Anda di halaman 1dari 24

MENAKAR

KEDEWASAAN
DEMOKRASI
INDONESIA
MELALUI
PEMILIHAN UMUM
Disusun untuk tugas mata kuliah
Kewarganegaraan

Oleh :
Anggara Riyadi - 33465
Daru Kumolo - 33276
Outman Ardy - 33422
Teguh Afandi - 33161
Zuhri Habibullah - 33185

Jurusan Teknik Elektro


Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2009

Banyak yang tahu….

Pak Lurah yang duduk di depan rumah

Menimang Hp luar biasa mewah

Ya apapun yang terjadi

Saya maju kembali

Itu katanya….

Banyak yang mendadak tahu….

Panggung hiburan di tengah kota

Dengan artis dangdut hingga pop Jakarta

Didatangkan untuk menjadi katalis

Mempermanis janji yang berdasi

Yang kini lagaknya tahu diri

Itu faktanya….
Banyak yang berpura-pura tahu

Bak kura-kura dalam perahu

Pura-pura tahu yang ada disekitarku

Memberi janji, ya seolah janji tak berbukti

Biarkan perahu menenggelamkan kura-kura itu

Manis dimuka tak berwajah dibelakang

Kambing kini berhati musang

Menikam dari dalam

Berjuang dengan gunting kiri dan kanan

Menjawab pinta dengan setengah hati

Menanam sebiji harapan

Sebuah mimpi akan sembuhnya negeri ini

Koma telah membuat negeri ini tak berdaya

Sang Garuda tertengok malu melihatnya

Kegagahannya terkelupas lapis demi lapis

Lazuardi biru menganga menjadi merah kelabu

Anak kecil di sungai beriang gempita

Menjadi murung tak usah sekolah

Meneriakan cita dan harapan

Membebaskan mimpi tidur semalam

“Di manakah yang kutahu dari Ibu?”

Mimpi itu tak harus berlalu bersama

Riak gelombang di Kali Opak

-Sebuah puisi karya Teguh Afandi-


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah hal yang penting apabila kita sedang membicarkan tentang demokrasi
sebagai sebuah system pemerintahan yang kini telah dianut di Indonesia. Pemilihan
Umum sebagai metode yang merepresentasikan kedaulatan rakyat yang meruapakan inti
dari sebuah demokrasi. General Election (Pemilihan Umum) adalah system yang
sebagian besar dianut oleh Negara-negara ynag menerapkan system demokrasi. Seperti
Amerika, Afrika Selatan, dan termasuk didalamnya ada Negara Kathulistiwa Indonesia.

Di Indonesia Pemilu, begitu orang membuat akronimnya, merupakan agenda 5


tahunan yang ada di Indonesia. Dan masih hangat di telinga kita, karena baru 9 April lalu
kita merayakan pesta demokrasi terbesar di Indonesia itu. Masih menyisakan masalah
yang belum dapat diselesaikan. Mulai dari daftar pemilih tetap (DPT) yang kisruh,
distribusi logistic yang tidak merata, hingga calon legislative yang tidak bermasalah,
ditambah tabulasi dalam KPU yang belum optimal. Disini bukan hak kita untuk men-
judge kesalahan siapa tersebut, namun disini hal tersebut dianggap sebagai sebuah warna-
warni dalam pemilu.

B. Tujuan

Dalam makalah ini diharapkan dapat membuka mata panah mahasiswa teknik
dalam memandang Pemilu, sehingga dapat dirumuskan bahwa tujuan utamanya adalah:

1. Memberikan informasi tentang pentingnya Pemilu dan sistemnya dalam


Indonesia

2. Menambah learning point bagi mahasiswa teknik yang terkesan eksak sekali,
dengan materi pemilu yang berwarna social politic

3. Mengetahui sejarah, sistem, dan beberapa masalah yang menyambangi


pemilihan umum di Indonesia.
C. Metode

Metode yang digunakan adalah metode studi pustaka dan beberapa investihasi
terhadap isu, berita, wacana dalam televisi, internet, Koran, dan berbagai sumber berita
lainnya.

