PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING MELALUI
PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN
PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMAN 9 MALANG TAHUN AJARAN 2014/2015 POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR
SKRIPSI
OLEH RESA MAHESTA NIM 110321419521
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JANUARI 2015 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi diimplementasikan setelah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Mendikbud, 2013). Implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014(Permendikbud No. 81A/2013 tentang Implementasi Kurikulum ). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 , kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir bahwa pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Tentang pola pembelajaran satu arah (interaksi guru- peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif , pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring yaitu peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet, pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari, pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim), pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia, pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines) dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menyatakan tujuan pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut. (1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. (2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain. (3). Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. (4) Mengembangkan 2
kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melan-jutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum 2013 menuntut standart kompetensi lulusan harus meliputi 3 ranah yaitu ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Ranah sikap mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. Ranah keterampilan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. Ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2012). Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada sabtu, 8 Februari 2013 18 dari 20 peserta didik SMAN 9 Malang menyatakan bahwa selama ini guru mata pelajaran fisika mereka belum mengarahkan peserta didik untuk merenungkan tentang materi apa yang belum dikuasai. Guru hanya memberikan penjelasan tentang materi, bertanya apakah sudah paham, dan peserta didik cenderung berkata sudah paham karena ada beberapa faktor. Dari 20 peserta didik tersebut menyatakan faktor-faktor peserta didik cenderung berkata sudah paham ketika guru bertanya antara lain karena 20% peserta didik takut, 35% peserta didik ingin segera mengakhiri pelajaran dan 45 % peserta didik tidak tahu apa yang ingin ditanyakan. Sejauh ini pelajaran fisika masih dianggap sulit dan menakutkan oleh peserta didik yang memiliki hasil belajar tidak memuaskan (Naim, 2009:3). Studi pendahuluan tentang pokok bahasan suhu dan kalor kepada 20 peserta didik SMAN 9 Malang menunjukkan bahwa peserta didik yang menguasai konsep sebanyak 20 %, miskonsepsi sebanyak 25% dan tidak menguasai konsep sebanyak 55%. Dari data tersebut terlihat bahwa presentase peserta didik yang tidak menguasai konsep masih besar. Berdasarkam uraian tersebut di atas diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Salah satu model pembelajaran yang cocok yaitu Quantum Teaching. Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan pembelajaran yang dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi, ulangi dan rayakan).Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, 3
merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar (De Porter, 2012:33). Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar (Depoter, 2010:32). Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multipel Intellegences (Gadner), Neuro-Linguistik Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective Instruction (Hunter). Quantum Teaching merangkaikan dengan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, dan kompatibel dengan otak, yang akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami kemampuan peserta didik untuk berprestasi. Sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah diterapkan, quantum teaching menawarkan suatu sinesis dari hal-hal yang anda cari: cara-cara baru memaksimalkan dampak usaha pengajaran anda melalui perkembangan hubungan, penggubahan belajar dan penyampaian kurikulum (DePoter, 2010: 33). Pembelajaran yang diterima peserta didik selama ini belum banyak melatihkan kemampuan berpikir tentang potensi yang dimiliki. Peserta didik telah menyadari pentingnya belajar fisika dan ketidakmampuannya menguasai fisika tetapi belum mengunakan pengetahuannya untuk berpikir bagaimana mengatasi masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir tentang apa yang diketahui dan tidak diketahui, bagaimana mengunakan strategi dalam belajar dan dapat mengevaluasi hasil yang akan dicapai merupakan kemampuan metakognitif. Brown (1987:66) menyatakan bahwa metakognif mengacu pada kognisi dan sistem pengontrolannya. Kusno dan Purwanto (2011:87) dalam penelitiannya yang berjudul Efektifitas of Quantum Learning for Teaching Linear Program At The Muhammadiah Senior High School of Purwokerto in Central Java, menunjukan penerapan model pembelajaran quantum teaching efektif meningkatkan hasil belajar topik program linier dibandingkan dengan pengunaan pembelajaran konvensional. Penelitian ini melaporkan bahwa hasil belajar peserta didik meningkat menjadi 85% dari hasil belajar yang diperoleh pada saat tes awal sebelum pembelajaran 23,69% dan respon positif peserta didik terhadap pembelajaran sebesar 97%. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan peserta didik untuk menganalisis apa yang belum dan sudah diketahui peserta didik serta pembelajaran yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar merupakan faktor penting untuk meningkatkan minat dan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran fisika. Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model 4
Pembelajaran Quantum Teaching melalui Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Minat dan Pemahaman Konsep Peserta didik Kelas X SMAN 9 Malang Pokok Bahasan Suhu dan Kalor
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teachingmelalui pendekatan metakognitif? 2. Bagaimana peningkatan minat belajar kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teachingmelalui pendekatan metakognitif? 3. Bagaimana keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teachingmelalui pendekatan metakognitifuntuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang?
1.3 Hipotesis 1. Terjadi peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif. 2. Terjadi peningkatan minat belajarpeserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif 3. Keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif mampu meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peserta didik : a. Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran fisika. b. Untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran fisika. 2. Bagi guru : a. Sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatakan minat dan pemahaman konsep peserta didik terhadap mata pelajaran fisika. b. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep peserta didik di kelas X SMAN 9 Malang. 5
3. Bagi sekolah : a. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep peserta didik di SMAN 9 Malang 4. Bagi peneliti : a. Sebagai pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-7 SMAN 9 Malang dengan jumlah peserta didik 40 orang yang terdiri dari 17 peserta didik laki-laki dan 23 peserta didik perempuan. 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Quantum Teaching yang memiliki 5 tahap pembelajaran yaitu tandur (tumbuhkan, alami, namai, demondtrasi, ulangi dan rayakan) melalui pendekatan metakognitif. 3. Penelitian dilakukan terbatas pada mata pelajaran fisika kelas X pada pokok bahasan suhu dan kalor. 4. Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat peserta didik terhadap mata pelajaran fisika. Unsur-unsurnya terdiri dari perhatian (kognisi), perasaan (emosi), dan kemauan (konasi) 5. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencangkup pemahaman dalam aspek kognitif.
