Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat
ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan
kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi puskesmas adalah
mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan
kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive
Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventif, curative, dan rehabilitatif.
Prioritas yang harus dikembangkan oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan
kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan
pencegahan (public health service). Fungsi puskesmas menurut keputusan menteri kesehatan
republik Indonesia No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam
pembangunan kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada
kesempatan yang berbeda. Tekanan darah yang normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap
diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure yang ke-7 telah
mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik yang optimal dan
hipertensif. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg
untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekananan yang
dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg
untuk diastolik. Istilah pra hipertensi adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg
untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg untuk diastolik.




BAB II
MATERI DAN METODE

1. MATERI
- Cara dan resiko terjadinya Hipertensi
- Pengenalan secara dini mengenai gejala Hipertensi. Serta melakukan pemeriksaan medis
yang rutin untuk memantau perjalanan penyakit Hipertensi.
- Aturan dan kepatuhan minum obat demi mencapai kesembuhan.
- Upaya perilaku hidup bersih dan sehat.
- Upaya imunisasi lengkap dan meningkatkan gizi agar daya tahan tubuh baik.
- Upaya menciptakan rumah yang sehat.

2. METODE
Metode yang digunakan adalah penemuan penderita pasif (Passive case finding).
Penemuan penderita pasif adalah kegiatan mendatangi pasien ke rumahnya dengan
berdasarkan data yang didapat dari puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan,
atau posyandu. Hal yang dilakukan adalah:
- Mendapatkan data lengkap mengenai pasien dari aspek biologis, psikologis, dan
sosialnya.
- Mendapatkan data lengkap mengenai keadaan rumah dan keluarga pasien.
- Mendapatkan data lengkap tentang keadaan lingkungan tempat tinggal pasien.
- Menganalisa dan memberikan penjelasan pada pasien mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kesembuhan Hipertensi pada Bu Sulasi







BAB III
KERANGKA TEORI

1. DEFINISI
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Tabel
1).
1
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 dan <80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160 atau 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

2. EVALUASI HIPERTENSI
Evaluasi pada pasien Hipertensi bertujuan untuk:
a. Menilai perkembangan dan kemajuan dalam pengobatan Hipertensi
b. Melihat adanya efek samping dari obat hipertensi
c. Melihat adanya faktor resiko akibat Hipertensi

Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain:
2

1. Riwayat penyakit sekarang, nyeri kepala, gangguan penglihatan
2. Riwayat penyakit dahulu, seperti riwayat stroke, TIA, penyakit jantung, penyakit
ginjal atau riwayat faktor vaskular lain
3. Riwayat keluarga, apakah terdapat penyebab hipertensi turunan dalam keluarga
4. Obat-obatan, menanyakan pengobatan yang kini atau pernah dijalani pasien dan
juga tanyakan kosumsi alkohol pasien
5. Riwayat sosial, tanyakan metode nonfarmakologis (misalnya olahraga, penurunan
berat badan, pengurangan natrium dari makanan)? Tanyakan riwayat merokok dan diet.

3. PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG

Enzim Jantung
Banyak uji laboratorium dan diagnostic yang dilakukan untuk mendeteksi masalah
jantung dan luas cedera miokardium. Kadar enzim serum umumnya diperiksa segera setelah
timbul keluhan ketidak nyamanan jantung. Kadar enzim juga sering diperiksa ulang untuk
menentukan jika terjadi perubahan signifikan. Uji lain ang diperiksa meliputi elektrolit
serum, glukosa darah, lemak darah, laju endap darah, PT, PTT, EKG, sinar X jantung, serta
kateterisasi jantung, dan lainnya. Enzim jantung : oleh karena kadar enzim jantung serum
mungkin segera normal setelah trauma jantung, rangkaian uji kadar enzim pertamalah yang
bertindak sebagai dasar pengukuran, diperiksa untuk membandingkan perubahan tersebut.
Setelah cedera jantung, kadar kreatinin kinase (CK/CPK) dan isoenzim CK-MB band,
dehidogenase laktat (LD/LDH) dan isoenzim LD dengan peranjakan LD1:LD2, serta
aminotransferase aspartat (AST/SGOT) meningkat di dalam darah sebagai reaksi terhadap
meluasnya cedera. Setiap enzim memiliki rangkaian waktu setiap pelepasannya sendiri
setelah cidera. Tabel adalah daftar enzim jantung, termasuk juga perubahan signifikan yang
dapat terjadi.4

