Anda di halaman 1dari 36

0

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS


ACHIEVEMENT DI VISI ON) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 9 MALANG POKOK BAHASAN
SUHU DAN KALOR


PROPOSAL SKRIPSI




OLEH :
RESA MAHESTA
110321419521



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
SEPTEMBER 2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah
digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi
diimplementasikan setelah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
(Mendikbud, 2013). Implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan
sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan
secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014(Permendikbud No. 81A/2013
tentang Implementasi Kurikulum ).
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun
2013 , kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir bahwa
pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat
pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap
materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Tentang pola
pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran
interaktif , pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring
yaitu peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja
yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet, pola pembelajaran pasif
menjadi pembelajaran aktif-mencari, pola belajar sendiri menjadi belajar
kelompok (berbasis tim), pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran
2

berbasis alat multimedia, pola pembelajaran berbasis massal menjadi
kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi
khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pola pembelajaran ilmu pengetahuan
tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak
(multidisciplines) dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menyatakan
tujuan pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan-kemampuan sebagai berikut. (1) Membentuk sikap positif terhadap
fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta
mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. (2) Memupuk sikap
ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan
orang lain. (3). Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan
masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang
dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis. (4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melan-jutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum 2013 menuntut standart kompetensi lulusan harus meliputi 3
ranah yaitu ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Ranah sikap mencakup
3

transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. Ranah
keterampilan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
tahu bagaimana. Ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu apa. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills)
dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak
(hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2012).
Berdasarkan wawancara kepada guru fisika SMAN 9 Malang yang
dilakukan pada sabtu, 8 Februari 2014 diperoleh hasil bahwa selama ini
pembelajaran di kelas belum berpusat pada peserta didik. Aktivitas peserta didik
di dalam kelas bergantung pada guru. Guru jarang sekali melaksanakan percobaan
di dalam kelas. Peserta didik cenderung pasif di di dalam kelas dan hal ini secara
otomatis akan berpengaruh kepada pemahaman konsep peserta didik. Berdasarkan
wawancara terhadap siswa kelas X-7 SMAN 9 Malang yang dilakukan pada
sabtu, 8 Februari 2014 diperoleh hasil bahwa guru hanya menjelaskan teori saja
sesuai buku teks yang ada, padahal peserta didik bosan dengan pembelajaran
ceramah seperti itu. Peserta didik juga mengatakan bahwa mereka hanya
menghafal rumus-rumus fisika untuk mengerjakan soal tanpa mengerti maknanya
sehingga fisika menjadi terasa sulit dibenak mereka. Dari keterangan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah karena
mereka mengerjakan soal dengan rumus hafalan saja. Menurut Yuliati (2008: 4)
belajar fisika tidak hanya dilakukan dengan menghafal, tetapi juga melalui suatu
prosedur ilmiah seperti seorang ilmuan. Hal inilah yang menyebabkan hasil
4

belajar dan kemampuan berpikir siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang masih
rendah.
Sejauh ini pelajaran fisika masih dianggap sulit dan menakutkan oleh
peserta didik yang memiliki hasil belajar tidak memuaskan (Naim, 2009:3). Studi
pendahuluan tentang pokok bahasan suhu dan kalor kepada 40 peserta didik
SMAN 9 Malang menunjukkan bahwa peserta didik yang menguasai konsep
sebanyak 20 %, miskonsepsi sebanyak 25% dan tidak menguasai konsep
sebanyak 55%. Dari data tersebut terlihat bahwa presentase peserta didik yang
tidak menguasai konsep masih besar. Berdasarkam uraian tersebut di atas
diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.
Salah satu model pembelajaran yang cocok yaitu model pembelajaran STAD
(Student Teams Achievement Division).
Model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan
efektif menurut Slavin (1991:350). Hal yang ditawarkan dalam model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) ini
adalah proses belajar mengajar yang menuntut siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari sesuatu
dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama
(Mahmudah, 2011). Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Divisions) membuat siswa menjadi subjek pembelajaran
yang sesungguhnya, aktif di dalam proses pembelajaran, dan pembelajaran
menjadi lebih interaktif.
5