1.6 Definisi Operasional 1. Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan pembelajaran yang dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi, ulangi dan rayakan).Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. (De Porter, 2012:33). Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar (Depoter, 2010:32). 2. Metakognitif adalah pengetahuan tentang pemikiran seseorang mencakup informasi tentang kapasitas dan keterbatasan dirinya sendiri dan kesadaran akan kesulitan selama belajar sehingga dapat dilakukan perbaikan (Gredler, 2011). Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa metakognitif merupakan berpikir tingkat 6
tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus, kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan. 3. Minat menurut Drs. Dyimyati Mahmud (1982) adalah sebagai sebab kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas. Pengukuran minat peserta didik terhadap mata pelajaran fisika diukur berdasarkan angket, lembar observasi dan wawancara terhadap peserta didik. 4. Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, peserta didik tidak hanya hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya (Bruce Joice dkk, 1980 :37). Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir (2009 : 30) mengemukakan bahwa pemahaman berkenaan dengan inti sari dari sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus menghubungkannya dengan materi lain. Pengukuran pemahaman konsep peserta didik diukur dengan menggunakan tes.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky Ratumanan (2004:45) mengemukan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama perkembangan intelektual dapat dipahami dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua perkembangan tergantung pada sistem isyarat yang mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi, memecahkan masalah, dengan demikian berkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dabn belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri. Menurut Slavin (dalam Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teory Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas bentuk pembelajaran kooperatif antara kelompok- kelompok peserta didik dengan kemampuan yang berbeda, sehingga peserta didik dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, dalam pembelajaran menggunakan yang menekankan perancahan atau pendampingan (scaffolding), sehingga peserta didik semakin lama semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri. (1) Pengelolaan Pembelajaran Interaksi sosial individu dengan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan belajar seseorang, sehingga perkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide-ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. (2) Pemberian Bimbingan Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas- tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1995), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky. Pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daeah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain. a. Ciri dan Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik 1) Ciri teori Belajar kontruktivistik 8
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke peserta didik, kecuali dengan keaktifan peserta didik untuk bernalar. Peserta didik mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan. Selain itu yang paling penting, guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam pikirannya. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik, dengan memberi kesempatan kepada peserta didikuntuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak peserta didik agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada peserta didik agar dapat membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sindiri yang mau memanjatnya. 2) Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik Secara garis besar, prinsip kontruktivisme yang diterapkan dalam proses pembelajar adalah: Pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali peserta didik aktif sendiri untuk bernalar Peserta didik aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi pengetahuan berjalan lancar Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik Struktur pembelajaran seputar konsep utama penting sebuah pertanyaan Mencari dan menilai pendapat peserta didik Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberi pengetahuan pada peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses 9
ini dengan cara membuat informasi lebih bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik. Guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide debgan mengajak peserta didik menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. b. Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar kontruktivistik 1) Setiap guru akan pernah mengalami, bahwa materi yang telah di bahas dengan jelas, tetapi masih ada sebagian peserta didik belum memahami dari materi yang telah dibahas. Hal ini bukan berarti guru tidak berhasil, karena belajar merupakan tanggungjawab peserta didk sendiri untuk belajar. Jadi dalam pembelajaran yang penting bagaimana seorang gyry mendorong peserta didik mau berusaha keras secara mandiri untuk memahaminya dari apa yang diinformasikan guru. 2) Tugas guru memfasilitasi peserta didik. Sehingga materi yang dibangun atau dikontruksi peserta didik sendiri bukan ditanam guru; Peserta didik harus aktif mengasimilasi dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam struktur kognitifnya. 3) Untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik guru harus mengetahui model- model mental yang digunakan peserta didik untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan yang dibuat peserta didik untuk mendukung model- model itu 4) Peserta didik perlu mengkontruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam proses pembelajaran bukan mengkuliahi atau yang sejenisnya tetapi guru harus menciptakan situasi bagi peserta didik yang membantu perkembangan mereka membentuk kontruksi-kontruksi mental yang diperlukan. 5) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik 6) Latihan memecahkan masalah sebaiknya dilakukan secara berkelompok dengan menganalisis masalah dalamkehidupan sehari-hari 7) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, moderator dan teman yang membuat situasi kondusifuntuk terjadinya kontruksi pengetahuan pada diri peserta didik. 2.2 Quantum Teaching 2.2.1 Pengertian Quantum Teaching Quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya (DePorter, 2007: 3). Quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui perpaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian 10
yang terarah. Quantum Teaching pada awalnya adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi Super Camp . Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi, sedangkan learning artinya belajar. Belajar bertujuan untuk meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Dengan demikian quantum teaching adalah cara penggubahan bermacam- macam interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan peserta didik. interaksi ini akan mengubah kemampuan dan bakat alamiah peserta didik menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka maupun bagi orang lain (DePorter, 2007: 5). Quantum teaching menggabungkan suggestologi, teknik pemercepatan belajar atau accelerated learning , dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu (DePorter, 2007: 10). Quantum teaching mengasumsikan bahwa peserta didik, jika mampu mempergunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat, peserta didik dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu dari metode ini adalah bahwa belajar harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan baik (DePorter, 2007). Quantum Teaching ini mengikuti konsep persamaan Fisika Quantum yaitu: E = mc 2 E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar, semangat) m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik) c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas) Berdasarkan persamaan ini ditarik sebuah kesimpulan bahwa interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas danantusiasme belajar pada peserta didik. 2.2.2 Asas Utama Quantum Teaching Asas utama atau alasan dasar dari segala strategi, model, dan keyakinan quantum teaching adalah bawalah mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Dalam hal ini, setiap interaksi dengan peserta didik, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun dan dilakukan berdasarkan asas utama tersebut. Asas utama quantum teaching tersebut menegaskan bahwa pada pada dasarnya belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia, yaitu pikiran, perasaan, dan bahasa 11
