Anda di halaman 1dari 23

1 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

BAB I
PENDAHULUAN

Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil
hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob
dalam konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis,
dan Mycoplasma hominis. Jadi, bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh
suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari
bakteri yang berkolonisasi di vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan
istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat
bakteri anaerob lain berupa Streptococcus dan Bacteroides sehingga disebut vaginitis
nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut
Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Berbagai
penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis
dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis,
diantaranya termasuk dari golongan Mobilincus, Bacteriodes, Fusobacterium, Veilonella, dan
golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan
Streptococcus viridans.
1

Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya bakterial vaginosis,
bagaimanapun melakukan hubungan seksual bebas dan berganti-ganti pasangan akan
meningkatkan resiko wanita itu mendapat bakterial vaginosis.
1,2
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan
wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri anaerob pada semua
perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada wanita dengan sekret vagina
normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan
sekret vagina normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.
Jika dibiarkan berlarut-larut infeksi vaginitis bakterialis tersebut bisa membahayakan
kehamilannya. Tak hanya dapat menyebabkan persalinan prematur (prematuritas), vaginitis
bakterialis pada kehamilan juga dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya serta
kelahiran bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Itu sebabnya, sangat
diajurkan pada ibu hamil agar segera melakukan pemeriksaan kehamilan tatkala mendapatkan
dirinya mengalami keputihan. Apalagi jika keputihan tersebut mulai timbul gejala gatal yang
sangat hingga cairan berbau.
3
2 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang
mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. Awalnya infeksi pada vagina
hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas
vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga
disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang
akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan.
Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan
simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob sehingga menyebabkan manifestasi klinis
vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium,
Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, dan Streptococcus viridans. Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan
bakteri anaerob batang gram variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan
flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini
terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida.
Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar yang membantu menjaga
keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di
vagina.
1,2,5,7

Vaginosis Bakterial (VB) tidak dikategorikan sebagai penyakit menular seksual,
meskipun penularannya berkaitan dengan kebiasaan hubungan seksual. Hasil ini diperoleh
dari tiga fakta:
1,2,4,7

(1) insiden VB meningkat seiring dengan makin seringnya berhubungan seksual,
(2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan VB, dan
(3) pasangan pria yang tidak ada gejala apa-apa ternyata banyak ditemukan Gardnerella.
Pada intinya terdapat hubungan antara infeksi G.vaginalis dengan ras, promiskuitas,
stabilitas marital, dan kehamilan sebelumnya. Pada penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) dapat ditemukan serta diikuti infeksi G.vaginalis dan kuman anaerob negatif-
gram. Hampir 100% wanita menikah yang mengalami tanda dan gejala VB di USA
memelihara G.vaginalis yang juga ditemukan pada hampir 70% pria pasangan seksualnya.
2,7


3 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

2.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksakan
kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial
ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G.
vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada
pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.
7
Pada wanita hamil, penelitian telah didokumentasikan mempunyai prevalensi yang
hampir sama dengan populasi yang tidak hamil, berkisar antara 6%-32%.31 Kira-kira 10-
30% dari wanita hamil akan mendapatkan Vaginosis bacterialis selama masa kehamilan
mereka.
7

Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang masih
perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun
kasus bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan penularan
secara seksual tidak jelas.
1,3,7

Sebuah studi metaanalisis meneliti hubungan vaginosis bakterialis dengan resiko
persalinan preterm, dan didapatkan peningkatan resiko persalinan preterm ibu hamil
sebanyak 60%. Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai
aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam
yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren prevalensinya
juga tinggi pada pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut
berganti-ganti pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada
vagina.
7

Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis,
mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan
uretritis.
4,5


2.3. ETIOLOGI
Meskipun penyebab dari vaginosis bacterialis belum diketahui dengan pasti namun
telah diketahui berhubungan dengan kondisi keseimbangan bakteri normal dalam vagina yang
berubah. Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus merupakan spesies
bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri
lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial vaginosis muncul, terdapat
pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam
keadaan normal ada dalam konsentrasi rendah.
2,3,4
4 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data
flora vagina memperlihatkan bahwa ada 3 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan
dengan bakterial vaginosis, yaitu :
2,4,7

1. Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan
Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bakterial vaginosis.6
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus
Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram.
Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif.
3



Gambar 1: Gardnerella vaginalis yang mengelilingi sel epitel vagina

Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa
asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan
juga galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin,
asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.
3
Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis
berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang lebih
sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-
tanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri
anaerob dan hominis menyebabkan bakterial vaginosis.
3
5 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari
amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal bakteri
dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9
organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella
vaginalis dan bakteri anaerob termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp
sebesar 100-1000 kali lipat.
3,7



Gambar 2 Mycoplasma hominis

3. Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp
Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan G. Vaginalis untuk
menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob
dengan bakterial vaginosis. Menurut pengalaman, Bacteroides Spp paling sering
dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu
Mobilincus Spp, merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina
bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis.
Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 % wanita dengan
bakterial vaginosis mengandung organisme ini.
3,5,7


6 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l



Gambar 3 Bacteroides

2.4. PATOGENESIS
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang terdiri dari
unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu komponen lengkap dari
ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang terdiri dari gram positif dan gram
negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik
antara mikroflora vagina endogen bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap
stabilnya sistem ekologi yang mengarah pada kesehatan ekosistem vagina. Beberapa
faktor/kondisi yang menghasilkan perubahan keseimbangan menyebabkan
ketidakseimbangan dalam ekosistem vagina dan perubahan pada mikroflora vagina. Dalam
keseimbangannya, ekosistem vagina didominasi oleh bakteri Lactobacillus yang
menghasilkan asam organik seperti asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2), dan
bakteriosin.
1,2,7
Asam laktat seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus,
memegang peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2),
dimana merupakan tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya
mikroorganisme yang patogen bagi vagina. Kemampuan memproduksi H2O2 adalah
mekanisme lain yang menyebabkan Lactobacillus hidup dominan daripada bakteri obligat
anaerob yang kekurangan enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada
ekosistem vagina normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan
yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan
berat molekul rendah yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella
vaginalis.
2,5
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang
mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya
7 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah
Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan
bakteri anaerob batang besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat
mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di vagina.
2,5

Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam
kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar,
bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini.
Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk
membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi
normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika
mengering di pakaian, memiliki pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur,
sejumlah normal leukosit, tanpa jamur, Trichomonas, tanpa clue cell.
1,2

Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk
asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam
amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan
menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang
keluar dari vagina.
3,5,6
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides
bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan deskuamasi
sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini
tidak invasive dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya
jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya
bakterial vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi
Trichomonas.
3
Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini. Walaupun
alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat
menjelaskan yaitu :
3,7
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial
vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung G.
vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada
laki-laki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial
8 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan
pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya dihambat
pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal
yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada
penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

2.4.1. Waktu Infeksi
Kenapa sangat cepat, tetapi tidak lambat, persalinan prematur berhubungan dengan
infeksi intrauterine belum dijelaskan secara mendalam. Juga tidak jelas kapan bakteri naik
dari vagina. Namun, bukti terakhir menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi
jauh lebih awal saat hamil dan masih tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Sebagai contoh
U. urealyticum telah terdeteksi pada beberapa sampel cairan amnion yang diperoleh dari
analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15 18 minggu. Kebanyakan wanita ini
melakukan persalinan sekitar usia kehamilan 24 minggu. Lebih lanjut, konsentrasi interlekin
6 yang tinggi dalam cairan amnion pada minggu 15 20 berhubungan dengan persalinan
prematur spontan setelat 32 34 minggu.
3,6,7
Dalam contoh yang lain yang menunjukkan infeksi kronik, konsentrasi fibronektin
yang tinggi dalam cerviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (yang
dipertimbangkan sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan
terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Akhirnya, beberapa wanita yang
tidak hamil dengan vaginosis bakterialis memiliki kolonisasi intrauterin yang berhubungan
dengan endometritis sel plasma kronik. Oleh karena itu adalah memungkinkan bahwa
kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampak saat
konsepsi. Adalah penting untuk menekankan bahwa kebanyakan infeksi saluran genitalia atas
masih asimptomatik dan tidak berhubungan dengan demam, uterus yang bengkak atau
leukositosis darah tepi.
1,2,7