Foto Toraks
Foto toraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua pada semua
yang diduga GJA, untuk menilai derajat kongesti paru,dan untuk mengetahui adanya
kelainan par dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrate atau kardiomegali.5
Di samping pembesaran bilik jantung tertentu yang khas untuk lesi yang
menyebabkan gagal jantung, umum terjadi distensi vena pulmonalis dan redistribusi ke apeks
pada pasien dengan gagal jantung dan peningkatan tekanan pembuluh darah paru. Juga dapat
terjadi efusi pleura dan disertai dengan efusi interlobar.

Ekokardiografi
Memegang peranan yang sangat penting untuk evaluasi kelainan structural dan
fungsional dari jantung yang berkaitan dengan GJA. Semua penderita GJA harus di evaluasi/
ekokardiografi secepat mungkin. Penemuan dengan ekokardiografi bisa langsung secepat
mungkin strategi pengobatan. Pencitraan echo/ dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan
monitor fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi diastolic,
struktur dan fungsi valvular, kelainan perikard, komplikasi mekanis dari infark akut, adanya
disinkroni, juga dapat menilai semi kuantitatif, noninvasive, tekanan pengisian dari ventrikel
kanan dan kiri, stroke volum dan tekanan arteri pulmonalis, yang bisa menentukan srategi
pengobatan. Echo/dopler dapat di ulang sesuai kebutuhan, dan dapat mengganti pemeriksaan
atau monitoring invasive.5
Elektrokardiografi

Elektrokardiografi (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.
pada EKG terlihat bentuk geombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS< dan T,
sesuai dengan penyabaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan
miokardium. Dalam contoh EKG diatas diketahui terdapat suatu pembesaran jantung kiri
atau hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai oleh adanya LVH ( Left Axis Deviation). Kriteria
EKG hipertrofi ventrikel kiri:
1. Sadapan prekordial
a. Tinggi gelombang R di V5 atau V6 > 27 mm (kotak kecil).
b. Dalamnya gelombang S di V1 + tinggi gelombang R di V5 atau V6 > 35 mm.
c. Depresi segmen ST dan inversi gelombang T asimetris di V5 dan V6 (ventricular
strain).
2. Sadapan ekstremitas
a. Jantung horizontal : tinggi gelombang R di aVL 11 mm
b. Jantung vertikal : tinggi gelombang R di aVF > 20 mm (bisa juga terjadi pada
hipertrofi ventrikel kanan).

Laboratorium pemeriksaan lain yang bisa digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding adalah dengan menilai darah rutin, pada gagal jantung, kerap ditemukan
gejala sesak, batuk-batuk yang mengarah pada organ paru. Oleh karena itu, apabila dicurigai
adanya infeksi dapat dilihat dari kadar leukosit dan komponen darah lainnya, yang dimana
pada gagal jantung, biasanya menunjukkan nilai normal.