Untuk mewujudkan pembelajaran yang konseptual, membuat peserta didik
mampu menemukan konsepnya sendiri, serta tidak hanya sekedar hafalan, model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
dipadukan dengan moetode eksperimen. Metode eksperimen ialah salah satu cara
mengajar, dimana siswa melaksanakan suatu percobaan tentang suatu hal,
mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu didiskusikan di kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode
eksperimen merupakan suatu pekerjaan menggunakan alat-alat sains dengan
tujuan untuk mengatahui alat-alat sains dengan tujuan untuk mengatehui sesuatu
yang baru (setidak-tidaknya bagi anak-anak itu sendiri, meskipun tidak baru lagi
bagi orang lain), atau mengetahui apa yang terjadi kalau diadakan suatu proses
tertentu (Wartono,2009:99).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Atna Fresh Violina Marrysca pada
tahun 2013 model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa SMPN 16
Surakarta. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan aktivitas belajar pada tiap
siklus. Dari indikator aktivitas yang ditentukan terjadi peningkatan aktivitas
belajar positif tiap siklus, dari 65,7% di siklus I menjadi 73,76% di siklus II dan
75,47% di siklus III. Kemampuan kognitif siswa juga meningkat dalam setiap
siklus dengan peningkatan nilai rata-rata pre-test ke post-test, yakni 31,67
menjadi 60,83 dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,42 pada siklus I, 48,95
menjadi 72,91 dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,46 pada siklus II dan 29,58
menjadi 81,25 dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,73 pada siklus III.
6

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul
Penerapan Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Division) dengan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Malang Pokok
Bahasan Suhu dan Kalor

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X
SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) dengan
metode eksperimen?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik kelas X SMAN 9
Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model
pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) dengan
metode eksperimen?
3. Bagaimana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) dengan metode eksperimen untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas X
SMAN 9 Malang?

1.3 Hipotesis
1. Terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas X
SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model
7

pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) dengan
metode eksperimen.
2. Terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik kelas X SMAN 9 Malang
pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran STAD
(Student Teams Achievement Division) dengan metode eksperimen.
3. Keterlaksanaan penerapan model pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement Division) dengan metode eksperimen mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas X SMAN 9
Malang.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peserta didik :
a. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik terhadap
mata pelajaran fisika.
b. Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
fisika.
2. Bagi guru :
a. Sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatakan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik terhadap
mata pelajaran fisika.
3. Bagi sekolah :
a. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar peserta didik di kelas X SMAN 9 Malang.
4. Bagi peneliti :
8

a. Sebagai pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-7 SMAN 9 Malang dengan
jumlah peserta didik 40 orang yang terdiri dari 17 peserta didik laki-laki
dan 23 peserta didik perempuan.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah STAD (Student Teams
Achievement Division) yang memiliki 4 tahap pembelajaran yaitu
penyajian kelas (teach), belajar dengan kelompok (team), Tes (test), dan
pengakuan kelompok (team recognition) dengan metode eksperimen yang
dilaksanakan pada tahap belajar dengan kelompok (team).
3. Penelitian dilakukan terbatas pada mata pelajaran fisika kelas X pada
pokok bahasan suhu dan kalor.
1.6 Definisi Operasional
Untuk menghindari pemaknaan yang salah terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka perlu ditegaskan melalui definisi
operasional sebagai berikut
1. Model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
dilaksanakan dengan melibatkan siswa untuk belajar secara kelompok.
Tahapan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
yaitu penyajian kelas (teach), belajar dengan kelompok (team), tes (test), dan
pengakuan kelompok (team recognition) dengan metode eksperimen yang
dilaksanakan pada tahap belajar dengan kelompok (team). Metode
eksperimen yang digunakan menekankan dalam kegiatan pengamatan dan
percobaan dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS) pada suhu dan
9

kalor. Dalam pembelajaran ini, setiap kelompok melakukan praktikum,
diskusi, dan presentasi untuk memecahkan suatu masalah yang berkaitan
dengan materi suhu dan kalors sesuai dengan lembar kerja yang sudah
disediakan.
2. Kemampuan berpikir kritis yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 9
kecakapan, yakni memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan,
bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan,
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak (kredibilitas),
mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menentukan nilai
pertimbangan, mengidentifikasi asumsi, menentukan tindakan, dan
berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan berpikir kritis ini diukur
menggunakan instrumen tes berupa soal uraian materi suhu dan kalor.
3. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari serangkaian proses belajar
yang dilakukan siswa yang meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Dalam penelitian ini, aspek kognitif pada dimensi proses kognitif mengingat
(C1), memahami (C2), dan menerapkan (C3); aspek psikomotor pada dimensi
proses psikomotor kesiapan, gerakan terbimbing; dan gerakan terbiasa; dan
aspek afektif pada dimensi proses afektif penerimaan, partisipasi, penilaian
dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Aspek
kognitif diukur melalui tes berupa soal pilihan ganda materi suhu dan kalor,
aspek psikomotor diukur melalui pengamatan dengan menggunakan lembar
observasi pada saat praktikum materi suhu dan kalor, dan aspek afektif diukur
melalui kegiatan pengamatan dengan lembar observasi.