BAB II

SELAYANG PANDANG PEMILU

A. Napak Tilas Pemilu di Indonesia

Pemilu merupakan arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di


pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warganegara yang memenuhi
syarat. Pemilu merupakan ajang bagi Partai politik untuk menjaring politisi yang mampu
merepresentasikan kedaulatan rakyat. Pemilu menjadi salah satu media untuk melangkah
dalam dunia legislasi atau pemerintahan. Pemilu di Indonesia emnjadi begitu penting
untuk dilaksanakan di Indonesia,

♣ Mekanisme terpenting bagi keberlangsungan demokrasi


perwakilan.

♣ Indikator negara demokrasi.

♣ Implikasi-implikasi yang luas dari pemilu

Demokrasi sesuai dengan makna secara etimologi adalah kedaulatan tertinggi yang
berada di tangan rakyat. Oleh karena itu untuk mendelegasikan kedaulatan rakyat tersebut
diperlukan suatu system yang mampu menjadi tangan panjang kedaulatan rakyat. Dengan
analogi sederhana ini maka, Pemilu di Indonesia memiliki beberapa fungsi:

• Secara vertikal: Two way street (Harrop dan Miller 1987 dalam Andrew Haywood,
Politics, 2nd Edition, Palgrave, New York, 2002:230-231)

Bottom-up:
o Rekruitmen politisi

o Membentuk pemerintahan

o Sarana membatasi perilaku dan kebijakan pemerintah

Top-down:

o Legitimasi kekuasaan

o Sirkulasi dan penguatan elit

o Menyediakan perwaklan

o Pendidikan politik

• Secara horisontal:

Saran pengelolaan konflik kepentingan dan menciptakan kohesi dan solidaritas


sosial.

Pemilu di Indonesia sudah berkali-kali dilaksanakan, mulai sejak tahun 1955


hingga tahun ini tahun 2009. Dan setiap pelaksanaan pemilu memiliki karakteristik yang
mengalami perubahan setiap tahun pelaksanaannya. Pemilu 1955 merupakan pemilu
pertama yang diselenggarakan di Indonesia, meski sebenarnya maklumat Wakil Presiden
Muhammad Hatta 3 Nopember 1945, yang menyebutkan bahwa pemilu dianjurkan
dilaksanakan pada januari 1946. Dengan tujuan utama untuk memilih anggota DPR dan
Anggota konsituante. Dan berikut adalah hasil pemilu 1955

No Nama Partai Jumlah Suara (%) Kursi


1 Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 5
7
2 Masyumi 7.903.886 20,92 5
7
3 Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 4
5
4 Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 3
9
5 Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6 Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7 Partai Katolik 770.740 2,04 6
8 Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5
9 Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia 541.306 1,43 4
(IPKI)
10 Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
11 Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
12 Partai Buruh 224.167 0,59 2
13 Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2
14 Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
15 Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2
16 Murba 199.588 0,53 2
17 Baperki 178.887 0,47 1
18 Persatuan Indoenesia Raya (PIR) 178.481 0,47 1
Wongsonegoro
19 Grinda 154.792 0,41 1
20 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1
21 Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1
22 PIR Hazairin 114.644 0,30 1
23 Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
24 AKUI 81.454 0,21 1
25 Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1
26 Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1
27 Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1
28 R.Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1
29 Lain-lain 1.022.433 2,71 -
JUMLAH 37.785.299 100,00 257
Pemilu selanjutnya adalah pemilu di tahun 1971. Dimana posisi demokrasi adalah
demokrasi terpimpin. Kekuasaan otoritas Soeharto mulai mencengkerama dalam dunia
parlemen. Bukti nyata adalah keharusan netral bagi anggota legislatif, dilanggar dengan
sedikit pemaksaan legialatif untuk condong ke Golkar.Kemudian sejak tahun 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997 negara ini dikuasai oleh tiga warna utama, Golkar, Partai
Demokrasi Indonesia, dan Partai Persatuan Indonesia. Tahun 1998 merupakan tahun titik
balik bangsa Indonesia berlepas dari rezim Orde Baru Soeharto. Dan oleh Karena hal
tersebut, tahun 1999 dilaksanakan Pemilu di bawah pimpinan Presiden Habibie.
Pemangku jabatan presiden sementara.