tubuh, di samping juga pengetahuan, sikap, dan keyakinan yang sudah dimiliki atau dianut dan persepsi atau harapan masa depan (DePorter et al ., 2007). 2.2.3 Prinsip-Prinsip Quantum Teaching Quantum teaching memiliki lima prinsip (DePorter et al ., 2007), yaitu : (1) segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) pengalaman sebelum pemberian nama, (4) akui setiap usaha, dan (5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Prinsip tersebut menegaskan bahwa semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran, seperti ruang kelas, buku, kertas, pakaian, bahasa tubuh, ucapan, dan rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru memiliki makna dan menyampaikan pesan tentang belajar. Suasana kelas yang berantakan, buku yang sobek, kertas yang berserakan, dan pakaian kotor yang dikenakan oleh guru menyampaikan pesan bahwa proses pembelajarn tidak akan menyenangkan dan menjadi beban. Lingkungan kelas sangat berpengaruh terhadap proses dan keberhasilan belajar. Dorothy dalam DePorter et al. (2007: 66) menyatakan bahwa segala sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang memacu atau menghambat belajar. Penataan meja dan bangku, pemasangan poster, kebersihan kelas, susunan buku di rak yang rapi, dan sebagainya memberikan pesan yang dapat memacu atau bahkan menghambat belajar.Kegiatan belajar adalah satu hal yang mengandung resiko oleh karena itu guru perlu memberikan pengakuan atas keberanian peserta didik dalam belajar. Setelah melakukan usaha atau kegiatan belajar, maka harus dirayakan. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. 2.2.4 Delapan Kunci Keunggulan dalam Quantum Teaching Delapan kunci keunggulan dalam quantum teaching (DePorter et al,2007) adalah: 1) Integritas 2) Kegagalan awal kesuksesan. 3) Bicaralah dengan niat baik. 4) Hidup di saat ini. 5) Komitmen. 6) Tanggung jawab. 7) Sikap luwes dan fleksibel. 8) Keseimbangan. 12
Kunci-kunci tersebut dapat ditulis dengan huruf besar dan dipasang di dinding kelas. Kunci tersebut bukan hanya bermakna sebagai pengingat atau penyemangat untuk peserta didik dan guru, tetapi juga sebagai landasan dalam pembelajaran di kelas. Hal ini berarti bahwa kunci tersebut harus dimasukkan dalam kurikulum, diterapkan dalam pelajaran dan permainan. Pada akhirnya kunci tersebut akan menjadi kosa kata umum antara guru dan peserta didik. Agar peserta didik menerapkan kunci-kunci tersebut dalam kegiatan pembelajaran dan dalam kegiatan sehari-hari, maka guru juga harus melakukan hal yang sama. Dengan kata lain, guru harus menjadi teladan dalam penerapan kunci-kunci tersebut. Selain memberikan teladan, guru dapat mengajarkan kunci-kunci tersebut melalui cerita- cerita atau perumpamaan yang berkaitan. Kunci-kunci tersebut juga dapat diajarkan dengan cara disisipkan dalam atau diintegrasikan dengan mata pelajaran ang sedang dipelajari. Misalnya adalah dalam menjelaskan materi lingkungan sekitar atau flora fauna, kunci tersebut dapat disisipkan dengan tangung jawab untuk memelihara alam semesta, untuk menjaga pepohonan dan keberlangsungan hewan dan sumber daya alam lainnya sehingga keseimbangan kehidupan dapat terjaga. 2.2.5 Kerangka Perancangan Quantum Teaching Dalam Quantum Teaching terdapat rancangan pengajaran yang dapat mewujudkan pembelajaran yang dinamis (DePorter, 2007). Kerangka pengajaran tersebut dalam pelaksanaannya dilakukan dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR, yaitu: (a) Tumbuhkan Tumbuhkan minat belajar peserta didik dengan memuaskan rasa ingin tahu peserta didik dalam bentuk apakah manfaat pelajaran tersebut bagi peserta didik dengan menggunakan rumus Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK). Sebelum memberikan materi pelajaran kepada peserta didik terlebih dahulu menjelaskan manfaat mempelajari materi tersebut, supaya peserta didik bertambah keingintahuannya terhadap materi tersebut dan akan memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. (b) Alami Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua peserta didik. (c) Namai Setelah peserta didik melalui pengalaman belajar pada kompetensi dasar tertentu, kita ajak untuk menulis dikertas, menamai apa saja yang mereka peroleh, apakah 13
informasi itu berupa gambar , tempat dan sebagainya kemudian mengajak mereka menempelkan hasilnya di papan tulis. (d) Demonstrasikan Setelah peserta didik mengalami belajar akan sesuatu, beri kesempatan mereka untuk mendemonstrasikan kemampuaannya. Melalui pengalaman belajar peserta didik akan mengetahui dan mengerti bahwa dia memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup memadai. (e) Ulangi Pengulangan dan post test memperkuat daya ingat dan dapat menumbuhkan rasa, Aku tahu bahwa aku memang tahu ini. (f) Rayakan Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu pengetahuan, bisa dilakukan dengan memberikan tepuk tangan maupun pemberian hadiah. 2.3 Pendekatan Metakognitif Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa metakognitif adalah second-order cognition yang memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan tentang pengetahuan, atau refleksi tentang tindakan. Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua komponen terpisah yang terkandung dalam metakognitif, yaitu pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas. Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui prasyarat untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut, dan mengetahui kapan melakukannya. Lebih jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan bahwa proses atau keterampilan metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang dengannya seseorang dapat memeriksa, merencanakan, mengatur, memantau, memprediksi, dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri. Menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognitif. Dalam sudut pandang yang lain, Tim MKPBM (2001) memandang metakognitif sebagai suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Para peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat peserta didik mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya. Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk 14
mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar peserta didik; membantu dan membimbing peserta didik jika ada kesulitan; serta membantu peserta didik untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Sejalan dengan itu pula, Nindiasari (2004) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari strategi kognitif. Contoh dari strategi kognitif ini antara lain: bertanya pada diri sendiri, memperluas aplikasi-aplikasi tersebut, dan mendapatkan pengendalian kesadaran atas diri mereka. Ada dua konteks yang mesti dipahami agar peserta didik mampu belajar secara baik dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif, yaitu peserta didik dapat memahami dan menggunakan strategi kognitif dan strategi kognitif metakognitif selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Hartono (Nindiasari, 2004), pengertian strategi kognitif adalah, penggunaan keterampilan keterampilan intelektual secara tepat oleh seseorang dalam mengorganisasi aturan-aturan ketika menanggapi dan menyelesaikan soal, sedangkan strategi kognitif metakognitif adalah mengontrol seluruh aktivitas belajarnya, bila perlu memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapai tujuan. Bila diterapkan dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji pemahamannya tentang materi yang dipelajari. Selain dengan latihan, belajar juga merupakan metakognitif melalui aktivitas yang digunakan yaitu mengatur dan memantau proses belajar. Adapun kegiatannya menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987) mencakup perencanaan, monitoring, dan memeriksa hasil. Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul melalui empat situasi, yaitu: (1) peserta didik diminta untuk menjustifikasi suatu kesimpulan atau mempertahankan sanggahan, (2) situasi kognitif dalam mengahadapi suatu masalah membuka peluang untuk merumuskan pertanyaan, (3) peserta didik diminta untuk membuat kesimpulan, pertimbangan, dan keputusan yang benar sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memantau dan mengatur proses kognitifnya, dan (4) situasi peserta didik dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan, misalnya dalam pemecahan masalah. Aspek metakognitif sebagai bagian terkait dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat dikembangkan agar mahapeserta didik mampu memahami dan mengontrol pengetahuan yang telah didapatnya dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek aktivitas metakognitif yang dikemukakan oleh Flavell (Suzana, 2004: B4-4) adalah: (1) kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi, 15
membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Borkwoski; Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al., 1987; Torgosen; Wong(Jacob, 2003: 17-18), bahwa dosen mengajar mahapeserta didik 2.4 Minat 2.4.1 Pengertian Minat Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang diinginkan bila orang tersebut diberi kebebasan untuk memilih (Elisabeth B. Hurlock, 1999:114). Menurut Bingham dan Mac Daniel (dalam Munandir, 1997: 146), minat adalah kecenderungan orang untuk tertarik dalam suatu pengalaman dan untuk terus demikian itu. Kecenderungan itu tetap bertahan sekalipun seseorang sibuk mengerjakan hal lain. Kegiatan yang diikuti seseorang karena kegiatan itu menarik baginya, merupakan perwujudan minatnya. Menurut Slameto (1995: 180), minat juga dapat diartikan sebagai suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat ataudekat hubungan tersebut, semakin besar pula minat. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa peserta didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula ditunjukkan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Slameto (1995: 57), minat adalah kecenderungan seseorang yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang dan diperhatikan secara terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu perasaan suka atau tertarik terhadap suatu objek di luar diri individu yang diikuti dengan munculnya perhatian terhadap objek tersebut yang mengakibatkan seseorang mempunyai keinginan untuk terlibat atau berkecimpung dalam suatu objek tersebut, karena dirasakan bermakna pada dirinya sehingga ada harapan dari objek yang dituju. 2.4.2 Ciri-ciri Minat Minat yang terjadi dalam diri individu dipengaruhi dua factor yang menentukan yaitu faktor keinginan dari dalam diri individu atau keinginan dari luar diri individu. Minat dari dalam individu berupa keinginan atausenang pada perbuatan. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Minat dari luarindividu berupa dorongan atau paksaan dari luar individu untuk melakukan sesuatu perbuatan. Menurut Siti Rahayu Hadinoto (1998: 189), ada dua faktor yang mempengaruhi minat seseorang, yaitu: 16
