Anda di halaman 1dari 12

Mochtar Riady

Mochtar Riady (Hanzi: , Hokkien: Li Moe Tie, pinyin: Li Wenzheng; lahir di Kota
Malang, 12 Mei 1929; umur 85 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia terkemuka,
pendiri dan presiden komisaris dari Grup Lippo. Ia banyak dikenal orang sebagai seorang
praktisi perbankan andal, serta salah seorang konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia
telah yang berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.

Informasi pribadi
Lahir : 12 Mei 1929 (umur 85)
Tempat : Malang, Jawa Timur, Hindia
Belanda
Istri : Suryawati Lidya[1]
Anak : Rosy Riady[2]
Andrew Taufan Riady
Stephen Tjondro Riady
James Tjahaja Riady
Alma mater : Universitas Nanking

Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Mochtar Riady menduduki
peringkat ke-38 dengan total kekayaan US$ 650 juta.
Kehidupan awal
Ayah Mochtar Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1888-1959), sedangkan
ibunya bernama Sibelau (1889-1939). Kedua orangtuanya merantau dari Fujian dan tiba di
Malang pada tahun 1918. Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda karena
menentang pembentukan Negara Indonesia Timur dan sempat ditahan di penjara Lowokwaru,
Malang. Ia kemudian di buang ke Cina, dan ia kemudian mengambil kuliah filosofi di
Universitas Nanking. Mochtar Riady tinggal di Hongkong hingga tahun 1950, dan kemudian
kembali lagi ke Indonesia. Pada tahun 1951 ia menikahi Suryawati Lidya, seorang wanita
asal Jember.
Perjalanan karier
Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun.
Ketertarikan Mochtar Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 Mei 1929 ini
disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung
megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para
pegawai bank yang berpakaian perlente dan kelihatan sibuk. Mochtar Riady masih sangat
ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir
menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat
miskin.
Oleh mertuanya, Mochtar Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko
kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar Riady telah dapat memajukan toko mertuanya
tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi
seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun
saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya.
Mochtar Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam
rumah tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan
yang luas.
Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk
selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan ia pun
bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar Riady
masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu
mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank
yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Mochtar Riady tidak
menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun.
Mochtar Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang
bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.
Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance
sheet'', dia tidak membaca dan memahaminya, namun Mochtar Riady pura-pura mengerti di
depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance
sheet tersebut, namun sia-sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standard
Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.
Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu
saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar Riady pun untuk mulai
bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama
sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses
pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat, ia akhirnya mengerti apakah itu
akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran
mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.
Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana,
kemudian pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari
Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.
Kunci Sukses
Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia
memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi
memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje adalah memiliki rasa
malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan sering kali membuat orang kagum, dia
dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.
Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966.
Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa
perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di Universitas
Indonesia, di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali
Wardhana,dkk. Mochtar Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank
Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu
itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah
tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar
kewajibannya. Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya
dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah
dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan
jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien
dan bank yang bangkrut. Dengan otomatis, orang mengenal siapa Mochtar Riady.
Sejarah Jaringan Bisnis
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup
Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh
karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou,
Fujian, dan Shanghai.
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa,
Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning
pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya
sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di
Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan
BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang
kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8
miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah
di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987,
setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen
menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun
dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank
ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.
Inilah cikal bakal Grup Lippo.


Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni : Jasa keuangan: perbankan,
reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas. Properti dan urban development: kota satelit
terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan
kawasan industri. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas,
distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana
komunikasi. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen
otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini
juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi.
Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi
kabel persneling.
Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif,
industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga
aktif memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan
komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel
persneling.
Terkenal
Dia dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo ini
dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal. Bahkan patut digelari seorang filsuf
bisnis jasa keuangan yang kaya ide dan solusi mengatasi masalah. Seorang konglomerat yang
visioner dan sarat dengan filosofi bisnis. Dia pantas menjadi panutan bagi para pengusaha
dan pelaku pasar serta siapa saja yang ingin belajar dari pengalaman orang lain. Dalam RUPS
PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Jumat 4 Maret 2005, Mochtar Riady mengundurkan dari
jabatan komisaris utama agar bisnis keluarga tersebut berubah menjadi entitas bisnis
kelembagaan yang sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme. Pengunduran ini
menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan LippoBank.
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929, setidaknya diakui
kehandalannya sebagai filsuf bisnis Grup Lippo yang didirikannya. Di Grup Lippo ini, dia
berhasil mengader James Tjahaya Riady (puteranya) dan Roy Edu Tirtadji menjadi filsuf
bisnis handal juga. James dan Roy telah siap mendampingi dan melanjutkan visi bisnisnya.
Mereka tampil sebagai filsuf dan pemikir sekaligus panglima yang menentukan arah bisnis
semua perusahaan yang bernaung di bawah bendera Lippo, baik pada masa tenang apalagi
pada masa sulit.