Pemilu 1999 dilaksankan pada tanggal 7 Juni 1999. Meski persiapan yang kurang
namun diluar prediksi pemilu ini dapat berjalan dengan lancar tanpa ada konflik. Pemilu
1999 pada dasarnya untuk mendapatkan kembali pengakuan dan kepercayaan atas
pemerintah karena kasus 1998, termasuk pengakuan internasional. Pemilu ini diikuti oleh
48 Partai. Dan untuk pemilihan Presiden dilakukan oleh MPR dan DPR. Pada pemilihan
Presiden tersebut terpilihlah Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI yang keempat,
didampingi Megawati Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden.

Berikut adalah partai-partai yang mengikuti pesta demokrasi 1999, 48 partai yang
telah diurutkan berdasarkan suara yang didaptkan dan total kursi yang didapatkan dalam
parlemen, diurutkan dari yang terbesar:
1. PDIP 25. PUI
2. Golkar 26. PAY
27. Partai Republik
3. PPP
28. Partai MKGR
4. PKB
29. PIB
5. PAN
30. Partai SUNI
6. PBB 31. PCD

7. Partai Keadilan 32. PSII


8. PKP 33. Masyumi Baru
9. PNU 34. PNBI
10. PDKB 35. PUDI
11. PBI 36. PBN
12. PDI 37. PKM
13. PP 38. PND
14. PDR 39. PADI
40. PRD
15. PSII
41. PPI
16. PNI Front Marhaenis
42. PID
17. PNI Massa Marhaen
43. Murba
18. IPKI 44. SPSI
19. PKU 45. PUMI
20. Masyumi 46. PSP
21. PKD 47. PARI
22. PNI 48. PILAR

23. Krisna

24. Partai KAMI


Sistem yang digunakan adalah sistem partai, dimana tidak seperti dua pemilu
terakhir yang sekaligus mencalonkan nama calon legistatif di setiap partai. Meski ini juga
memberi kelebihan agar partai mampu mendelegasikan perwakilan partai sesuai
kompetensi masing-masing dalam kursi DPR. Namun di lain sisi rakyat yang memiliki
hak untuk meligitimasikan kekuasaannya hanya dapat memilih partai, tanpa diketahui
siapa saja ynag telah membawa amanah dari rakyat.

Namun dalam Pemilu 1999 ini tidak semua partai politik menendatangani hasil
pemilu tersebut, diantara partai yang tidak sepakat dengan hasil tersebut dan tidak
menandatangani adalah :

1. Partai Keadilan 15. PUDI


2. PNU 16. PBN
3. PBI 17. PKM
4. PDI 18. PND
5. Masyumi 19. PADI
6. PNI Supeni 20. PRD
7. Krisna 21. PPI
8. Partai KAMI 22. PID
9. PKD 23. Murba
10. PAY 24. SPSI
11. Partai MKGR 25. PUMI
12. PIB 26 PSP
13. Partai SUNI 27. PARI
14. PNBI
Gambar 1.1 Tabulasi hasil pemilu 1999

Pemilu 2004 berbeda dengan Pemilu 1999. Sistem yang digunakan adalah system
terbuka. Dimana calon voter dapat melihat secara langsung siapa calon yang akan dipilih.
Memilih anggota legislative tanpa harus melalui partai politik. Jumlah partai pada Pemilu
2004 jauh lebih sedikit yaitu setengah dari jumlah parpol di tahun 1999. Parpol hanya
berjumlah 24. Dengan partai-partai lama masih tetap mewarnai pesta demokrasi tersebut.