Jika organisme intrauterus tidak jelas dalam empatdelapan minggu setelah
perkembangan membran yang membungkus kavitas endometrium dekat dengan mid
pregnansi, infeksi sering menjadi simptomatis dan menyebabkan persalinan prematur spontan
atau pecah ketuban. Sesuai dengan skenario ini, jika organisme yang hampir berada dalam
uterus dihancurkan oleh sistem imun ibu, beberapa infeksi intrauterine baru terjadi sepanjang
9 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

membran masih intak, karena organisme tidak lagi naik ke atas dari vagina ke uterus.
Walaupun tidak terbukti, hipotesis ini mungkin menjelaskan hubungan yang sering antara
infeksi dan persalinan prematur dini dan kelangkaan relatif infeksi intrauterine karena wanita
mendekati aterm. Hipotesis alternatif untuk menjelaskan hubungan ini berkaitan dengan
waktu permulaan respon imun janin.
3

2.4.2. Mekanisme Persalinan Prematur Akibat Infeksi
Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya memberikan gambaran
yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan (gambar
1). Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin,
mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk
including tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8,
dan granulocyte colony-stimulating factor. Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins
merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis,
infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloproteases dan zat
bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. Metalloprotease juga
meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya.
7

Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh,
prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang
dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan
kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan
peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalur lain dimana infeksi
menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi,
peningkatan hipotalamus fetus dan produksi corticotropin-releasing hormone menyebabkan
meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol
adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi
prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan
waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan
fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui.
7

2.5. GAMBARAN KLINIS
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada
bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
10 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy
odor).
1
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi
basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya
pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa
wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik.
Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan
daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita
mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva.
Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakit lain.
2,7




Gambar 4: Vaginal discharge dari Vaginosis bacterialis

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa.
Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan
yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal
dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.
1,2

Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan
vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti
trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
2,5


2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
11 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret
vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue
cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis).6,13 Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60%
dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda
bakterial vaginosis.
1,2



Gambar 5 Clue cell
2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
menunjukkan bakterial vaginosis.
1,2,7

3. Tes lakmus untuk pH
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan
dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis
ditemukan pH > 4,5.5,6,12
1,2,7

4. Pewarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus
sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau
Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.
1,2,7

12 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

5. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis.
Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis
tidak perlu mendapat pengobatan.
1,2,7

2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi vagina terus-menerus
dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai
disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.
2,3,5,7

Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit
inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat
pada dinding vagina. Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan
aktivitas ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau
dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial
vaginosis.
2,7
WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells,
pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis sebagai flora vagina
utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982) menegakkan diagnosis berdasarkan
adanya cairan vagina yang berbau amis dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes
amin yang positif serta pH vagina yang tinggi akan memperkuat diagnosis.
1,2

Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh
sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai
kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
1,2,7

1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal
2. pH vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah
penambahan KOH 10% (Whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.3,6,7,9,11,16 Kriteria diagnosis
yang digunakan untuk wanita hamil adalah sama.
2

Bukti yang ada saat ini tidak mendukung perlunya skreening bakterial vaginosis pada
perempuan hamil pada populasi umum. Namun, skreening pada kunjungan pertama prenatal
13 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

direkomendasikan untuk pasien yang berisiko tinggi untuk kelahiran prematur (misalnya
pasien dengan riwayat prematur atau ruptur membran yang prematur).
7

2.7.1. Marker infeksi
Infeksi intrauterine seringnya terjadi kronik dan biasanya asimptomatik hingga
persalinan dimulai atau pecah ketubah. Bahkan selama persalinan, kebanyakan wanita yang
menunjukkan korioamnionitis kemudian (dengan temuan histologis dan kultur) tidak
memiliki gejala selain dari persalinan prematur tidak demam, nyeri perut atau leukositosis
darah tepi dan biasanya tidak terdapat takikardi janin. Oleh karena itu, pengidentifikasian
wanita dengan infeksi intrauterine merupakan tantangan yang besar.
2,7