1) Faktor dari dalam (intrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan memang diinginkan karena seseorang senang melakukannya. Di sini minat datang dari diri orang itu sendiri. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. 2) Faktor dari luar (ekstrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dasar dorongan atau pelaksanaan dari luar. Orang melakukan kegiatan ini karena ia didorong atau dipaksa dari luar. 2.4.2 Jenis-jenis Minat Pengelompokkan jenis minat menurut Whiterington (1985:136) adalah sebagai berikut: 1) Minat biologis atau minat primitif, yaitu minat yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang berkisar pada hal makan dan kebebasan beraktivitas. 2) Minatsosial atau minat kultural, yaitu minat yang berasal dari belajar yang lebih tinggi sifatnya, minat ini meliputi: kekayaan, bahasa simbol, harga diri, atau prestise sosial, dan sebagainya. 2.4.3 Unsur-Unsur Minat Menurut Abd. Rahman Abror (1993: 112) minat mengandung unsur kognitif (logika), emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Unsur konasi dalam arti minat ini didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang dituju adalah minat tersebut. Unsur emosi terdapat karena dalam partisipasi atau pengalaman tertentu (rasa senang), sedangkan unsure konasi merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan dan hasrat untuk melakukan sesuatu kegiatan. 2.4.4 Cara Mengukur Minat Menurut Super dan Crities (dalam John Killis, 1988: 23-24), ada empat cara untuk menjaring minat dari subjek, yaitu: 1) Melalui pernyataan senang atau tidak senang terhadap aktivitas (expressed interest) pada subjek yang diajukan sejumlah pilihan yang menyangkut berbagai hal atau subjek yang bersangkutan diminta menyatakan pilihan yang paling disukai dari sejumlah pilihan. 2) Melalui pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang paling sering dilakukan (manitest interest), cara ini disadari mengandung kelemahan karena tidak semua kegiatan yang sering dilakukan merupakan kegiatan yang disenangi sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan mungkin karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan atau maksud-maksud tertentu. 3) Melalui pelaksanaan tes objektif (tested interest) dengan coretan atau gambar yang dibuat. 4) Dengan menggunakan tes bidang minat yang lebih dipersiapkan 17
secara baku (inventory interest). 2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Faktor-faktor yang mempengaruhi minat menurut Super dan Cities (dalam John Killis, 1988: 25) adalah seperti faktor pekerjaan, sosial ekonomi, bakat, jenis kelamin, pengalaman dan lingkungan. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi minat seseorang adalah sebagai berikut: 1) Rasa Senang atau Rasa Tertarik Tertarik merupakan rasa suka atau senang setiap individu, tetapi individu tersebut belum melakukan aktivitas atau sesuatu hal yang menarik baginya. Jadi tertarik merupakan sebuah awal dari individu dalam menaruh minat. 2) Perhatian Menurut Bimo Walgito (1997: 56), perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Bila individu mempunyai perhatian terhadap suatu objek, maka timbul minat spontan dan secara otomatis terhadap objek tersebut. Perhatian merupakan keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang dikerahkan dalam pemusatannya kepada suatu barang yang ada di dalam maupun di luar diri individu (Dakir, 1993: 144). Menurut Bimo Walgito (1997:57-58), ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan. Perhatian spontan yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul dengan secara spontan. Sedangkan perhatian tidak spontan yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan ahwa perhatian merupakan pemusatan konsentrasi individu kepada suatu objek baik di dalam maupun di luar diri individu tersebut dengan mengesampingkan objek yang lainnya. 3) Aktivitas Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 72), aktivitas adalah banyak sedikitnya orang menyatakan diri, menjelmakan perasaan-perasaannya, dan pikiran-pikirannya dalam tindakan yang spontan. Aktivitas merupakan keaktifan atau partisipasi langsung dari individu terhadap sesuatu hal. Jadi, aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan akan membentuk sebuah kebiasaan yang akhirnya akan menumbuhkan rasa senang atau tertarik. 4) Peran Guru Pembimbing atau Pelatih 18
Pelatih adalah orang yang pekerjaannya melatih suatu kegiatan tertentu. Menurut Suparlan (2006:9), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Jadi peran guru pembimbing atau pelatih adalah sesuatu yang diharapkan dari seseorang agar bisa mengajar, mendidik, dan mengarahkan suatu kegiatan tertentu. 5) Alat dan Fasilitas Menurut Agus Suryosubroto (2004 : 4) alat adalah adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, mudah dipindah bahkan dibawa oleh pelakunya, yaitu peserta didik. Sedangkan fasilitas adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, bersifat permanenatau tidak dapat dipindahkan. Dalam hai ini, alat dan fasilitas sangat berpengaruh terhadap timbulnya minat peserta didik, jika alat dan fasilitasnya lengkap dan memadai, ini akan membuat peserta didik lebih berantusias dan lebih aktif dalam mengikutinya. 2.5 Pemahaman konsep Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara Mulyasa (2005 : 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya Ernawati (2003:8) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya. Menurut Virlianti (2002:6) mengemukakan bahwa pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Sejalan dengan pendapat diatas, pemahaman menurut Hamalik (2003:48) adalah kemampuan melihat hubungan hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis. Berdasarkan pengertian pemahaman diatas, penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya. Menurut Patria (2007:21) mengatakan apa yang di maksud pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah 19
dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patria (2007:22) indikator yang termuat dalam pemahaman konsep diantaranya : (1) mampu menerangka secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya, (2) mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan, (3) mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, (3) mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur, (4) mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang dipelajari, (5) mampu menerapkan konsep secara algoritma, (6) mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari. 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu a. Ratna Tanjung (2012) Pada penelitian Ratna Tanjung yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Cahaya Kelas VIII Semester II SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan Deli Serdang, yaitu (1) Ada peningkatan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SPM Negeri 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2011/2012 dengan nilai 49,83. Persentase peningkatan sebesar 83,24%; (2) Aktivitas belaja siswa selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya adalah baik dengan persentasi aktivitas belajar siswa sebesar 81,23%; (3) Ada pengaruh model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan dengan Sig t < , yaitu 0,000 < 0,005 pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk = 70. 2.5 Kerangka Berpikir
Diskusi pemecahan masalah Evaluasi awal Kondisi saat ini a. selama ini guru mata pelajaran fisika belum mengarahkan peserta didik untuk merenungkan tentang materi apa yang belum dikuasai. b. Guru hanya memberikan penjelasan tentang materi, bertanya apakah sudah paham, dan peserta didik cenderung berkata sudah paham karena ada beberapa faktor. c. Minat peserta didik pada mata pelajaran fisika cenderung rendah akibat kesan menakutkan dan pembelajaran yang mononton d. Akibat minat belajar yang rendah maka pemahaman konsep peserta didik terhadap mata pelajaran fisika masih rendah 20
2.6 Hipotesis Berdasarkan teori, kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas jika pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran Quantum Teaching melalui mendekatan metakognitif dilakukan maka akan terjadi peningkatan minat dan pemahaman konsep peserta didik.