Gambar 1.2 contoh surat suara dalam Pemilu 2004

fLayoutInCell1fAllowOverlap1fBehindDocument1fHidden0fLayoutInCell1
Tahun 2004 adalah pemborosan dalam pelaksanaan Pemilu, 3 kali dalam
pelaksanaan adalah jumlah yang tidak sedikit. Bahkan terkesan boros. Sekali dalam
pemilihan anggota legislative, dan dua kali putaran untuk Pemilihan Presiden. Dan
akhirnya SBY-JK sebagai pasangan presiden dan wapres untuk masa 2004-2009.
Pemborosan dana kampanye dan thethek mbengeknya tidak hanya terjadi dalam kuadran
pemerintah saja, namun juga dalam tubuh Partai Politik. Berikut adalah perbandingan
dana kampanye partai politik dalam Pemilu 1999 dan 2004.
Dalam penyelenggaraannya Pemilu 2004 masih menyisakan problem, diantaranya

♣ Penyelenggara hak pemlih, dalam penyelenggaraanya masih terdapat konflik


dalam penyelenggara. Hal ini terkait dengan system yang berubah dari pemilu
1999. Kartu suara yang jauh lebih besar, dan berkali-kali penyelenggaraan
pemilu.

♣ Pendaftaran pemilih, kasus beberapa warga Negara yang memiliki hak pilih aktif
namun tidak terdaftar dalam DPT

♣ Persyaratan calon baik anggota legislative maupunpresiden yang tidak jelas.


Lebih terkesan hanya mementingkan kepentingan partai.

♣ Calon berhalangan tetap

♣ Pengawasan

♣ Pemantauan

♣ Penyelesaian sengketa

♣ Sanksi pidana

Dalam pemilu 2004 muncul partai kecil yang mampu memberikan akselerasi
besar dalam perolehan suara. Seperti Partai Demokrat, PKS, dan lainnya. Terbukti SBY
mampu mengalahkan lawan sengitnya Megawati. Dan pemilu yang baru saja kita lalui
adalah pemilu 9 April 2009. Sistem yang digunakan tetap multipartai dan caleg yang
terbuka. Meski menyisakan permasalahan yang sampai hari ini belum terselesaikan.
Namun kita perlu memberikan big applause atas segala perjuangan KPU sebagai badan
penyelenggara Pemilu. Siapa pun yang menang seharusnya bukan hanya mementingkan
berapa kursi dan suara yang didapatkan, namun seharusnya memikirkan apa yang dapat
dilakukan untuk rakyat sebagai pemeberi legitimasi kedaulatan atas Negara ini.

B. Sistem Pemilu Indonesia

Dalam pemilihan presiden kita mengenal beberapa tipe, diantaranya di masa orde
baru, presiden dipilih oleh MPR baik secara musyawarah maupun voting, tanpa harus
diketahui oleh rakyat. Namun sekarang semua anggota legislative, presiden, semua
dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini sebagai bukti akan keterbukaan system yang ada di
Indonesia. Namun selanjutnya terdapat pertanyaan apakah sudah benar-benar efektif
system seperti ini. Apabila dibandingkan keduanya maka kita akan melihat dua bukit
yang berbeda antara keduanya,

Pilpres Tidak Langsung Orde Baru Pilpres Langsung


• Campur tangan pemerintah kuat • Pemerintah tidak dapat campur tangan
dalam menetukan capres dan cawapres,
• Kompetisi antar kontestan semu karenasemua ditentukan oleh rakyat
• Model perwakilan, perwakilan • Kompetisi kuat
politik
• Kesamaan hak antara perwakilan rakyat
• Demokrasi terpimpin, sentralisasi dengan rakyat
kekuasaan politik.
• Sedikit condong kepada demokrasi
• Legitimasi kurang kuat rakyat secara prosedural
• MPR tetap lembaga Tertinggi • Presiden terpilih memiliki mandat dan
negara legitimasi yang sangat kuat
• konstituen tidak tahu menahu • Kriteria calon Presiden dapat dinilai
akan calon secara langsung oleh rakyat
• Pilpres sangat minim akan • Sistem ini memperlemah kedudukan
representasi rakyat, melayani MPR
rezim
• Pilpres 2004 memberi peluang bagi
masyarakat untuk ”melayani” diri sendiri

