MAKALAH
OLEH
DANIEL
147020006
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Nicolaus Simamora,
MSA, IAI selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang memberikan kesempatan
dalam rangka pembuatan makalah ini.
Judul yang akan dibahas adalah Etika dan Hukum sesuai dengan arahan
yang diberikan guna memahami lebih lanjut mengenai arti dan esensi etika serta
hukum dan perbandingan kedua hal tersebut.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu
penulis selalu mengharapkan setiap kritik serta saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
HAL
Halaman Judul
HALAMAN KATA PENGANTAR ...............................................
ii
iii
BAB
PENDAHULUAN
BAB II
ETIKA
2.1 META-ETIKA.....................................................
11
BAB IV KESIMPULAN....................................................
17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ETIKA
Etika sering kali dilibatkan atau dihubungkan dengan perngertian yang mengandung
unsur kata "sifat manusia yang ideal, baik, dan moral" (Lobaton, 2003). Etika juga
sering kali merupakan kumpulan konsep atau prinsip yang membimbing atau
menuntun manusia dalam berperilaku dan memberi pengertian mengenai perbuatan
apa yang baik maupun buruk (Paul dan Elder, 2006). Etika sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yaitu "ethos" yang berarti kebiasaan, budaya, dan lebih luas dapat diartikan
sebagai karakter sebuah kepercayaan atau idealisme yang digunakan sebagai ciri-ciri
sebuah komunitas, negara, atau ideologi.
Etika disebut sebagai bagian dari filosofi, dan sering disebut sebagai filosofi moral
yang mana, kembali lagi, berbicara tentang perilaku atau berbuatan yang benar
maupun yang salah. Kini, filsuf membagi teori etika menjadi tiga bagian
pembelajaran, yaitu meta-etika, etika normatif, dan etika terapan.
2.1 META-ETIKA
Meta-etika adalah teori etika yang mempertanyakan asal usul dari prinsip etika
yang ada, dan makna dari asal prinsip tersebut. Sering kali meta-etika
mengandung pertanyaan yang mempertanyakan apakah etika hanyalah sebuah
temuan dalam lingkup sosial, atau bahkan mempertanyakan apakah etika
melibatkan lebih dari ekspresi emosi individu.
Bila dilihat dari etimologi kata, meta berarti sesuatu yang bersifat hal yang
mempunyai hubungan ke depan, ataupun hal yang mempunyai cakupan lebih
besar/luas. Meta-etik bisa pula diartikan sebagai sudut pandang mata burung dari
etika itu sendiri. Bila dibandingkan dengan dua teori etika yang lain, maka metaetika adalah teori etika yang paling sedikit membahas tentang filosofi moral,
namun, sebagaimana telah disebutkan, lebih membahas mengenai asal usul etika
itu sendiri. Dalam pembahasan meta-etika, ada dua isu yang kerap kali menjadi
pembahasan, yaitu isu metafisik dan isu psikologis.
2.1.1 Isu Metafisik
Metafisik
adalah
pembelajaran
mengenai
objek
atau
benda
yang
adalah ketika manusia tahu bahwa membunuh adalah sebuah perbuatan yang
salah (melanggar nilai moral).
Pandangan lain, menjelaskan bahwa nilai moral adalah sebuah persetujuan yang
dibentuk oleh sekelompok manusia dan bersifat subjektif. Hal ini pertama kali
disampaikan oleh filsuf Yunani bernama Sextus Empiricus (terjemahan Annas
dan Barnes, 1994), dan ia pula menentang adanya objektivitas nilai moral.
Orang-orang yang berpandangan demikian tidak menolak adanya nilai moral itu
sendiri, namun menentang adanya eksistensi yang melekat pada setiap manusia
sehingga nilai moral tersebut bersifat pasti dan objektif. Mereka beranggapan
bahwa nilai moral semata-mata adalah persetujuan yang dibuat oleh manusia yang disebut sebagai moral relatif.