10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Eksperimen
Di dalam kegiatan eksperimen sangat dimungkinkan adanya penerapan
beragam keterampilan proses sains sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang
mendukung proses perolehan pengetahuan (produk keilmuan) dalam diri siswa.
Disinilah tampak betapa eksperimen memiliki kedudukan yang amat penting
dalam pembelajaran IPA, karena melalui eksperimen siswa memiliki peluang
mengembangkan dan menerapkan keterampilan proses sains, sikap ilmiah dalam
rangka memperoleh pengetahuannya (Subiantoro, 2010: 7).
Menurut Syaiful Sagala (2010: 220), metode eksperimen adalah cara
penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami
untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.
Roestiyah N.K (2001:80) menyatakan bahwametode eksperimen adalah suatu
cara mengajar, dimana siswa melakukansuatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya sertamenuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.
Metode eksperimen merupakan metode yang dikembangkan dengan tujuan
untuk membimbing siswa agar mampu menemukan jawaban-jawaban sendiri dari
fenomena-fenomena yang dihadapi melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar
dan bimbingan serta pengarahan dari guru. Dapat disimpulkan bahwa metode
eksperimen adalah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa baik
11

secara peroranganmaupun perkelompok untuk melakukan suatu eksperimen
denganmengalami dan menemukan sendiri suatu pengetahuan baru bagi siswa.
Menurut Udin S. Winataputra (1998: 20), karakteristik metode eksperimen serta
hubungannya dengan pengalaman belajar siswa antara lain:
a. Ada alat bantu yang digunakan
b. Siswa aktif melakukan percobaan
c. Guru membimbing
d. Tempat dikondisikan
e. Ada pedoman untuk siswa
f. Ada topik yang di eksperimenkan
g. Ada temuan-temuan dari pelaksanaan eksperimen
Pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari penerapan metode
eksperimen antara lain:
a. Mengamati sesuatu hal
b. Menguji hipotesis
c. Menemukan hasil percobaan
d. Membuat kesimpulan
e. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa
f. Menerapkan konsep informasi dari eksperimen
Menurut A. Tabrani Rusyan (1993: 94), tujuan metode eksperimen
adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan keterampilan memecahkan masalah melalui identifikasi
masalah, pengumpulan dan penafsiran data, serta penarikan kesimpulan.
12

b. Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan mendayagunakan alat-alat
laboratorium.
c. Membentuk dan mengembangkan kebiasaan mencatat data secara teratur.
d. Mengembangkan dan membentuk sikap-sikap ilmiah pada siswa.
e. Belajar menggunakan metode ilmiah pada siswa.
f. Mengembangkan rasa percaya diri dan tanggung jawab bagi setiap siswa.
g. Menemukan cara-cara menyelidiki sesuatu yang baru, sehingga meningkatkan
minat siswa pada masalah-masalah sains.

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Isioni (2009:12) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Roger dan David Johnson (dalam Suprijono, 2009:58) mengatakan bahwa
tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif
harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
13

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3. Face to face promotive interaction (interaktif promotif).
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
5. Group processing (pemrosesan kelompok).
Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah ketergantungan positif.
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Unsur kedua pembelajaran
kooperatif adalah tanggung jawab individual. Pertanggungjawaban ini muncul jika
dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Unsur ketiga
pembelajaran kooperatif adalah interaksi promotif. Unsur ini penting karena dapat
menghasilkan saling ketergantungan positif. Unsur keempat pembelajaran
kooperatif adalah keterampilan sosial. Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta
didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus mampu berkomunikasi secara
akurat dan tidak ambisius. Unsur yang kelima pembelajaran kooperatif adalah
pemrosesan kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui
pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Tujuan pemrosesan kelompok
adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap
kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan efektif menurut Slavin
(1991:350). Hal yang ditawarkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe
14

