Anda di halaman 1dari 10

1) Mengapa GAP dan GMP diperlukan dalam mengembangkan suatu produk ?

Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan


Yang Baik (GMP) dimaksudkan sebagai pedoman secara umum dalam melaksanakan
kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian secara baik dan benar, sehingga
menghasilkan produk olahan yang memenuhi standar mutu olahan yang aman untuk
dikonsumsi masyarakat di kalangan petani/gabungan.
Dalam pengembangan agribisnis perberasan yang menjadi kendala utama adalah
tidak adanya jaminan mutu produk gabah dan beras bagi konsumennya. Jaminan mutu
dapat dicapai melalui penerapan sistem manajemen mutu. Sistem manajemen mutu
merupakan sistem melalui pendekatan proses produksi yang standar, sehingga akan
memberikan jaminan mutu produk akhir dan mengutamakan kepuasan
pelanggan/konsumen.
Akibat belum diterapkannya sistem manajemen mutu pada agribisnis
perberasan, maka pada aspek teknis terjadi ketidakkonsistenan produksi dan kualitas
produk akhir yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga produk gabah dan beras, serta
pada aspek manajemen belum ada komitmen untuk perbaikan mutu bagi pelaku
agribisnis perberasan.
Sebagai contoh, beras yang diproduksi suatu unit penggilingan padi tidak
konsisten kapasitas produksi dan kualitasnya. Hal ini disebabkan karena secara teknis
petani belum melaksanakan SOP (Standar Operasional Pelaksanaan) teknik budidaya
padi yang baik (Good Agriculture Practices/GAP) dan teknik penggilingan yang baik
(Good Manufacture Practices/ GMP), serta peralatan penggilingan sudah tidak
standar lagi/sudah tua umur ekonomisnya, sehingga kualitas gabah dan beras yang
dihasilkan tidak konsisten/tidak terjamin.
Pada aspek manajemen yang menjadi penyebab utama fluktuasi harga gabah dan
beras adalah adanya pembatas petani dan penggilingan padi, adanya persaingan antar
penggilingan dalam mencari gabah (bahan baku), manipulasi mutu beras dan adanya
impor beras. Ada pembatas antara petani selaku produsen padi/gabah dan
penggilingan padi sebagi produsen beras. Sehingga penggilingan padi kurang
mengetahui atau menghayati keluhan petani adanya harga gabah yang murah (yang
penting tengkulak dan penggilingan untung banyak). Adanya persaingan penggilingan
padi untuk memperoleh bahan baku gabah mengakibatkan tutupnya tipe penggilingan
yang hanya menjual jasa upah giling. Namun hal tersebut tidak banyak berpengaruh
bagi tipe penggilingan yang berperan sebagai pembeli gabah, pemroses beras dan
penjual beras (masih beroperasi). Tipe penggilingan seperti ini akan mengandalkan
modal dan tengkulak untuk mencari gabah (bandar gabah/hanya komisi, modal dari
penggilingan padi). Penggilingan seperti ini umumnya menyimpan bahan baku gabah
dan menggiling bila harga beras tinggi. Tengkulak ini umumnya mengatur harga
gabah di tingkat petani dan menyebabkan pendapatan petani rendah.
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan cara pengolahan hasil pertanian yang
baik, untuk :
a. meningkatkan daya saing produk olahan hasil pertanian;
b. meningkatkan mutu produk olahan yang dihasilkan secara konsisten sehingga
aman dikonsumsi masyarakat;
c. meningkatkan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian di tingkat
petani/Gabungan Kelompok Tani/pelaku usaha yang bermitra dengan petani;
d. menciptakan unit pengolahan yang ramah lingkungan.