Dari sifat relatif tersebut, Sumner (1906) menambahkan dua pembagian sifat
relatif tersebut, yaitu moral relatif yang bersifat individual dan moral relatif yang
bersifat kultural. Kedua pembagian relativitas ini sudah cukup menjelaskan, yang
mana yang bersifat individual adalah nilai moral yang dibentuk berdasarkan
persetujuan satu individu dengan yang lain, dan moral relatif yang bersifat
kultural merujuk pada nilai yang disetujui bersama tanpa memperhitungkan
kepentingan satu atau dua individu semata-mata. Hal ini cukup terbukti dengan
adanya suku yang masih menerapkan kanibalisme, yang mana pada saat ini
dianggap sangat amoral dan bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat
luas.
2.1.2 Isu Psikologis
Sisi lain meta-etika adalah yang melibatkan psikologi manusia yang mendasari
penilaian dan perbuatan moral, terutama untuk memahami alasan mengapa
seorang manusia harus bermoral (memiliki etika). Pemahaman isu psikologis ini
dapat dielaborasi dengan pertanyaan yang mudah seperti alasan mengapa
manusia harus bermoral - dan sering kali pertanyaan tersebut dijawab dengan
alasan agar seseorang menghindari cibiran atau bahkan hukuman, memperoleh
kepuasan diri dan pujian, atau agar dapat berbaur dengan sebuah komunitas.
Psikologi manusia yang berhubungan dengan moral sering kali dikaitkan dengan
sifat egois manusia. Hobbes (1994) dengan tegas berpendapat bahwa hampir
setiap perilaku atau sikap yang kita ambil adalah berdasarkan keinginan diri
(egois), bahkan ketika seseorang hendak melakukan sebuah tindakan yang
tampak tidak egois, seperti memberi sedekah, seseorang tersebut memiliki alasan
egois akan hal itu - yaitu untuk merasakan memiliki kekayaan lebih atas orang
lain. Pandangan ini disebut sebagai ego psikologis yang mana beranggapan
bahwa semua perilaku manusia didasarkan oleh keinginan yang perpusat pada
diri sendiri. Mirip dengan pandangan ini adalah hedonisme, yaitu pandangan
yang beranggapan bahwa kesenangan pribadilah yang mendorong manusia untuk
melakukan sesuatu.
Pandangan lain mengenai isu psikologi yang mempengaruhi moral adalah
pandangan yang menghubungkan perasaan dan alasan (rasio) seseorang dalam
berperilaku. Sebagai contoh, sebuah anggapan bahwa seks bebas adalah salah bisa jadi merupakan pemikiran yang rasional atau hanya ungkapan perasaan.
Berhubungan dengan hal ini, dapat pula terjadi perbedaan psikologi dalam alasan
menganut nilai - nilai moral dan pembeda tersebut adalah jenis kelamin, pria,
maupun wanita. Hal ini menimbulkan pandangan bahwa kebanyakan nilai moral
yang tradisional adalah berdasarkan persepsi pria (berpusat pada keputusan pria)
dan bisa jadi, bila melihat perspektif wanita, akan ditemukan pandangan yang
unik dan mungkin bisa dijadikan nilai moral. Sebagai contoh disebutkan bahwa
pada umunya peran sebagai pengusaha, pemimpin, pemerintah sering kali hanya
disediakan bagi pria, dan wanita pada umumnya memiliki peran untuk
dari sebuah tindakan yang mana bila sebuah tindakan menimbulkan lebih banyak
konsekuensi yang bisa diterima/baik adanya, maka sebuah perbuatan tersebut
benar. Terdapat tiga pembagian konsekuensialis, yaitu ethical egoism adalah
ketika sebuah tindakan secara moral benar bila konsekuensi tindakan tersebut
memiliki nilai positif lebih hanya bagi pelaku tindakan; ethical altruism adalah
tindakan yang secara moral benar bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih
terhadap semua orang kecuali pelaku; utilitarianism adalah tindakan yang
bermoral baik bila konsekuensi memiliki nilai positif lebih bagi semua orang.