4. ETIOPATOGENESIS
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,
pembuluhdarah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama.Di Eropa dan Amerika
disfungsi miokard paling sering terjadi akibat infark miokard, yang merupakan penyebab
paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di
Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang menunjukan
hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.
Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal dan bersifat kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi
merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk
mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Seseorang
baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru
disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner,
fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Hipertensi pada dasarnya mengurangi
harapan hidup para penderitanya. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi
jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang
tua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita hipertensi adalah lebih
besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita hipertensi.
5. GEJALA KLINIS dan FAKTOR RESIKO
Dispnea jantung -- diamati paling sering pada pasien dengan peningkatan vena
pulmonalis dan tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan
pembuluh darah paru dan edema paru interstisialis, yang mungkin terbukti pada pemeriksaan
radiologik dan yang mengurangi kelenturan paru dan oleh karena itu meningkatkan kerja
otot-otot pernapasan yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru. (terjadi peningkatan
frekuensi pernapasan) Aktivasi reseptor dalam paru menimbulkan pernapasan yang cepat dan
dalam yang khas dari dispnea jantung. Kebutuhan oksigen pernapasan ditingkatkan oleh
kerja berlebihan dari otot-otot pernapasan. Hal ini dilipatgandakan dengan berkurangnya
pengantaran oksigen ke otot-otot ini, yang terjadi sebagai konsekuensi berkurangnya curah
jantung dan yang mungkin menyebabbkan kelelahan otot-otot pernapasan dan sensasi sesak
napas.
Ortopnea. Dispnea dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir
dari gagal jantung dibanding dispnea pengerahan tenaga. Ortopnea terjadi karena redistribusi
cairan dari abdomen dan ekstremitas baawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan
diafragma. Pasien dengan ortopnea harus meninggikan kepalanya dengan beberapa bantal
pada malam hari dan seringkali terbangun karena sesak napas atau batuk (sehingga disebut
batuk malam hari) jika bantalnya hilang/terjatuh . sensasi sesak napas biasanya dapat hilang
dengan duduk tegak; karena posisi ini mengurangi aliran balik vena dan tekanan kapiler paru.
Bila gagal jantung berlanjut, ortopnea dapat menjadi bagitu berat sehingga pasien tidak dapat
berbaring sama sekali dan harus menjalani tidur malam dengan posisi duduk.
Dispnea paroksismal (nokturnal) Istilah ini merujuk pada erangan sesak napas
berat dan abtuk yang umumnya terjadi pada malam hari, seringkali membangunkan pasien
dari tidur, dan mungkin agak menakutkan. Meskipun ortopnea sederhana dapat dikurangi
dengan duduk tegak pada tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, pada pasien dengan
dispnea nokturnal paroksismal, batuk dan mengi seringkali menetap bahkan dalam posisi ini.
Depresi pusat pernapsan selama tidur mungkin mengurangi ventilasi yang cukup untuk
menurunkan tegangan oksigen arteri, terutama pada pasien denagn edema paru interstisial
dan berkurangnya kelenturan paru. Juga, fungsi ventrikel mungkin lebih lanjut terganggu
pada malam hari karena berkurangnya rangsangan edrenergik pada fungsi niokard. Asma
kardiak berkaitan erat dengan dispnea nokturnal paroksismal dan batuk malam hari dan
ditandai oleh mengi sekunder terhadap bronkospasme paling menonjol pada malam hari.