2) Apa kesulitannya menerapkan GAP di Indonesia ?
Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini masih belum merata di
masyarakat pertanian, hal ini disebabkan antara lain karena penyebaran informasi
tentang teknologi pengolahan tersebut masih belum dilakukan secara intensif.
Perhatian pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah produk pertanian di
perdesaan selama ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan upaya peningkatan
produksi hasil pertanian. Sehingga perkembangan penanganan pengolahan hasil
hingga dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan harapan.
a. Permasalahan Teknis
Dari segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain :
Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya penerapan teknologi
pasca panen dan pengolahan serta penerapan sistem jaminan mutu hasil masih
sangat terbatas.
Kurangnya tenaga yang terampil (Technical Skill) dalam mengoperasikan alat dan
mesin pasca panen dan pengolahan.
Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan penyediaan suku
cadang alat mesin masih rendah karena kemampuan permodalan bengkel alsintan
masih lemah dan kesulitan dalam memperoleh permodalan.
Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan petani dan belum
bersifat lokal spesifik.
Belum cukup memadainya infrastruktur seperti jalan yang memadai sehingga
menyulitkan petani/kelompok dalam memasarkan produk olahannya.
Penyebaran alsin pasca panen dan pengolahan masih terbatas.
Belum cukup tersedianya rumah kemas packing house.
Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang pasca panen dan
pengolahan dibanding tenaga pembina pada kegiatan-kegiatan pra panen.
b. Permasalahan Sosial
Dari segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
Introduksi teknologi pasca panen dan pengolahan pada daerah-daerah yang padat
penduduknya ada kecenderungan menimbulkan gesekan/friksi sosial.
Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan pasca panen dan pengolahan secara
tradisional menyulitkan dalam penerapan teknologi yang baik dan benar dalam
skala luas.
Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pasca panen dan pengolahan
hasil yang teknologinya diterima secara turun temurun, sehingga mereka sering
mempunyai sifat tertutup terhadap introduksi teknologi.
Terbatasnya kemampuan akses informasi masyarakat tentang teknologi pasca
panen dan pengolahan.
Masih rendahnya pendidikan/pengetahuan dan keterampilan SDM pertanian dan
pelaku usaha pada umumnya.
c. Permasalahan Ekonomi
Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
Daya beli petani terhadap teknologi pasca panen dan pengolahan rendah,
sehingga permintaan alsin juga relatif rendah.
Harga alsin pasca panen dan pengolahan relatif tinggi sehingga kurang mampu
dimiliki.
Belum tersedianya skim kredit khusus atau skim pembiayaan alternatif untuk
pengadaan alsin untuk usaha pasca panen dan pengolahan hasil.

3) Setujukah anda bila dikatakan bahwa: prinsip-prinsip GMP sama dengan
prinsip-prinsip dalam materi kuliah Tata Letak Proses dan Tata Letak Produk
? Jelaskan, dan beri contoh !
Prinsip prinsip dalam GMP adalah sebagai berikut :
1. Tulislah apa yang dilakukan
2. Lakukan apa yang ditulis
3. Dokumentasikan apa yang dilakukan
4. Validasi pekerjaan yang dilakukan
5. Persiapkan rancangan fasilitas dan peralatan yang sesuai
6. Jagalah fasilitas dan rawat peralatan yang dimiliki
7. Menjaga higienis personal dan sanitasi
8. Personal harus kompetens, terlatih, dan cakap
9. Inspeksi diri (self inspection)
10. Lakukan pemeriksaan mutu secara teratur
Menurut saya, tata letak proses dan tata letak produk adalah bagian dari
prinsip-prinsip dan ruang lingkup GMP. Ini sangat berkaitan terutama pada poin 5 dan
poin 6. Seperti contohnya pada studi kasus yang saya ambil dalam tata letak pada
tempat makan Kedai Indra. Lokasi yang dipilih Kedai Indra ini sangat strategis dan
layak untuk dikunjungi konsumen. Tata letak ruangannya cukup luas dan mudah
dibersihkan, meja dan kursi di tata sangat rapih sehingga memberikan kenyamanan
bagi para konsumen, sarana toilet yang memadai, dapur yang tersusun sedemikian
rupa sehingga para pekerjanya bekerja secara efektif dan efesien. Dan semua itu
tentunya dilakukan oleh Kedai Indra demi menjaga mutu atau kualitas baik kualitas
tempat maupun kualitas produknya, dan ini sejalan dengan prinsip GMP.