2.3 ETIKA TERAPAN
Etika terapan, berbeda dengan etika normatif yang membedakan yang benar dan
salah, serta meta-etika yang mempertanyakan asal usul moral tersebut. Etika
terapan merupakan pengujian filosofis terhadap satu isu atau kejadian tertentu
dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang berhubungan dengan penilaian
secara moral. Maka dari itu, etika terapan mengarah atau mengacu pada
bagaimana manusia menentukan tindakan yang benar dalam berbagai bidang
dalam hidup manusia. Porter (2006) menyatakan tujuh bidang atau tipologi
terapan yang dapat membantu adanya peningkatan moral dalam lingkup
organisasi maupun sosial dalam taraf nasional maupun global yaitu etika
pengambilan keputusan, etika profesi, etika klinis, etika bisnis, etika organisasi,
etika sosial, dan etika seksual.
Hampir keseluruhan etika terapan tersebut menggunakan pendekatan berupa teori
seperti ulititarianism yang mencari keuntungan atau kebahagiaan terbaik bagi
semua belah pihak, deontological ethics yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban manusia yang mempengaruhi tindakan yang diambil, serta virtue
ethics yang mana setiap tindakan adalah berdasarkan pada kebaikan sematamata.
10
Etika profesi, sebagaimana yang menjadi sorotan dalam pembahasan ini, adalah
etika yang mencakup standar perilaku secara perorangan, organisasi, dan
korporat, yang mana diharapkan dapat ditemui dalam setiap profesional (RIBA,
2005). Pendekatan etika profesi yang sering ditemui menyangkut unsur berikut,
yakni: kejujuran, integritas, transparansi, akuntabilitas, konfidensialitas (mampu
menjaga rahasia perusahaan), objektivitas, rasa hormat, patuh hukum, loyalitas.
Dari unsur - unsur pendekatan etika profesi, dapat terlihat salah satunya adalah
patuh hukum. Hal ini menekankan adanya hubungan yang cukup erat antara
penerapan etika profesi dengan hukum yang mengikat - tanpa menjalankan
hukum, seseorang tidak mampu memenuhi etika profesi tersebut.
BAB III
HUKUM
Hukum, pada umumnya merupakan sebuah sistem yang teridir dari peraturan peraturan yang diadakan secara paksa (enforced) melalui institusi sosial untuk
mengatur tingkah laku (Robertson, 2007).
melalui legislasi, hukum juga bisa dibuat oleh badan eksekutif melalui dekrit (decree)
dan regulasi, bisa juga dibuat oleh hakim melalui pengukuhan putusan pengadilan
(precedent). Hukum juga dapat dibentuk dalam kontrak yang legal oleh pihak
perorangan.
Terdapat dua sistem hukum yang berlaku, antara lain yurisdiksi hukum publik dan
sistem hukum umum. Selain kedua sistem hukum tersebut, Syariat Islam juga
merupakan jenis hukum yang menjadi hukum utama dalam beberapa negara,
khususnya negara Islam. Bentuk hukum sendiri dapat pula dibagi menjadi dua yaitu
hukum pidana dan hukum perdata.
Sejarah hukum sangat berhubungan dengan perkembangan peradaban manusia.
Hukum Mesir kuno, diketahui keberadaannya sejak 3000 SM yang terdiri dari aturan
- aturan publik yang kemudian dibagi dalam dua belas (12) jumlah buku. VerSteeg
(2002) menyebutkan bahwa aturan - aturan tersebut didasarkan pada konsep Ma'at,
konsep keadilan dan penegakan keadilan di negara Mesir Kuno. Dalam
perkembangannya, sampai pada masa kejayaan kota Athena kuno sekitar abad 8 SM,
hukum masih belum tersebut secara khusus, namun menggunakan tiga unsur
pembeda aturan, yaitu aturan yang berasal dari dewa (thmis), dekrit manusia
(nomos), serta budaya (dk). Namun dalam perkembangan hukum Yunani kuno,
terdapat banyak inovasi konstitusi dalam perkembangan demokrasi (Ober, 1996).
11
12
13
14
Hukum yang memuat rangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup
dalam keluarga. Hubungan keluarga terjadi karena adanya perkawinan antara
yang dapat menjadi milik orang atau sebagai objek hak milik.
Hukum Waris
Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
orang tersebut meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada
orang lain/ahli waris kelaurga tersebut. Dalam Hukum Waris diatur
pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerimaan waris, hibah serta
wasiat.