a. Minat dan pemahaman konsep siswa terhadap mata pelajaran fisika meningkat b. Guru mampu melaksanakan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif Hasil Evaluasi akhir a. Penjelasan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif b. Pelatihan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif c. Simulasi model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif d. Pelaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif Penerapan model pembelajaran Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif Tindakan Evaluasi efek 21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaborasi yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Taggart (Denzin, Norman K & Lincoln Yvonna, 2009: 440) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas umumnya mencakup penggunaan model-model penelitian dan pengumpulan data kualitatif dan interpretif dari kalangan pendidik/guru sebagai langkah untuk memberikan penilaian tentang cara dan teknik untuk meningkatkan praktik pengajaran guru itu sendiri. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang diungkapkan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Model ini dapat mencakup beberapa siklus dan pada masing- masing siklus meliputi tahapan yaitu: 1. planning atau perencanaan 2. acting and observing atau pelaksanaan dan observasi 3. reflecting atau refleksi 4. revise plan atau revisi perencanaan. Tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sampai tujuan penelitian tercapai. Adapun gambaran pelaksanaan model tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:
Keterangan: 1. Plan (perencanaan) 2. Act & observe (pelaksanaan dan observasi) 3. Reflect (refleksi) 4. Revised plan (revisi perencanaan)
Gambar 3. Model PTK Kemmis & Taggart (sumber: Denzin, K Norman & Lincoln Yvonna, 2009:470) Proses pelaksanaan tiap siklus meliputi: 1. Perencanaan: perencanaan ini dimulai dari observasi atau pengamatan guna mengetahui permasalahan, kondisi, situasi dan potensi yang ada dalam kelas tersebut, analisis situasi, perumusan program perbaikan atau alternatif pemecahan 22
masalah, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan perangkat program pembelajaran, media pembelajaran dan instrumen pengumpulan data dan evaluasi yang akan digunakan. 2. Pelaksanaan: pelaksanaan dilakukan dalam pembelajaran seperti biasa sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan ini guru dan peneliti merekam semua yang terjadi dalam pembelajaran baik dalam bentuk catatan, foto maupun video guna dijadikan data yang akan digunakan sebagai bahan refleksi dan evaluasi. 3. Refleksi & Evaluasi: hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk refleksi. Apabila hasil refleksi menunjukkan belum adanya perbaikan sesuai yang diinginkan maka kemudian disusun kembali rencana perbaikan yang akan dilakukan dalam siklus berikutnya. Hal demikian terus dilakukan sampai tujuan yang diinginkan dapat tercapai. 3.2 Kehadiran dan Peran Peneliti Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena pengumpulan data dilakukan dalam situasi sesungguhnya oleh peneliti. Peran peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisa data, dan akhirnya pelaporan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti berposisi sebagai pelaksana (guru model) yang menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dan dibantu oleh observer yang berjumlah 2 orang. Observer dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran fisika dan teman peneliti dari program studi dan angkatan yang sama. Untuk perencanaan tindakan dilakukan oleh guru bersama peneliti serta meminta pertimbangan pada dosen pembimbing penelitian ini. 3.3 Kancah Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di X7 SMAN 9 Malang yang berlokasi di jalan Puncak Borobudur No.1 Malang pada semester genap tahun ajaran 2015-2016 pada bulan Januari-Februari terbatas pada pokok bahasan suhu dan kalor. 3.4 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X7 SMAN 9 Malang semester genap tahun ajaran 2015-2016, yang berjumlah 30 siswa terdiri dari 23 siswa laki- laki dan 15 siswa perempuan 3.5 Data dan Sumber Data Data diperoleh peneliti dari pengamatan saat berlangsungnya proses pembelajaran terhadap 30 siswa sebagai subjek penelitian dengan menggunakan lembar observasi, 23
wawancara, angket, dan tes tertulis. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X7 SMAN 9 Malang semester genap tahun ajaran 2015-2016. 3.6 Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dilakukan langkah-langkah berikut. a. Observasi Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selain melakukan observasi awal, peneliti juga mengobservasi seluruh aktivitas belajar siswa selama penelitian berlangsung dan dibantu oleh observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif. b. Tes Untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor, dilakukan tes uji kompetensi berupa ulangan harian yang dilaksanakan di awal sebelum diberi tindakan dan disetiap akhir siklus. c. Angket Angket digunakan untuk mengukur minat siswa sebelum dan setelah diterapkannya model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif di kelas. 2. Instrumen Penilaian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Lembar Observasi Lembar observasi dibuat untuk mengamati aktivitas belajar dan minat belajar siswa selama penelitian serta keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif. Data dari hasil observasi berupa data cek list yang sudah memiliki rubrik penilaian masing-masing. b. Lembar Tes Lembar tes berisi soal ulangan harian yang diisi langsung oleh siswa yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep siswa. c. Angket Angket digunakan untuk mengukur minat belajar siswa. Diukur sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif 3. Indikator Keberhasilan a. Keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif 24
Indikator keberhasilan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif diperoleh setelah mencapai 85%
b. Pemahaman Konsep Indikator keberhasilan pemahaman konsep saat pemahaman konsep siswa sebesar 75 dan persentase ketuntasan yang harus mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. c. Minat Belajar Fisika Indikator keberhasilan minat belajar fisika siswa diperoleh setelah mencapai 85%
3.7 Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi 1. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan temuan-temuan yang ada pada proses pembelajaran berlangsung. P = F/N x 100% Keterangan: P: Persentase F : Frekwensi N : Jumlah Responden Sebagai patokan terhadap hasil analisis persentase digunakan klasifikasi sebagaimana tertera pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan No Persentase Klasifikasi 1 76%-100% Baik 2 56%-75% Cukup Baik 3 40%-55% Kurang Baik 4 <40% Tidak Baik (Sumber Arikunto, 2006:334) 2. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan dengan mengobservasi siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada pertemuan ketiga evaluasi dilaksanakan pada akhir kegiatan dimana untuk mengukur tingkat keberhasilan dari penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif. 3. Refleksi 25
Refleksi tindakan ini meliputi: menganalisis, memaknai, menjelaskan dan menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan. Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan tindakan siklus selanjutnya. 3.8 Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Adapun penjelasannya sebagai berikut. 1. Siklus I a. Perencanaan Tindakan Siklus I 1) Guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif dalam pembelajaran. 2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 3) Menyiapkan instrumen penilaian hasil belajar siswa. 4) Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus I. 5) Menyiapkan kisi-kisi dan angket pengukuran minat belajar siswa 6) Menyiapkan kisi-kisi lembar observasi minat belajar siswa. 7) Menyiapkan kisi-kisi dan pedoman wawancara. 8) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS). 9) Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif 10) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I Siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi dengan model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan pada siklus I adalah Suhu dan Pemuaian. Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan I pemahaman konsep siswa diukur melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus I. Minat siswa diukur berdasarkan angket minat belajar siswa dan lembar observasi. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai berikut.
1) Pertemuan I 1. Tahap pendahuluan (10 menit) 26
Pada tahap penyajian materi suhu dan pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi singkat menggunakan simulasi yang terjadi pada kegiatan sehari-hari dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. 2. Tahap inti (70 menit) Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang simulasi yang diberikan guru . Kemudian guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani mempresentasikan hasil percobaan. 3. Tahap penutup (10 menit) Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, dan diary hari ini dan menutupnya dengan salam.
2) Pertemuan II 4. Tahap pendahuluan (10 menit) Pada tahap penyajian materi pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. 5. Tahap inti (70 menit) Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua 27
kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani mempresentasikan hasil percobaan. 6. Tahap penutup (10 menit) Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya diadakan tes dan menutupnya dengan salam.
c. Pengamatan (Observation) Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran berlangsung.
d. Refleksi (Reflection) Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah atau dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan model pembelajaran adalah 85%, indikator keberhasilan untuk minat belajar siswa adalah 80, dan indikator keberhasilan untuk pemahaman konsep siswa adalah 75 dan ketuntasan belajar siswa untuk hasil belajar adalah 70%. Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu dilakukan siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan.
2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan Siklus II 1. .Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).. 2. Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus II. 3. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS). 28
4. Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif 5. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.
a. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Siklus II terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan pada siklus II adalah Kalor. Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan II pemahaman konsep siswa diukur melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus II, sedangkan minat belajar diukur dengan angket dan lembar observasi.. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai berikut. 1) Pertemuan I 1. Tahap pendahuluan (10 menit) Pada tahap penyajian materi hukum Kirchoff, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. 2. Tahap inti (70 menit) Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani mempresentasikan hasil percobaan. 3. Tahap penutup (10 menit) 29
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menutupnya dengan salam. 2. Pertemuan II 1. Tahap pendahuluan (10 menit) Pada tahap penyajian hukum-hukum kalor, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. 2. Tahap inti (70 menit) Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani mempresentasikan hasil percobaan. 3. Tahap penutup (10 menit) Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya diadakan tes dan menutupnya dengan salam.
i. Pengamatan (Observation) Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran berlangsung.
ii. Refleksi (Reflection) 30
Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan II, maka data tersebut diolah atau dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu dilakukan siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan atau belum. Jadwal penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran ... Pelaksanaan penelitian hanya dilakukan dalam dua siklus karena keterbatasan waktu penelitian.
