Anda di halaman 1dari 3

Pembesaran Adenoid

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang


terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid pertama kali diketahui keberadaannya
oleh sebagai salah satu jaringan yang membentuk cincin waldeyer. Nasofaring berperan
sebagai penghubung udara inspirasi dan sekresi sinonasal yang mengalir dari kavum nasi
ke orofaring, ruang resonansi saat berbicara dan area drainase untuk kompleks tuba
eustachius-telinga tengah-mastoid. Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh
embryogenesis.
1,2,3,5
Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun,
setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman
sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya
ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun.
7,8,9
Yang terpenting dari
adenoid bukanlah ukuran absolutnya, tapi bagaimana ukuran tersebut terhadap struktur
penting pada nasofaring. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul
sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi
lingkungan.
5


Gejala Klinik Pembesaran Adenoid
Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi
hipertrofi adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius
serta gejala umum.
2,3,5


1. Obstruksi nasi
Hipertrofi adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga
terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui
mulut.
1
Di mana nantinya pernafasan yang melalui mulut terus-menerus akan
mengakibatkan udara pernafasan tidak disaring dan kelembabannya kurang, sehingga
mudah terjadi infeksi saluran pernafasan (faringitis, bronkhitis, gangguan ventilasai dan
drainase sinus paranasal).
10

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai
tampak muka yang karakteristik (facies adenoid). Tampakan klasik tersebut meliputi:
6

- Jika sumbatan pada koana berlangsung lama menyebabkan palatum durum
lengkungnya menjadi tinggi dan sempit, area dentalis superior lebih sempit dan
memanjang daripada arcus dentalis inferior hingga terjadi malocclusio dan
overbite (gigi incisivus atas lebih menonjol ke depan). Maka penderita akan
tampak dengan mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang
pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan
mengisap dari botol dalam jangka panjang.
- Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sudut alveolar atas
lebih sempit, arcus palatum lebih tinggi

2. Efek pembesaran adenoid pada telinga
Kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius
sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media. Hubungan pembesaran adenoid
atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis
dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone.
14


3. Sleep apnea
Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya
episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan
hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, sentral
atau campuran. Akhir-akhir ini banyak dibahas tentang obstruksi apnea dan peranan
pembesaran tonsil adenoid sebagai farktor etiologi.
2,3,5

Teori terbaru menyebutkan bila apnea obstruksi ini tidak tertangani, maka bukan hanya
masalah ngantuk siang hari yang dirasakan oleh anak tersebut namun juga berefek pada
hipertensi pulmonary dan kor-pulmonale.
2,3


Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis (tanda dan gejala klinis)
2. Pemeriksaan Fisis
1,5,8,9

Directa:
Dengan melihat transoral langsung ke dalam nasofaring setelah palatum molle di
retraksi.
Dengan rhinoskopi anterior melihat gerakan keatas palatum molle waktu mengucapkan
"i" yang terhambat oleh pembesaran adenoid, hal ini disebut fenomena palatum molle
yang negatif
Indirecta:
Dengan cermin dan lampu kepala melihat nasofaring dari arah orofaring dinamakan
rhinoskopi posterior.
Dengan nasofaringioskop, suatu alat seperti scytoskop yang mempunyai sistem lensa
dan prisma dan lampu diujungnya, dimasukkan lewat cavum nasi, seluruh nasofaring
dapat dilihat.
Palpasi
Jari telunjuk yang dimasukkan ke nasofaring dapat meraba adenoid yang membesar.
12

3. Pemeriksaan penunjang:
a. X foto polos leher lateral
4,5

Pengambilan foto polos leher lateral juga bisa membantu dalam mendiagnosis hipertrofi
adenoid jika endoskopi tidak dilakukan karena ruang postnasal kadang sulit dilihat pada
anak-anak, dan dengan pengambilan foto lateral bisa menunjukkan ukuran adenoid dan
derajat obstruksi. Foto polos lateral ini dapat memberikan ukuran adenoid absolute dan
pengukuran hubungan besar adenoid dan sumbatan jalan napas dengan kriteria sebagai
berikut:
Rasio Adenoid-Nasofaring 0 0,52 : tidak ada pembesaran
Rasio Adenoid-Nasofaring 0,52 0,72 : pembesaran sedang-non obstruksi
Rasio Adenoid-Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi
b. Endoskopi
7,11

Endoskopi yang flexible membantu dalam mendiagnosis adenoid hipertrofi, infeksi pada
adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi), juga dalam menyingkirkan penyebab lain
dari obstruksi nasal. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan teleskop rigid 0,
diameter 4 mm yang dilakukan dengan posisi berbaring dengan kepala fleksi 30 untuk
menilai pembesaran adenoid yang menyumbat koana
c. CT Scan
4

CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi
patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.

1. Rusmarjono. Penyakit serta kelainan pada faring dan tonsil. In: Efiaty AS; Iskandar, Nurbaiti,
editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok kepala leher. 5th ed: Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2004. P. 184
2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, tenggorok, Kepala dan Leher. 13th ed. Alih bahasa:
staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994.p.318-320 , 347
3. Adams G. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. In: Effendi H, Santoso RA, editors.
Boies buku ajar penyakit THT. 6th ed: Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC; 1997. p. 320-
327
4. Joseph GD, Wohl DL. Complication in Pediatric Otolaryngology. London: Taylor& francis
Group. 2005. p.232,296, 305
5. MaQlay J. Adenoidectomy.[online]. 2006 cited 2006 March 23]; [27 screens]. Available from:
http://www.emedicine.com/oph/topic410.htm
6. Gwilym G. Applied Anatomy: The Construction Of The Human Body.(document in internet).
2007. [cited 2009 March 17]. Available from : http://StasoSphere.com/
7. Kumpulan kuliah larynx dan pharynx. Makassar: lab ilmu penyakit THT FK Unhas.
8. Fernandez D, Muradas M. Snoring and Obstructive apnea, Upper Airway evaluation. [online].
2005 [cited 2009 March 12; [27 screens]. Available from:
http://www.emedicine.com/uph/topic410.htm
9. Wikipedia, the free encyclopedia. Adenoid Hypertrophy [online]. 2008 [cited 2009 March12];
[3 screens]. Available from: http://en.wikipedia.orglwiki/adenoid hypertropy
10. Rusmarjono. Penyakit serta kelainan pada faring dan tonsil. In: Efiaty AS; Iskandar, Nurbaiti,
editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok kepala leher. 6th ed: Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. P. 224
11. Johnson RW. Medical Encyclopedia. Adenoid Hypertrophy [online]. 2008 [cited 2009 March
12]; [2 screens]. Available from: http://www.HealthAto.com.br/otor/otor.htm
12. Mansjoer A, Triyanti K, Rakhmi S, Wardhani WI dan Setiowulan W. Hipertrofi Adenoid.
Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta ; Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001; 112
14. Bluestone CD, Stool SE, Alper CM, etc. Pediatric Otolaryngology Volume 2 4th Edition. :
Saunders; 1094-5.

Anda mungkin juga menyukai