Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang
Istilah Geriatri barasal dari bahasa Yunani Geras yang berarti usia
lanjut, dan iatrosyang berarti dokter. Dengan demikian Geriatri berarti terapi
medis atau penyembuhan untuk lanjut usia. Usia lanjut bukanlah sebuah penyakit
melainkan sebuah fase dalam siklus kehidupan yang memiliki karakter tersendiri
pada setiap fase perkembangan. Usia lanjut terkait dengan matangnya pemikiran
yang bijak yang bisa diwariskan kepada generasi berikutnya, salah satu tugas pada
usia lanjut yang dikemukakan oleh Erik Erikson tentang usia lanjut yang sehat
yaitu integritas dan bukan putus asa.
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil
dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada
tahun 2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada
laki-laki 64,3 tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai
2020 mencapai 70 tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta
jiwa bahkan lebih atau sekitar 9,77 % dari total penduduk. Pada tahun 2000
jumlah orang lanjut usia sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan
mencapai 11,34%. Dari data USA-Bureau of the Census, bahkan Indonesia
diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar di seluruh
dunia,antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%.
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Dengan begitu secara
progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan makin banyak
terjadi distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai
penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus dan
kanker).
Sifat penyakit pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit dan
kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
2

Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multipel, merupakan
gabungan antara
penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit.
Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara
lambat laun akan menyebabkan kematian.
Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, yang
diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun.
Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan
ekonomi
Pada usia lanjut seringkali terjadi penyakit iatrogenik, akibat banyak obat-obatan
yang dikonsumsi (polifarmasi)..

I.2. Batasan Masalah
Refrat ini membahas tentang definisi, proses penuaan, karateristik,
sindrom geriatrik, pengkajian paripurna pada pasien geriatri/lanjut usia

I. 3.Tujuan
Penulisan refrat ini bertujuan sebagai syarat untuk melaksanakan kegiatan
senior clearkship di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil.













3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Batasan Lanjut Usia
WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan
lanjut usia (elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut
Departemen Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-
69 tahun. Sedangkan usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut
usia resiko tinggi.
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil
dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada
tahun 2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada
laki-laki 64,3 tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai
2020 mencapai 70 tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta
jiwa bahkan lebih atau sekitar 9,77 % dari total penduduk. Diperkirakan pada
akhir tahun 2030, populasi penduduk lanjut usia keseluruhan
mencapai jumlah 70 juta dan pada tahun 2050 mencapai 82 juta.

II. 2. Proses Penuaan
Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia medis terhadap proses
penuaan dan permasalahan yang timbul pada orang usia lanjut meningkat. Banyak
penelitian dilakukan untuk lebih memahami proses penuaan baik dari segi
fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Para peneliti menyadari pentingnya
membedakan proses penuaan yang fisiologis dan penuaan yang bersifat patologis.
Efek proses penuaan yang fisiologis penting untuk dipahami sebagai dasar
respons terhadap pengobatan atau terapi serta komplikasi yang timbul. Variabel-
variabel fisiologis seperti kardiovaskuler, sistem imun, endokrin, ginjal, dan paru,
menunjukan penurunan fungsi dan perubahan seiring dengan meningkatnya usia.
Namun, perubahan pada salah satu organ akibat usia tidak menjadikannya sebagai
prediktor atau tolak ukur bahwa akan terjadi perubahan-perubahan pada organ
yang lainnya. Sebagai contoh, seseorang yang tampak sehat pada usianya yang
4