31
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 4.1 Paparan Data Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik pada tahap observasi awal, siklus I dan siklus II. Adapun paparan data hasil penelitian pada tahap observasi awal, siklus I dan siklus II dijabarkan sebagai berikut : 4.1.1 Paparan Data Tahap Observasi Awal a. Hasil Wawancara Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukakn peneliti pada tanggal 23 Februari 2014 kepada guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 9 Malang, didapat hasil bahwa minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika masih kurang. Keterangan guru disajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Kondisi Siswa Berdasarkan Keterangan Guru No Responden Hasil Wawancara 1 Guru kelas 1. Selama ini siswa cenderung asal-asalan dalam menempuh mata pelajaran fisika di kelas. 2. Siswa kurang berminat dalam belajar fisika di kelas 3. Siswa cenderung mengikuti pelajaran karena tuntutan sekolah. 4. Nilai mata pelajaran fisika di kelas rata-ratanya hanya 6.5 padahal KKM di sekolah adalah 7.5 Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada 20 siswa mengenai kesan siswa SMAN 9 Malang terhadap mata pelajaran fisika disajikan pada Tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2 Kesan Siswa terhadap Fisika No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%) 1 Fisika mudah dan menyenangkan 10 2 Fisika sulit tapi menyenangkan 15 3 Fisika mudah tapi membosankan 15 4 Fisika sulit dan membosankan 60
Tabel 4.3 Faktor Penyebab Kesulitan Siswa No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%) 1 Sulit menghubungkan materi fisika 13.89 32
dengan kehidupan sehari-hari 2 Sukit memecahkan soal-soal 62.78 3 Sulit memahami materi saat pembelajaran 5.56 4 Sulit mengingat dan memahami rumus-rumus 27.78 Dari Tabel 4.2 tampak bahwa sebagian besar siswa mempunyai kesan bahwa fisika itu sulit dan membosankan (60% dari 30 siswa). Sedangkan dari Tabel 4.3 tampak bahwa kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar siswa tersebut adalah sulit memecahkan soal-soal fisika sebesar 62.78%. b. Angket Berdasarkan hasil angket yang tertera pada lampiran ...yang mengukur minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat belajar fisika sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori kurang baik. c. Nilai Test Pratindakan Berdasarkan nilai test pratindakan pada siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang didapat hasil dengan rata-rata nilai 56.53 yang lebih lengkapnya dipaparkan dalam lampiran ..yang termasuk dalam kategori kurang baik dengan persentase ketuntasan 47%. d. Refleksi Observasi Awal Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada guru mata pelajaran fisika dan siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang, menunjukkan minat belajar siswa yang rendah dan dengan presentase 60% siswa menganggap fisika itu adalah mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Dari hasil tersebut dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui alasan kesulitan siswa dan sebesar 62.78% mengatakan bahwa kesulitan fisika ada pada saat memecahkan soal-soal. Selain dari wawancara hasil angket pun menunjukkan minat belajar fisika sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori kurang baik. Setelah dilakukan test pratindakan kesulitan siswa memecahkan soal terbukti dengan didapat hasil rata-rata nilai 56.53 yang termasuk dalam kategori kurang baik. Dengan menganalisis permasalahan di atas, peneliti bersama guru mata pelajaran fisika melakukan diskusi untuk memecahkannya. Kemudian guru dan peneliti sepakat untuk menerapkan model pelbelajaran Quantum Teaching yang akan mengubah proses pembelajaran fisika yang memiliki kesan sulit dan membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dengan tetap mengedepankan 33
pemahaman konsep siswa. Untuk membuat siswa lebih memahami fisika, guru bersama peneliti menggunakan pendekatan metakognitif yang membuat siswa mampu mengenali kesulitan belajarnya untuk dilakukan tindak lanjut. 4.1.2 Paparan Data Siklus I Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit. Adapun proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus I akan dipaparkan sebagai berikut : a. Pertemuan I Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35 WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa, kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh observer mulai dari tahap orientasi. Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki untuk menumbuhkan rasa ingin tahu. Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa, Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis). Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8 kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan hipotesisnya. Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan 34
pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3 kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal. b. Pertemuan II Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35 WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa, kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh observer mulai dari tahap tumbuhkan. Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki untuk menumbuhkan rasa ingin tahu. Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa, Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis). Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8 kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan hipotesisnya. Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan 35
pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3 kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal. Siswa diminta untuk membuat catatan apa yang mereka dapatkan hari ini, apa yang belum dimengerti serta apa yang harus mereka lakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri. c. Angket Siswa Berdasarkan hasil angket yang tertera pada Lampiran ...yang mengukur minat belajar siswa pada siklus I terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat belajar fisika sebesar 72,9%. Nilai tersebut meningkat dari observasi awal sebesar 49,6 %. d. Nilai Test Siklus I Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. e. Keterlaksanaan Siklus I Dari hasil observasi dan analisis pada siklus I diperoleh data sebagai berikut. 1) Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif pada siklus I adalah 83,675 %. Data selengkapnya pada Tabel 4.4. Data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I disajikan dalam Lampiran.. Tabel 4.4 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif pada Siklus I No. Aspek yang Diamati Persentase (%) 1 Tumbuhkan 100,00 2 Alami 84,38 3 Namai 89,06 4 Demonstrasikan 75,00 36
Persentase yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 85%. Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan gagasan guru sering tidak melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. f. RefleksI Siklus I 1) Minat belajar siswa berdasarkan angket sudah meningkat tetapi belum mencapai target diakibatkan butuh proses dalam pendekatan kepada siswa. 2) Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. Belum tercapainya indikator keberhasilan tersebut dikarenakan alokasi waktu yang kurang, sehingga daya serap siswa akan pelajaran menjadi berkurang, serta beberapa kali guru melupakan langkah kegiatan, terutama pada tahap pemantapan gagasan. 3) Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif yang diperoleh sebesar 83,765% belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 85%.Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan gagasan guru sering tidak melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. 4) Beberapa siswa masih belum aktif dan cenderung diam. Hal ini mungkin dikarenakan guru kurang komunikatif dengan siswa, sehingga siswa masih terlihat pasif. Kemampuan bertanya guru juga masih kurang. 5) Siswa masih banyak yang bingung cara merangkai rangkaian seperti pada LKS. Hal ini mungkin dikarenakan siswa masih belum terbiasa dan masih pertama kali menggunakan alat ukur, jadi masih menyesuaikan. g. Tindak Lanjut Siklus I Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I terdapat beberapa aspek yang belum memenuhi indikator keberhasilan, sehingga model pembelajaran 37
Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif masih perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran selanjutnya agar kemampuan minat belajar dan pemahaman konsep siswa dapat lebih baik pada siklus II. 4.1.3 Paparan Data Siklus II Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus I dan observasi diketahui bahwa siswa lebih senang dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif. Hal ini dikarenakan, siswa lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, sebab dalam pembelajaran ini suasananya lebih menyenangkan, menggunakan media pembelajaran yang menarik, seperti alat demonstrasi pada saat apersepsi dan pada saat percobaan. Oleh karena masih ada beberapa aspek yang belum mencapai indikator keberhasilan, maka peneliti merancang tindakan siklus II untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pelaksanaan siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I. Kelebihan yang ditemukan pada siklus I dipertahankan dan kekurangan dalam melaksanakan tindakan I diperbaiki pada siklus II. Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit. Adapun proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus II akan dipaparkan sebagai berikut : a. Pertemuan I Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35 WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa, kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh observer mulai dari tahap orientasi. Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa 38
dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki untuk menumbuhkan rasa ingin tahu. Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa, Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis). Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8 kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan hipotesisnya. Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3 kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal. b. Pertemuan II Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35 WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa, kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh observer mulai dari tahap tumbuhkan. Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa 39
dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki untuk menumbuhkan rasa ingin tahu. Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa, Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis). Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8 kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan hipotesisnya. Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3 kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal. Siswa diminta untuk membuat catatan apa yang mereka dapatkan hari ini, apa yang belum dimengerti serta apa yang harus mereka lakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri. c. Angket Siswa Berdasarkan hasil angket yang tertera pada Lampiran ...yang mengukur minat belajar siswa pada siklus II terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat belajar fisika sebesar 87%. Nilai tersebut meningkat dari observasi awal sebesar 49,6 % dan siklus I sebesar 72,9%. d. Nilai Test Siklus II Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 86,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 83,34%. Nilai rata-rata siswa sudah mencapai indikator 40
keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan juga sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. e. Keterlaksanaan Siklus II Dari hasil observasi dan analisis pada siklus II diperoleh data sebagai berikut. 2) Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif pada siklus II adalah 88,085%. Data selengkapnya pada Tabel 4.5. Data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I disajikan dalam Lampiran.. Tabel 4.5 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif pada Siklus II No. Aspek yang Diamati Persentase (%) 1 Tumbuhkan 100,00 2 Alami 84,38 3 Namai 89,06 4 Demonstrasikan 80,00 5 Ulangi 87.09 6 Rayakan 87,98 Keterlaksanaan Pembelajaran 88,085
Persentase yang diperoleh sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 85%. f. Refleksi Siklus II Dari hasil observasi dan analisis pada siklus II diperoleh data sebagai berikut. 1) Minat belajar siswa berdasarkan angket sudah meningkat dan sudah mencapai target keberhasilan. 2) Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 86,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 83,34%. Nilai rata-rata siswa sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan juga sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. Sudah tercapainya indikator keberhasilan tersebut dikarenakan dilakukan perbaikan siklus I. 41
3) Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif yang diperoleh sebesar 88,085% sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 85%. 4) Beberapa siswa sudah aktif dan cenderung ingin berpendapat. Hal ini dikarenakan guru sudah komunikatif dengan siswa, sehingga siswa sudah mulai tertarik. Kemampuan bertanya guru juga sudah meningkat. 5) Siswa sudah sangat baik dalam melaksanakan percobaan. g. Tindak Lanjut Siklus II Aspek keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif, minat belajar dan pemahaman konsep fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang sudah melampaui indikator keberhasilan sehingga penelitian dapat dihentikan pada siklus II dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus III. Kekurangan yang belum dapat diselesaikan pada penelitian ini diharapkan dapat diatasi oleh peneliti lain. 4.2 Temuan Penelitian 4.2.1 Keterlaksanaan Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif ini terdapat peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I yaitu 83,675% menjadi 88,085% pada siklus II dengan peningkatan sebesar 4,41%. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya persentase pada masing- masing aspek keterlaksanaan model pembelajaran yang diamati pada siklus I dan II. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.6, Gambar 4.15 dan Gambar 4.16.
Gambar 4.15 Grafik Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran Setiap Indikator
Gambar 4.16 Grafik Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran
4.2.2 Minat Belajar Tabel 4.7 Minat Belajar Siswa Aspek yang Diamati Persentase (%) 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 P e r s e n t a s e
( % )
Tahap-Tahap Siklus 1 Siklus 2 81 82 83 84 85 86 87 88 89 1 A x i s
T i t l e P e r s e n t a s e
( % )
Keterlaksanaan Siklus 1 Siklus 2 43
Pratindakan Siklus I Siklus II Minat 49,6 72,9 87 Peningkatan - 23,3 14.1
Gambar 4.17 Grafik Minat Siswa Tiap Siklus
Gambar 4.17 Grafik Peningkatan Minat Siswa
4.2.3 Pemahaman Konsep Miat belajar siswa Pra Tindakan 49.6 Siklus 1 72.9 Sijkus 2 87 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P e r s e n t a s e
( % )
Minat belajar siswa 1 PraTindakan-Siklus 1 23.3 Siklus 1-Siklus 2 14.1 0 5 10 15 20 25 P e r s e n t a s e
( % )
Peningkatan Minat Siswa 44
Tabel 4.8 Hasil Test Aspek yang Diamati Persentase (%) Pra Tindakan Siklus I Siklus II Test 56.53 74.45 86.67 Ketuntasan 47 63,64 83,34
Gambar 4.17 Grafik Hasil Test Tiap Siklus
Gambar 4.18 Grafik Peningkatan Ketuntasan
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Hasil Test Tiap Tahap Pra Tindakan Siklus 1 Siklus 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Peningkatan Ketuntasan PraTindakan Siklus 1 Siklus 2 45
BAB V PEMBAHASAN
A. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching Dengan Pendekatan Metakognitif Menurut De Porter (2007) tahap-tahap model pembelajaran Quantum Teaching antara lain: (1) tahap tumbuhkan ; (2) tahap alami ; (3) tahap namai; (4) tahap demonstrasi; (5) tahap ulangi; dan (6) tahap rayakan. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang, keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif terdapat peningkatan, yaitu pada siklus I persentase keterlaksanaan pembelajaran diperoleh 83,675% dan pada siklus II persentase keterlaksanaannya meningkat menjadi 88, 085%. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I ke siklus II adalah 4,41%. Pada siklus I, keterlaksanaan pembelajaran masih di bawah indikator keberhasilan yang diinginkan, yaitu 85%. Hal ini dikarenakan pada aspek pemantapan gagasan pada pertemuan pertama siklus I guru tidak melaksanakan langkah pembelajaran yang sudah disiapkan di RPP. Guru lupa tidak melaksanakan dikarenakan waktu pembelajaran melampaui batas yang sudah ditentukan, karena terdapat kesalapahaman jam mengajar. Pada siklus II, keterlaksanaan pembelajaran sudah mencapai indikator keberhasilan, hal ini dikarenakan guru melakukan perbaikan dari hasil refleksi pada siklus I, sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I, terutama pada tahap demonstrasi. Aspek-aspek yang diamati pada keterlaksanaan pembelajaran meliputi tahap tumbuhan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. Pada tahap tumbuhan, alami, dan rayakan persentase keterlaksanaan pembelajaran tetap stabil. Tetapi, untuk aspek yang lain sudah terjadi peningkatan yang membuat persentase keterlaksanaan pada siklus II meningkat dari siklus I. Dengan adanya peningkatan pada keterlaksanaan pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa telah ada perbaikan pada pembelajaran di siklus II. Pembelajaran fisika yang efektif dapat dilaksanakan dengan cara menunjukkan langsung fenomena fisika kepada siswa. Selain itu, dibutuhkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran karena dengan begitu siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Wartono dan Asim (2010: 6) yaitu proses pembelajaran fisika di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembang-kan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
46
B. Minat Menurut Suryabrata (2011 : 12) minat terdiri dari 3 unsur yaitu kognisi, emosi, dan konasi. Unsur kognisi ditunjukkan dengan minat ketertarikan mengajukan pertanyaan dan minat ketertarikan pada materi. Unsur emosi ditunjukkan dengan keberanian tampil di depan kelas dan antusiasme dalam pembelajaran. Sedankan konasi ditunjukkan dengan kesungguhan memecahkan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang, didapatkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan minat belajar fisika siswa. Minat belajar fisika pada tahap pra tindakan hanya mencapai 49,6 %. Setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 meningkat menjadi 72,8% dan siklus 2 menjadi 87%. Dari hasil tersebut, diketahui minat belajar fisika siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 80. Hal ini dikarenakan, guru kurang maksimal dalam menarik perhatian siswa. Sedangkan pada siklus II minat belajar fisika siswa sudah mencapai indikator keberhasilan, karena siswa sudah merasa fisika adalah mata pelajaran yang menyenangkan. Hasil penelitian dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif ini dapat meningkatkan minat belajar fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eni Pirwanti (2010) yang menyatakan bahwa Minat belajar siswa meningkat ditunjukkan dari siswa yang minat belajar sangat baik sejumlah 10 siswa (27,8%) menjadi sejumlah 23 siswa (63,9%) pada akhir siklus II. Hal itu menunjukkan bahwa model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan minat belajar fisika siswa.