STAD (Student Teams Achievement Divisions) ini adalah proses belajar
mengajar yang menuntut siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lain dalam mempelajari sesuatu dan menyelesaikan tugas-
tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Mahmudah, 2011).
Menurut Slavin ( 2008: 143) model pembelajaran STAD terdiri dari lima
tahapan yaitu :
1. Penyajian kelas (teach), yaitu guru menjelaskan secara singkat mengenai
semua materi yang akan didiskusikan nantinya pada pembukaan pembelajaran
dan guru mendorong serta mengarahkan siswa dalam memfokuskan suatu
konsep pada pemahaman bukan hafalan.
2. Belajar dengan kelompok (team study), yaitu setiap siswa berbagi pengetahuan
dengan teman kelompoknya sehingga semua anggota kelompok memiliki
penguasaan konsep yang sama. Disini digunakan metode eksperimen.
3. Tes (test), dilakukan secara individu dan selanjutnya diakumulasikan dengan
nilai kelompok sehingga diperoleh skor kelompok. Dalam hal ini yang
diperhatikan adalah skor peningkatan yaitu perubahan skor siswa dari awal
sampai akhir apakah ada peningkatan atau tidak.
4. Pengakuan kelompok (team recognition), diberikan kepada kelompok yang
memperoleh skor kelompok tertinggi.
Kelebihan dari model pembelajaran STAD adalah melatih siswa dalam
mengembangkan aspek kecakapan social disamping kecakapan kognitif. Selain
itu, peran guru juga lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator, dan
evaluator (Isjoni, 2010).

15

C. Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Nurhadi (2004: 75) berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar-kan pada inferensi
atau pertimbangan yang sama. Kemampuan berpikir kritis antar siswa berbeda,
karena berpikir kritis merupakan proses mental yang dapat tumbuh pada setiap
individu secara berbeda sehingga diperlukan suatu iklim atau aktivitas untuk
menunjangnya melalui kegiatan observasi siswa akan dilatih untuk berpikir kritis
karena mereka harus meneliti, menganalisis sampai membuat suatu kesimpulan
akhir, bahkan mengkomunikasikan dengan siswa lain. Berpikir kritis adalah
pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa
yang mesti dipercaya atau dilakukan (Ennis dalam Fisher, 2008: 4).
Menurut Ennis (dalam Filsaime, 2008) berpikir kritis merupakan hasil dari
interaksi serangkaian dugaan terhadap berpikir kritis, dengan serangkaian
kecakapan untuk berpikir kritis. Dugaan-dugaan berpikir kritis yang dinyatakan
Ennis meliputi: 1) mencari sebuah pernyataan yang jelas dari pertanyaan; 2)
mencari alasan-alasan; 3) mencoba untuk berpengetahuan luas; dan 4) mencoba
untuk tetap relevan pada poin utama..
Ennis (1996) menyebutkan ada 5 aspek kemampauan berpikir kritis yang
kemudian dikelompokkan menjadi 12 kecakapan kemampuan berpikir kritis,
seperti pada Tabel 2.1. Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan
menggunakan instrumen tes yang berupa soal uraian. Soal uraian yang
dipergunakan harus memenuhi beberapa indikator kecakapan berpikir kritis
seperti pada Tabel 2.1. Indikator yang dipergunakan tidak diambil semua, tetapi
diambil beberapa, misalnya 9 dari 12 indikator kecakapan berpikir kritis. Dari
16

beberapa indikator kecakapan berpikir kritis tersebut, selanjutnya dapat dibuat
rubrik-rubrik penilaian dengan menggunakan skor.
Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis
Aspek Berpikir Kritis Kecakapan Berpikir Kritis
a. Memberikan penjelasan
secara sederhana
1. Memfokuskan pertanyaan
2. Menganalisis pertanyaan
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan
b. Membangun
keterampilan dasar
4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak (kredibilitas)
c. Menyimpulkan 5. Mengamati dan mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi
6. Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil
deduksi
7. Menginduksi hasil induksi
8. Menentukan nilai pertimbangan
d. Memberikan penjelasan
lanjut
9. Mendefinisikan istilah
10. Mengidentifikasi asumsi
e. Mengatur strategi dan
taktik
11. Menentukan tindakan
12. Berinteraksi dengan orang lain

D. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2012: 22). Hamalik (2010:155)
menyatakan bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan. Sedangkan, Dimyati dan Mudjiono (2006:
200) menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menetukan
nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar.
Hasil belajar seorang siswa dapat diketahui dari pengukuran. Pengukuran
terhadap hasil belajar dapat menunjukkan sampai sejauh mana bahan yang dipel-
ajari itu dipahami dan dikuasai siswa. Tes hasil belajar adalah suatu alat ukur yang
banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam suatu proses
17

belajar mengajar. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelas berguna untuk melakukan
perbaikan tindak mengajar dan evaluasi sedangkan bagi siswa sendiri hasil belajar
berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Winkel (dalam
Handayani, 2008:22), bahwa faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar
meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari (1) psikologi,
yang meliputi intelegensi, motivasi belajar, minat, perasaan kondisi akibat
keadaan sosial, kultural, dan ekonomi; (2) fisiologi, yang meliputi kesehatan
jasmani. Sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari (1) proses belajar di sekolah
yang meliputi kurikulum pembelajaran, disiplin sekolah, fasilitas belajar dan
pengelompokan siswa; (2) sosial, yang meliputi sistem sekolah, status sosial
sekolah siswa, dan interaksi pengajar dengan siswa.
Hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah
psikomotorik dan ranah afektif (Arikunto, 2008:117). Setiap ranah dirinci lagi
dalam tujuan yang lebih spesifik dan hirarkis. Menurut Taksonomi Bloom yang
telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001), proses koginitif tersebut
dikenal dengan istilah dimensi proses kognitif (cognitive process dimension).
Dimensi proses kognitif merupakan proses berpikir dalam mengkonstruk
pengetahuan yang meliputi mengingat (remember), mengerti (understand),
menerapkan (apply), menganalisis (analize), mengevaluasi (evaluate), dan
mengkreasi (create). Ranah afektif terdiri dari lima jenjang, yaitu penerimaan
(receiving), partisipasi (responding), penilaian dan penentuan sikap (valuing),
organisasi (organization), pembentukan pola hidup (characterization by value or
value complex). Sedangkan ranah psikomotor dibagi menjadi 7 tingkatan, yaitu
18

persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response),
gerakan yang terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response),
penyesuaian pola gerakan (adaption), dan kreativitas (origination).
Hasil belajar fisika dapat diukur dengan menggunakan instrumen tes dan
lembar observasi. Pengukuran hasil belajar untuk ranah kognitif menggunakan
instrumen tes yang berupa soal dengan menggunakan rubrik penilaian tertentu.
Pengukuran hasil belajar untuk ranah psikomotor menggunakan instrumen lembar
observasi yang dilengkapi dengan rubrik penilaian dengan mengamati aktivitas
siswa secara langsung saat kegiatan praktikum. Pengukuran hasil belajar untuk
ranah afektif menggunakan instrumen lembar observasi yang dilengkapi dengan
rubrik penilaian dengan mengamati aktivitas siswa secara langsung.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Al f a ndo R Ror ong ( 2012)
Judul Penelitian : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Diklat menganalisa Rangkaian Listrik Dengan
Mengontrol kemampuan Awal Siswa
Hasil Penelitian : Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan analisis
kovarian (ANAKOVA) satu arah. Dari Hasil perhitungan, menunjukan F Hitung
>F Tabel, yaitu 27.524 > 6.99 dengan 0.01. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat
disimpulkan bahwa kelompok siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
tipe STAD lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang diberi model pembelajaran
konvensional, atau dengan katalain, model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa pada mata diklat menganalisa
rangkaian listrik setelah mengontrolkemampuan awal siswa.
19

2. Niken Puspitasari 2011
Judul Penelitian : Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams
Achievement Division (Stad) Dengan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Dan Ketuntasan Hasil Belajar Fisika Pada Siswa Kelas X.4 Sma
Negeri Grujugan Tahun Ajaran 2010/2011
Hasil Penelitian : Data hasil observasi memperlihatkan bahwa prosentase aktivitas
siswa secara klasikal mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu
masing-masing 72.71% dan 82.37%. Berdasarkan analisis hasil belajar pada siklus
I diperoleh ketuntasan hasil belajar sebesar 82.61%, siswa yang tuntas belajar
secara individu sebanyak 19 siswa dan yang tidak tuntas secara individu sebanyak
4 siswa. Sedangkan analisis hasil belajar pada siklus II diperoleh ketuntasan hasil
belajar sebesar 91.30%, siswa yang tuntas belajar secara individu sebanyak 21
siswa dan yang tidak tuntas secara individu sebanyak 2 siswa. Berdasarkan pada
hasil dan analisis data yang ditunjukkan pada siklus I dan siklus II, dapat
disimpulkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan metode eksperimen dapat meningkatkan
aktivitas belajar dan ketuntasan hasil belajar fisika siswa kelas X.4 SMA Negeri
Grujugan tahun ajaran 2010/2011.






