Anda di halaman 1dari 53

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING MELALUI

PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN


PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMAN 9 MALANG TAHUN AJARAN
2014/2015 POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR


SKRIPSI


OLEH
RESA MAHESTA
NIM 110321419521






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JANUARI 2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam
Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi diimplementasikan setelah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Mendikbud, 2013). Implementasi
kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah
(SMA/MA), dan sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK)
dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014(Permendikbud No. 81A/2013
tentang Implementasi Kurikulum ).
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 ,
kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir bahwa pola
pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta
didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk
memiliki kompetensi yang sama. Tentang pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-
peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif , pola pembelajaran terisolasi menjadi
pembelajaran secara jejaring yaitu peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan
dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet, pola pembelajaran
pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari, pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok
(berbasis tim), pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia, pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users)
dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pola
pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu
pengetahuan jamak (multidisciplines) dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran
kritis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menyatakan tujuan
pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan
sebagai berikut. (1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain. (3). Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan
masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit
instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta
mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. (4) Mengembangkan
2

kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan
konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian
masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika
serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai
bekal untuk melan-jutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum 2013 menuntut standart kompetensi lulusan harus meliputi 3 ranah yaitu
ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Ranah sikap mencakup transformasi substansi
atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. Ranah keterampilan mencakup
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. Ranah
pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi
manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk
hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2012).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada sabtu, 8 Februari 2013 18 dari 20 peserta
didik SMAN 9 Malang menyatakan bahwa selama ini guru mata pelajaran fisika mereka
belum mengarahkan peserta didik untuk merenungkan tentang materi apa yang belum
dikuasai. Guru hanya memberikan penjelasan tentang materi, bertanya apakah sudah paham,
dan peserta didik cenderung berkata sudah paham karena ada beberapa faktor. Dari 20
peserta didik tersebut menyatakan faktor-faktor peserta didik cenderung berkata sudah paham
ketika guru bertanya antara lain karena 20% peserta didik takut, 35% peserta didik ingin
segera mengakhiri pelajaran dan 45 % peserta didik tidak tahu apa yang ingin ditanyakan.
Sejauh ini pelajaran fisika masih dianggap sulit dan menakutkan oleh peserta didik
yang memiliki hasil belajar tidak memuaskan (Naim, 2009:3). Studi pendahuluan tentang
pokok bahasan suhu dan kalor kepada 20 peserta didik SMAN 9 Malang menunjukkan
bahwa peserta didik yang menguasai konsep sebanyak 20 %, miskonsepsi sebanyak 25%
dan tidak menguasai konsep sebanyak 55%. Dari data tersebut terlihat bahwa presentase
peserta didik yang tidak menguasai konsep masih besar. Berdasarkam uraian tersebut di atas
diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Salah satu
model pembelajaran yang cocok yaitu Quantum Teaching.
Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi
yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan pembelajaran yang
dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi, ulangi dan rayakan).Quantum
Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
3

merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar (De Porter,
2012:33). Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala
suasananya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar (Depoter, 2010:32). Diciptakan berdasarkan teori-teori
pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multipel Intellegences (Gadner),
Neuro-Linguistik Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn),
Socratic Inquiry, Cooperative (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective
Instruction (Hunter). Quantum Teaching merangkaikan dengan yang paling baik dari
yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, dan kompatibel dengan otak, yang
akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami kemampuan peserta didik
untuk berprestasi. Sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah
diterapkan, quantum teaching menawarkan suatu sinesis dari hal-hal yang anda cari:
cara-cara baru memaksimalkan dampak usaha pengajaran anda melalui perkembangan
hubungan, penggubahan belajar dan penyampaian kurikulum (DePoter, 2010: 33).
Pembelajaran yang diterima peserta didik selama ini belum banyak melatihkan
kemampuan berpikir tentang potensi yang dimiliki. Peserta didik telah menyadari pentingnya
belajar fisika dan ketidakmampuannya menguasai fisika tetapi belum mengunakan
pengetahuannya untuk berpikir bagaimana mengatasi masalah yang dihadapinya.
Kemampuan berpikir tentang apa yang diketahui dan tidak diketahui, bagaimana
mengunakan strategi dalam belajar dan dapat mengevaluasi hasil yang akan dicapai
merupakan kemampuan metakognitif. Brown (1987:66) menyatakan bahwa metakognif
mengacu pada kognisi dan sistem pengontrolannya. Kusno dan Purwanto (2011:87) dalam
penelitiannya yang berjudul Efektifitas of Quantum Learning for Teaching Linear
Program At The Muhammadiah Senior High School of Purwokerto in Central Java,
menunjukan penerapan model pembelajaran quantum teaching efektif meningkatkan hasil
belajar topik program linier dibandingkan dengan pengunaan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini melaporkan bahwa hasil belajar peserta didik meningkat menjadi 85% dari
hasil belajar yang diperoleh pada saat tes awal sebelum pembelajaran 23,69% dan
respon positif peserta didik terhadap pembelajaran sebesar 97%.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan peserta
didik untuk menganalisis apa yang belum dan sudah diketahui peserta didik serta
pembelajaran yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan segala kaitan,
interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar merupakan faktor penting
untuk meningkatkan minat dan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran fisika. Dari
uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model
4

Pembelajaran Quantum Teaching melalui Pendekatan Metakognitif untuk
Meningkatkan Minat dan Pemahaman Konsep Peserta didik Kelas X SMAN 9 Malang
Pokok Bahasan Suhu dan Kalor

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang
pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum
Teachingmelalui pendekatan metakognitif?
2. Bagaimana peningkatan minat belajar kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu
dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teachingmelalui
pendekatan metakognitif?
3. Bagaimana keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teachingmelalui
pendekatan metakognitifuntuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep
peserta didik kelas X SMAN 9 Malang?

1.3 Hipotesis
1. Terjadi peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada
Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching
melalui pendekatan metakognitif.
2. Terjadi peningkatan minat belajarpeserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada Materi
Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching melalui
pendekatan metakognitif
3. Keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching melalui
pendekatan metakognitif mampu meningkatkan minat belajar dan pemahaman
konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peserta didik :
a. Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran fisika.
b. Untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran fisika.
2. Bagi guru :
a. Sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatakan minat dan
pemahaman konsep peserta didik terhadap mata pelajaran fisika.
b. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep
peserta didik di kelas X SMAN 9 Malang.
5

3. Bagi sekolah :
a. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep
peserta didik di SMAN 9 Malang
4. Bagi peneliti :
a. Sebagai pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-7 SMAN 9 Malang dengan jumlah
peserta didik 40 orang yang terdiri dari 17 peserta didik laki-laki dan 23 peserta didik
perempuan.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Quantum Teaching
yang memiliki 5 tahap pembelajaran yaitu tandur (tumbuhkan, alami, namai,
demondtrasi, ulangi dan rayakan) melalui pendekatan metakognitif.
3. Penelitian dilakukan terbatas pada mata pelajaran fisika kelas X pada pokok bahasan
suhu dan kalor.
4. Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat peserta didik terhadap mata
pelajaran fisika. Unsur-unsurnya terdiri dari perhatian (kognisi), perasaan (emosi), dan
kemauan (konasi)
5. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencangkup pemahaman dalam aspek
kognitif.

1.6 Definisi Operasional
1. Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas
interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan
pembelajaran yang dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi,
ulangi dan rayakan).Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk
menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan
isi, dan memudahkan proses belajar. (De Porter, 2012:33). Quantum teaching adalah
pengubahan belajar yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan
segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar
(Depoter, 2010:32).
2. Metakognitif adalah pengetahuan tentang pemikiran seseorang mencakup informasi
tentang kapasitas dan keterbatasan dirinya sendiri dan kesadaran akan kesulitan
selama belajar sehingga dapat dilakukan perbaikan (Gredler, 2011). Eggen dan
Kauchak (1996) menyatakan bahwa metakognitif merupakan berpikir tingkat
6

tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi
antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus, kecakapan menggunakan
proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol terhadap proses
kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan.
3. Minat menurut Drs. Dyimyati Mahmud (1982) adalah sebagai sebab kekuatan
pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau
aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu
pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau
karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas. Pengukuran minat peserta didik terhadap
mata pelajaran fisika diukur berdasarkan angket, lembar observasi dan wawancara
terhadap peserta didik.
4. Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat
kemampuan yang menuntut peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi
serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, peserta didik tidak hanya hapal secara
verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya
(Bruce Joice dkk, 1980 :37). Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir
(2009 : 30) mengemukakan bahwa pemahaman berkenaan dengan inti sari dari
sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa
yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus
menghubungkannya dengan materi lain. Pengukuran pemahaman konsep peserta didik
diukur dengan menggunakan tes.