ke-60 ternyata ditemukan curah jantungnya menurun. Hasil pemeriksaan tersebut
tidak bernilai dalam memprediksikan kapan ginjal, kelenjar tiroid, sistem saraf
simpatis, atau organ lain orang tersebut mengalami perubahan.
Perubahan fisiologis dengan tidak disertainya suatu penyakit yang terjadi
pada individu yang lebih tua merupakan hal yang tidak berbahaya dan bukan
merupakan suatu faktor risiko yang signifikan. Perubahan fisiologis pada usia
normal yang tidak disertai dengan penyakit, sangat bervariasi. Akan tetapi
dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik seperti gaya hidup, diet, aktivitas, nutrisi,
paparan lingkungan, dan komposisi tubuh memegang peran yang penting.
Perjalanan dari perubahan fisiologis atau psikologis dengan bertambahnya usia
pada masing-masing individu dipengaruhi proses penuaan intrinsik dan bermacam
faktor ekstrinsik, contohnya genetik, pengaruh lingkungan, gaya hidup, diet,
faktor psikososial.
Ada perubahan yang terjadi seiring dengan peningkatan usia tampak
menyerupai gejala klinis yang sesungguhnya berbeda, hal ini menyebabkan
sulitnya mendiagnosis secara tepat pada orang usia lanjut. Proses penuaan
bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang harus dimengerti
dengan jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan
penatalaksanaan yang tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat
berkurang. Namun, perubahan fungsi beberapa organ patut diperhitungkan dalam
pemberian terapi farmasi agar tepat sasaran dan tidak membahayakan.

II. 3. Karakteristik Pasien Geriatri
a) Usia melebihi 60 tahun.
b) Multipatologi
Lebih dari satu penyakit
Bersifat polifarmasi
Penyakit degeneratif, kronik
c) Tampilan klinis tidak khas
d) Polifarmasi
e) Fungsi organ menurun
f) Gangguan status fungsional
5

Tanda penyakit akut
Fase penyembuhan lambat
g) Gangguan nutrisi fungsional
Sering tidak terdeteksi secara dini
Sangat berpengaruh terhadap proses respon terapi dan
penyembuhan
h) Daya cadangan faali menurun
Sistem organ menurun faal menipis
Mudah gagal pulih (failure to thrive)
Normal untuk usianya; cadang

Penyakit tersering pada Geriatri
No. Penyakit Persentase (%) Jenis kelamin
1. Artritis 49 P>L
2. Hipertensi & CVD 15.2 P>L
3. Bronkitis/Sesak 7.4 P<L
4. Diabetis 3.3 P=L
5. Jatuh 2.5 P>L
6. Stroke/Lumpuh 2.1 P<L
7. TBC 1.8 P=L
8. Patah tulang 1.0 P=L
9. Kanker 0.7 P=L
10. Masalah ADL 29.3 P=L


II. 4. Ruang Lingkup Sindrom Geriatri
Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering
dijumpai baik mengenai fisik atau psikis penderita usia lanjut. Masalah-masalah
kesehatan ini tergantung dari sudut pandang berbagai ahli geriatri diberi nama
(istilah) sendiri-sendiri, misalnya:
Menurut Cape dkk:
The O complex, yang terdiri dari
6

a. Fall
b. Incontinence
c. Impaired homeostasis
d. Confusion
e. Iatrogenic disorders
Menurut Coni dkk:
The Big Three yang terdiri dari
a. Intelectual failure
b. Instability / immobility
c. Incontinence

Menurut Solomon dkk:
The 13 I yang terdiri dari
a. Immobility
b. Instability
c. Intelectual impairement
d. Incontinence
e. Isolation
f. Impotence
g. Immuno-deficiency
h. Infection
i. Inanition
j. Impaction
k. Insomnia
l. Iatrogenic disorder
m. Impairement of hearing, vision and smell
Menurut Brocklehurst dkk :
The Geriatrics Giants yang terdiri dari
a. Cerebral syndromes
b. Autonomics disorders
c. Falls
d. Mental confusion
7

e. Incontinence
f. Bone disease and fractures
g. Pressure sores
Semua ini merupakan sindroma (kumpulan gejala) yang sering ditemukan
dalam bidang ilmu penyakit lanjut usia, sehingga disebut sebagai sindroma
geriatrik.

Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin bukan merupakan konsekuensi normal dari
bertambahnya usia. Usia yang lanjut tidak menyebabkan inkontinensia.
Walaupun begitu, beberapa perubahan berkaitan dengan bertambahnya
usia, misalnya penurunan panca indera, kemunduran sistim lokomosi, dapat
mendukung terjadinya inkontinensia. Demikian juga kondisi-kondisi medik yang
patologik misalnya gagal jantung kongestif, diabetes melitus, dapat mencetuskan
kejadian inkontinensia.
Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas kandung kemih
menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih, cenderung
meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur makin sering
terjadi. Kontraksi-kontraksi involunter ini ditemukan pada 40-75% lanjut usia
yang mengalami inkontinensia.
Penurunan kapasitas kandung kemih dapat menimbulkan lima macam
keluhan yang sering saling tumpang tindih:
1. Sering berkemih.
2. Tidak dapat menahan kencing.
3. Kencing malam hari meningkat.
4. Gangguan pancaran kencing (sering pada pria dengan gangguan kelenjar
prostat).
5. Inkontinensia yang terjadi akibat peninggian tekanan intra-abdominal, misalnya
saat bersin, tertawa keras atau mengangkat beban.
Untuk memudahkan mengingat, dapat dipakai kependekan kata DRIP,
untuk kausa
inkontinensia akut:
8

D : Delirium (konfusio).
R : Retriksi mobilitas.
I : Infeksi, inflamasi, impaksi faeces.
P : Pharmasi (Iatrogenik), poliuri.

Pengelolaan inkontinensia urin
Mengetahui penyebab dari inkontinensia urin sangat penting untuk strategi
pengelolaan yang tepat. Pengelolaan inkontinensia urin diharapkan akan cukup
baik hasilnya bila kausa dan tipe inkontinensia dapat diketahui.
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis
besar dapat dikerjakan sebagai berikut:
1. Program rehabilitasi, antara lain:
a. Melatih perilaku berkemih.
b. Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
c. Melatih respons kandung kemih.
d. Latihan otot-otot dasar panggul.
2. Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap (indweling).
3. Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
4. Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau
keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.
5. Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk
kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan
penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia.
Untuk kasus-kasus tertentu, dibutuhkan konsultasi dengan bidang
ilmu lain misalnya Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Bagian
Bedah Urologi dan
sebagainya.

Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata,
dimana seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
9

Jatuh sering terjadi dan dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop dan
dizziness, serta faktor ekstrinstik seperti lantai yang licin dan kurang rata, terantuk
benda-benda yang menghalangi, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang
dan sebagainya

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
mengobati komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, serta
mengembalikan kepercayaan diri penderita yang biasanya mengalami trauma,
takut jatuh lagi. Anxiety of falling akan menyebabkan imobilitas dan
ketergantungan bertambah serta menambah risiko untuk jatuh lagi

Penyakit tulang dan patah tulang
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara
linear. Hilang tulang ini lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang
tulang ini sekitar 0,5-1% pertahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause
dan pada pria >80 tahun.
Hilang tulang ini lebih mengenai bagian trabekula dibanding bagian
korteks. Pada pemeriksaan histologik wanita dengan osteporosis spinal pasca
menopause tinggal mempunyai tulang trabekula <14% (nilai normal pada lansia
14-24%).
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom
geriatrik, dalam arti insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup
signifikan.
Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan gangguan mikroarsitektur jaringan tulang yang
berakibat fragilitas tulang meningkat dan memperbesar risiko kemungkinan patah
tulang. WHO memberikan definisi sebagai berikut: adalah penurunan massa
tulang >2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda.
10

Penurunan antara 1-2,5 standard deviasi dari rata-rata usia muda disebut
osteopenia.
Menurut hasil analisa data yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes
pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah
mencapai pada tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Lima provinsi dengan
risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah
(24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur
(21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%).
Penelitian lain di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan
tahun 2002 juga makin menunjukkan bahwa osteoporosis di Indonesia sudah
seharusnya diwaspadai. Dari 101.161 responden, ternyata 29% diantaranya telah
menderita osteoporosis (sumber: DepKes RI).

Pencegahan
Pencegahan primer
Adalah upaya yang dapat dipergunakan secara luas dan dimulai sejak dini
dengan makanan yang bergizi, protein, mineral yang dibutuhkan seperti kalsium
dan aktivitas fisik yang memadai untuk mencapai maksimum puncak massa
tulang, menghindari faktor risiko seperti gaya hidup atau obat-obatan yang
merugikan. Perubahan gaya hidup sangat penting dalam penatalaksanaan
osteoporosis, meliputi antara lain diet yang cukup kalsium, cukup gerak dan
menghindari kebiasaan merokok dan alkohol.
Pencegahan sekunder
Seperti pencegahan primer ditambah pemberian obat pembentuk tulang
seperti HRT (Hormon Replacement Therapy) pada wanita pasca menopause yang
kehilangan massa tulang signifikan dan belum ada patah tulang.
Pada kasus-kasus penderita geriatri dengan fraktur, maka
penatalaksanaannya terdiri atas:
Tindakan terhadap fraktur.
Apakah penderita memerlukan tindakan operatif, ataukah oleh karena
suatu sebab tidak bisa dioperasi dan hanya akan dilakukan tindakan konvensional.
Untuk itu diperlukan kerjasama yang erat dengan bagian ortopedi. Dengan makin
11