Masih ingat, ketika Bank Lippo di goyang rumor kalah kliring pada November 1995?
Mochtar, pemilik nama Tionghoa, Lie Mo Tie, ini mampu mengatasinya dengan cepat. Dia
laksana panglima perang yang dengan cerdas dan cekatan memonitor setiap perkembangan
lapangan detik demi detik, serta memberikan instruksi-instruksi penting ke semua lini jajaran
di bawahnya. Rumor kalah kliring itu pun dienyahkan dan bendera Bank Lippo pun makin
berkibar.
Lippo Group
Grup Lippo, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih
dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia
Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo
paling tidak memiliki 5 area bisnis utama.
Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi, sekuritas,
manajemen aset dan reksadana. Jasa keuangan ini adalah core bisnis Lippo. Dalam bisnis
keuangan ini, Lippo cukup konservatif. Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis
moneter, walaupun sempat digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi
(1999). Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang cukup baik.
Begitu pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment Management, Lippo Finance dan
Lippo Financial. Juga jasa asuransi dengan tiga perusahaan penting yaitu AIG Lippo (Lippo
Insurance) dan Asuransi Lippo ( Lippo General Insurance).
Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi pembangunan kota
satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan
kawasan industri. Lippo tidak hanya membangun perumahan, tetapi suatu kota yang lengkap
dengan berbagai infrastruktur. Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo Cikarang,
Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan Lippo Karawaci,
Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses TV Cable sekaligus fasilitas
internet.
Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas,
distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana
komunikasi. Hampir semua bisnis ini dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh
kantor pusat Grup Lippo yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady.
Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guang Zhou, pembangunan kota
baru Tati City di Provinci Fujian, Gedung Perkantoran Plaza Lippo di Shanghai dan
membangun kawasan perumahan elit dan perkantoran di Hong Kong.
Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen
otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Lippo Industries, memproduksi
komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi, serta komponen otomotif
memproduksi kabel persneling.
Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi,
hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang
dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia
membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani
menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. Dari pada orang-orang kaya
kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia. kata
Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan.
Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini
mendapat sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu.
Tetapi para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah
Pelita Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh
tambahan pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer.
Guru-guru pun didatangkan dari Amerika.
Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen
saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan, banyak
orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia bisnis
ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar.
Selain Matahari, Wal Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo Supermal yang
memiliki luas 210.000 meter persegi.
Sejarah Grup Lippo
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa,
Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning
pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya
sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di
Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan
BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang
kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar.
Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas
Rp 5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia
bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi
Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki
sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini
melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.
Inilah cikal bakal Grup Lippo.
Cita-Cita jadi Bankir
Jalan berliku ditempuhnya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang bankir. Mochtar
Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketika itu, anak dari
pedagang batik, ini setiap hari berangkat sekolah selalu melewati gedung megah kantor
Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank itu berpakaian rapih
serta selalu sibuk. Sejak itu, dia berharap saat dewasa akan menjadi seorang bankir.
Belum cita-citanya terwujud, pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah
Belanda dan di buang ke Nanking, Cina. Lalu, di sana ia menggunakan kesempatan kuliah
filosofi di University of Nanking. Tapi akibat perang, Riady terpaksa pergi ke Hongkong
hingga tahun1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.Sekembali ke Indonesia, Riady masih
sangat ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Tapi ayahnya tidak
mendukung. Karena menurut ayahnya, profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan
kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.
Pada tahun 1951, ia menikahi gadis pilihannya asal jember. Kemudian, mertuanya
memberinya tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Hanya dalam tempo tiga
tahun, dia berhasil memajukan toko tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Namun,
keinginan menjadi seorang banker membuatnya kurang betah mengurusi toko itu. Pada tahun
1954, dia pun memutuskan pergi ke Jakarta walaupun ditentang oleh keluarganya. Dia
berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan
pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas. Dia
merasa yakin akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi bankir di kota metropolitan, kendati
saat itu tidak memiliki seorang kenalan pun di Jakarta. Mula-mula, dia bekerja di sebuah
perusahaan komanditer di Jalan Hayam Wuruk selama enam bulan. Kesempatan itu dia
gunakan untuk mulai membuka relasi. Kemudian ia bekerja pada seorang importer. Relasi
pun mulai semakin banyak. Pada saat bersamaan, ia pun bekerjasama dengan temannya untuk
berbisnis kapal kecil.
Dia belum juga bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Saat itu,
kepada para sahabat, ia selalu mengutarakan cita-citanya itu. Lalu suatu saat, salah seorang
temannya mengabari bahwa ada sebuah bank, Bank Kemakmuran, yang lagi terkena masalah.
Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Walau belum punya pengalaman sedikit pun,
dia berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik bank yang bermasalah itu, sehingga ia pun
ditunjuk menjadi direktur. Bayangkan, seorang yang belum berpengalaman sehari pun di
bank atau sebagai akuntan, langsung diangkat menjadi direktur. Pada hari pertama sebagai
direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet. Dia tidak bisa membaca dan
memahaminya. Tapi, dia pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Lalu, sepanjang
malam dia belajar untuk memahami balance sheet tersebut, namun sia sia. Kemudian, dia
minta tolong kepada temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya.
Tetapi dia masih belum mengerti.
Begitu galau hati dan pikirannya. Bagaimana pun kepura-puraan itu, cepat atau
lambat, akan ketahuan juga. Akhirnya, dia berterus terang kepada para pegawainya dan Andi
Gappa, si pemilik bank. Tentu saja mereka sangat terkejut mendengar pengakuan itu. Riady
pun meminta diberi kesempatan mulai bekerja dari dasar. Andi Gappa menyetujuinya. Riady
bekerja mulai dari bagian kliring, cash dan checking account. Dia menggunakan kesempatan
itu bekerja sambil belajar dengan baik. Hanya dalam satu bulan, ia pun mengerti tentang
proses pembukuan. Dia pun membayar seorang guru privat, yang mengajarinya akuntansi.
Setelah itu, dia pun menunjukkan kelebihan sebagai seorang bankir. Hanya dalam
setahun, Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah bank
itu tumbuh dengan sehat, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, di sini dia juga
mengukir berbagai kaeberhasilan. Ketika itu (1966), dia berhasil menyelamatkan Bank Buana
dari kesulitan. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis akibat perubahan ekonomi
secara makro.
Dia mengambil langkah jitu untuk menyelamatkan Ban Buana dari akrisis itu. Dia
menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %. Padahal pada waktu itu semua bank
beramai-ramai menenaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka
para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Di sisi
lain, banyak usahawan (debitur) yang ingin meminjam kendati diberi syarat ketat terutama
dalam hal jaminan. Dengan cara itu, Bank Buana menjadi sehat. Sementara, saat itu ada
beberapa bank yang bangkrut.
Nama Mochtar Riady pun mencuat, sebagai bankir bertangan dingin. Kemudian tahun
1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran,
Bank Industri Jaya dan Bank Industri Dagang Indonesia. Lalu tahun 1975, ia meninggalkan
Bank Panin dan bergabung dengan BCA, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe
Liong. Di BCA, dia mendapatkan saham sebesar 17,5 persen dan menjadi seorang penentu
kebijakan. Ketika Mochtar bergabung aset BACA hanya Rp 12,8 miliar. Saat dia keluar dari
BCA pada akhir 1990 aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.
Pada setiap bank, sentuhan tangan Riady hampir selalu berbuah sukses. Dia mengaku
memiliki filosofi tersendiri yang disebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi
memiliki karakter yang baik, Lian kejujuran dan Dje memiliki rasa malu. Selain itu, visi dan
pandangannya yang jauh ke depan ketangkasannya membaca situasi pasar dan dengan segera
pula menyikapinya, telah membuat namanya semakin disegani kalangan perbankan.
Sementara, untuk memperdalam dan mempertajam pengalamannya, dia pun menyempatkan
diri kuliah malam di Universitas Indonesia (UI). Di situ pula dia berkenalan dengan beberapa
pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana dan lain-lain.
Tantangan Globalisasi
Sebagai seorang chairman yang memimpin puluhan CEO harus diakui bahwa
Mochtar Riady memiliki visi yang jauh ke depan. Pengetahuannya yang luas dan
pengalamannya telah membuat Grup Lippo selamat melewati badai dan guncangan krisis
ekonomi berkepanjangan. Pada pertengahan 1995 ia pernah berkata, bahwa dunia sedang
mengalami perubahan yang sangat cepat. Apabila kita berbicara tentang globalisasi kita
sebenarnya didorong ke suatu era yang lebih jauh lagi, yaitu era era globalisasi ditambah
liberalisasi tanpa batas negara. Semua itu terjadi karena dua faktor, yaitu revolusi teknologi
informasi dan revolusi mata uang, kata Mochtar.
Menurutnya, sejarah manusia sudah mengalami beberapa kali perubahan cara hidup
karena penemuan-penemuan di bidang energi dan teknologi. Pada era 50-an, khususnya di
Amerika Serikat terjadi perubahan gaya hidup, yakni masyarakat industri berubah menjadi
masyarakat informasi. Akibat dari perubahan itu Amerika harus memindahkan labour
intensive industry-nya ke negara-negara lain seperti Jerman Barat dan Jepang.