7

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua
ide utama. Pertama perkembangan intelektual dapat dipahami dari konteks historis dan
budaya pengalaman anak. Kedua perkembangan tergantung pada sistem isyarat yang
mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang
berfikir, berkomunikasi, memecahkan masalah, dengan demikian berkembangan kognitif
anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dabn belajar menggunakan sistem-sistem
ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri. Menurut Slavin (dalam
Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teory Vygotsky dalam pendidikan.
Pertama, dikehendakinya setting kelas bentuk pembelajaran kooperatif antara kelompok-
kelompok peserta didik dengan kemampuan yang berbeda, sehingga peserta didik dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi
pemecahan masalah yang efektif dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing. Kedua, dalam pembelajaran menggunakan yang menekankan perancahan
atau pendampingan (scaffolding), sehingga peserta didik semakin lama semakin dapat
mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
(1) Pengelolaan Pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan
belajar seseorang, sehingga perkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi
oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik
melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat
yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide-ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
(2) Pemberian Bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-
tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah
perkembangan terdekat mereka (Wersch,1995), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas
peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky. Pada saat peserta didik melaksanakan
aktivitas di dalam daeah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat
diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang
lain.
a. Ciri dan Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik
1) Ciri teori Belajar kontruktivistik
8

Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke peserta didik, kecuali dengan
keaktifan peserta didik untuk bernalar.
Peserta didik mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar
Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Selain itu yang paling penting, guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam
pikirannya. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang
membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik,
dengan memberi kesempatan kepada peserta didikuntuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-ide dan dengan mengajak peserta didik agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada
peserta didik agar dapat membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman yang lebih
tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sindiri yang mau memanjatnya.
2) Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip kontruktivisme yang diterapkan dalam proses pembelajar
adalah:
Pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali peserta
didik aktif sendiri untuk bernalar
Peserta didik aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi
pengetahuan berjalan lancar
Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik
Struktur pembelajaran seputar konsep utama penting sebuah pertanyaan
Mencari dan menilai pendapat peserta didik
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberi pengetahuan pada peserta didik. Peserta didik harus
membangun pengetahuan dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses
9

ini dengan cara membuat informasi lebih bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik.
Guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide
debgan mengajak peserta didik menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar.
b. Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar kontruktivistik
1) Setiap guru akan pernah mengalami, bahwa materi yang telah di bahas dengan jelas,
tetapi masih ada sebagian peserta didik belum memahami dari materi yang telah
dibahas. Hal ini bukan berarti guru tidak berhasil, karena belajar merupakan
tanggungjawab peserta didk sendiri untuk belajar. Jadi dalam pembelajaran yang
penting bagaimana seorang gyry mendorong peserta didik mau berusaha keras
secara mandiri untuk memahaminya dari apa yang diinformasikan guru.
2) Tugas guru memfasilitasi peserta didik. Sehingga materi yang dibangun atau
dikontruksi peserta didik sendiri bukan ditanam guru; Peserta didik harus aktif
mengasimilasi dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam struktur kognitifnya.
3) Untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik guru harus mengetahui model-
model mental yang digunakan peserta didik untuk mengenal dunia mereka dan
penalaran yang dikembangkan yang dibuat peserta didik untuk mendukung model-
model itu
4) Peserta didik perlu mengkontruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing
konsep materi sehingga guru dalam proses pembelajaran bukan mengkuliahi atau
yang sejenisnya tetapi guru harus menciptakan situasi bagi peserta didik yang
membantu perkembangan mereka membentuk kontruksi-kontruksi mental yang
diperlukan.
5) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik
6) Latihan memecahkan masalah sebaiknya dilakukan secara berkelompok dengan
menganalisis masalah dalamkehidupan sehari-hari
7) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, moderator dan teman yang membuat
situasi kondusifuntuk terjadinya kontruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
2.2 Quantum Teaching
2.2.1 Pengertian Quantum Teaching
Quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala
nuansanya (DePorter, 2007: 3). Quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang
memudahkan proses belajar melalui perpaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian
10

yang terarah. Quantum Teaching pada awalnya adalah badan ilmu pengetahuan dan
metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi Super Camp .
Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua
kehidupan adalah energi, sedangkan learning artinya belajar. Belajar bertujuan untuk
meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan
energi cahaya. Dengan demikian quantum teaching adalah cara penggubahan bermacam-
macam interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi
kesuksesan peserta didik. interaksi ini akan mengubah kemampuan dan bakat alamiah
peserta didik menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka maupun bagi orang lain
(DePorter, 2007: 5). Quantum teaching menggabungkan suggestologi, teknik pemercepatan
belajar atau accelerated learning , dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan
metode tertentu (DePorter, 2007: 10).
Quantum teaching mengasumsikan bahwa peserta didik, jika mampu
mempergunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan
prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat, peserta
didik dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu dari metode ini
adalah bahwa belajar harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira,
sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan baik
(DePorter, 2007).
Quantum Teaching ini mengikuti konsep persamaan Fisika Quantum yaitu:
E = mc
2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar, semangat)
m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini ditarik sebuah kesimpulan bahwa interaksi serta proses
pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas danantusiasme
belajar pada peserta didik.
2.2.2 Asas Utama Quantum Teaching
Asas utama atau alasan dasar dari segala strategi, model, dan keyakinan quantum
teaching adalah bawalah mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia
mereka. Dalam hal ini, setiap interaksi dengan peserta didik, setiap rancangan
kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun dan dilakukan berdasarkan asas utama
tersebut. Asas utama quantum teaching tersebut menegaskan bahwa pada pada dasarnya
belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia, yaitu pikiran, perasaan, dan bahasa
11

tubuh, di samping juga pengetahuan, sikap, dan keyakinan yang sudah dimiliki atau dianut
dan persepsi atau harapan masa depan (DePorter et al ., 2007).
2.2.3 Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
Quantum teaching memiliki lima prinsip (DePorter et al ., 2007), yaitu :
(1) segalanya berbicara,
(2) segalanya bertujuan,
(3) pengalaman sebelum pemberian nama,
(4) akui setiap usaha, dan
(5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
Prinsip tersebut menegaskan bahwa semua hal yang berkaitan dengan
pembelajaran, seperti ruang kelas, buku, kertas, pakaian, bahasa tubuh, ucapan, dan
rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru memiliki makna dan menyampaikan
pesan tentang belajar. Suasana kelas yang berantakan, buku yang sobek, kertas yang
berserakan, dan pakaian kotor yang dikenakan oleh guru menyampaikan pesan bahwa
proses pembelajarn tidak akan menyenangkan dan menjadi beban. Lingkungan kelas sangat
berpengaruh terhadap proses dan keberhasilan belajar.
Dorothy dalam DePorter et al. (2007: 66) menyatakan bahwa segala sesuatu dalam
lingkungan kelas menyampaikan pesan yang memacu atau menghambat belajar. Penataan
meja dan bangku, pemasangan poster, kebersihan kelas, susunan buku di rak yang rapi,
dan sebagainya memberikan pesan yang dapat memacu atau bahkan menghambat
belajar.Kegiatan belajar adalah satu hal yang mengandung resiko oleh karena itu guru
perlu memberikan pengakuan atas keberanian peserta didik dalam belajar. Setelah
melakukan usaha atau kegiatan belajar, maka harus dirayakan. Perayaan memberikan
umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
2.2.4 Delapan Kunci Keunggulan dalam Quantum Teaching
Delapan kunci keunggulan dalam quantum teaching (DePorter et al,2007) adalah:
1) Integritas
2) Kegagalan awal kesuksesan.
3) Bicaralah dengan niat baik.
4) Hidup di saat ini.
5) Komitmen.
6) Tanggung jawab.
7) Sikap luwes dan fleksibel.
8) Keseimbangan.
12