meningkatnya populasi usia lanjut dan dengan sendirinya kasus fraktur, dalam
disiplin ilmu bedah timbul suatu sub disiplin orto-geriatri.
Tindakan terhadap jatuh.
Mengapa penderita sampai jatuh, apa penyebabnya, bagaimana agar tidak
terjadi jatuh yang berulang dan lain sebagainya.
Tindakan terhadap kerapuhan tulang.
Apa penyebabnya, bagaimana memperkuat kerapuhan tulang yang sudah
terjadi. Tindakan terhadap hal ini biasanya tidak bisa mengembalikan tulang
seperti semula, tetapi bisa membantu mengurangi nyeri dan mempercepat
penyembuhan fraktur.
Keperawatan dan rehabilitasi saat penderita imobil.
Pencegahan komplikasi imobilitas (infeksi, dekubitus, konfusio), upaya
agar penderita secepat mungkin bisa mandiri lagi. (Hadi Martono, Buku Ajar
Geriatri, edisi 4, 2009)

Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat.
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat di atas tonjolan tulang dan
tidak dilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah sakrum,
daerahtrokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan
siku.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena
perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan
Berkurangnya jaringan kolagen dan elastik
Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih
tipis dan rapuh.
12

Immobilitas hampir pasti menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama.
Terjadinya ulkus disebabkan gangguan aliran darah setempat dan juga keadaan
umum dari penderita.
Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16-33 mmHg. Kulit akan tetap
utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita
immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring di atas kasur
busa biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah
tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi
nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total
pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam.
Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis timbulnya ulkus dekubitus
adalah tekanan, daya regang, friksi/gesekan dan kelembaban.
Penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut:
Derajad I : Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis. Tampak
sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajad II : Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemak subkutan. Tampak sebagai ulkus yang dangkal,
dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
Derajad III : Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan
dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai
didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajad IV : Perluasan ulkus menembus otot, sehingga tampak tulang di
dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

Pengelolaan dekubitus
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:
a. Meningkatkan status kesehatan penderita:
13

Umum: memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya
anemia diatasi, hipoalbuminemi dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang
cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
Khusus: coba mengatasi/mengobati penyakit-penyakit yang ada
padapenderita, misalnya diabetes yang belum terkontrol baik, penyakit
paru dan sebagainya.
b. Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah.
Alih posisi/alih baring/tidur selang-seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang dan dapat mengganggu istirahat
penderita bahkan menyakitkan.
Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada
tubuh penderita, misalnya: Kasur dengan gelombang tekanan naik-
turun atau Kasur air.
Pada umumnya penatalaksanaan derajat I dan II adalah secara non bedah
sedangkan derajat III dan IV secara bedah

II. 5 Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri
a) Bersifat holistik
b) Bio-psiko sosial
c) Kuratif, rehabilitatif, promotif, preventif
d) Pengkajian status fungsional
e) Pengkajian status psiko-kognitf
f) Pengkajian aset keluarga pasien (sosial)

II. 6. Tim Geriatri
Tim ini yang dikenal sebagai tim multidipliner yang bersifat interdisiplin
bekerja bukan saja dengan menyerasikan konsep bersama dalam pelayanan tetapi
juga dalam pelaksanaannya harus berjalan bersama-sama untuk mencapai tujuan
bersama.
Tim tersebut yang komponennya terdiri atas semua disiplin yang berkaitan
dengan pelayanan geriatri (tergantung dari tingkat pelayanannya), bekerja dengan
14

sangat erat menurut alur yang telah dkemukakan di atas. Tim inti terdiri atas
dokter (geriatrist), perawat dan pekerja sosiomedik. Berdasarkan kebutuhan dapat
ditambahkan kemudian berbagai terapis (fisio-, okupasi-, wicara) dokter rehab
medik, farmasi, gizi bahkan keluarga penderita.
Tugas masing-masing anggota tim tersebut adalah sebagai berikut :
- Lingkungan/sosial : petugas sosiomedik
- Fisik : dokter/perawat
- Psikis : dokter/perawat/psikolog-psiko-geriatris
- Fungsional/disabilitas : dokter/terapis rehabilitasi
- Psikologik : dokter-psikolog/psikogeriatri