Tempat infeksi yang sangat baik diteliti adalah cairan amnion. Seperti halnya bakteri
yang terkandung, cairan amnion dari wanita dengan infeksi intrauterine memiliki kadar
glukosa yang rendah, jumlah sel darah putih yang tinggi dan tingginya konsentrasi
komplemen C3 dan berbagai sitokin dibandingkan cairan dari wanita yang tidak terinfeksi.
Namun, pendeteksian bakteri atau pengukuran sitokin dan analit lainnya dalam cairan amnion
memerlukan amniosintesis, dan tidak jelas bahwa amniosintesis meningkatkan keluaran
kehamilan, bahkan pada wanita dengan gejala persalinan prematur. Saat datang, tidak cocok
untuk mengambil cairan amnion secara rutin untuk menguji infeksi intrauterine pada wanita
yang sedang tidak dalam persalinan.
2,7

Hasil yang positif pada sekret vagina untuk vaginosis bakterialis, apakah yang
dilakukan dengan pewarnaan Gram atau dengan menggunakan kriteria Amsel (sekret vagina
homogen, sel putih yang dilingkupi bakteri atau bau amina ketika cairan vagina dicampurkan
dengan kalium hidroksida dan pH di atas 4,5) berhubungan dengan infeksi intrauterine dan
memprediksikan persalinan prematur. Pada wanita dengan persalinan prematur dan wanita
asimptomatik, hasil positif terhadap test sekret vagina atau serviks untuk fibronektin, suatu
protein membran plasenta, tidak hanya merupakan prediktor terbaik untuk persalinan
prematur spontan, tetapi juga sangat berhubungan dengan kelahiran prematur selanjutya dan
sepsis neonatorum. Diyakini bahwa infeksi intrauterine mengganggu membran basement
koriodesidua ekstraseluler, yang menyebabkan kebocoran protein ini ke dalam serviks dan
vagina.
2,7
Pada wanita dengan gejala persalinan prematur, tingginya konsentrasi banyak sitokin
di dalam sekret vagina, termasuk tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-6, dan
interleukin-8, berhubungan dengan persalinan prematur. Pada wanita yang melakukan ANC
rutin, tingginya kadar interleukin-6 serviks juga memprediksi persalinan prematur yang akan
14 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

terjadi dan menambahkan nilai ukuran prediktif untuk fibronektin. Namun, pemeriksaan lain
selain untuk vaginosis bakterialis, tidak ada pemeriksaan vagina atau serviks yang sering
digunakan untuk memprediksi infeksi intrauterine.
2,7

Serviks yang pendek, yang ditentukan dengan USG, berhubungan dengan beberapa
marker infeksi dan korioamnionitis. Walaupun serviks yang pendek mungkin memfasilitasi
kenaikan bakteri ke uterus, ia juga seringnya pada beberapa wanita, serviks memendek
sebagai respon terhadap infeksi genital atas yang sedang terjadi. Namun, karena persalinan
prematur dini akibat infeksi susah dibedakan dengan yang diakibatkan oleh struktur serviks
yang inadekuat, masih tidak jelas apakah panjang serviks memendek sebelum atau setelah
infeksi intrauterine silent.
2,7
Wanita dengan gejala dan tanda persalinan prematur yang selanjutnya mengalami
persalinan prematur memiliki kadar interleukin-6, interleukin-8, dan tumor necrosis factor
serum yang tinggi. Pada wanita tanpa gejala persalinan prematur yang diskrening secara
rutin, granulocyte colony-stimulating factor merupakan satu-satunya sitokin yang bersirkulasi
dalam serum ditemukan menjadi tinggi sebelum onset persalinan prematur. Marker infeksi
nonsitokin meliputi serum C-reactive protein yang tinggi dan kadar ferritin yang tinggi. Pada
wanita yang menjalani asuhan prenatal rutin, konsentrasi feritin serum yang rendah
mengindikasikan cadangan besi yang rendah, tetapi tingginya kadar feritin serum tampaknya
merupakan reaksi fase akut dan memprediksikan persalinan prematur. Kadar Feritin serum
juga berlipat ganda dalam minggu pertama setelah pecah ketubah, yang mungkin
mengindikasikan infeksi intrauterine yang progresif. Tingginya kadar feritin serviks juga
memprediksi persalinan prematur spontan selanjutnya.
4,7