Kunci-kunci tersebut dapat ditulis dengan huruf besar dan dipasang di dinding kelas.
Kunci tersebut bukan hanya bermakna sebagai pengingat atau penyemangat untuk peserta
didik dan guru, tetapi juga sebagai landasan dalam pembelajaran di kelas. Hal ini
berarti bahwa kunci tersebut harus dimasukkan dalam kurikulum, diterapkan dalam
pelajaran dan permainan. Pada akhirnya kunci tersebut akan menjadi kosa kata umum
antara guru dan peserta didik.
Agar peserta didik menerapkan kunci-kunci tersebut dalam kegiatan pembelajaran
dan dalam kegiatan sehari-hari, maka guru juga harus melakukan hal yang sama.
Dengan kata lain, guru harus menjadi teladan dalam penerapan kunci-kunci tersebut.
Selain memberikan teladan, guru dapat mengajarkan kunci-kunci tersebut melalui cerita-
cerita atau perumpamaan yang berkaitan. Kunci-kunci tersebut juga dapat diajarkan
dengan cara disisipkan dalam atau diintegrasikan dengan mata pelajaran ang sedang
dipelajari. Misalnya adalah dalam menjelaskan materi lingkungan sekitar atau flora fauna,
kunci tersebut dapat disisipkan dengan tangung jawab untuk memelihara alam semesta,
untuk menjaga pepohonan dan keberlangsungan hewan dan sumber daya alam lainnya
sehingga keseimbangan kehidupan dapat terjaga.
2.2.5 Kerangka Perancangan Quantum Teaching
Dalam Quantum Teaching terdapat rancangan pengajaran yang dapat mewujudkan
pembelajaran yang dinamis (DePorter, 2007). Kerangka pengajaran tersebut dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR,
yaitu:
(a) Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar peserta didik dengan memuaskan rasa ingin tahu peserta
didik dalam bentuk apakah manfaat pelajaran tersebut bagi peserta didik dengan
menggunakan rumus Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK). Sebelum
memberikan materi pelajaran kepada peserta didik terlebih dahulu menjelaskan
manfaat mempelajari materi tersebut, supaya peserta didik bertambah
keingintahuannya terhadap materi tersebut dan akan memperhatikan apa yang
disampaikan oleh guru.
(b) Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua peserta
didik.
(c) Namai
Setelah peserta didik melalui pengalaman belajar pada kompetensi dasar tertentu,
kita ajak untuk menulis dikertas, menamai apa saja yang mereka peroleh, apakah
13

informasi itu berupa gambar , tempat dan sebagainya kemudian mengajak mereka
menempelkan hasilnya di papan tulis.
(d) Demonstrasikan
Setelah peserta didik mengalami belajar akan sesuatu, beri kesempatan mereka untuk
mendemonstrasikan kemampuaannya. Melalui pengalaman belajar peserta didik akan
mengetahui dan mengerti bahwa dia memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup
memadai.
(e) Ulangi
Pengulangan dan post test memperkuat daya ingat dan dapat menumbuhkan rasa,
Aku tahu bahwa aku memang tahu ini.
(f) Rayakan
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu
pengetahuan, bisa dilakukan dengan memberikan tepuk tangan maupun pemberian
hadiah.
2.3 Pendekatan Metakognitif
Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa metakognitif adalah second-order
cognition yang memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan tentang pengetahuan, atau
refleksi tentang tindakan. Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua
komponen terpisah yang terkandung dalam metakognitif, yaitu pengetahuan deklaratif dan
prosedural tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk melakukan suatu
tugas. Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui prasyarat
untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut, dan mengetahui kapan melakukannya. Lebih
jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan bahwa proses atau keterampilan
metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang dengannya seseorang dapat memeriksa,
merencanakan, mengatur, memantau, memprediksi, dan mengevaluasi proses berpikir mereka
sendiri. Menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self
monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognitif. Dalam sudut pandang yang lain,
Tim MKPBM (2001) memandang metakognitif sebagai suatu bentuk kemampuan untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Para
peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya
dalam belajar. Artinya saat peserta didik mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk
mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya.
Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan
metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang,
memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk
14

mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif
menitikberatkan pada aktivitas belajar peserta didik; membantu dan membimbing peserta
didik jika ada kesulitan; serta membantu peserta didik untuk mengembangkan konsep diri apa
yang dilakukan saat belajar matematika. Sejalan dengan itu pula, Nindiasari (2004)
menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif sangat
penting untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari strategi
kognitif. Contoh dari strategi kognitif ini antara lain: bertanya pada diri sendiri, memperluas
aplikasi-aplikasi tersebut, dan mendapatkan pengendalian kesadaran atas diri mereka.
Ada dua konteks yang mesti dipahami agar peserta didik mampu belajar secara baik
dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif,
yaitu peserta didik dapat memahami dan menggunakan strategi kognitif dan strategi kognitif
metakognitif selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Hartono (Nindiasari, 2004),
pengertian strategi kognitif adalah, penggunaan keterampilan keterampilan intelektual secara
tepat oleh seseorang dalam mengorganisasi aturan-aturan ketika menanggapi dan
menyelesaikan soal, sedangkan strategi kognitif metakognitif adalah mengontrol seluruh
aktivitas belajarnya, bila perlu memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapai
tujuan. Bila diterapkan dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji
pemahamannya tentang materi yang dipelajari.
Selain dengan latihan, belajar juga merupakan metakognitif melalui aktivitas yang
digunakan yaitu mengatur dan memantau proses belajar. Adapun kegiatannya menurut Flavell
(Weinert dan Kluwe, 1987) mencakup perencanaan, monitoring, dan memeriksa hasil.
Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul melalui empat situasi, yaitu: (1) peserta didik
diminta untuk menjustifikasi suatu kesimpulan atau mempertahankan sanggahan, (2) situasi
kognitif dalam mengahadapi suatu masalah membuka peluang untuk merumuskan pertanyaan,
(3) peserta didik diminta untuk membuat kesimpulan, pertimbangan, dan keputusan yang
benar sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memantau dan mengatur proses kognitifnya,
dan (4) situasi peserta didik dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan, misalnya dalam
pemecahan masalah.
Aspek metakognitif sebagai bagian terkait dari pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat dikembangkan agar
mahapeserta didik mampu memahami dan mengontrol pengetahuan yang telah didapatnya
dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek aktivitas metakognitif yang dikemukakan oleh
Flavell (Suzana, 2004: B4-4) adalah: (1) kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa
yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri
dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi,
15

membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan. Dengan demikian,
seperti yang diungkapkan oleh Borkwoski; Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al.,
1987; Torgosen; Wong(Jacob, 2003: 17-18), bahwa dosen mengajar mahapeserta didik
2.4 Minat
2.4.1 Pengertian Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa
yang diinginkan bila orang tersebut diberi kebebasan untuk memilih (Elisabeth B.
Hurlock, 1999:114). Menurut Bingham dan Mac Daniel (dalam Munandir, 1997: 146),
minat adalah kecenderungan orang untuk tertarik dalam suatu pengalaman dan untuk
terus demikian itu. Kecenderungan itu tetap bertahan sekalipun seseorang sibuk
mengerjakan hal lain. Kegiatan yang diikuti seseorang karena kegiatan itu menarik
baginya, merupakan perwujudan minatnya.
Menurut Slameto (1995: 180), minat juga dapat diartikan sebagai suatu rasa
lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar diri. Semakin kuat ataudekat hubungan tersebut, semakin besar pula
minat. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa
peserta didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula ditunjukkan melalui
partisipasi dalam suatu aktivitas. Slameto (1995: 57), minat adalah kecenderungan
seseorang yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang
diminati seseorang dan diperhatikan secara terus-menerus yang disertai dengan rasa
senang.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu
perasaan suka atau tertarik terhadap suatu objek di luar diri individu yang diikuti
dengan munculnya perhatian terhadap objek tersebut yang mengakibatkan seseorang
mempunyai keinginan untuk terlibat atau berkecimpung dalam suatu objek tersebut,
karena dirasakan bermakna pada dirinya sehingga ada harapan dari objek yang dituju.
2.4.2 Ciri-ciri Minat
Minat yang terjadi dalam diri individu dipengaruhi dua factor yang menentukan yaitu
faktor keinginan dari dalam diri individu atau keinginan dari luar diri individu. Minat
dari dalam individu berupa keinginan atausenang pada perbuatan. Orang tersebut senang
melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Minat dari luarindividu berupa
dorongan atau paksaan dari luar individu untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Menurut Siti Rahayu Hadinoto (1998: 189), ada dua faktor yang mempengaruhi
minat seseorang, yaitu:
16

