Kita
menyatakan sebuah sel dengan cara sebagai berikut:
Zn Zn
2+
Cu
2+
Cu
Simbol-simbol ini menggambarkan dua elektroda di ujung-
ujung kiri dan kanan sedangkan di tengah menyatakan ion-ion
tempat elektrodaelektroda direndam. Garis ganda menyatakan
pemisah antara kedua unsur ionik yang berbeda. Misal seng di
ujung kiri seng berfungsi sebagai anoda, dan reaksi kedua
elektroda itu adalah:
Zn Zn
2+
+ 2e
-

Cu
2+
+ 2e
-
Cu
Sehingga reaksi keseluruhan
Zn + Cu
2+
Zn
2+
+ Cu
Kita dapat menggunakan reaksi-reaksi ini untuk menduga
potensial teoritis yang dapat diperoleh dari sel.
Dengan persamaan Nernst:




ai ai




(Trethewey, 1991).
Maka untuk untuk tiap sel separuh reaksi kita dapat menuliskan:



II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS


(
Zn
Zn

(
Zn
Zn

) -

- Zn




(Trethewey, 1991).
Maka dengan menjumlahkan persamaan (1) dan (2) kita
mendapatkan:

-
[ Zn

]
[ Cu

]



(Trethewey, 1991).
Apabila dihitung dengan cara ini, potensial sel adalah jumlah
potensial oksidasi anoda dan potensial reduksi katoda. Kalau
masalah ini kita sederhanakan melalui penggunaan konsentrasi
ion 1 M, suku log akan hilang sehingga E
(sel)
= E
o
(sel)
. Ingat, bahwa
dengan menggunakan bentuk persamaan Nernst (1), berarti kita
memutuskan untuk mengkaji sistem hanya dalam kondisi baku.
Jadi, untuk elektrolit 1M, maka

E
O
(sel)
= E
o
(oksidasi Zn)
+ E
o
(reduksi Cu)

= (+0,76 V) + (+0,34 V)
= +1,10 V

Dalam penulisan orang telah membuat kesepakatan untuk
mengurangkan potensial elektroda di sebelah kiri dari potensial
di sebelah kanan. Semisal, digambarkan seng di sebelah kiri dan
tembaga di sebelah kanan, jadi kita dapat menuliskan:

E
o
(sel)
= E
o
(tembaga)
+ E
o
(seng)



II - 10
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
Kesepakatan ini mempersyaratkan substitusi potensial
reduksi kedalam di atas. Dengan menuliskan kedua separuh
reaksi itu sebagai reaksi-reaksi reduksi :

Zn
2+
+ 2e
-
Zn E
o
= - 0,76 V
Cu
2+
+ 2e
-
Cu E
o
= + 0,34 V
Jadi, sesuai dengan kesepakatan :
E
o
(sel)
= (+0,34V)- (-0,76V)
= +1,10V
(Trethewey, 1991).

Sel Elektrolisis
Sel dan elektrolisis
Dalam sel, reaksi oksidasi reduksi berlangsung dengan
spontan, dan energi kimia yang menyertai reaksi kimia diubah
menjadi energi listrik. Bila potensial diberikan pada sel dalam
arah kebalikan dengan arah potensial sel, reaksi sel yang
berkaitan dengan negatif potensial sel akan diinduksi. Dengan
kata lain, reaksi yang tidak berlangsung spontan kini diinduksi
dengan energi listrik. Proses ini disebut elektrolisis. Pengecasan
baterai timbal adalah contoh elektrolisis. Reaksi total sel Daniell
adalah :
Zn + Cu
2+
(aq)
Zn
2+
(aq)
+ Cu

Andaikan potensial lebih tinggi dari 1,1 V diberikan pada
sel dengan arah kebalikan dari potensial yang dihasilkan sel,
reaksi sebaliknya akan berlangsung, reaksi ini adalah reaksi
elektrolisis. Jadi, zink akan mengendap dan tembaga akan mulai
larut (Trethewey, 1991).