4) Melalui perjanjian kerjasama ekonomi dengan Jepang dalam kerangka IJEPA,
hampir seluruh produk turunan HS 0714 akan menjadi bebas tarif bea masuk.
Apa yang harus dipenuhi/dilakukan oleh Indonesia agar produk ubinya bisa
bebas tarif bea masuk ke Jepang ?
Berdasarkan Plant Protection Act, produk yang masuk ke jepang harus disertai
dengan Phytosanitary Certificate dengan format sesuai dengan ketetapan
International Plant Protection Convention dari negara asal yang menyatakan bahwa
produk tersebut tidak mengandung bakteri penyakit dan hama.
Selain itu, tidak boleh ada tanah yang melekat pada produk impor dan juga
tanah harus disertakan pernyataan bahwa tanah lahan produksi juga sudah diinspeksi
dan tidak bermasalah, terutama tidak ditemukan adanya hama banana burrowing
dematode pada lahan produksi.
Berdasarkan Food Sanitation Law, produk impor tidak boleh melebihi batas
standar residu komponen kimia yang ditetapkan oleh Ministry of Health, Labour and
Welfare di Jepang. Untuk produk HS 0714, ada lebih dari 100 komponen kimia yang
diatur batas standar residunya.

5) Apa tugas karantina yang ada dalam suatu Negara ?
Tugas karantina yang ada dalam suatu negara adalah 8P yaitu :
1. Pemeriksaan
2. Pengasingan
3. Pengamatan
4. Perlakuan
5. Penahanan
6. Penolakan
7. Pemusnahan dan
8. Pembebasan
A. Peran Karantina Pertanian Dalam Sistim Perlindungan
Sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan, Karantina didefinisikan sebagai tempat pengasingan dan atau
tindakan dalam rangka upaya pencegahan masuk dan menyebarnya hama dan
penyakit untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati hewan, ikan, dan
tumbuhan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan sebagai dasar hukum penyelenggaraan karantina, diamanahkan bahwa
perlunya kekayaan tanah air dan wilayah Negara Indonesia yang kaya akan
sumberdaya alam hayati untuk dijaga, dilindungi dan dipelihara kelestariannya dari
ancaman dan gangguan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme
Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK). Ancaman kelestarian dan keamanan hayati
akan menimbulkan dampak yang sangat luas pada stabilitas ekonomi, keberhasilan
usaha agribisnis dan kestabilan ketahanan pangan nasional. Dengan demikian
Pemerintah Indonesia telah menetapkan pilihan bahwa salah satu strategi didalam
melindungi kelestarian sumberdaya alam hayati hewan dan tumbuhan adalah melalui
"Penyelenggaraan Perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan".