1) Faktor dari dalam (intrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan memang
diinginkan karena seseorang senang melakukannya. Di sini minat datang dari diri orang itu
sendiri. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri.
2) Faktor dari luar (ekstrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dasar
dorongan atau pelaksanaan dari luar. Orang melakukan kegiatan ini karena ia didorong
atau dipaksa dari luar.
2.4.2 Jenis-jenis Minat
Pengelompokkan jenis minat menurut Whiterington (1985:136) adalah sebagai berikut:
1) Minat biologis atau minat primitif, yaitu minat yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan
yang berkisar pada hal makan dan kebebasan beraktivitas.
2) Minatsosial atau minat kultural, yaitu minat yang berasal dari belajar yang lebih tinggi
sifatnya, minat ini meliputi: kekayaan, bahasa simbol, harga diri, atau prestise sosial, dan
sebagainya.
2.4.3 Unsur-Unsur Minat
Menurut Abd. Rahman Abror (1993: 112) minat mengandung unsur kognitif
(logika), emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Unsur konasi dalam arti minat ini
didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang
dituju adalah minat tersebut. Unsur emosi terdapat karena dalam partisipasi atau
pengalaman tertentu (rasa senang), sedangkan unsure konasi merupakan kelanjutan dari
kedua unsur tersebut yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan dan hasrat
untuk melakukan sesuatu kegiatan.
2.4.4 Cara Mengukur Minat
Menurut Super dan Crities (dalam John Killis, 1988: 23-24), ada empat cara untuk
menjaring minat dari subjek, yaitu:
1) Melalui pernyataan senang atau tidak senang terhadap aktivitas (expressed interest) pada
subjek yang diajukan sejumlah pilihan yang menyangkut berbagai hal atau subjek yang
bersangkutan diminta menyatakan pilihan yang paling disukai dari sejumlah pilihan.
2) Melalui pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang paling sering dilakukan
(manitest interest), cara ini disadari mengandung kelemahan karena tidak semua
kegiatan yang sering dilakukan merupakan kegiatan yang disenangi sebagaimana
kegiatan yang sering dilakukan mungkin karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan
atau maksud-maksud tertentu.
3) Melalui pelaksanaan tes objektif (tested interest) dengan coretan atau gambar yang
dibuat.
4) Dengan menggunakan tes bidang minat yang lebih dipersiapkan
17

secara baku (inventory interest).
2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat menurut Super dan Cities (dalam John
Killis, 1988: 25) adalah seperti faktor pekerjaan, sosial ekonomi, bakat, jenis kelamin,
pengalaman dan lingkungan. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi
minat seseorang adalah sebagai berikut:
1) Rasa Senang atau Rasa Tertarik
Tertarik merupakan rasa suka atau senang setiap individu, tetapi individu
tersebut belum melakukan aktivitas atau sesuatu hal yang menarik baginya. Jadi tertarik
merupakan sebuah awal dari individu dalam menaruh minat.
2) Perhatian
Menurut Bimo Walgito (1997: 56), perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi
dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Bila individu mempunyai perhatian terhadap suatu objek, maka timbul minat spontan
dan secara otomatis terhadap objek
tersebut. Perhatian merupakan keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang
dikerahkan dalam pemusatannya kepada suatu barang yang ada di dalam maupun di
luar diri individu (Dakir, 1993: 144). Menurut Bimo Walgito (1997:57-58), ditinjau dari
segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian
tidak spontan. Perhatian spontan yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul
dengan secara spontan. Sedangkan perhatian tidak spontan yaitu perhatian yang
ditimbulkan
dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan ahwa perhatian merupakan
pemusatan konsentrasi individu kepada suatu objek baik di dalam maupun di luar diri
individu tersebut dengan mengesampingkan objek yang lainnya.
3) Aktivitas
Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 72), aktivitas adalah banyak sedikitnya orang
menyatakan diri, menjelmakan perasaan-perasaannya, dan pikiran-pikirannya dalam
tindakan yang spontan. Aktivitas merupakan keaktifan atau partisipasi langsung dari
individu terhadap sesuatu hal. Jadi, aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan secara
berkelanjutan akan membentuk sebuah kebiasaan yang akhirnya akan menumbuhkan rasa
senang atau tertarik.
4) Peran Guru Pembimbing atau Pelatih
18

Pelatih adalah orang yang pekerjaannya melatih suatu kegiatan tertentu. Menurut
Suparlan (2006:9), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional,
intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.
Jadi peran guru pembimbing atau pelatih adalah sesuatu yang diharapkan dari seseorang
agar bisa mengajar, mendidik, dan mengarahkan suatu kegiatan tertentu.
5) Alat dan Fasilitas
Menurut Agus Suryosubroto (2004 : 4) alat adalah adalah segala sesuatu yang
diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, mudah dipindah bahkan dibawa
oleh pelakunya, yaitu peserta didik. Sedangkan fasilitas adalah segala sesuatu yang
diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, bersifat permanenatau tidak dapat
dipindahkan. Dalam hai ini, alat dan fasilitas sangat berpengaruh terhadap timbulnya
minat peserta didik, jika alat dan fasilitasnya lengkap dan memadai, ini akan membuat
peserta didik lebih berantusias dan lebih aktif dalam mengikutinya.
2.5 Pemahaman konsep
Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang
mengharapkan peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang
diketahuinya. Sementara Mulyasa (2005 : 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah
kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya Ernawati (2003:8)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap
pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam
bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu
mengklasifikasikannya.
Menurut Virlianti (2002:6) mengemukakan bahwa pemahaman adalah konsepsi yang
bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang
dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat
mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Sejalan dengan pendapat diatas, pemahaman
menurut Hamalik (2003:48) adalah kemampuan melihat hubungan hubungan antara berbagai
faktor atau unsur dalam situasi yang problematis. Berdasarkan pengertian pemahaman diatas,
penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan
mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya. Menurut Patria (2007:21) mengatakan
apa yang di maksud pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan
sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah
konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah
19

dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patria (2007:22) indikator yang termuat
dalam pemahaman konsep diantaranya : (1) mampu menerangka secara verbal mengenai apa
yang telah dicapainya, (2) mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta
mengetahui perbedaan, (3) mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau
tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, (3) mampu menerapkan hubungan
antara konsep dan prosedur, (4) mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep
yang dipelajari, (5) mampu menerapkan konsep secara algoritma, (6) mampu
mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
2.6 Hasil Penelitian Terdahulu
a. Ratna Tanjung (2012)
Pada penelitian Ratna Tanjung yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Quantum
Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Cahaya Kelas VIII Semester II
SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan Deli Serdang, yaitu (1) Ada peningkatan hasil belajar siswa
selama proses pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SPM
Negeri 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2011/2012 dengan nilai 49,83. Persentase peningkatan
sebesar 83,24%; (2) Aktivitas belaja siswa selama proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya adalah baik dengan persentasi
aktivitas belajar siswa sebesar 81,23%; (3) Ada pengaruh model pembelajaran Quantum
Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan dengan Sig t <
, yaitu 0,000 < 0,005 pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk = 70.
2.5 Kerangka Berpikir












Diskusi pemecahan masalah
Evaluasi
awal
Kondisi saat ini
a. selama ini guru mata pelajaran fisika belum
mengarahkan peserta didik untuk merenungkan
tentang materi apa yang belum dikuasai.
b. Guru hanya memberikan penjelasan tentang
materi, bertanya apakah sudah paham, dan
peserta didik cenderung berkata sudah paham
karena ada beberapa faktor.
c. Minat peserta didik pada mata pelajaran fisika
cenderung rendah akibat kesan menakutkan dan
pembelajaran yang mononton
d. Akibat minat belajar yang rendah maka
pemahaman konsep peserta didik terhadap mata
pelajaran fisika masih rendah
20

















2.6 Hipotesis
Berdasarkan teori, kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas jika pembelajaran dilakukan
dengan model pembelajaran Quantum Teaching melalui mendekatan metakognitif dilakukan
maka akan terjadi peningkatan minat dan pemahaman konsep peserta didik.

a. Minat dan pemahaman konsep siswa terhadap
mata pelajaran fisika meningkat
b. Guru mampu melaksanakan model
pembelajaran Quantum Teaching melalui
pendekatan metakognitif
Hasil
Evaluasi
akhir
a. Penjelasan model pembelajaran Quantum
Teaching melalui pendekatan metakognitif
b. Pelatihan model pembelajaran Quantum
Teaching melalui pendekatan metakognitif
c. Simulasi model pembelajaran Quantum
Teaching melalui pendekatan metakognitif
d. Pelaksanaan model pembelajaran Quantum
Teaching melalui pendekatan metakognitif
Penerapan model pembelajaran Quantum Teaching
melalui pendekatan metakognitif
Tindakan
Evaluasi
efek
21

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaborasi yang dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Taggart (Denzin, Norman K &
Lincoln Yvonna, 2009: 440) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas umumnya
mencakup penggunaan model-model penelitian dan pengumpulan data kualitatif dan
interpretif dari kalangan pendidik/guru sebagai langkah untuk memberikan penilaian
tentang cara dan teknik untuk meningkatkan praktik pengajaran guru itu sendiri.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang
diungkapkan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt
Lewin. Model ini dapat mencakup beberapa siklus dan pada masing- masing siklus meliputi
tahapan yaitu:
1. planning atau perencanaan
2. acting and observing atau pelaksanaan dan observasi
3. reflecting atau refleksi
4. revise plan atau revisi perencanaan.
Tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sampai tujuan
penelitian tercapai.
Adapun gambaran pelaksanaan model tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:

Keterangan:
1. Plan (perencanaan)
2. Act & observe (pelaksanaan dan observasi)
3. Reflect (refleksi)
4. Revised plan (revisi perencanaan)