C. Pemahaman Konsep Menurut Patria (2007:21) mengatakan apa yang di maksud pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang, didapatkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan
47
pendekatan metakognitif dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa. Indikator keberhasilan untuk rata-rata nilai test yaitu 75, seperti nilai KKM yang ada di SMA Negeri 9 Malang. Sedangkan indikator keberhasilan untuk persentase ketuntasan belajar siswa yaitu 70%. Nilai tes diperoleh rata-rata sebelum tindakan (kemampuan awal) yaitu 56.53 dengan persentase ketuntasan 47%, pada siklus I diperoleh rata-rata 74.45 dengan persentase ketuntasan 63,64%, dan pada siklus II diperoleh rata-rata 86.67dengan persentase ketuntasan 83,34%. Dari hasil tersebut, diketahui pemahaman konsep dan persentase ketuntasan belajar sebelum tindakan masih di bawah KKM dan indikator keberhasilan, sedangkan setelah diberi tindakan sampai siklus II rata-rata nilai tes dan persentase ketuntasan belajar meningkat dan melebihi nilai KKM dan indikator keberhasilan. Pemahaman konsep siswa dapat meningkat setelah diberi tindakan karena siswa merasa apabila belajar dengan metode yang menyenangkan siswa lebih mudah menyerap materi dan tidak cepat bosan. DePorter (2007: 3) menyatakan Quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui perpaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna Tanjung (2012) yang mengemukakan bahwa pada hasil pengujian hipotesis terdapat pengaruh peningkatan hasil belajar dengan model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SMPN 1 Percut. 48
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Keterlaksanan model pembelajaran model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif yang diterapkan di kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang sudah terlaksana dengan baik yaitu pada siklus I diperoleh 83,675% dan pada siklus II persentase keterlaksanaannya meningkat menjadi 88, 085%. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I ke siklus II adalah 4,41%. 2. Peningkatan minat belajar fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang melalui model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif yaitu tahap pra tindakan hanya mencapai 49,6 %. Setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 meningkat menjadi 72,8% dan siklus 2 menjadi 87%. 3. Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang melalui model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif 56.53 dengan persentase ketuntasan 47%, pada siklus I diperoleh rata-rata 74.45 dengan persentase ketuntasan 63,64%, dan pada siklus II diperoleh rata-rata 86.67dengan persentase ketuntasan 83,34%. Dari hasil tersebut, diketahui pemahaman konsep dan persentase ketuntasan belajar sebelum tindakan masih di bawah KKM dan indikator keberhasilan, sedangkan setelah diberi tindakan sampai siklus II rata-rata nilai tes dan persentase ketuntasan belajar meningkat dan melebihi nilai KKM dan indikator keberhasilan. B. Saran Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disampaikan saran sebagai berikut. 1. Bagi peneliti sebaiknya mempelajari model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dengan lebih baik lagi serta pengelolaan waktu pada setiap tahap pembelajaran sebaiknya juga diperhatikan agar keterlaksanaan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, sehingga pembelajaran menjadi efektif. Interaksi dengan siswa sebaiknya lebih ditingkatkan, agar siswa menjadi lebih aktif di kelas. 2. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif ini disarankan agar untuk mengukur keterlaksaan pembelajaran tidak hanya guru sebagai sumber data, tetapi juga siswa. Sebelum melaksanakan penelitian sebaiknya mempelajari model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dengan baik serta
49
pengelolaan waktu pada setiap tahap pembelajaran sebaiknya juga diperhatikan agar keterlaksanaan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, sehingga pembelajaran menjadi efektif. Interaksi dengan siswa sebaiknya diperhatikan untuk membuat siswa aktif di kelas, serta kondisi ruang kelas sebaiknya dibuat semenarik mungkin, agar pembelajaran menjadi lebih bermakna untuk siswa. 50
DAFTAR PUSTAKA Abd. Rahman Abror .1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Bimo Walgito.1997. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta : Andi Ofset. DePorter, Bobbi, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie. 2007. Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas . Bandung: Kaifa. DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; & Nourie, Sarah Singer. 2010. Quantum Teaching. Bandung: Mizan Pustaka. DePorter, B., Reardon, M. & Singer-Nourie, S. 2012. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. Eggen, P. D. & Kauhack, D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon. Ernawati. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Peserta didik SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI (tidak dipublikasikan). Gredler, M.E., 2011, Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Kencana, Jakarta Herman, Tatang. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Peserta didik SMP. Disertasi Doktor Program Pascasarjana UPI (tidak dipublikasikan) Hurlock, Elizabeth B . 1999 .Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya, 2 (1), 17-18. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta. John Killis. 1988. Hubungan Minat Kerja, Motivasi Ekstrinsik dan Bimbingan dalam Pelajaran dengan Kecakapan Kerja Teknik Listrik. Jakarta : Bumi aksara. Joice , Bruce, dkk.1980. Models of Teaching. Prentice Hall.New Jersey. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. 2012. Konsep Pendekatan Scientific. (Tidak Diterbitkan) 51
Kusno dan Purwanto. 2011. Efektifitas of Quantum Learning for Teaching Linear Program At The Muhammadiah Senior High School of Purwokerto in Central Java. Purwokerto : (Tidak Diterbitkan). Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya Naim, M (2009). Penerapan Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta pikiran (Mind Mapping) Dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal ilmiah Kretif Vol VI. Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik Peserta didik SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Peserta didik. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5 Februari 2014. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5 Februari 2014. Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5 Februari 2014. Purwanto, M.N. 1994. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta Purwanto, Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan, Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI. Tirtarahardja, Umar dan La Sulo, S.L. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: PT Rineka Cipta Siti Rahayu Hadinoto.1998. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajahmada Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Suzana, Y. (2004). Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik Peserta didik SMU. Disajikan pada Seminar 52
Nasional Matematika: Matematika dan Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas SDM dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi. Bandung. 15 Mei 2004. Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya. Sumaji, dkk. 1998. Pendidikan Sains Yang Humanistis. Bandung : Kanisius. Trianto. (2011).Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis. Jakarta:Prestasi Pustaka. Virlianti, Y. 2002. Analisis Pemahaman Konsep Peserta didik dalam Memecahkan Masalah kontekstual pada Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Realistik. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI (tidak dipublikasikan) Weinert, F.E. dan Kluwe, R.H. (1987). Metacognition, Motivation, and Understanding. Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Whiterington. 1985. Psikologi Pendidikan (terjemahan Buchori). Jakarta: CV. Gramedia Woolfolk, A.E. (1995). Educational Phsycology. USA: Allyn and Bacon.