Edema paru akut adalah bentuk asama kardial parah yang disebabkan oleh peningkatan nyata
dari tekanan kapiler paru yang menyebabkan edema alveolaris, berkaitan denagn sesak napas
ektrim, ronki pada seluruh lapangan paru, dan transudasi serta ekspektorasi cairan yang
dwarnai oleh darah. Jika tidak diterapi segera, edema paru akan dapat fatal.
Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise Gejala yang tidak
spesifik tetapi umum dari gagal jantung ini, berkaitan dengan berkurangnua perfusi otot
rangka. Kapasitas exercise berkurang dengan terbatasnya kemampuan jantung yang gagal
untuk meningkatkan curahnya dan mengantarkan oksigen ke otot yang sedang exercise.
Anoreksia dan mual berkaitan dengan nyeri abdomen dan rasa penuh berkaitan dengan
kongesti hepar dan sistem vena porta.
Temuan fisis Pada gagal jantung sedang, pasien tampaknya tidak menderita saat
istirahat kecuali merasa tidak nyaman jika berbaring terlentang selama lebih dari beberapa
menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, tekanan nadi mungkin berkurang, menunjukkan
penurunan volume sekuncup dan kadang-kadang, tekanan arteri dastolik meningkat akibat
vasokontriksi menyeluruh. Pada gagal jantung akut, hipotensi mungkin menonjol. Mungkin
terdapat sianosis pada bibir dan bantalan kuku, sinus takikardia dan pasien memaksa untuk
duduk tegak. Tekanan vena sistemik seringkali meningkat abnormal pada gagal jantung dan
dapat dikenali dengan mengamati besarnya distensi vena jugularis. Pada tahap awal gagal
jantung, tekanan vena mungkin normal saat istirahat tetapi dapat meningkat menjadi tidak
normal selama dan segera sesudah mengerahkan tenaga dan menahan tekanan pada perut
(refluks abdominojuguler positif).
Bunyi jantung ketiga dan keempat -- seringkali terdengar tetapi tidak spesifik
untuk gagl jantung, dan mungkin terdapat pulsus alternans, yaitu ritme teratur yang
disebabkan oleh terdapatnya perubahan kontraksi jantung kua dan lemah dan karenanya
perubahan kekuatan nadi perifer. Pulsus alternans dapa dideteksi dengan sfignomanometri
dan dalam keadaan yang lebih berat dengan palpasi; seringkali mengikuti ekstrasistole dan
diamati paling umum pada pasien dengan kardiomiopati atau penyakit jantung hipertensif
atau siskemik. Bunyi jantung ketiga dan keempat merupakan tanda gagal jantung berat dan
disebabkan oleh pengurangan jumlah unit kontraktil selama kontraksi yang lemah dan/atau
oleh perubahan dalam volume diastolik akhir ventrikel.
Ronki Pada pasien gagal jantung dengan peningkatan tekanan kapiler serta
pulmonalis umum didapati ronki basah, krepitasi saat inspirasi pada auskultasi dan bunyi
pekak pada perkusi di basis paru. Pada pasien dengan edema paru, ronki mungkin terdengar
luas di seluruh lapangan paru; seringkal kasar dan berdesis dan mungkin disebabkan oleh
banyak keadaan selain gagal ventrikel kiri. Beberapa pasien dengan gagal jantung yang
sudah berlangsung lama tidak mempunyai ronki karena meningkatnya drainase limfatik
cairan elveolaris.
Hepatomegali kongestif Hati yang membesar, lunak, berdenyut juga mnyertai
hipertensi vena sistemik dan dapat diamati tidak hanya pada keadaan yang sama ketika
muncul asites tetapi juga pada bentuk ringan gagal jantung oleh sebab apapun, dengan
hepatomegali berat dan berkepanjangan, seperti pada pasien dengan penyakit katup trikuspid
atau perikarditis konstriktif, juga dapat terjadi pembesaran limpa, yaitu splenomegali
kongestif.
Manifestasi lain menurunnya aliran darah, ekstremitas dapat menjadi dingin, pucat
dan diaforetik (perspirasi berlebihan). Aliran urin berkurang dan urin mengandung albumin
dengan berat jenis tinggi dan konsentrasi natrium rendah, lagi pula, dapat muncul azotemia
prarenal. Pada pasien gagal jantung berat yang berlangsung lama, umum terjadi impotensi
dan depresi
6. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit jantung Hipertensi
Hipertensi Pulmonal
Hipertensi sekunder