Gambar 3. Model PTK Kemmis & Taggart
(sumber: Denzin, K Norman & Lincoln Yvonna, 2009:470)
Proses pelaksanaan tiap siklus meliputi:
1. Perencanaan: perencanaan ini dimulai dari observasi atau pengamatan guna
mengetahui permasalahan, kondisi, situasi dan potensi yang ada dalam kelas
tersebut, analisis situasi, perumusan program perbaikan atau alternatif pemecahan
22

masalah, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan perangkat program
pembelajaran, media pembelajaran dan instrumen pengumpulan data dan evaluasi
yang akan digunakan.
2. Pelaksanaan: pelaksanaan dilakukan dalam pembelajaran seperti biasa sesuai
dengan rencana yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan ini guru dan peneliti
merekam semua yang terjadi dalam pembelajaran baik dalam bentuk catatan, foto
maupun video guna dijadikan data yang akan digunakan sebagai bahan refleksi
dan evaluasi.
3. Refleksi & Evaluasi: hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk
refleksi. Apabila hasil refleksi menunjukkan belum adanya perbaikan sesuai yang
diinginkan maka kemudian disusun kembali rencana perbaikan yang akan
dilakukan dalam siklus berikutnya. Hal demikian terus dilakukan sampai tujuan
yang diinginkan dapat tercapai.
3.2 Kehadiran dan Peran Peneliti
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena pengumpulan data
dilakukan dalam situasi sesungguhnya oleh peneliti. Peran peneliti dalam penelitian kualitatif
adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisa data, dan akhirnya
pelaporan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti berposisi sebagai pelaksana (guru
model) yang menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif dan dibantu oleh observer yang berjumlah 2 orang. Observer dalam penelitian
ini adalah guru mata pelajaran fisika dan teman peneliti dari program studi dan angkatan yang
sama. Untuk perencanaan tindakan dilakukan oleh guru bersama peneliti serta meminta
pertimbangan pada dosen pembimbing penelitian ini.
3.3 Kancah Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di X7 SMAN 9 Malang yang berlokasi di
jalan Puncak Borobudur No.1 Malang pada semester genap tahun ajaran 2015-2016 pada
bulan Januari-Februari terbatas pada pokok bahasan suhu dan kalor.
3.4 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X7 SMAN 9 Malang
semester genap tahun ajaran 2015-2016, yang berjumlah 30 siswa terdiri dari 23 siswa laki-
laki dan 15 siswa perempuan
3.5 Data dan Sumber Data
Data diperoleh peneliti dari pengamatan saat berlangsungnya proses pembelajaran
terhadap 30 siswa sebagai subjek penelitian dengan menggunakan lembar observasi,
23

wawancara, angket, dan tes tertulis. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X7 SMAN
9 Malang semester genap tahun ajaran 2015-2016.
3.6 Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dilakukan langkah-langkah berikut.
a. Observasi
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal terlebih dahulu
untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selain melakukan observasi awal, peneliti juga
mengobservasi seluruh aktivitas belajar siswa selama penelitian berlangsung dan dibantu oleh
observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran
Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif.
b. Tes
Untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor,
dilakukan tes uji kompetensi berupa ulangan harian yang dilaksanakan di awal sebelum diberi
tindakan dan disetiap akhir siklus.
c. Angket
Angket digunakan untuk mengukur minat siswa sebelum dan setelah diterapkannya
model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif di kelas.
2. Instrumen Penilaian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Lembar Observasi
Lembar observasi dibuat untuk mengamati aktivitas belajar dan minat belajar siswa
selama penelitian serta keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif. Data dari hasil observasi berupa data cek list yang sudah memiliki
rubrik penilaian masing-masing.
b. Lembar Tes
Lembar tes berisi soal ulangan harian yang diisi langsung oleh siswa yang digunakan
untuk mengukur pemahaman konsep siswa.
c. Angket
Angket digunakan untuk mengukur minat belajar siswa. Diukur sebelum dan sesudah
diterapkannya model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif
3. Indikator Keberhasilan
a. Keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif
24

Indikator keberhasilan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif diperoleh setelah mencapai 85%

b. Pemahaman Konsep
Indikator keberhasilan pemahaman konsep saat pemahaman konsep siswa sebesar 75
dan persentase ketuntasan yang harus mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%.
c. Minat Belajar Fisika
Indikator keberhasilan minat belajar fisika siswa diperoleh setelah mencapai 85%

3.7 Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi
1. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan temuan-temuan yang ada pada proses
pembelajaran berlangsung.
P = F/N x 100%
Keterangan:
P: Persentase
F : Frekwensi
N : Jumlah Responden
Sebagai patokan terhadap hasil analisis persentase digunakan klasifikasi sebagaimana
tertera pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan
No Persentase Klasifikasi
1 76%-100% Baik
2 56%-75% Cukup Baik
3 40%-55% Kurang Baik
4 <40% Tidak Baik
(Sumber Arikunto, 2006:334)
2. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan dengan mengobservasi siswa pada saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Pada pertemuan ketiga evaluasi dilaksanakan pada akhir kegiatan dimana untuk
mengukur tingkat keberhasilan dari penerapan model pembelajaran Quantum Teaching
dengan pendekatan metakognitif.
3. Refleksi
25

Refleksi tindakan ini meliputi: menganalisis, memaknai, menjelaskan dan
menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan. Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk
menyusun perencanaan tindakan siklus selanjutnya.
3.8 Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Adapun penjelasannya sebagai
berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan Siklus I
1) Guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan
disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model Quantum Teaching melalui
pendekatan metakognitif dalam pembelajaran.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3) Menyiapkan instrumen penilaian hasil belajar siswa.
4) Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus I.
5) Menyiapkan kisi-kisi dan angket pengukuran minat belajar siswa
6) Menyiapkan kisi-kisi lembar observasi minat belajar siswa.
7) Menyiapkan kisi-kisi dan pedoman wawancara.
8) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
9) Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model
Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif
10) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi dengan
model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif dilaksanakan dalam waktu 180
menit. Materi yang diajarkan pada siklus I adalah Suhu dan Pemuaian. Selama kegiatan
berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai
dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan I pemahaman konsep siswa diukur
melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus I. Minat siswa diukur berdasarkan angket
minat belajar siswa dan lembar observasi. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan
dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai
berikut.

1) Pertemuan I
1. Tahap pendahuluan (10 menit)
26

Pada tahap penyajian materi suhu dan pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi
singkat menggunakan simulasi yang terjadi pada kegiatan sehari-hari dan memberikan
permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan
prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
2. Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang
simulasi yang diberikan guru . Kemudian guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa disuruh berdiskusi dengan teman
satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua
kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi
kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan
penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam
kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk
memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan
refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing
perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani
mempresentasikan hasil percobaan.
3. Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.
Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, dan diary hari ini dan
menutupnya dengan salam.

2) Pertemuan II
4. Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan
memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran
dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
5. Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang
simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman
satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua
27

kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi
kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan
penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam
kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk
memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan
refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing
perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani
mempresentasikan hasil percobaan.
6. Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.
Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh
siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya
diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

c. Pengamatan (Observation)
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini
dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran
berlangsung.

d. Refleksi (Reflection)
Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah atau
dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan.
Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan model pembelajaran adalah 85%, indikator
keberhasilan untuk minat belajar siswa adalah 80, dan indikator keberhasilan untuk
pemahaman konsep siswa adalah 75 dan ketuntasan belajar siswa untuk hasil belajar adalah
70%. Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu
dilakukan siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan.

2. Siklus II

a. Perencanaan Tindakan Siklus II
1. .Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)..
2. Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus II.
3. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
28

4. Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model
Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif
5. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

a. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Siklus II terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi
dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan pada siklus II adalah Kalor.
Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama
penelitian sesuai dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan II pemahaman konsep
siswa diukur melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus II, sedangkan minat belajar
diukur dengan angket dan lembar observasi.. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan
dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai
berikut.
1) Pertemuan I
1. Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian materi hukum Kirchoff, guru menunjukkan demonstrasi singkat
dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan
pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
2. Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang
simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman
satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua
kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi
kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan
penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam
kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk
memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan
refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing
perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani
mempresentasikan hasil percobaan.
3. Tahap penutup (10 menit)
29

Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.
Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menutupnya
dengan salam.
2. Pertemuan II
1. Tahap pendahuluan (10 menit)
Pada tahap penyajian hukum-hukum kalor, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan
memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran
dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.
2. Tahap inti (70 menit)
Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang
simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk
melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman
satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua
kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi
kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan
penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab
pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam
kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk
memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan
refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing
perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani
mempresentasikan hasil percobaan.
3. Tahap penutup (10 menit)
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.
Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh
siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya
diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

i. Pengamatan (Observation)
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini
dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran
berlangsung.

ii. Refleksi (Reflection)
30

Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan II, maka data tersebut diolah atau
dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan.
Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu dilakukan
siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan atau belum.
Jadwal penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran ... Pelaksanaan penelitian hanya
dilakukan dalam dua siklus karena keterbatasan waktu penelitian.