Fasilitas Geriatri terdiri atas :
Poliklinik geriatri
Ruang rawat akut geriatric
Ruang rehabilitasi geriatric
Day Hospital
Nursing Home
Fasilitas Home care

II. 7 Pengkajian Geriatri Paripurna/Comprehensive Geriatric Assesment
Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60
tahun atau lebih) berbeda dengan pasien dewasa muda. Pasien geriatri memiliki
karakteristik multipatologi, daya cadang faal yang rendah, gejala dan tanda klinis
yang menyimpang, menurunnya status fungsional, dan gangguan nutrisi. Selain
itu, perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat
timbulnya.
a) Pengkajian biopsikososial

b) Pengkajian kondisi fisik
Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat
lebih menonjol terutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling
sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit
15

akut anatara lain memori segera dan jangka pendek, persepsi, proses pikir,
dan fungsi eksekutif, gangguan tersebut dapat menyulitkan dokter dalam
pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak
lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan
kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan
sehingga pada akhirnya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu
juga.
Gangguan faal kignitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild
cognitive impairment/MCI dan vascular cognitive impairment/NCI)
maupun yang lebih berat (demensia ringan sedang dan berat) hal tersebut
tentunya memerlukan pendekatan diagnosis dan terapeutik tersendiri.
Penipisan adanya ganguan faal kognitif secara objektif antara lain dapat
dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikioatri seperti Abbreviated Mental
Test, The Mini-Mental State Exmination (MMSE), The Global
Deterioration Scale (GDS), dan The Cinical Dementia Ratings (CDR).
c) Pengkajian psikologis
Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi,
juga dapat mempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan
sulit untuk diajak bekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara
terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai
program pengobatan yang akan diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan
dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai modalitas
yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat
atau lambat akan mengencam proses penyembuhan dan pemulihan.
Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya
geriatric depression scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan.
Instrumen ini bertujuan untuk menapis adanya gangguan depresi atau
gangguan penyesuaan. Pendekatan secara profesional dengan bantuan
psikiater amat diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti.


16

d) Status fungsional (ADL)
Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut
pasien geriatri tidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang
muncul. Meskipun kondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak
dapat dipulangkan karena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan
berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta membersihkan diri
tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai
hendaya menjadfi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas
penyelesaian masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada oirang
usia lanjut dapat diukur dari pengaruhnya pada kemandirian atau status
fungsionalnya. Kegagalan mengatasi hendaya maupun gejala yang muncul
akan mengakibatkan kegagalan pengobatan secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan
pemeriksaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi
objektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari hari
(activity of daily living / ADL) Brarthel dan katz. Pasien dengan status
fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program untuk
memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih,
mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan
pasien.

e) Status nutrisi
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji
pada seorang pasien geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status
imun dan keadaan umum pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali
terabaikan mengingat gejala awal seperti rendahnya asupan makanan
disangka sebagi kondisi normal yang akan terjadi pada pasien geriatri.
Sampai kondisi status gizi turunmenjadi gizi buruk baru tersadar bahwa
memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah
terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk
mengobati status gizi buruk.
17

Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi
(anamnesis asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi.
Dari anamnesis harus dapat dinilai berapa kilometer energi, berapa gram
protein, dan berapa gram lemak yang rata rata dikonsumsi pasien. Juga
perlu dievaluasi berapa gram serat dan mililiter cairan yang dikonsumsi.
Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih spesifik sehingga
memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang ahli gizi.
Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran
indeks massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh
dibandingkan saat usia dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan
denagn ras Asia dapat dipakai untuk dikalkulasi tinggi badan orang usia
lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat diperiksa hemoglobin dan kadar
albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara biokimiawi.
Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, dan
emosional dapat dilihat pada lampiran.

