20

F. Kerangka Berpikir























Evaluasi
awal
Kondisi saat ini
a. Pembelajaran di kelas belum berpusat pada
peserta didik.
b. Aktivitas peserta didik di dalam kelas
bergantung pada guru.
c. Guru jarang sekali melaksanakan percobaan di
dalam kelas.
d. Peserta didik cenderung pasif di di dalam kelas
dan hal ini secara otomatis akan berpengaruh
kepada pemahaman konsep peserta didik.
e. Guru hanya menjelaskan teori saja sesuai buku
teks yang ada, padahal peserta didik bosan
dengan pembelajaran ceramah seperti itu.
f. Peserta didik hanya menghafal rumus-rumus
fisika untuk mengerjakan soal tanpa mengerti
maknanya sehingga fisika menjadi terasa sulit
dibenak mereka.

a. Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar
fisika siswa mengalami peningkatan.
b. Guru mampu melaksanakan model
pembelajaran Quantum Teaching melalui
pendekatan metakognitif
Hasil
Evaluasi
akhir
a. Penjelasan model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) melalui metode
eksperimen.
b. Pelatihan model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) melalui metode
eksperimen.
c. Simulasi model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) melalui metode
eksperimen.
d. Pelaksanaan model pembelajaran STAD
(Student Teams Achievement Division) melalui
metode eksperimen.
e.
Penerapan model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) melalui metode
eksperimen.

Tindakan
Evaluasi
efek
21

G. Hipotesis
Berdasarkan teori, kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas jika
pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran STAD (Student Teams
Achievement Division) dengan metode eksperimen dilakukan maka akan terjadi
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik.





















22

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena memenuhi ciri-
ciri penelitian kualitatif yaitu (1) penelitiannya digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (2) peneliti adalah sebagai instrumen kunci, (3)
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, (4)
teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), (5) analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan (6) hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada
generalisasi (Sugiyono, 2011: 15).


Gambar 3.1 Tahapan dalam Siklus PTK (Sumber: Arikunto, dkk., 2008:16)
Penelitian yang diterapkan dalam pembelajaran ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan
tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Kunandar, 2008: 45).
Prosedur dan langkah-langkah dalam penelitian ini mengikuti prinsip dasar
Refleksi

Refleksi

Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan
Tindakan
Observasi
Observasi
Rencanaan Tindakan
Rencanaan Tindakan
23

penelitian tindakan kelas yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat siklus,
meliputi tahapan-tahapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
refleksi yang diikuti dengan perencanaan ulang. Secara skematis, model penelitian
tindakan kelas diadaptasi dari Kemmis & Mc Taggart (Arikunto, dkk., 2008: 16)
ditunjukkan pada Gambar 3.1.

B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena
pengumpulan data dilakukan dalam situasi sesungguhnya oleh peneliti. Peran
peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana
pengumpulan data, penganalisa data, dan akhirnya pelaporan hasil penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti berposisi sebagai pelaksana (guru model) yang
menerapkan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Divisions) dengan metode eksperimen dan dibantu oleh observer yang berjumlah
1 orang. Observer dalam penelitian ini adalah teman peneliti dari program studi
dan angkatan yang sama. Untuk perencanaan tindakan dilakukan oleh guru
bersama peneliti serta meminta pertimbangan pada dosen pembimbing penelitian
ini.
C. Kancah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan bulan
Mei 2014 di SMA Negeri 9 Malang yang berlokasi di Jalan Puncak Borobudur No
1, Malang.
D. Subjek Penelitian
24

Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-7 SMAN 9 Malang dengan
jumlah peserta didik 40 orang yang terdiri dari 17 peserta didik laki-laki dan 23
peserta didik perempuan.

E. Data dan Sumber Data
Data keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari hasil observasi pada setiap
pertemuan. Sumber data keterlaksanaan pembelajaran adalah guru. Data
kemampuan berpikir kritis diperoleh dari tes tulis berupa soal uraian. Sumber data
kemampuan berpikir kritis ini adalah siswa. Data hasil belajar terdiri dari tiga
aspek, yaitu aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif. Data aspek
kognitif diperoleh dari nilai ulangan harian murni. Data hasil belajar aspek
psikomotor dan afektif diperoleh dari hasil observasi pada setiap pertemuan.
Sumber data hasil belajar ini adalah siswa.

F. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dilakukan langkah-langkah berikut.
a. Observasi
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal terlebih
dahulu untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selain melakukan observasi
awal, peneliti juga mengobservasi seluruh aktivitas belajar siswa selama
penelitian berlangsung dan dibantu oleh observer. Observasi dilakukan untuk
mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran STAD (Student Teams
25

Achievement Divisions) dengan metode eksperimen dan hasil belajar siswa pada
aspek psikomotor dan afektif.

b. Tes
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar pada aspek
kognitif siswa dilakukan tes uji kompetensi berupa ulangan harian yang dilaksana-
kan setiap akhir siklus.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Lembar Observasi
Lembar observasi dibuat untuk mengamati aktivitas belajar siswa pada
aspek psikomotor dan afektif selama penelitian serta keterlaksanaan model
pembelajaran pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Divisions)
dengan metode eksperimen. Data dari hasil observasi berupa data cek list yang
sudah memiliki rubrik penilaian masing-masing.

b. Lembar Tes
Lembar tes berisi soal ulangan harian yang diisi langsung oleh siswa.
Untuk kemampuan berpikir kritis ada soal sendiri dan dikerjakan setelah
mengerjakan soal tes ranah kognitif.

G. Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi
1. Analisis Data
Untuk menganalisis data, dilakukan teknik reduksi data dan
mempersentase data untuk melihat keberhasilan penelitian yang dilakukan.
26

a. Untuk menentukan persentanse keterlaksanaan model pembelajaran
digunakan rumus sebagai berikut.

Rubrik observasi keterlaksanaan pembelajaran disajikan dalam Lampiran ..
halaman ..
b. Untuk menentukan kemampuan berpikir kritis dan nilai aspek kognitif
digunakan rumus sebagai berikut.

Rubrik penilaian kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Lampiran .. pada
halaman ..
c. Untuk menentukan nilai aspek psikomotor digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
NP = Nilai Psikomotor
A1 = Merangkai alat percobaan
A2 = Menggunakan alat percobaan
A3 = Melakukan pengukuran
A4 = Merapikan alat percobaan

Rubrik penilaian aspek psikomotor disajikan pada masing-masing RPP dalam
Lampiran .. pada halaman ..
d. Untuk menentukan nilai aspek afektif digunakan rumus sebagai berikut.


Keterangan:
NA = Nilai Afektif
NAK = Nilai Afektif Karakter
A1 = Melakukan pengamatan
A2 = Menyajikan data hasil percobaan
A3 = Keaktifan dalam percobaan
27

A4 = Rajin mengerjakan tugas


Keterangan:
NAS = Nilai Afektif Sosial
A1 = Kerjasama dan menghargai teman dalam kelompok
A2 = Keterampilan bertanya
A3 = Menyumbang ide atau pendapat
A4 = Menjadi pendengar

Rubrik penilaian aspek afektif disajikan pada masing-masing RPP dalam
Lampiran ..pada halaman ..

2. Evaluasi
Setelah data dianalisis, hasil analisis dibandingkan dengan indikator keber-
hasilan penelitian untuk direfleksi. Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan
model pembelajaran adalah 85%, indikator keberhasilan untuk kemampuan
berpikir kritis adalah 70, dan indikator keberhasilan untuk hasil belajar siswa
adalah 75 dan ketuntasan belajar siswa untuk hasil belajar adalah 70%.

3. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah mengevaluasi data penelitian. Refleksi menen-
tukan lanjut atau tidaknya penelitian. Jika data penelitian sudah mencapai
indikator keberhasilan, maka penelitian bisa dihentikan. Namun, jika data
penelitian belum mencapai indikator keberhasilan, penelitian harus dilanjutkan ke
siklus selanjutnya sampai mencapai indikator keberhasilan.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Adapun
penjelasannya sebagai berikut.
1. Siklus I
28

a. Perencanaan Tindakan Siklus I
1) Guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang
akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model STAD (Student
Teams Achievement Division) dengan metode eksperimen dalam
pembelajaran.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3) Menyiapkan instrumen penilaian hasil belajar siswa
4) Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus I
5) Menyiapkan kisi-kisi dan soal kemampuan berpikir kritis siklus I
6) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
7) Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan
model STAD (Student Teams Achievement Division) dengan metode
eksperimen
8) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi
dengan model STAD (Student Teams Achievement Division) dengan metode
eksperimen dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan pada
siklus I adalah suhu dan pemuaian. Selama kegiatan berlangsung dilakukan
pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai dengan
lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan I nilai kognitif siswa diukur melalui
ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus I, begitu juga untuk kemampuan
berpikir kritis. Nilai psikomotor siswa diukur melalui kegiatan percobaan. Nilai
afektif siswa diukur melalui keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran
29

dengan menggunakan lembar penilaian diri. Hasil pengamatan dari peristiwa
tersebut akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan
pembelajaran diatur sebagai berikut.