31

BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
4.1 Paparan Data
Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik pada tahap
observasi awal, siklus I dan siklus II. Adapun paparan data hasil penelitian pada tahap
observasi awal, siklus I dan siklus II dijabarkan sebagai berikut :
4.1.1 Paparan Data Tahap Observasi Awal
a. Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukakn peneliti pada tanggal 23
Februari 2014 kepada guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 9 Malang, didapat hasil
bahwa minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika masih kurang. Keterangan
guru disajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kondisi Siswa Berdasarkan Keterangan Guru
No Responden Hasil Wawancara
1 Guru kelas 1. Selama ini siswa cenderung asal-asalan dalam menempuh
mata pelajaran fisika di kelas.
2. Siswa kurang berminat dalam belajar fisika di kelas
3. Siswa cenderung mengikuti pelajaran karena tuntutan
sekolah.
4. Nilai mata pelajaran fisika di kelas rata-ratanya hanya 6.5
padahal KKM di sekolah adalah 7.5
Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada 20 siswa mengenai kesan
siswa SMAN 9 Malang terhadap mata pelajaran fisika disajikan pada Tabel 4.2
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Kesan Siswa terhadap Fisika
No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%)
1 Fisika mudah dan menyenangkan 10
2 Fisika sulit tapi menyenangkan 15
3 Fisika mudah tapi membosankan 15
4 Fisika sulit dan membosankan 60

Tabel 4.3 Faktor Penyebab Kesulitan Siswa
No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%)
1 Sulit menghubungkan materi fisika 13.89
32

dengan kehidupan sehari-hari
2 Sukit memecahkan soal-soal 62.78
3 Sulit memahami materi saat
pembelajaran
5.56
4 Sulit mengingat dan memahami
rumus-rumus
27.78
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa sebagian besar siswa mempunyai kesan bahwa fisika
itu sulit dan membosankan (60% dari 30 siswa). Sedangkan dari Tabel 4.3 tampak
bahwa kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar siswa tersebut adalah sulit
memecahkan soal-soal fisika sebesar 62.78%.
b. Angket
Berdasarkan hasil angket yang tertera pada lampiran ...yang mengukur minat
belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat belajar fisika
sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori kurang baik.
c. Nilai Test Pratindakan
Berdasarkan nilai test pratindakan pada siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang
didapat hasil dengan rata-rata nilai 56.53 yang lebih lengkapnya dipaparkan dalam
lampiran ..yang termasuk dalam kategori kurang baik dengan persentase ketuntasan
47%.
d. Refleksi Observasi Awal
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada guru mata pelajaran fisika
dan siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang, menunjukkan minat belajar siswa yang
rendah dan dengan presentase 60% siswa menganggap fisika itu adalah mata pelajaran
yang sulit dan membosankan. Dari hasil tersebut dilakukan studi pendahuluan untuk
mengetahui alasan kesulitan siswa dan sebesar 62.78% mengatakan bahwa kesulitan
fisika ada pada saat memecahkan soal-soal. Selain dari wawancara hasil angket pun
menunjukkan minat belajar fisika sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori
kurang baik. Setelah dilakukan test pratindakan kesulitan siswa memecahkan soal
terbukti dengan didapat hasil rata-rata nilai 56.53 yang termasuk dalam kategori
kurang baik.
Dengan menganalisis permasalahan di atas, peneliti bersama guru mata
pelajaran fisika melakukan diskusi untuk memecahkannya. Kemudian guru dan
peneliti sepakat untuk menerapkan model pelbelajaran Quantum Teaching yang akan
mengubah proses pembelajaran fisika yang memiliki kesan sulit dan membosankan
menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dengan tetap mengedepankan
33

pemahaman konsep siswa. Untuk membuat siswa lebih memahami fisika, guru
bersama peneliti menggunakan pendekatan metakognitif yang membuat siswa mampu
mengenali kesulitan belajarnya untuk dilakukan tindak lanjut.
4.1.2 Paparan Data Siklus I
Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit. Adapun
proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus I akan dipaparkan sebagai
berikut :
a. Pertemuan I
Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35
WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,
kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan
dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan
demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer
dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh
observer mulai dari tahap orientasi.
Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini
guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam
yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan
meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa
dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki
untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.
Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan
mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar
sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,
Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan
apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja
yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).
Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8
kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar
secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan
hipotesisnya.
Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan
dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa
kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan
34

pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan
memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru
meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan
mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3
kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.
b. Pertemuan II
Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35
WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,
kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan
dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan
demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer
dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh
observer mulai dari tahap tumbuhkan.
Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini
guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam
yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan
meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa
dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki
untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.
Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan
mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar
sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,
Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan
apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja
yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).
Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8
kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar
secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan
hipotesisnya.
Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan
dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa
kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan
35

pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan
memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru
meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan
mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3
kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.
Siswa diminta untuk membuat catatan apa yang mereka dapatkan hari ini, apa yang
belum dimengerti serta apa yang harus mereka lakukan sebagai upaya
menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri.
c. Angket Siswa
Berdasarkan hasil angket yang tertera pada Lampiran ...yang mengukur minat
belajar siswa pada siklus I terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat
belajar fisika sebesar 72,9%. Nilai tersebut meningkat dari observasi awal sebesar 49,6
%.
d. Nilai Test Siklus I
Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase
ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa sudah
mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan
belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%.
e. Keterlaksanaan Siklus I
Dari hasil observasi dan analisis pada siklus I diperoleh data sebagai
berikut.
1) Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif pada siklus I adalah 83,675 %. Data selengkapnya
pada Tabel 4.4. Data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada
siklus I disajikan dalam Lampiran..
Tabel 4.4 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching
dengan pendekatan metakognitif pada Siklus I
No. Aspek yang Diamati Persentase (%)
1 Tumbuhkan 100,00
2 Alami 84,38
3 Namai 89,06
4 Demonstrasikan 75,00
36

5 Ulangi 65,63
6 Rayakan 87,98
Keterlaksanaan Pembelajaran 83,675

Persentase yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yaitu
85%. Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan gagasan guru sering tidak
melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
f. RefleksI Siklus I
1) Minat belajar siswa berdasarkan angket sudah meningkat tetapi belum
mencapai target diakibatkan butuh proses dalam pendekatan kepada siswa.
2) Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase
ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa
sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase
ketuntasan belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. Belum
tercapainya indikator keberhasilan tersebut dikarenakan alokasi waktu yang
kurang, sehingga daya serap siswa akan pelajaran menjadi berkurang, serta
beberapa kali guru melupakan langkah kegiatan, terutama pada tahap
pemantapan gagasan.
3) Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif yang diperoleh sebesar 83,765% belum mencapai
indikator keberhasilan yaitu 85%.Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan
gagasan guru sering tidak melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan
sebelumnya.
4) Beberapa siswa masih belum aktif dan cenderung diam. Hal ini mungkin
dikarenakan guru kurang komunikatif dengan siswa, sehingga siswa masih
terlihat pasif. Kemampuan bertanya guru juga masih kurang.
5) Siswa masih banyak yang bingung cara merangkai rangkaian seperti pada LKS.
Hal ini mungkin dikarenakan siswa masih belum terbiasa dan masih pertama
kali menggunakan alat ukur, jadi masih menyesuaikan.
g. Tindak Lanjut Siklus I
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I terdapat beberapa aspek
yang belum memenuhi indikator keberhasilan, sehingga model pembelajaran
37

Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif masih perlu diperbaiki lagi
dalam pembelajaran selanjutnya agar kemampuan minat belajar dan pemahaman
konsep siswa dapat lebih baik pada siklus II.
4.1.3 Paparan Data Siklus II
Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus I dan observasi diketahui bahwa
siswa lebih senang dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran fisika dengan
menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif. Hal ini dikarenakan, siswa lebih berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran, sebab dalam pembelajaran ini suasananya lebih menyenangkan,
menggunakan media pembelajaran yang menarik, seperti alat demonstrasi pada saat
apersepsi dan pada saat percobaan. Oleh karena masih ada beberapa aspek yang belum
mencapai indikator keberhasilan, maka peneliti merancang tindakan siklus II untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Pelaksanaan siklus II merupakan tindak lanjut dari
siklus I. Kelebihan yang ditemukan pada siklus I dipertahankan dan kekurangan dalam
melaksanakan tindakan I diperbaiki pada siklus II.
Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit.
Adapun proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus II akan dipaparkan
sebagai berikut :
a. Pertemuan I
Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35
WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,
kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan
dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan
demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer
dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh
observer mulai dari tahap orientasi.
Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini
guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam
yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan
meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa
38

dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki
untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.
Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan
mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar
sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,
Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan
apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja
yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).
Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8
kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar
secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan
hipotesisnya.
Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan
dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa
kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan
pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan
memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru
meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan
mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3
kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.
b. Pertemuan II
Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35
WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,
kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan
dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan
demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer
dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh
observer mulai dari tahap tumbuhkan.
Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini
guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam
yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan
meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa
39

dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki
untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.
Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan
mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar
sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,
Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan
apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja
yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).
Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8
kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar
secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan
hipotesisnya.
Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan
dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa
kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan
pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan
memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru
meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan
mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3
kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.
Siswa diminta untuk membuat catatan apa yang mereka dapatkan hari ini, apa yang
belum dimengerti serta apa yang harus mereka lakukan sebagai upaya
menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri.
c. Angket Siswa
Berdasarkan hasil angket yang tertera pada Lampiran ...yang mengukur minat
belajar siswa pada siklus II terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat
belajar fisika sebesar 87%. Nilai tersebut meningkat dari observasi awal sebesar 49,6
% dan siklus I sebesar 72,9%.
d. Nilai Test Siklus II
Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 86,67 dengan persentase
ketuntasan belajar siswa yaitu 83,34%. Nilai rata-rata siswa sudah mencapai indikator
40

keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan juga sudah mencapai
indikator keberhasilan yaitu 70%.
e. Keterlaksanaan Siklus II
Dari hasil observasi dan analisis pada siklus II diperoleh data sebagai
berikut.
2) Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif pada siklus II adalah 88,085%. Data selengkapnya
pada Tabel 4.5. Data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada
siklus I disajikan dalam Lampiran..
Tabel 4.5 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching
dengan pendekatan metakognitif pada Siklus II
No. Aspek yang Diamati Persentase (%)
1 Tumbuhkan 100,00
2 Alami 84,38
3 Namai 89,06
4 Demonstrasikan 80,00
5 Ulangi 87.09
6 Rayakan 87,98
Keterlaksanaan Pembelajaran 88,085

Persentase yang diperoleh sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu
85%.
f. Refleksi Siklus II
Dari hasil observasi dan analisis pada siklus II diperoleh data sebagai
berikut.
1) Minat belajar siswa berdasarkan angket sudah meningkat dan sudah mencapai
target keberhasilan.
2) Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 86,67 dengan persentase
ketuntasan belajar siswa yaitu 83,34%. Nilai rata-rata siswa sudah mencapai
indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan juga
sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. Sudah tercapainya indikator
keberhasilan tersebut dikarenakan dilakukan perbaikan siklus I.
41

3) Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif yang diperoleh sebesar 88,085% sudah mencapai
indikator keberhasilan yaitu 85%.
4) Beberapa siswa sudah aktif dan cenderung ingin berpendapat. Hal ini
dikarenakan guru sudah komunikatif dengan siswa, sehingga siswa sudah mulai
tertarik. Kemampuan bertanya guru juga sudah meningkat.
5) Siswa sudah sangat baik dalam melaksanakan percobaan.
g. Tindak Lanjut Siklus II
Aspek keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif, minat belajar
dan pemahaman konsep fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang sudah
melampaui indikator keberhasilan sehingga penelitian dapat dihentikan pada
siklus II dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus III. Kekurangan yang belum dapat
diselesaikan pada penelitian ini diharapkan dapat diatasi oleh peneliti lain.
4.2 Temuan Penelitian
4.2.1 Keterlaksanaan Pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif
Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Quantum Teaching
dengan pendekatan metakognitif ini terdapat peningkatan keterlaksanaan pembelajaran
dari siklus I yaitu 83,675% menjadi 88,085% pada siklus II dengan peningkatan sebesar
4,41%. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya persentase pada masing-
masing aspek keterlaksanaan model pembelajaran yang diamati pada siklus I dan II.
Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.6, Gambar 4.15
dan Gambar 4.16.

Tabel 4.6 Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif
42


No. Aspek yang Diamati
Persentase (%)
Siklus I Siklus II Peningkatan
1
Tumbuhkan 100,00 100,00
0
2
Alami 84,38 84,38
0
3
Namai 89,06 89,06
0
4
Demonstrasikan 75,00 80,00
5,00
5
Ulangi 65,63 87.09
21,46
6
Rayakan 87,98 87,98
0
Keterlaksanaan Pembelajaran 83,675 88, 085 4,41

Gambar 4.15 Grafik Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran Setiap Indikator




Gambar 4.16 Grafik Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran


4.2.2 Minat Belajar
Tabel 4.7 Minat Belajar Siswa
Aspek yang Diamati Persentase (%)
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)

Tahap-Tahap
Siklus 1
Siklus 2
81
82
83
84
85
86
87
88
89
1
A
x
i
s

T
i
t
l
e
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)

Keterlaksanaan
Siklus 1
Siklus 2
43

Pratindakan Siklus I Siklus II
Minat
49,6 72,9 87
Peningkatan
- 23,3 14.1

Gambar 4.17 Grafik Minat Siswa Tiap Siklus





Gambar 4.17 Grafik Peningkatan Minat Siswa

4.2.3 Pemahaman Konsep
Miat belajar siswa
Pra Tindakan 49.6
Siklus 1 72.9
Sijkus 2 87
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)

Minat belajar siswa
1
PraTindakan-Siklus 1 23.3
Siklus 1-Siklus 2 14.1
0
5
10
15
20
25
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

(
%
)

Peningkatan Minat Siswa
44

Tabel 4.8 Hasil Test
Aspek yang Diamati
Persentase (%)
Pra Tindakan Siklus I Siklus II
Test 56.53 74.45 86.67
Ketuntasan 47 63,64 83,34

Gambar 4.17 Grafik Hasil Test Tiap Siklus

Gambar 4.18 Grafik Peningkatan Ketuntasan

0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Hasil Test Tiap Tahap
Pra Tindakan
Siklus 1
Siklus 2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Peningkatan Ketuntasan
PraTindakan
Siklus 1
Siklus 2
45

BAB V
PEMBAHASAN

A. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching Dengan Pendekatan
Metakognitif
Menurut De Porter (2007) tahap-tahap model pembelajaran Quantum Teaching antara
lain: (1) tahap tumbuhkan ; (2) tahap alami ; (3) tahap namai; (4) tahap demonstrasi; (5) tahap
ulangi; dan (6) tahap rayakan.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9
Malang, keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching dengan pendekatan metakognitif terdapat peningkatan, yaitu pada siklus I
persentase keterlaksanaan pembelajaran diperoleh 83,675% dan pada siklus II persentase
keterlaksanaannya meningkat menjadi 88, 085%. Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran
dari siklus I ke siklus II adalah 4,41%. Pada siklus I, keterlaksanaan pembelajaran masih di
bawah indikator keberhasilan yang diinginkan, yaitu 85%. Hal ini dikarenakan pada aspek
pemantapan gagasan pada pertemuan pertama siklus I guru tidak melaksanakan langkah
pembelajaran yang sudah disiapkan di RPP. Guru lupa tidak melaksanakan dikarenakan
waktu pembelajaran melampaui batas yang sudah ditentukan, karena terdapat kesalapahaman
jam mengajar. Pada siklus II, keterlaksanaan pembelajaran sudah mencapai indikator
keberhasilan, hal ini dikarenakan guru melakukan perbaikan dari hasil refleksi pada siklus I,
sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I, terutama pada tahap
demonstrasi. Aspek-aspek yang diamati pada keterlaksanaan pembelajaran meliputi tahap
tumbuhan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan.
Pada tahap tumbuhan, alami, dan rayakan persentase keterlaksanaan pembelajaran
tetap stabil. Tetapi, untuk aspek yang lain sudah terjadi peningkatan yang membuat persentase
keterlaksanaan pada siklus II meningkat dari siklus I. Dengan adanya peningkatan pada
keterlaksanaan pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa telah ada perbaikan pada
pembelajaran di siklus II.
Pembelajaran fisika yang efektif dapat dilaksanakan dengan cara menunjukkan
langsung fenomena fisika kepada siswa. Selain itu, dibutuhkan keterlibatan dan keaktifan
siswa dalam pembelajaran karena dengan begitu siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan
yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Wartono dan Asim (2010: 6) yaitu
proses pembelajaran fisika di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembang-kan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah.