18

BAB III
PENUTUP

Penurunan kemampuan daya homeostatik untuk menyesuaikan diri
terhadap macam-macam stresor baik dari dalam badan sendiri maupun dari luar,
menyebabkan
kemunduran yang menandai proses menua. Perubahan-perubahan faktor psiko-
sosial-ekonomi juga mempunyai dampak yang penting. Hal ini berakibat juga
pada kekhususan penampilan macam-macam penyakit pada populasi lanjut usia.
Beberapa sindroma tampak lebih sering dijumpai, sehingga sering disebut sebagai
sindroma geriatri.
Pengkajian status fungsional, psiko-kognitif, dan status nutrisi penting
dilakukan tenaga kesehatan untuk pencapaian kualitas pelayanan dan kualitas
hidup pasien geriatri yang lebih baik















19

LAMPIRAN
























AMT


Umur ............................... Tahun 1
Waktu / jam sekarang 1
Alamat tempat tinggal 1
Tahun ini 1
Saat ini berada di mana 1
Mengenali orang lain (dokter, perawat, dll) 1
Tahun kemerdekaan RI 1
Nama presiden RI sekarang 1
Tahun kelahiran pasien atau anak terakhir 1
Menghitung terbalik (20 s/d 1) 1




0-3 : Gangguan kognitif berat
4-7 : Gangguan kognitif sedang
8-10 : Normal


20























21

Geriatric Depression Scale
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? Ya TIDAK
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
kesenangan anda ?
YA Tidak
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? YA Tidak
4. Apakah anda sering merasa bosan ? YA Tidak
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat ? Ya TIDAK
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda ? YA Tidak
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda ? Ya TIDAK
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya ? YA Tidak
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar dan
mengerjakan sesuatu hal yang baru ?
YA Tidak
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat
anda dibandingkan kebanyakan orang ?
YA Tidak
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan ? Ya TIDAK
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini ? YA Tidak
13. Apakah anda merasa penuh semangat Ya TIDAK
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan ? YA Tidak
22

15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari anda ? YA Tidak





















ADL

Mengendalikan rangsang BAB 2
Mengendalikan rangsang BAK 2
Membersihkan diri (seka,sisir,skt gigi) 1

Pergi ke WC[in/out,lepas/pakai celana,siram] 2
Makan 2
Transfer 3
Mobilisasi = ambulasi 3
Mengenakan pakaian 2
Naik turun anak tangga 2
Mandi 1


20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5- 8 : Ketergantungan berat
0- 4 : Ketergantungan total






MMSE

ORIENTASI [thn,bln,tgl,hari,musim,negara,
propinsi,kota,RS,ruang apa] 10
REGISTRASI [3 obyek, sebut ulang] 3
ATENSI+KALKULASI [100-7/mesra] 5
RECALL [sebut ulang 3 obyek] 3
BAHASA ; EKSEKUTIF
Tunjuk 2 benda 2
Tanpa, bila, dan atau tetapi 1
Ambil kertas dgn tangan kanan,
lipat dua, letakkan di meja. 3
Read and do it: MOHON PEJAMKAN
MATA IBU/BPK 1
Tulis 1 kalimat 1
Gambar 2 buah segi-5 1


Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1
Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar
depresi
Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
23

DAFTAR PUSTAKA

Busse EW and Blazer DG. Textbook of Geriatry Psychology. Edisi kedua.
Washington : The American Psychiatric Press. 1997. Hal 155-263
Pranarka Kris. Tinjauan Umum Sindrom Geriatri. Simposium Geriatric
Syndromes: Revisited Universitas Diponegoro . Semarang. 2011. Hal 1-20
Martono Hadi. Asesmen Geriatri. Simposium Geriatric Syndromes: Revisited
Universitas Diponegoro . Semarang. 2011. Hal 93-99
Dinda Rose. Mengenal, Mengkaji dan Mengelola Pasien Geriatri. Bahan Kuliah
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang.
Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1.
Alih bahasa: Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 867-891.

Anda mungkin juga menyukai