Hukum Dagang
Hukum ini mengatur permasalahan perdagangan/perniagaan yang timbul
15
16
Selain melanggar hukum, Philippe juga tidak mengindahkan etika profesi yang dia
miliki, yang mana, seorang arsitek harus memiliki lisensi. Ternyata Philippe belum
menyelesaikan diploma yang dia ambil dulu - dan hampir menyelesaikannya saat ini.
Hukum yang dilanggar oleh Philippe tentunya membawa konsekuensi atau sanksi
hukum, yaitu 2 tahun tidak diberi izin praktek. Pada awalnya sanksi hukum berupa
denda juga diberikan, namun dalam pembelaan oleh pengacara Philippe, ternyata
bangunan yang telah dihuni yang dirancang oleh Philippe tidak pernah bermasalah,
dan bahkan baik menurut pendapat pengguna. Kasus ini muncul dan dilaporkan
setelah beberapa pengguna jasa arsitek ini menanyakan pertanyaan - pertanyaan
seputar hal lisensi tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Etika merupakan nilai - nilai yang dianut, memberi pemahaman mengenai yang benar
dan yang salah (normative), serta mengarahkan tingkah laku, perbuatan, dan
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari - hari maupun profesional yang
mencakup berbagai bidang (applied). Etika menetapkan nilai moral yang membantu
manusia menjadi lebih baik dalam berperilaku dan menjadikan manusia dianggap
baik di mata seseorang dalam berperilaku. Etika bisa bersifat perorangan, komunal,
kultural, dan profesional - sehingga terdapat unsur pluralisme, yaitu kemungkinan
adanya perbedaan nilai moral atau etika yang dianut antara sekelompok orang dengan
orang lain.
Berbeda dengan etika, hukum mengatur tingkah laku, sehingga dapat mencegah
terjadinya kewenang-wenangan karena merupakan aturan yang dipaksakan (enforced)
serta memiliki sanksi bagi pelanggar hukum. Meskipun terdapat perbedaan yang
cukup signifikan dari etika, hukum tidak terlepas dari etika sendiri, karena pembuatan
atau pembentukan hukum didasari oleh kaidah etika normatif, yang mana hukum
yang dibuat, tidak boleh merugikan orang lain (utilitarianism), menjaga kebebasan
hak asasi manusia (deontology), serta mendorong manusia untuk berbuat baik
(virtue).
17
DAFTAR PUSTAKA
Hobbes, Thomas. 1994. LEVIATHAN. ed., E. Curley. Chicago: Hackett Publishing
Company.
Kant, Immanuel. 1985. GROUNDING FOR THE METAPHYSICS OF MORALS.
terjemahan James W. Ellington. Indianapolis: Hackett Publishing Company.
Kidder, Lobaton. 2003. HOW GOOD PEOPLE MAKE TOUGH CHOICES REV ED:
RESOLVING THE DILEMMAS OF ETHICAL LIVING. New York: Harper
Collins.
Locke, John. 1963. TWO TREATISES. ed., Peter Laslett. Cambridge: Cambridge
University Press.
Mattei, Ugo. 1997. THE DISTINCTION BETWEEN COMMON LAW AND CIVIL
LAW. Michigan: University of Michigan Press.
Ober, Josiah. 1996. THE NATURE OF ATHENIAN DEMOCRACY. Princeton:
Princeton University Press.
Paul,
Richard;
Elder,
Linda.
2006.
THE
MINIATURE
GUIDE
TO
Ross, W. D. 1930. THE RIGHT AND THE GOOD. Oxford: Oxford University Press.
Samuel Pufendorf. 1691. THE WHOLE DUTY OF MAN ACCORDING TO THE
LAW OF NATURE. London.
Sextus Empiricus. 1994. OUTLINES OF PYRRHONISM. terjemahan J. Annas dan J.
Barnes. Cambridge: Cambridge University Press.
Stein, Peter. 1999. ROMAN LAW IN EUROPEAN HISTORY. Cambridge: Cambridge
University Press.
Sumner, William Graham. 1906. FOLKWAYS. Boston: Guinn.
VerSteeg, Russ. 2002. LAW IN ANCIENT EGYPT. Durham: Carolina Academic
Press.