Sistem yang digunakan di Indonesia adalah system distrik atau daerah pemilihan
(DAPIL). Distrik adalah daerah pemilihan yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk,
bukan dari luas wilayah. System persaingan yang digunakan adalah head-to head. Setiap
caleg bersaing dengan siapaun baik calon dari parpol lain, ataupun caleg seinduk pinang.
Macam-macam system distrik yang ada di dunia saat ini:

λ Fist Past to Post (FPTP)

λ Block Vote à Party Block Vote

λ Alternative Vote

λ The Two-Round System (TRS)

Berikut adalah comparasi antara setiap system distrik :

FPTP BLOCK VOTE PARTY BLOCK


a. ditrik wakil a. distrik wakil majemuk a. pemilih memilih satu
tunggal b. pemilih bisa memilih suara
sebanyak kursi yang akan b. ditrik wakil majemuk
b. pemilih memilih diisi ( kalau tesedia 4 kursi, c. memilih partai bukan
satu suara berarti bisa memilih hingga caleg
4 caleg) biasanya mereka d. paratai yang
bebas memilih caleg tanpa memenangkan sebagian
mempertimbangkan afiliasi besar suara akan
partainya à hak ini bisa mengambil semua kursi
dipakai seluruhnya atau di distrik tersebut.
cuma sebagian.

C. Penyelenggara Pemilu

Di Indonesia kita mengenal beberapa badan yang dibentuk pemerintah untuk


melaksankan tugas sebagai penyelenggara pemilu. Badan ini memiliki sebutan sendiri di
setiap Negara. Ada yang menyebut Komisi Pemilihan Umum (Election Commission),
Departemen Pemilihan Umum (Department of Elections), Dewan Pemilihan Umum
(Electoral Council), Unit Pemilihan Umum (Election Unit), dan Badan Pemilihan Umum
(Electoral Board).

Sebuah PP (penyelenggara Pemilu) harus memiliki syarat independen, efisiensi


dan keefektifan, profesionalisme, dan transparansi.

Untuk di Indonesia kita sudah tidak asing lagi dengan Komisi Pemilihan Umum
(KPU), Banwaslu, Panwaslu, dan lainnya. Berikut penjelasan tentang siapa saja mereka.

Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Terdiri dari KPU pusat, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ynag bersifat
herarkis dan tetap. Dalam menjalankan tugas KPU pusat dibantu oleh Sekertaris Jenderal,
sedangkan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh seorang sekretaris.
Jumlah anggota KPU pusat adalah sebanyak 7 orang. Dan untuk KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sebanyak 5 orang. Dengan tetap memperhatikan keterwakilan
perempuan sebanyak 30%.

Syarat anggota KPU adalah sebagai berikut,

a. WNI pada saat pendaftaran berusia minimal 35 tahun (atau pernah menjadi Anggota
KPU) utk KPU dan 30 tahun (atau pernah menjadi Anggota KPU Provinsi atau KPU
Kab/Kota) utk KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota;

b. Setia kepada Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.

c. Mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur dan adil;

d. Memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tertentu yang berkaitan dengan


penyelenggaraan Pemilu atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara Pemilu;

e. Berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon Anggota KPU dan KPU Provinsi dan
paling rendah SLTA dan sederajat utk calon Anggota KPU Kabupaten/Kota;

f. Berdomisili di wilayah RI utk anggota KPU, di wilayah provinsi ybs utk anggota KPU
Provinsi atau di wilayah kab/kota ybs utk anggota KPU Kab/Kota yang dibuktikan dgn
KTP;

g. Sehat jasmani dan rochani;

h. Tidak pernah menjadi Anggota Parpol atau sekurang-kurangnya dlm jangka waktu 5 thn
terakhir.

i. Tidak pernah dipidana penjara dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih;

j. Tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural dan jabatan fungsional dalam
jabatan negeri;

k. Bersedia bekerja penuh waktu; dan

l. Bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan dan BUMN/BUMD selama masa


keanggotaan.