II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS









Gambar II.1 Gambar reaksi eletrolisis antara Cu dengan Zn

Hukum elektrolisis Faraday
Jumlah zat yang dihasilkan di elektroda sebanding dengan
jumlah arus listrik yang melalui sel. Bila sejumlah tertentu arus
listrik melalui sel, jumlah mol zat yang berubah di elektroda
adalah konstan tidak bergantung jenis zat. Misalnya, kuantitas
listrik yang diperlukan untuk mengendapkan 1 mol logam
monovalen adalah 96 485 C(Coulomb) tidak bergantung pada
jenis logamnya. Coulomb adalah satuan muatan listrik, dan 1 C
adalah muatan yang dihasilkan bila arus 1 A (Ampere) mengalir
selama 1 s. Tetapan fundamental listrik adalah konstanta
Faraday F, 9,65 x104 C, yang didefinisikan sebgai kuantitas listrik
yang dibawa oleh 1 mol elektron. Dimungkinkan untuk
menghitung kuantitas mol perubahan kimia yang disebabkan
oleh aliran arus listrik yang tetap mengalir untuk rentang waktu
tertentu (Pisassakienah, 2009).

Sel Volta
Luigi Galvani (1780) dan Alessandro Volta (1800) telah
menemukan terbentuknya arus listrik dari reaksi kimia. Reaksi


II - 12
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
kimia yang terjadi merupakan reaksi redoks (reduksi dan
oksidasi) dan alat ini disebut sel volta.
1. Proses
Logam tembaga dicelupkan dalam larutan CuSO
4
(1 M)
dan logam seng dicelupkan dalam larutan ZnSO
4
(1 M). Kedua
larutan dihubungkan dengan jembatan garam. Jembatan garam
merupakan tabung U yang diisi agar-agar dan garam KCl (Sundus.
Maria, 2011).
Sedangkan kedua elektroda (logam Cu dan logam Zn)
dihubungkan dengan alat penunjuk arus yaitu
voltmeter. Logam Zn akan melepaskan elektron dan berubah
membentuk ion Zn
2+
dan bergabung dalam larutan ZnSO
4
.
Elektron mengalir dari elektroda Zn ke elektroda Cu. Ion Cu
2+

dalam larutan CuSO
4
menerima elektron dan ion tersebut
berubah membentuk endapan logam Cu (Sundus. Maria, 2011).
Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:
Reaksi oksidasi : Zn Zn
2+
+ 2 e


Reaksi reduksi : Cu
2+
+ 2 e

Cu
Reaksi bersih pada sel : Zn + Cu
2+


Zn
2+
+ Cu
Penulisan dapat disingkat Zn | Zn
2+
|| Cu
2+
|| Cu
(Sundus. Maria, 2011).

2. Elektroda pada Sel Volta
Katoda :
Elektroda di mana terjadi reaksi reduksi, berarti logam Cu
Dalam sel volta disebut sebagai elektroda positif
Anoda :
Elektroda di mana terjadi reaksi oksidasi, berarti logam Zn.



II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Dalam sel volta disebut sebagai elektroda negatif (Sundus.
Maria, 2011).

3. Fungsi Jembatan Garam
Dalam larutan ZnSO
4
terjadi kenaikan jumlah ion Zn
+
dan
dalam larutan CuSO
4
terjadi penurunan jumlah ion Cu
2+
.
Sedangkan banyaknya kation (Zn
2+
atau Cu
2+
) harus setara
dengan anion . Untuk menyetarakan kation dan anion, maka ke
dalam larutan ZnSO
4
masuk anion Cl

dari jembatangaram sesuai


bertambahnya ion Zn
2+
.Pada larutan CuSO
4
terjadi kekurangan
Cu
2+
atau dapat disebut terjadi kelebihan ion , maka ion masuk
ke jembatan garam menggantikan Cl

yang masuk ke larutan


ZnSO
4
. Jadi, fungsi jembatan garam adalah menyetarakan kation
dan anion dalam larutan (Sundus. Maria, 2011).

4. Potensial Elektroda
Banyaknya arus listrik yang dihasilkan dari kedua
elektroda di atas dapat ditentukan besarnya dengan menetapkan
potensial elektroda dari Zn dan Cu. Hanya saja potensial
elektroda suatu zat tidak mungkin berdiri sendiri, harus ada
patokan yang menjadi standar. Sebagai elektroda standar
digunakan elektroda hidrogen. Elektroda ini terdiri atas gas
hidrogen murni dengan tekanan 1 atm pada suhu 25
o
C yang
dialirkan melalui sepotong platina yang tercelup dalam suatu
larutan yang mengandung ion H
+
sebesar 1 mol/liter (Sundus.
Maria, 2011).
Potensial elektroda hidrogen standar diberi harga = 0
volt (E
o
= 0 volt).
Reaksi :
2 H
+
(aq)
+ 2e