46


B. Minat
Menurut Suryabrata (2011 : 12) minat terdiri dari 3 unsur yaitu kognisi, emosi, dan
konasi. Unsur kognisi ditunjukkan dengan minat ketertarikan mengajukan pertanyaan dan
minat ketertarikan pada materi. Unsur emosi ditunjukkan dengan keberanian tampil di depan
kelas dan antusiasme dalam pembelajaran. Sedankan konasi ditunjukkan dengan kesungguhan
memecahkan masalah.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9
Malang, didapatkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif dapat meningkatkan minat belajar fisika siswa. Minat belajar fisika
pada tahap pra tindakan hanya mencapai 49,6 %. Setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1
meningkat menjadi 72,8% dan siklus 2 menjadi 87%. Dari hasil tersebut, diketahui minat
belajar fisika siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 80. Hal ini
dikarenakan, guru kurang maksimal dalam menarik perhatian siswa. Sedangkan pada siklus II
minat belajar fisika siswa sudah mencapai indikator keberhasilan, karena siswa sudah merasa
fisika adalah mata pelajaran yang menyenangkan.
Hasil penelitian dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan pendekatan
metakognitif ini dapat meningkatkan minat belajar fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9
Malang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eni Pirwanti (2010) yang
menyatakan bahwa Minat belajar siswa meningkat
ditunjukkan dari siswa yang minat belajar sangat baik sejumlah 10 siswa (27,8%) menjadi
sejumlah 23 siswa (63,9%) pada akhir siklus II. Hal itu menunjukkan bahwa model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan minat
belajar fisika siswa.

C. Pemahaman Konsep
Menurut Patria (2007:21) mengatakan apa yang di maksud pemahaman konsep adalah
kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak
sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu
mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi
data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang
dimilikinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan di kelas X-7 SMA Negeri 9
Malang, didapatkan hasil bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan



47

pendekatan metakognitif dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa. Indikator
keberhasilan untuk rata-rata nilai test yaitu 75, seperti nilai KKM yang ada di SMA Negeri 9
Malang. Sedangkan indikator keberhasilan untuk persentase ketuntasan belajar siswa yaitu
70%.
Nilai tes diperoleh rata-rata sebelum tindakan (kemampuan awal) yaitu 56.53 dengan
persentase ketuntasan 47%, pada siklus I diperoleh rata-rata 74.45 dengan persentase
ketuntasan 63,64%, dan pada siklus II diperoleh rata-rata 86.67dengan persentase ketuntasan
83,34%. Dari hasil tersebut, diketahui pemahaman konsep dan persentase ketuntasan belajar
sebelum tindakan masih di bawah KKM dan indikator keberhasilan, sedangkan setelah diberi
tindakan sampai siklus II rata-rata nilai tes dan persentase ketuntasan belajar meningkat dan
melebihi nilai KKM dan indikator keberhasilan.
Pemahaman konsep siswa dapat meningkat setelah diberi tindakan karena siswa
merasa apabila belajar dengan metode yang menyenangkan siswa lebih mudah menyerap
materi dan tidak cepat bosan. DePorter (2007: 3) menyatakan Quantum teaching
menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar melalui perpaduan unsur
seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dapat
meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna Tanjung (2012) yang mengemukakan
bahwa pada hasil pengujian hipotesis terdapat pengaruh peningkatan hasil belajar dengan
model pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SMPN 1
Percut.
48

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
1. Keterlaksanan model pembelajaran model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif yang diterapkan di kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang sudah
terlaksana dengan baik yaitu pada siklus I diperoleh 83,675% dan pada siklus II
persentase keterlaksanaannya meningkat menjadi 88, 085%. Peningkatan keterlaksanaan
pembelajaran dari siklus I ke siklus II adalah 4,41%.
2. Peningkatan minat belajar fisika siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang melalui model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif yaitu tahap pra
tindakan hanya mencapai 49,6 %. Setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 meningkat
menjadi 72,8% dan siklus 2 menjadi 87%.
3. Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas X-7 SMA Negeri 9 Malang melalui model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif 56.53 dengan
persentase ketuntasan 47%, pada siklus I diperoleh rata-rata 74.45 dengan persentase
ketuntasan 63,64%, dan pada siklus II diperoleh rata-rata 86.67dengan persentase
ketuntasan 83,34%. Dari hasil tersebut, diketahui pemahaman konsep dan persentase
ketuntasan belajar sebelum tindakan masih di bawah KKM dan indikator keberhasilan,
sedangkan setelah diberi tindakan sampai siklus II rata-rata nilai tes dan persentase
ketuntasan belajar meningkat dan melebihi nilai KKM dan indikator keberhasilan.
B. Saran
Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disampaikan saran sebagai
berikut.
1. Bagi peneliti sebaiknya mempelajari model pembelajaran Quantum Teaching dengan
pendekatan metakognitif dengan lebih baik lagi serta pengelolaan waktu pada setiap
tahap pembelajaran sebaiknya juga diperhatikan agar keterlaksanaan pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik, sehingga pembelajaran menjadi efektif. Interaksi dengan siswa
sebaiknya lebih ditingkatkan, agar siswa menjadi lebih aktif di kelas.
2. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif ini disarankan agar
untuk mengukur keterlaksaan pembelajaran tidak hanya guru sebagai sumber data, tetapi
juga siswa. Sebelum melaksanakan penelitian sebaiknya mempelajari model
pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif dengan baik serta

49

pengelolaan waktu pada setiap tahap pembelajaran sebaiknya juga diperhatikan agar
keterlaksanaan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, sehingga pembelajaran
menjadi efektif. Interaksi dengan siswa sebaiknya diperhatikan untuk membuat siswa
aktif di kelas, serta kondisi ruang kelas sebaiknya dibuat semenarik mungkin, agar
pembelajaran menjadi lebih bermakna untuk siswa.
50

DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Abror .1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Ar-Ruz Media.
Bimo Walgito.1997. Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta : Andi Ofset.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie. 2007. Quantum Teaching:
Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas . Bandung:
Kaifa.
DePorter, Bobbi; Reardon, Mark; & Nourie, Sarah Singer. 2010. Quantum Teaching.
Bandung: Mizan Pustaka.
DePorter, B., Reardon, M. & Singer-Nourie, S. 2012. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Eggen, P. D. & Kauhack, D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and
Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon.
Ernawati. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Peserta didik
SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika
FPMIPA UPI (tidak dipublikasikan).
Gredler, M.E., 2011, Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Kencana, Jakarta
Herman, Tatang. 2006. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Peserta didik SMP. Disertasi Doktor Program
Pascasarjana UPI (tidak dipublikasikan)
Hurlock, Elizabeth B . 1999 .Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta
Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya Memperbaiki
dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika, Aplikasi dan
Pembelajarannya, 2 (1), 17-18. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta.
John Killis. 1988. Hubungan Minat Kerja, Motivasi Ekstrinsik dan Bimbingan dalam
Pelajaran dengan Kecakapan Kerja Teknik Listrik. Jakarta : Bumi aksara.
Joice , Bruce, dkk.1980. Models of Teaching. Prentice Hall.New Jersey.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan. 2012. Konsep Pendekatan Scientific. (Tidak
Diterbitkan)
51

Kusno dan Purwanto. 2011. Efektifitas of Quantum Learning for Teaching Linear
Program At The Muhammadiah Senior High School of Purwokerto in Central
Java. Purwokerto : (Tidak Diterbitkan).
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya
Naim, M (2009). Penerapan Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta
pikiran (Mind Mapping) Dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal ilmiah Kretif
Vol VI.
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Koneksi Matematik Peserta didik SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Peserta
didik. Tesis pada PPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013
Tentang Implementasi Kurikulum. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5
Februari 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kurikulum
2013. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5 Februari 2014.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. (Online), (http://www.kemendiknas.go.id) , diakses 5 Februari 2014.
Purwanto, M.N. 1994. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung:
Alfabeta
Purwanto, Ngalim. 2003. Ilmu Pendidikan, Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tim MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo, S.L. 2005. Pengantar Pendidikan. Bandung: PT Rineka
Cipta
Siti Rahayu Hadinoto.1998. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajahmada
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Suzana, Y. (2004). Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Matematik Peserta didik SMU. Disajikan pada Seminar
52

Nasional Matematika: Matematika dan Kontribusinya terhadap Peningkatan Kualitas
SDM dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi. Bandung. 15 Mei 2004.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT.
Ramaja Rosdakarya.
Sumaji, dkk. 1998. Pendidikan Sains Yang Humanistis. Bandung : Kanisius.
Trianto. (2011).Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis.
Jakarta:Prestasi Pustaka.
Virlianti, Y. 2002. Analisis Pemahaman Konsep Peserta didik dalam Memecahkan Masalah
kontekstual pada Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Realistik. Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI (tidak dipublikasikan)
Weinert, F.E. dan Kluwe, R.H. (1987). Metacognition, Motivation, and Understanding.
Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Whiterington. 1985. Psikologi Pendidikan (terjemahan Buchori). Jakarta: CV. Gramedia
Woolfolk, A.E. (1995). Educational Phsycology. USA: Allyn and Bacon.

Anda mungkin juga menyukai