Tujuan perkarantinaan Hewan dan Tumbuhan di Indonesia adalah :
Mencegah masuknya hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme
pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) ke dalam wilayah Negara Republik
Indonesia serta penyebaran dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia.
Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina ke luar negeri.
Mencegah keluarnya organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah
Negara Republik Indonesia ke luar negeri apabila dipersyaratkan oleh negara
tujuan.
Walaupun karantina diartikan sebagai tempat dan tindakan, ruang lingkup pengaturan
dibidang perkarantinaan meliputi :
Persyaratan Karantina.
Tindakan Karantina.
Kawasan Karantina .
Jenis-jenis hama dan penyakit, media pembawa dan daerah sebarnya. Tempat-
tempat pemasukkan.
Ruang lingkup objek yang berkaitan dengan karantina berkaitan dengan orang,
alat angkut dalam perhubungan, hewan dan produk hewan, tumbuhan dan produk
tumbuhan, barang-barang perdagangan lainnya yang dilalulintaskan, diletakkan pada
prinsip bahwa segala sesuatu yang ditetapkan berdasarkan penilaian risiko dapat
ditetapkan menjadi media pembawa hama dan penyakit hewan serta organisme
pengganggu tumbuhan.
Perkarantinaan diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian sumberdaya alam
hayati hewan, ikan dan tumbuhan. Hal ini mengandung arti bahwa segala tindakan
karantina yang dilakukan semata-mata ditujukan untuk melindungi kelestarian
sumberdaya alam hayati hewan, ikan dan tumbuhan dari serangan hama dan penyakit
hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina atau organisme pengganggu
tumbuhan karantina, dan tidak untuk tujuan-tujuan lainnya.
Pada saat ini ancaman yang dapat mengganggu kelestarian sumberdaya alam,
ketenteraman dan kesehatan masyarakat, kesehatan pangan, gangguan terhadap
produksi sektor Pertanian/perikanan dan kehutanan, serta lingkungan telah
didefinisikan sebagai ancaman yang perlu untuk dicegah masuk dan menyebar.
Ancaman yang secara global telah diidentifikasi dapat dikendalikan efektif melalui
penyelenggaraan perkarantinaan antara lain adalah:
1. Ancaman terhadap kesehatan hewan dan tumbuhan
2. Invassive Species
3. Penyakit Zoonosis
4. Bioterorism
5. Pangan yang tidak sehat termasuk GMO yang belum dapat diidentifikasi
keamanannya
6. Kelestarian Plasma nutfah/Keanekaragaman hayati
7. Hambatan Teknis Perdagangan
8. Ancaman terhadap kestabilan perekonomian nasional
Ancaman-ancaman tersebut dapat juga dikelola dengan baik agar tidak masuk dan
menyebar ke dalam negeri melalui kegiatan pemeriksaan dan sertifikasi karantina.
B. Peran Karantina Dalam Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diatur oleh organisasi perdagangan dunia yang
disebut World Trade Organization (WTO), dalam implementasinya organisasi
tersebut menerbitkan berbagai perjanjian yang berkaitan dengan pengaturan dan
prosedur dibidang perdagangan internasional. Beberapa perjanjian yang telah
diterbitkan antara lain yaitu:
General Agreement on Tariffs and Trade
Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS)
Agreement on Aplication of Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS).
SPS-agreement atau perjanjian SPS diberlakukan untuk mengatur tatacara
perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta
lingkungan hidupnya dalam hubungannya dengan perdagangan internasional.
Kesepakatan SPS berlaku dan mengikat secara global seluruh negara yang
menjadi anggotanya.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara anggota WTO, yang telah
menyepakati piagam berdirinya organisasi tersebut dan diratifikasi melalui Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1994. Oleh karena itu Negara Indonesia berkewajiban
memenuhi kesepakatan internasional tersebut. Dasar hukum penyelenggaraan
karantina hewan, ikan, dan tumbuhan yaitu Undang- undang Nomor 16 Tahun 1992
dalam uraian penjelasannya telah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
perkarantinaan merupakan wujud dari pelaksanaan kewajiban internasional. Sesuai
dengan implementasi perjanjian SPS dalam perdagangan internasional maka peran
Barantan adalah:
1. Mengoperasionalkan persyaratan teknis (persyaratan karantina) impor yang
ditetapkan di tempat pemasukkan dalam upaya tindakan perlindungan
terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.
2. Memfasilitasi ekspor komoditas pertanian melalui pemeriksaan, audit,
verifikasi dan sertifikasi karantina ekspor agar persyaratan teknis yang
ditentukan negara pengimpor dapat terpenuhi.