H
2(g)
; H vt;
o
= 0 volt


II - 14
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut perjanjian internasional, jika ada suatu zat
ternyata lebih mudah melakukan reduksi dibanding hidrogen,
maka harga potensial elektrodanya adalah positif. Potensial
reduksinya positif.
Cu
2+
(aq)
+ 2 e

Cu
(s)
; E
o
= +0,34 volt
Ag
+
(aq)
+ e

A
(s)
; E
o
= +0,80 volt
(Sundus. Maria, 2011).
Tetapi jika zat ternyata lebih mudah melakukan reaksi
oksidasi dibanding hidrogen, maka harga potensial elektrodanya
adalah negatif. Dalam hal ini potensial oksidasinya positif, tetapi
karena potensial elektroda harus ditulis reduksi berarti potensial
reduksinya adalah negatif.
Zn
2+
(aq)
+ 2 e

Zn
(s)
; E
o
= 0,76 volt
Al
3+
(aq)
+ 3 e

A1
(s)
; E
o
= 1,76 volt
Jadi, potensial elektroda digambarkan dengan reaksi reduksi
seperti pada gambar di bawah ini.










Gambar II.2 Potensial Elektroda pada Sel Volta


(Sundus. Maria, 2011).




II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Energi Bebas
Energi bebas menggambarkan kecenderungan logam
untuk mengalami korosi. Sedangkan energi relatif menunjukkan
beda potensial antara kedua logam dimana semakin negatif
harga suatu logam maka logam tersebut semakin reaktif. Pada
percobaan yang ditampilkan pada tabel IV.1.1 menunjukkan
bahwa logam semakin reaktif apabila beda potensialnya semakin
jauh, hal ini tampak pada logam Zn yang memiliki nilai energi
relatif cukup besar. Sedangkan untuk energi bebas, karena
rumus dari energi bebas G = -E x n x F maka apabila nilai energi
relatif positif maka nilai energi bebas menjadi negatif dan hal ini
menunjukkan bahwa reaksi korosi dapat berjalan cepat atau
lambat. Jika G negatif maka laju reaksi dimungkinkan
berlangsung cepat atau lambat tergantung pada berbagai
macam faktor yang telah digambarkan.
Perbedaan potensial biasanya terjadi antara logam yang
berlainan saat keduanya dimasukkan ke dalam larutan yang
korosif atau konduktif. Jika logam ini diletakkan secara langsung
(atau dihubungkan secara elektrik), beda potensial ini
menghasilkan laju elektron diantara keduanya. Korosi pada
logam yang kurang tahan terhadap korosi biasanya meningkat
dan serangan terhadap logam yang lebih tahan terhadap korosi
akan menurun, dibandingkan jika kedua logam ketika keduanya
tidak dikontakkan. Logam yang kurang tahan terhadap korosi
menjadi anodik dan logam yang lebih tahan menjadi katodik.
Biasanya katoda atau logam katodik terkorosi sangat kecil atau
tidak sama sekali (Fontana,1978).
Reaksi antara logam yang berlainan dalam percobaan yang
dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut :



II - 16
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

Bab II Tinjauan Pustaka
1. Logam Cu Fe
Anoda : F F
2+
+ 2 e
-
Katoda : Cu
2+
+ 2 e
-
Cu
Reaksi total : Fe + Cu
2+
F
2+
+ Cu

2. Logam Cu Zn
Anoda : Zn Zn
2+
+ 2 e
-
Katoda : Cu
2+
+ 2 e
-
Cu
Reaksi total : Zn + Cu
2+
Zn
2+
+ Cu

Pada percobaan logam Cu berperan sebagai kutub positif
(katoda) dan kutub negatif (anoda) yang digunakan adalah Fe
dan Zn. Penggunaan dua elektroda dimaksudkan supaya proses
elektrokimia dapat terjadi karena perbedaan muatan pada tiap
logam dapat menyebabkan reaksi oksidasi yang menimbulkan
korosi (Fontana,1978).
Larutan elektrolit yang dipakai dalam percobaan ini
adalah CuSO
4
. Semakin tinggi konsentrasi CuSO
4
maka semakin
tinggi tingkat korosifitasnya.

Anda mungkin juga menyukai