Pada marker infeksi intrauterine, vaginosis bakterialis dan riwayat persalinan
prematur dini bisa ditentukan sebelum hamil. Sebelum usia kehamilan 20 minggu, vaginosis
bakterialis, kadar fibronektin yang tinggi dalam cairan vagina dan serviks yang pendek
seluruhnya berkaitan dengan infeksi kronik. Segera setelah pertengahan hamil, pada wanita
yang tidak dalam masa persalinan, tingginya kadar fibronektin serviks dan vagina, serviks
yang pendek dan konsentrasi beberapa sitokin dalam vagina atau cairan serviks yang tinggi,
dan tingginya granulocyte colony-stimulating factor serum dan kadar ferritin yang tinggi
telah dihubungkan dengan meningkatnya resiko persalinan prematur spontan. Akhirnya,
persalinan prematur antara 20 dan 28 minggu hamil sendirinya berkaitan erat dengan infeksi
intrauterine, dan kaitan ini bahkan lebih kuat ada wanita dengan serviks yang pendek, kadar
fibronektin vagina atau serviks yang tinggi atau tingginya kadar berbagai sitokin dalam cairan
amnion, serviks, atau vagina atau dalam serum.
2,3,7

15 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

Walaupun ada hubungan ini, tidak satupun marker ditemukan berguna dalam
pengembangan strategi untuk mengurangi prematuritas atau keterlambatan persalinan pada
wanita dengan atau tanpa gejala persalinan, kecuali wanita resiko tinggi yang memiliki
vaginosis bakterialis mungkin diuntungkan dari terapi antibiotik. Untuk alasan ini,
pengukuran marker lain dalam usaha untuk mengurangi frekuensi kelahiran preterm tidak
diindikasikan.
2,5

2.8. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan
bakterial vaginosis, antara lain :
1,2
1. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa keadaan
trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina berwarna kuning
kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan serviks
pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia.
1,2

Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai penampakan
pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan clue cell tidak pernah
ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopoik tampak peningkatan sel
polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk
diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada
trikomoniasis.
1,2,4

2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau
kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah pruritus
akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai
gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan
jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit
pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih.
1,2,4

Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk
mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah
gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.
Perbedaan ketiga penyakit ini dapat dilihat dari table berikut :
2,4


16 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

KANDIDIASIS TRIKOMONIASIS V.BAKTERIAL
Gejala Gatal,iritasi Nyeri,iritasi Berbau
Warna Putih kental Kuning/hijau Abu-abu
Konsistensi Tebal Berbusa Cair
Bau Jamur Amis/bau busuk Amis menyengat
pH <4,5 >5,0 >4,5
Mikroskopis Leukosit80% Leukosit trikomonas Leukosit,Clue cell
Kultur Perlu Bermanfaat Tidak perlu


2.9. PENATALAKSANAAN
Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan
dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh
dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus vagina kembali
meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun pada
beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan
keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat
yang digunakan hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya.
1,2,7

Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan pengobatan,
termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan
wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk
mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis
biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati
bakterial vaginosis.
1,2,7

a. Terapi sistemik
Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang memberikan
keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg
setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral
(atau amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan
penyembuhan sekitar 66%). Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi
sangat aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi
anaerob. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap.
17 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol
untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan 94%. Aman
diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh
karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan
menyusui.
Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7
hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap metronidazol.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

2. Terapi Topikal
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
Triple sulfonamide cream.3,6 (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka
penyembuhannya hanya 15 45 %.
Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan. Terapi secara rutin pada masa
kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul masalah. 6,9 Metronidazol tidak
digunakan pada trimester pertama kehamilan karena mempunyai efek samping
terhadap fetus.6,12 Salah satu efek samping penggunaan Metronidazole ialah
teratogenik pada trimester pertama.30 Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama
kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari
selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan,
tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan metronidazol pada
wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi angka kesembuhan
yang rendah. Metronidazole dapat melewati sawar placenta dan memasuki sirkulasi
ketuban dengan pesat. Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus di dosis sampai
lima kali dosis manusia dan dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan atau
efek bahaya ke janin karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama
18 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