3. Turut serta memverifikasi persyaratan teknis Negara tujuan ekspor agar tetap
dalam koridor perjanjian SPS.
4. Barantan ditetapkan sebagai "Notification Body" dan "National Enquiry
Point" SPS, peran tersebut merupakan salah satu bentuk dari komunikasi
persyaratan teknis (dengan organisasi internasional dan Negara mitra) yang
akan diberlakukan.
C. Peran Karantina dalam mewujudkan Pertanian menjadi basis perekonomian
nasional (sesuai amanat perioritas RPJM II 2010-2014)
Untuk dapat menjadi basis perekonomian nasional, maka komoditas pertanian
Indonesia harus memiliki daya saing pasar yang kuat baik domestik maupun pasar
internasional. Keberlanjutan perekonomian yang ditunjang oleh komoditas pertanian,
dan kontribusi pada perdagangan serta pasar internasional ditentukan oleh banyak
faktor, beberapa faktor utama antara lain:
Kualitas dan kontinyuitas komoditas pertanian itu sendiri, yang didukung oleh
informasi tatakelola produksi yang baik (GAP/GFP/SOP dll).
Kemampuan promosi dan negosiasi internasional dengan prinsip saling
menguntungkan.
Keberadaan dan status penyakit.
Satu satunya faktor yang didefinisikan sebagai hambatan teknis adalah
keberadaan/status penyakit, yang berdasarkan ketentuan internasional berkaitan
dengan prevalensi hama dan penyakit serta organisme penganggu tumbuhan disuatu
area/kawasan, sistem surveylans yang dimiliki dan dilaksanakan, dan sistem
pengendalian yang dibangun.Banyak faktor yang berhubungan dengan ancaman
resiko penyakit pada hewan dan tumbuhan, serta status penyakit di suatu area, antara
lain yaitu:
1. Globalisasi perdagangan.
2. Keberadaan media pembawa hama dan penyakit.
3. Industrialisasi/intensifikasi pertanian.
4. Kelayakan sistem perlindungan tanaman, kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner nasional. Daya tahan genetik dari hewan dan tumbuhan.
5. Kemampuan dan kualifikasi SDM di bidang kesehatan hewan dan tumbuhan,
serta kelayakan sarana dan prasarana penunjang.
Peran Karantina Pertanian dalam hubungannya meningkatkan daya saing komoditas
Pertanian adalah:
o Mempertahankan dan meningkatkan status bebas, dan mempersempit dan
membatasi area penyebaran hama dan penyakit. Sebagaimana diketahui bahwa
status penyakit suatu Negara merupakan hal yang paling strategis dan
menentukan dalam penentuan posisi perdagangan internasional produk-produk
Pertanian.
o Menyampaikan lapdi atas pada prinsipnya merupakan satu kesatuan peran dari
penyelenggaraan karantina pertanian dan pengawasan keamanan hayati
sebagaimana tupoksi Barantan. Oleh karena itu, dengan peran yang strategis
tersebut maka setiap instansi terkait dan masyarakat perlu memberikan
dukungan yang memadai dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan strategis
Barantan.
Barantan merupakan salah satu instansi di bawah Kementerian Pertanian yang
melaksanakan pelayanan publik di bidang perkarantinaan hewan dan
tumbuhan serta pengawasan keamanan hayati, Stakeholder atau pihak-pihak
terkait Barantan secara umum terdiri dari 3 (tiga) kelompok yaitu 1) pemberi
kewenangan, 2) instansi terkait serta, 3) pengguna jasa khususnya, dan
masyarakat pada umumnya. Peran dan harapan setiap stakeholder akan
menentukan keberhasilan kinerja Barantan dalam mencapai visi, misi dan
tujuan.
Penyelenggaraan karantina hewan dan tumbuhan serta pengawasan keamanan
hayati pada hakekatnya terdiri dari 2 (dua) aspek utama, yaitu aspek
perencanaan kebijakan dan prosedur, dan aspek operasional atau pelayanan
karantina. Untuk meningkatkan efektifitas perumusan strategi dalam kerangka
perencanaan jangka menengah lima tahunan maka perlu diidentifikasi siapa
yang berkepentingan dengan output organisasi atau yang mengharapkan hasil
akhir dari kewenangan yang telah diberikan. Disamping harapan stakeholder
perlu pula diidentifikasi apa saja peran pihak-pihak berkepentingan tersebut di
dalam kegiatan operasional Barantan agar terwujud koordinasi dan kerjasama
yang saling mendukung di dalam mewujudkan hasil dari fungsi perlindungan
dan fasilitasi yang dilakukan Barantan.
Selayaknya kinerja yang dinilai dan yang diharapkan oleh Stakeholder
(pemangku kepentingan) tidak melebihi kewenangan yang dimiliki Barantan,
dengan kata lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Oleh karena itu
mendefinisikan output dan seperangkat indikator keberhasilan yang dihasilkan
oleh Barantan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya menjadi hal
penting dalam sistim penilaian akuntabilitas kinerja Instansi.

Anda mungkin juga menyukai