Tak lama Jepang pun mengalami hal yang sama sehingga harus memindahkan industrinya ke
Hong Kong, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Dan ketika negara-negara tersebut
menjadi macan Asia, mereka pun mengalami perubahan structural dalam masyarakatnya
sehingga perlu memindahkan industrinya ke RRT dan negara-negara ASEAN.
Perpindahan industri ini menimbulkan investasi silang antarbangsa dan menimbulkan
pula apa yang disebut dengan Asia-Euro-Dolar. Inilah era globalisasi. Dengan era globalisasi
sedemikian ini timbul suatu ketergantungan antar suatu negara dengan negara lain. Kondisi
tersebut meningkatkan hubungan perekonomian dan perdagangan sehingga dibutuhkan
peraturan permainan ekonomi internasional. Menurut catatan Mochtar, ada tiga perjanjian
penting yang muncul pada 1994, yaitu GATT, WTO, dan APEC. Kalau ketiga organisasi
internasional ini dihubungakan dengan organisasi lain seperti World Bank, IMF, ADB, Uni
Eropa, AFTA, dan NAFTA, maka akan semakin jelas kalau organisasi-organisasi
international ini semakin berperan penting menggantikan peranan pemerintah individu di
dunia. Di sinilah dunia akan memasuki era globalisasi tanpa batas negara (borderless).
Sementara itu pada saat yang bersamaan dunia sedang menyaksikan terjadinya
revolusi mata uang. Sebagai contoh, setiap hari terjadi transaksi foreign exchange (forex)
lebih dari US$800 miliar, tetapi hanya sekitar US$10 miliar yang memiliki kaitan dengan
fungsi alat pembayaran. Sisanya, 90,85 persen tidak ada hubungannya dengan fungsi alat
pembayaran, tetapi berhubungan dengan barang dagangan. Kalau sudah menjadi barang
dagangan tentu timbul pasar derivatif. Derivatif itu sifatnya spekulatif, sementara spekulatif
itu adalah perjudian (gambling). Dengan demikian timbullah suatu kasino yang besar dan
kuat di dunia. Sadar atau tidak sadar, senang atau tidak senang, siap atau tidak siap, kita
sudah terlibat di dalam perjudian setiap hari, kata Mochtar yang pernah menjadi Chairman
Asian Banker Association pada 1992. Selanjutnya menurutnya, jumlah transaksi yang begitu
besar, sekalipun lima negara maju menggabungkan forex reserve-nya tidak akan sanggup
mengalahkan jumlah transaksi forex dalam sehari. Ini berarti tidak ada satu negara di dunia
ini yang bisa memberikan counter exchange terhadap spekulasi. Dua revolusi, revolusi
teknologi yang dicerminkan dengan sistem super highway dan revolusi keuangan yang begitu
cepat mutasinya membawa manusia kepada situasi yang serba cepat, serba berubah, serba
tidak mantap, dan serba tidak pasti. Oleh karena itu, suatu bangsa atau suatu perusahaan
harus memberikan reaksi yang cepat, kalau tidak bangsa atau perusahaan itu akan
menghadapi masalah dan tekanan, tegasnya.