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah: (1) target tekanan darah <140/90
mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg; (2)
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular; dan (3) menghambat laju penyakit
ginjal proteinuria. Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi masing-masing kondisi.
Terapi nonfarmakologis terdiri dari: menghentikan merokok, menurunkan berat badan
berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan garam,
meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC
7 adalah: (1) diuretika, terutama Tiazid atau antagonis aldosteron; (2) Beta Bloker; (3) Ca
Bloker; (4) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor; dan (5) Angiotensin II Receptor Blocker
atau Angiotensin I Receptor Blocker.
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan
cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum terapi.
Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat
antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta
tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan
pengawasan tekanan darah yang ketat.

8. KOMPLIKASI
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh selain otak, yang terpajan tekanan tinggi. Stroke yang terjadi pada
hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area otak diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami aterosclerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah yang melewati pembuluh darah.

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerolus ginjal.
3

9. PROGNOSIS
Dapat terjadi komplikasi. Namun dengan pengobatan yang adekuat, dapat mendekati
normal tetapi tidak dapat timbul di waktu lain karena telah mempunyai riwayat hipertensi
sebelumnya.









BAB IV
HASIL DAN DATA


Puskesmas : Tomang Raya, Jl pulo macan V
Nomor register :
Data riwayat keluarga:
I. Identitas pasien :
Nama : Dulkadli
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Dagang Es
Pendidikan : SD (tidak tamat)
Alamat : Jl. Tomang Banjir Kanal rt08/rw13
Telepon : -
II. Riwayat biologis keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : Baik
b. Kebersihan perorangan : Kurang
c. Penyakit yang sering diderita : sesak napas dan batuk
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : kurang
h. Pola istirahat : kurang
i. Jumlah anggota keluarga : 6 orang
III. Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk : Ada (sulit tidur, makan tidak teratur))
b. Pengambilan keputusan : Bapak
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas Tomang Raya
e. Pola rekreasi : Sedang
IV. Keadaan rumah/ lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : 3 x 8 m2
d. Penerangan : sedang
e. Kebersihan : Kurang
f. Ventilasi : Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : ada
i. Sumber air minum : air tanah
j. Sumber pencemaran air : Ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada
m. Tempat pembuangan sampah : Tidak ada
n. Sanitasi lingkungan : Kurang
V. Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Sunda
b. Lain-lain : Tidak ada
VIII. Anggota keluarga :
(suami) Dulkadli
(istri) Sumiati
(anak) Samsudin, 31 tahun
(anak) Hasan, 26 tahun
IX. Keluhan utama : sesak napas jika beraktivitas
X. Keluhan tambahan : Batuk, sulit tidur
XI. Riwayat penyakit sekarang :
OS sering mengalami sesak jika saat beraktivitas yang ringan maupun berat dan batuk-batuk
yang mengeluarkan dahak/sputum
XII. Riwayat penyakit dahulu
Pada tahun 2006, 8 tahun yang lalu OS di diagnosis Hipertensi Heart disease , Asma, dan
diabetes.
XIII. Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah 140/90 mmHg
- Nadi 81x/menit
- nafas
XIV. Diagnosis penyakit : Hipertensi Heart disease
XV. Diagnosis keluarga : -
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit
a. Promotif :
- Menghimbau kepada pasien dan keluarga pasien mengenai pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat( karbohidrat, protein dan lemak harus seimbang),
tidak tinggi kolesterol, menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi
aktivitas yang berat.melakukan olahraga ringan dan mengurangi aktivitas yang berat.
- Menghimbau kepada pasien dan keluarga mengenai lingkungan sehat dengan membuang
sampah pada tempatnya, jangan meludah sembarangan, menyingkirkan atau membuang