penelitian pemberian Metronidazole secara oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg /
kg / hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg berat badan.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak
mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan
metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau
klindamisin krim.
Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga diberikan
kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam
pengobatan.
Pengobatan secara oral atau lokal dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita
hamil dengan gejala VB yang resiko rendah terhadap komplikasi obstertri. Wanita
tanpa gejala dan wanita tanpa faktor resiko persalinan preterm tidak perlu menjalani
skrening rutin untuk pemngobatan bacterial vaginosis. Wanita dengan resiko tinggi
persalinan preterm dapat mengikuti skrining rutin dan pengobatan bacterial vaginosis.
Jika pengobatan untuk pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka
diharuskan menggunakan metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical
(pada vagina) tidak direkomendasikan untuk indikasi ini. Test skrining harus diulangi
1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan kesembuhan.
2



2.9.1. Pengobatan infeksi untuk mencegah persalinan prematur
Pada awal 1970an, penggunaan tetrasiklin dalam jangka panajng, yang dimulai pada
trimester ketiga, ditemukan mengurangi frekuensi persalinan prematur baik pada waniya
yang memiliki bakteriuria yang asimptomatik dan pada mereka yang tidak. Pengobatan ini
jatuh hingga tidak berguna sama sekali, mungkin karena displasia tulang dan gigi infant
terkait tetrasiklin. Hasil pengobatan dengan eritromisin, yang menargetkan ureaplasma atau
mikoplasma pada vagina atau serviks, telah dicampur. Harus dicatat bahwa ureaplasma
merupakan bagian mikroflora vagina pada banyak wanita dan keberadaannya di saluran
genitalia bawah, tidak seperti keberadaannya pada saluran genitalia atas, tidak berhubungan
dengan meningkatnya resiko persalinan prematur spontan.
1,2,7
Pada tahun-tahun terakhir, percobaan pengobatan prenatal untuk mencegah persalinan
prematur telah difokuskan pada vaginosis bakterialis, dengan membangkitkan minat tetapi
hasilnya bercampur. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa wanita dengan persalinan
19 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

prematur sebelumnya dan dengan vaginosis bakterialis yang didiagnosis pada trimester
kedua, pengobatan selama satu minggu atau lebih dengan metronidazol oral, dan mungkin
dengan eritromisin, menyebabkan berkurangnya insiden persalinan prematur secara
signifikan. Tidak ada penurunan yang signidikan dalam persalinan prematur ketika antibiotik
diberikan intravaginal, ketika penggunaan antibiotik lebih singkat atau regimen antibiotik
tidak termasuk metronidazole atau ketika wanita yang diobati memiliki resiko rendah
(didefinisikan sebagai tidak memiliki persalinan prematur sebelumnya).
2,7

Untuk wanita dengan ketuban intak dan dengan gejala persalinan prematur, terapi
antibiotik biasanya tidak menunda persalinan, mengurangi resiko persalinan prematur atau
meningkatkan keluaran neonatus. Pada percobaan ini, wanita biasanya diobati dengan
penisilin dan sefalosporin atau eritromisin. Namun, pada dua percobaan random yang kecil,
penggunaan metronidazol dalam jangka waktu lama ditambah ampisilin menyebabakan
penundaan yang penting hingga persalinan, meningkatkan berat badan 200 300 gram dalam
berat badan lahir rata-rata, dan mengurangi insiden persalinan prematur dan menurunkan
morbiditas neonatus jika dibandingkan dengan plasebo. Karena perhatian kami tentang
penggunaan antibiotik yang berlebihan selama hamil dan sampel kecil dalam penelitian ini,
kami enggan untuk merekomendasikan perubahan dalam praktek saat ini.
2,3

Untuk wanita yang datang dengan ketuban pecah dini, mencegah persalinan prematur
merupakan tujuan yang tidak beralasan. Namun ada bukti penting bahwa terapi antibiotik
untuk wanita ini selama seminggu atau lebih meningkatkan waktu untuk kelahiran dan
mengurangi insiden korioamnionitis dan meningkatkan berbagai ukuran morbiditas neonatus.
Persamaannya, pada wanita yang hasil test untuk streptokokus grup B positif dalam vagina,
saat ini ada bukti bahwa terapi ampisilin selama perslainan mengurangi angka sepsis
neonatorum dengan streptokokus grup B, tetapi bukan mereka dengan persalinan prematur
spontan.
2,3,7