BUMN Harus Lebih Berperan
Menurut Mochtar, yang mempunyai enam putra dan putri, untuk bisa bersaing di era
globalisasi pemerintah harus semakin meningkatkan produktivitas BUMN. Dikatakan,
BUMN masih menguasai lebih dari 50 persen perekonomian nasional dan secara tidak sadar
menikmati oligopoli dan monopoli. Tidak ada jalan lain selain membuat BUMN menjadi
perusahaan yang efisien, menguntungkan, dan kalau perlu bisa segera go public. Sebagai
perbandingan, menurut Mochtar, di RRT lebih dari 50 BUMNtelah masuk ke pasar modal.
Bagaimana dengan Indonesia? Sekarang kita berada pada abad yang mementingkan
perbandingan teknologi dan mutu manusia. Itulah sebabnya ia sangat memperhatikan mutu
pendidikan di Indonesia. Mendirikan Sekolah Pelita Harapan dan Universitas Harapan adalah
bagian dari kepeduliannya terhadap dunia pendidikan nasional. Belum lama ini ia pun
ditunjuk menjadi Wali Amanah Universitas Indonesia. Mochtar yang pernah mengenyam
pendidikan di The Eastern College, Chung Yang University, Nanking, RRT ini memiliki
obsesi agar manusia Indonesia memiliki kualitas yang setara dengan masyarakat maju lain
hingga siap memasuki era globalisasi.
Mochtar Riady, yang senang membaca buku Peter Drucker dan Prof Freeman
memperoleh gelar Doctor of Laws dari Golden Gate University, San Francisco, Amerika
Serikat dan pernah menjadi pembicara tamu di Universitas Harvard pada pertengahan 1984.
Pada saat senggang, salah seorang filsuf Grup Lippo ini lebih senang melakukan perjalanan
ke sejumlah proyeknya.
Apa arti globalisasi buat Lippo? Menurutnya, perusahaan dan para eksekutifnya harus
lebih cepat lagi mengantisipasi perubahan yang sangat cepat ini. Itulah sebabnya ia sangat
hati-hati memilih orang-orang yang akan menduduki posisi Chief Executive Officer-nya

Anda mungkin juga menyukai