PPK dan PPS

Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan dibentuk PPK (Panitia


Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara) oleh KPU Kabupaten/Kota
paling lambat 6 bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2
bulan setelah pemungutan suara. PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan dan PPS
berkedudukan di desa/kelurahan. Jika terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang,
Pemilu susulan dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPK/PPS diperpanjang. Anggota PPK
sebanyak 5 orang dan PPS sebanyak 3 orang.

KPPS

Di setiap TPS dibentuk KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara)


beranggotakan 7 orang berasal dari warga masyarakat sekitar TPS. Anggota KPPS
diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama Ketua KPU Kabupaten/Kota.

Pengawas Pemilu

Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu (bersifat tetap),


serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas
Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu LN (bersifat ad hoc)à dibentuk paling lambat 1
bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling
lambat 2 bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.

Jumlah anggota Bawaslu 5 orang, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota


dan Panwaslu Kecamatan masing-masing 3 orang, dan Pengawas Pemilu Lapangan 1
orang.

Penyelenggara Pemilu bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pemilu baik pra,


hari H, dan pasca. Pra Pemilu meliputi pendataan pemilih, pencalonan, kampanye, dan
masa tenang. Pada masa pemilihan meliputi penmungutan suara dan perhitungan suara.
Dan pasca kampanye meliputi penetapan hasil pemilu, penetapan calon terpilih, dan
pengambilan sumpah.

Tanggung jawab PP antara lain:

• Secara umum adalah implementasi proses pemilihan (electoral process) yang telah
digariskan oleh peraturan perundang-undangan.

• Proses pemilihan itu meliputi:

– tahap sebelum pemungutan suara,

– tahap pemungutan suara,


– tahap setelah berlangsungnya pemungutan suara

• pendidikan politik bagi pemilih

• memastikan bahwa para pejabat pemilu dan staf yang bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pemilu dilatih dengan baik dan bertindak adil dan independen dari
setiap kepentingan politik

• memantau dan mengawasi pembiayaan dan pengeluaran kampanye pemilu

D. Partai Politik

Partai politik adalah Suatu organisasi yang anggotanya mempunyai tujuan dan
keyakinan yang serupa. Institusi yang sah secara hukum untuk pengakumulasian dan
redistribusi kekuasaan, sumber daya dan kesempatan. Jalan utama yang dilalui oleh sejumlah
besar masyarakat supaya dapat terlibat dalam proses politik di antara pemilu yang satu dan
pemilu berikutnya.

A group whose members propose to act in concert in the competitive struggle for
power (Joseph Schumpeter).

Any political group identified by a given label that presents at election, and is
capable of placing through elections candidates for public office (Giovanni Sartori)

Permanent organizations which contest elections, usually because they seek to


occupy the decisive decisions of authority within the state (Hague, Harrop, Breslin)

Unsur penting dari partai politik:

o Dibentuk secara suka rela.

o Ada “nilai” atau “cita-cita” bersama.

o Berorientasi pada pengendalian kekuasaan


melalui jabatan publik.

o Legitimasi kekuasaan melalui pemilihan


umum.

Secara keseluruhan fungsi dari partai politik adalah untuk secara bersama-sama
membawa sekumpulan kepentingan-kepentingan – sejumlah warga negara dengan
pandangan dan kebutuhan yang sama – dalam proses politik. Juga, untuk memungkinkan
adanya persaingan antara kelompok-kelompok kepentingan tersebut.
Fungsi utama dari partai politik adalah :

1. Partai-partai memobilisasi dukungan saat pemilu untuk para kandidat mereka


dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan

2. Kandidat, pemimpin, anggota, dan aktivis partai politik memobilisasi dan


mendidik para pemilih.