barang-barang yang tidak digunakan lagi agar tidak menjadi sarang tikus dan hewan
lainnya.
b. Preventif :
- screening factor resiko antara lain tekanan darah, kadar gula darah sewaktu dan puasa ke
puskesmas.
- mencegah agar tidak jatuh dan tidak terluka
- mencegah agar luka tsb tidak menimbulkan komplikasi
c. Kuratif :
Terapi medika mentosa :
- ACE-inhibitor: captopril 2-3 12,5-25 mg, spironolakton 25mg, atenolol, furosemide
- Pengobatan terhadap luka kotor dan bersih agar luka tsb tidak mengalami komplikasi yang
berat.
d. Rehabilitatif :
- Konsusmsi makanan yang cukup gizi, rendah garam dan kolesterol
- Olahraga ringan
XVII. Prognosis
Penyakit : dubia ad malam
XVIII. Resume
Dari hasil kunjungan rumah yang beralamat di Jl Tomang Banjir Kanal 08/13 pada hari
senen 07-06-2014, didapatkan bahwa pasien (Tn Dulkadli, 59tahun) yang bereperan sebagai
Kepala Keluarga mempunyai satu orang istri, dua orang anak, satu orang menantu dan satu orang
cucu adalah penderita Hipertensi Heart disease. Pengetahuan pasien terhadap penyakitnya masih
kurang, sehingga pasien seringkali berperilaku tidak sehat dengan mengkonsumsi rokok 1
bungkus setiap hari, melakukan aktivitas hingga larut malam sehingga waktu untuk istirahatnya
juga kurang dan disertai susah tidur, Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat dilihat dari
kurangnya ventilasi dan pencahayaan yang buruk sehingga udara dirumah lembab. Tidak ada
jarak antara dapur dan kamar mandi. Lingkungan sekitar masih terlihat sampah yang berserakan,
air tergenang dan gerobak-gerobak makanan. Kondisi lingkungan serta rumah sangat tidak
mendukung untuk hidup sehat. Saat dilakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital didapatkan
hasil TD: 140/90, nadi, nafas pada hal ini tidak dilakukan pemeriksaan menggunakan stetoskop
untuk mendengar bunyi jantung OS karena OS menolak untuk dilakukan pemriksaan tsb. Os
sudah melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, foto rontgen dan
rekam jantung menggunakan EKG di Rs sumber waras. Saat diminta data-data pemeriksaan
penunjang ternyata pasien menyimpannya dikampung halaman.
Untuk menghindari kemunculan dari adanya factor resiko maka dilakukan Upaya
Promosi Kesehatan, dengan menghimbau kepada pasien dan keluarga pasien mengenai pola
hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat( karbohidrat, protein dan lemak harus
seimbang), tidak tinggi kolesterol, menghindari konsumsi rokok, melakukan olahraga ringan dan
mengurangi aktivitas yang berat.melakukan olahraga ringan, Menghimbau kepada pasien dan
keluarga mengenai lingkungan sehat dengan membuang sampah pada tempatnya, jangan
meludah sembarangan, menyingkirkan atau membuang barang-barang yang tidak digunakan lagi
agar tidak menjadi sarang tikus dan hewan lainnya. Upaya diagnosis dini dan tindakan segera
berupa screening factor resiko antara lain tekanan darah, kadar gula darah sewaktu dan puasa ke
puskesmas, mencegah agar tidak terluka atau terjatuh yang menyebabkan luka tsb sukar sembuh,
serta makan obat yang teratur dan upaya pemulihan kesehatan berupa konsumsi makanan yang
bergizi, rendah garam dan kolesterol serta olahraga yang ringan.












BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Os terdiagnosis Hipertensi Heart Disease

2. SARAN
a) Puskesmas
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui
penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif kesehatan masyarakat.
b) Pasien.
Berusaha untuk lebih memahami penyakit yang dideritanya dan tetap menjaga kesehatan
melalui pola hidup sehat dan minum obat secara teratur.
Tetap rajin mengontrol kesehatannya ke pelayanan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed.5. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.1586-94. 6.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume 1. Jakarta: EGC. 2012. 4.
3. Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Bku
Kedokteran EGC. 2012.h.1128 3.
4. Beck ER, Souhamo RL, Hanna MG, Holdright DR. tutorial diagnosis banding. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011.h.14-5 1.
5. Mansjoer A. Kapita selekta. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2000.h.434

Anda mungkin juga menyukai