1) Pertemuan I
Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi suhu dan pemuaian, guru menunjukkan
demonstrasi singkat menggunakan tangan yang dicelupkan dalam air yang
berbeda kondisi dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru
mengemukakan tujuan pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan
oleh siswa.
Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 8 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 5 siswa. Guru membagikan LKS suhu dan kalor
kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa
disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang
ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk
mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan.
Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan
baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan
soal tes untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas soal tersebut.
Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang
benar dan menyalahkan konsep yang salah.
30

Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang
sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal
dan menutupnya dengan salam.

2) Pertemuan II
Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi
singkat menggunakan air yang dipanaskan dengan pembakar bunsen dan
memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan
pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 8 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 5 siswa. Guru membagikan LKS pemuaian kepada
siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa disuruh
berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada
pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk
mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan.
Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan
baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan
soal tes untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas soal tersebut.
Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang
benar dan menyalahkan konsep yang salah.
31

Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang
sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal
dan menyuruh siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II
karena pertemuan selanjutnya diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

c. Pengamatan (Observation)
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap
ini dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama
pembelajaran berlangsung.

d. Refleksi (Reflection)
Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah
atau dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah
ditentukan. Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan model pembelajaran
adalah 85%, indikator keberhasilan untuk kemampuan berpikir kritis adalah 70,
dan indikator keberhasilan untuk hasil belajar siswa adalah 75 dan ketuntasan
belajar siswa untuk hasil belajar adalah 70%. Apabila hasil yang didapatkan
belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu dilakukan siklus berikutnya
sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan.
2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan Siklus II
1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
32

3) Menyiapkan rubrik penilaian hasil belajar siswa yaitu pada aspek kognitif,
aspek psikomotor, dan aspek afektif.
4) Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus II
5) Menyiapkan Kisi-Kisi dan Soal Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II
6) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Siklus II terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran
materi dengan model STAD (Student Teams Achievement Division) dengan
metode eksperimen dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan
pada siklus II adalah Azas Black. Selama kegiatan berlangsung dilakukan
pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai dengan
lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan II nilai kognitif siswa diukur melalui
ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus II, begitu juga untuk kemampuan
berpikir kritis. Nilai psikomotor siswa diukur melalui kegiatan percobaan. Nilai
afektif siswa diukur melalui keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran
dengan menggunakan lembar penilaian diri. Hasil pengamatan dari peristiwa
tersebut akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan
pembelajaran diatur sebagai berikut.


1) Pertemuan I
Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi Azas Black, guru menunjukkan demonstrasi
singkat menggunakan air panas dan air dingin yang dicampur dan memberikan
33

permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran
dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 8 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 5 siswa. Guru membagikan LKS Azas Black kepada
siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa disuruh
berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada
pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk
mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan.
Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan
baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan
soal tes untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas soal tersebut.
Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang
benar dan menyalahkan konsep yang salah.
Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang
sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal
dan menutupnya dengan salam.
2) Pertemuan II
Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi perpindahan kalor, guru menunjukkan
demonstrasi singkat menggunakan sendok yang dipanaskan dan memberikan
34

permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran
dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 8 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 5 siswa. Guru membagikan LKS perpindahan kalor
listrik kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum,
siswa disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab
pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh
untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan
kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan
penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk
menjawab pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan
permasalahan baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru
memberikan soal tes untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas soal
tersebut. Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan
konsep yang benar dan menyalahkan konsep yang salah.
Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang
sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal
dan menyuruh siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II
karena pertemuan selanjutnya diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

c. Pengamatan (Observation)
35

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap
ini dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama
pembelajaran berlangsung.

d. Refleksi (Reflection)
Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan II, maka data tersebut
diolah atau dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang
telah ditentukan. Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator
keberhasilan, maka perlu dilakukan siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh
mencapai indikator keberhasilan atau belum. Jadwal penelitian selengkapnya
disajikan pada Lampiran . Pelaksanaan penelitian hanya dilakukan dalam dua
siklus karena keterbatasan waktu penelitian.

Anda mungkin juga menyukai