3. Partai-partai mengumpulkan (aggregate) kepentingan-kepentingan tersebut


supaya bisa menawarkan seperangkat alternatif kebijakan dan pilihan kepada
pemilih.

4. Partai politik memainkan sebuah peranan penting dalam proses transfer nilai-
nilai politik demokratis dan kultural dari satu generasi ke generasi selanjutnya
– vital bagi stabilitas dan evolusi yang baik dari sebuah negara.

5. Sebuah partai dalam parlemen juga mempunyai fungsi penting untuk


mempengaruhi para eksekutif tentang ide-ide atau posisi kebijakan mereka
sendiri.

E. Sistem Parlemen

System parlemen adalah system yang penting karena parlemen memiliki peran
penting dalam pemerintahan. Karena parlemen memiliki kekuasaan untuk meantik
perdanan menteri atau yang sederajat. Dan memiliki beberapa hak yang secara khusus
diberikan kepada parlemen. Dalam dewasa ini banyak system yang digunakan
diantaranya system satu kamar dan dua kamar.

Sistem satu kamar adalah sistem pemerintahan yang hanya memiliki satu kamar
pada parlemen atau lembaga legislatif. Banyak negara yang menggunakan sistem satu
kamar seringkali adalah negara kesatuan yang kecil dan homogen dan menganggap
sebuah majelis tinggi atau kamar kedua tidak perlu. Banyak Negara yang dulu menganut
system dua kamar kini berlaih system satu kamar, dengan alasan majelis tinggi hanya
bersifat tumpang tindih dengan majelis rendah, yang hanya mengahalangi pengambilan
keputusan majelis rendah.

Contohnya adalah kasus Landsting di Denmark (dihapuskan pada 1953). Alasan


lainnya adalah karena majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya adalah
kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan pada 1951).

Sistem dua kamar adalah praktik pemerintahan yang menggunakan dua kamar
legislatif atau parlemen. Jadi, parlemen dua kamar (bikameral) adalah parlemen atau
lembaga legistlatif yang terdiri atas dua kamar. Di Britania Raya sistem dua kamar ini
dipraktikkan dengan menggunakan Majelis Tinggi (House of Lords) dan Majelis Rendah
(House of Commons). Di Amerika Serikat sistem ini diterapkan melalui kehadiran Senat
dan Dewan Perwakilan.

Indonesia hampir menerapkan system yang mirip dengan system dua kamar.
Yaitu terdapat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).

F. Tumpang Tindih Pemilu Legislatif 2009


Pemilu legislatif 2009 baru saja selesai. Bagai hangat-hangat tai ayam, masih
hangat ditelinga kita. Meski masih banyak menyisakan PR yang sampai sekarang belum
juga usai diselesaikan. KPU sebagai salah satu badan utama penyelenggara seolah
kedodoran dalam memandang permasalahan pemilu kali ini. Mulai dari pra pemilu,
hingga pasca yang begitu amburadul. Sebelum pemilu pendataan daftar pemilih tetap,
criteria calonlegislatif, masalah kampanye yang menjadi tanggung jawagnya pun masih
kurang sehat. Pelaksanaan pemilu yang berindikasi kecurangan. Dan usai pelaksanaan
yang belum segera mengahsilkan data valid tentang perolehan suara. Tabulasi suara yang
terkesan merangkak, data digital yang dibobol hacker. Itulah gambaran pelaksanaan
pemilu kemaren 9 april 2009. Pesta demokrasi terbesar, yang seharusnya memberikan
kebahagiaan dan harapan, namun terkesan tak sepadan dan tidak tepat sasaran.

Point-point penting keterbatasan pemilu kali ini adalah :

1. Golput sebagai pemenang Pemilu kali ini

Perkiraan awal jumlah Golput adalah 40%. Itu baru dari DPT belum jika
ditambahkan dengan yang sebenarnya memiliki hal pilih namun tidak terdaftar.
Diperkirakan jumlah DPT hanya 68% dari jumlah warga negara Indonesia yang
sudah memiliki Hak untuk memilih. Masalah DPT ini yang sekarang menjadi
perdebatan dikalangan elit politik. Ini berawal dari Pilkada Gubernur Jawa Timur.
Bahkan sampai Pilkada itu diharuskan diulang untuk beberapa kabupaten.