2.9.2 Wanita Hamil dengan Resiko Rendah Kelahiran Preterm
Pada golongan ini tidak perlu dilakukan screening dan mengobati bacterial vaginosis.
Pada penelitian Mc Donald et al terhadap terhadap perempuan dengan skala besar, tidak
menemukan perbedaan dalam angka persalinan preterm pada 879 wanita secara acak dan
diberikan metronidazole atau placebo pada kehamilan 24 dan 29 minggu. Kemudian Carey et
al melaporkan tidak adanya perbedaan pada angka kelahiran preterm, berat kelahiran rendah,
atau PPROM dari 1953 wanita hamil secara acak dan diberikan metronidazole atau placebo
dari 8 sampai 22 minggu kehamilan.
1,2
20 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l


2.9.3. Wanita Hamil dengan Resiko Tinggi Kelahiran Preterm
Meskipun penelitian terhadap wanita resiko rendah persalinan preterm belum
menunjukan manfaat dalam mengobati bacterial vaginosis dalam kehamilan, namun pada
wanita hamil dengan resiko tinggi untuk prematur mempunyai hasil manfaat yang lebih baik.
Morales et al mempublikasikan hail penelitian studi secara kohort dari 80 wanita dari 13-20
minggu kehamilan dengan bacterial vaginosis dan wanita engan riwayat melahirkan preterm
yang secara acak diberikan metronidazole dan placebo secara oral. 50 wanita dengan grup
pengobatan mempunyai insidensi kelahiran preterm, berat bayi lahir rendah, dan PPROM
yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan grup placebo.
1,2,7

2.10. KOMPLIKASI
Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan komplikasi setelah
pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang berat. Bakterial
vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID),
dimana angka kejadian bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID.
7
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan komplikasi
antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis
post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang
sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis
bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali.
2,7
Mekanisme vaginosis bakterialis menyebabkan BBLR belum diketahui, tetapi
terdapat bukti dengan adanya infeksi traktus genitalia bagian atas dapat membuat kelahiran
prematur, melalui proses inflamasi.
1,2

Endometritis adalah radang pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh
partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium
Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang
diperlukan intuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang
merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau
oviduk. Organisme nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah
Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob.
3

Bakterial vaginosis disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius. Prinsip
bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan frekuensi di tempat yang
21 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan bakterial
vaginosis.
2.7


2.11. PROGNOSIS
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun
tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai.
Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan
terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan
klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
1,2,7










BAB III
KESIMPULAN

Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp,
Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal
vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang
tadinya bersifat asam (pH normal vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga dari empat
gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat, pH vagina > 4,5, tes
amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20% dari seluruh epitel)
yang merupakan penanda bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol
dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga
22 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam
pengobatan.
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan komplikasi
antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis
post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang
sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis
bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali.












REFERENSI
1. Judanarso J. Vaginosis bakterial. In: Adhi djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin 4
th
edition . Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. P.384-89
2. Farid. Vaginosis Bakterialis: Duh tubuh nan kelabu. serial on the internet: about 3 p.
available from: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=545
3. Sylvia YM. Bakteri anaerob: yang erat kaitannya dengan problem di klinik. Jakarta : EGC
; 2007.
4. Davey Patrick. Duh tubuh vagina dan uretritis. In : At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga ; 2005. P.74-75.
5. Sweet RL. Gibbs RS. Infectious diseases of the female genital tract. Baltimore: Williams
and Wilkins. 1990.
6. Hiller SL. Holmes KK. Bacterial vaginosis. In : Holmes KK. Mardh PA. Sparling PF et al
eds. Sexually transmitted diseases. New York. Mc Graw hill information services co.
1998 : 547-59.
23 | R e f e r a t V a g i n o s i s B a k t e r i a l

7. Dewi AW. Studi prevalensi dan keberhasilan terapi vaginosis bakterialis pada ibu hamil
(dissertation). Semarang: Universitas Diponegoro; 2003

Anda mungkin juga menyukai