Masalah semrawutnya DPT ini karena ekurang cermatan KPU dan kurang
kerjasama dengan pemerintah desa atau kecamatan yang mengetahui dengan
cermat kondisi warganya. Sehingga ada beberapa DPT ganda yang diduga akan
menguntungkan Parpol atau Caleg tertentu. Beberapa masalah DPT diantaranya
adalah :

• Banyak yang sudah memiliki hak pilih tidak terdaftar sebagai DPT.

• DPT ganda.

• No induk DPT yang tidak standart.

• Orang mati masih terdaftar sebagai DPT.

• TNI dan POLRI terdaftar sebagai DPT.

2. Daftar Pemilih Tetap berubah Daftar Pemilih Tidak Jelas


3. Daftar Calon Tetap menjadi Daftar Calon Tidak Waras

Sekarang ada 33 Propinsi, 483 kabupaten/kota, jadi ada sekitar 516 DPRD,
jika masing masing rata-rata berisi 50 anggota, maka ada 25.800. Propinsi DIY
dijejali oleh 600 orang, akan kita ambil setengah jumlah untuk seluruh DPRD
yaitu 300 orang, berarti ada 300 x 516 = 154.800 orang.

Yang semuanya ingin menjadi anggota dewan walau berbekal minim.

4. Logistik Pemilu yang tidak merata

Secara nasional tidak kurang 1,7 lembar surat suara rusak : bolong, sobek,
noda, bahkan ada coretan. Kampanye terbuka yang berlansung setelah tanggal 13
Maret 2009 diragukan karena yang baru medaftar sampai tanggal 11 Maret 2009
hanya 4 parpol dari keseluruhan 38 parpol nasional. Para pejabat Negara banyak
yang cuti untuk berkampanye. Jumlah surat suara rusak di GK menghabiskan
dana Rp76 juta karena ada 76 ribu surat suara rusak (Redaktur).

5. Kampanye yang sakit

Beberapa pelanggaran pada pelaksanaan kampanye:

1) Penggunaan fasilitas pemerintah.

2) Mengikutsertakan anak-anak.

3) Pelanggaran jadwal kampanye.

4) Pelanggaran ketertiban lalulintas.

5) Kampanye terselubung.

6) Goyang erotis.

7) Baliho, bendera, alat peraga lainnya, Semrawut..

6. Politik Uang menjadi budaya

Masalah yang sudah menjadi budaya di negara kita. Sudah membudaya dan
mendarah daging. Yang paling sering terjadi adalah serangan fajar, Serangan fajar
merupakan waktu terakhir untuk mengikat para pemilih. Para anggota tim
pemenang caleg akan memulai kerja serangan fajar H-1 hingga H-0.

Selain itu juga terdapat pembelian suara. Ini menggunakan perantara


seseorang yang bersedia menyediakan beberapa orang atau kelompok untuk
memilih partai atau caleg tertentu dengan imbalan uang.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Bahwa pemilu sebagai indikasi akan berjalannya Demokrasi yang baik, masih
perlu untuk diperbaharui dan disempurnakan.

2) Pemilu sebagai sarana system legitimasi dan perwakilan akan kekuasaan


rakyat yang didaulatkan kepada para legislative saat ini.

3) System dua kamar yang diterapkan dalam parlemen Indonesia memiliki


turunan berupa MPR dan DPR
4) Partai politik sebagai wadah untuk recruitmen para politisi baru yang
kompeten dan berpandangan ke depan

5) Pemilu 9 April 2009 kemarin sebagai bukti akan ketidakdewasaan bangsa


Indonesia dalam memandang demokrasi

B. Sumber materi

www.kpu.go.id

www.google.com

Modul mata kuliah PEMILU Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2008-2009

Anda mungkin juga menyukai