Anda di halaman 1dari 12

Asal-Usul Batik

Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "nitik". Kata batik sendiri
meruju pada teknik pembuatan corak Motif Batik - menggunakan canting atau cap - dan pencelupan kain
dengan menggunakan bahan perintang warna Motif Batik pada Baju Batik "malam" (wax) yang
diaplikasikan di atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna. Dalam bahasa Inggris teknik ini
dikenal dengan istilah wax-resist dyeing.

Jadi kain Baju Batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak yang dibuat dengan canting dan cap
dengan menggunakan malam sebagai bahan perintang warna. Teknik ini hanya bisa diterapkan di atas
bahan yang terbuat dari serat alami seperti katun, sutra, wol dan tidak bisa diterapkan di atas kain dengan
serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak Batik Solo dan pewarnaannya tidak menggunakan
teknik ini dikenal dengan kain bercorak batik - biasanya dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak
(print) - bukan kain batik. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.

Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik Busana
Batik dan Blus batik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik Batik Solo
adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya
laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang
memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah
pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Ragam corak dan warna Desain Busana Batik
dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas,
dan beberapa corak Busana Batik dan Blus batik hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik
pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para
penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan
corak phoenix.

Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung
atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap
mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-
masing corak memiliki perlambangan masing-masing. Teknik Desain Busana Batik dan membatik telah
dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul
Batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa
setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti
Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di
beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik
yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa.

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan
dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan
tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak
lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi,
wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi
pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan
filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang
demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri
kekhususannya sendiri.

Dikutip dari Berbagai Sumber.
http://kumpulansejarah-di.blogspot.com/2010/01/asal-usul-batik.html

























Batik Yogyakarta merupakan salah satu jenis batik yang digemari banyak orang.
Bahkan jika Anda berkunjung ke kota Yogyakarta, pasti Anda akan melihat banyak orang yang
menggunakan batik Yogyakarta. Karena Yogyakarta termasuk kota yang masih kuat dalam
melaksanakan berbagia budaya termasuk salah satunya budaya menggunakan dan membuat batik.
Seperti yang kita tahu, Yogyakarta adalah salah satu sentra batik terkenal di daerah Jawa Tengah.
Batik Yogyakarta pun sudah dikenal sejak lama. Ciri khas dari batik Yogyakarta adalah dari latar atau
warna dasar kain. Warna dasar kain batik Yogyakarta ada dua macam, yaitu warna putih dan hitam,
sedangkan warna batik bisa berwarna putih, biru tua kehitaman, dan cokelat soga.
Batik Yogyakarta adalah salah satu dari batik Indonesia yang pada awalnya dibuat terbatas hanya
untuk kalangan keluarga keraton saja. Setiap motif yang terwujud dalam goresan canting pada kain
batik Yogyakarta adalah sarat akan makna, adalah cerita. Hal inilah yang membedakan batik
Yogyakarta dengan batik-batik lain, yang menjaga batik Yogyakarta tetap memiliki eksklusifitas dari
sebuah mahakarya seni dan budaya Indonesia.

Sejarah Batik Yogyakarta
Asal-usul Batik Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan
Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah di desa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas
dalam lingkungan keluarga Keraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu.
Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara
penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap di
daerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, ke daerah Timur Ponorogo, Tulungagung
dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini sampai ke daerah-daerah itu menurut
perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga Keraton
yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada
sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu.
Dari kerajaan-kerajaan di Yogyakarta sekitarnya abad 17, 18 dan 19, batik kemudian berkembang
luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di
dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat batik
dikembangkan menjadi komoditi perdagangan.

Motif batik Yogyakarta
Batik Yogyakarta dibagi ke dalam beberapa kelompok motif, seperti motif bouquet, motif ceplok,
motif kawung, motif kelir, motif lereng, motif nitik, motif parang, motif seling, motif sido luhur, motif
sogan, motif truntum, motif tumpal, motif udan liris, motif wirasat. Untuk bahan kain, proses
pembuatannya, dan jenis produknya dikelompokkan menjadi beberapa kelompok utama,
diantaranya :
Batik Cap
Batik Cap Sutera
Batik Tulis Kombinasi Cap
Batik Tulis Sutera
Blus Sutera
Hem Batik
Kemeja Batik
Sarimbit









Motif Batik Klasik
Ada berbagai macam motif batik klasik yang dulu beredar di yogyakarta, diantaranya adalah Motif
Perang, Motif Geometri, Motif Banji, Motif Tumbuhan Menjalar, Motif Tumbuhan Air, Motif Bunga,
Motif Satwa dalam alam kehidupan dan lain-lain.

Ragam hias batik Yogyakarta ada yang geometris seperti lereng atau garis miring lerek, garis silang
atau ceplok, kawung, anyaman, dan limaran. Ragam hias yang nongeometris seperti semen, lung-
lungan, dan boketan. Ada juga ragam hias yang bersifat simbolis misalnya meru melambangkan
gunung atau tanah (bumi), naga melambangkan air, burung melambangkan angin atau dunia atas,
dan lain-lain. Ragam motif batik Yogyakarta sangat banyak dan semuanya sangat indah, mulai dari
motif bunga, tumbuhan air, tumbuhan menjalar, satwa, dan lain-lain. Semuanya tertuang dengan
indah dalam kain batik.

Demikian artikel mengenai asal usul batik yogyakarta, semoga bermanfaat.
Sumber : kriyalea.com


BATIK TORAJA

Tanggal 2 Oktober, 3 tahun silam. Batik telah ditetapkan UNESCO menjadi salah satu 'The World
Heritage'.

Riwayat batik di Indonesia memiliki sejarah panjang, setiap wilayah di Nusantara, batik memiliki
perkembangan dan kisah yang menarik. Keberadaan Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan yang besar,
makmur, dan mengalami masa kejayaan selama beberapa abad telah membuat tradisi dan
kebudayaannya mengakar kuat di wilayah Nusantara, termasuk di antaranya seni batik.

Penting untuk diketahui bahwa wilayah di Indonesia yang tidak terlansir pengaruh Hindu seperti Toraja
pernah berkembang batik yang dibuat dengan teknik wax-resist dyeing. Teknik tersebut adalah sebutan
internasional dari teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan
sebagian dari kain.

Posisi geografis Toraja yang terisolasi di pegunungan, membuat para ahli menduga lokasi ini adalah
tempat dimana batik berasal. Coraknya tidak dipengaruhi India sebagaimana sejarah batik Jawa yang
dikenalkan pada jaman Raja Lembu Amiluhur (Jenggala), sehingga batik Toraja ini memunculkan teori
boleh jadi Indonesia juga melahirkan batik pertama.

Motif Batik Toraja begitu beragam dan memiliki filosofi tertentu. misalnya seperti motif Pare Allo yang
berarti matahari dan bentuk bulat menyerupai matahari yang bersinar. Ada yng disebut Pateddong yang
berarti kepala kerbau dan menjadi lambang kebesaran di daerah Toraja Kemudian ada yang dinamakan
Poya Mundudan yang dalam bahasa Indonesia berarti burung belibis.

Batik Toraja adalah hasil dari pengembangan budaya yang awalnya hanya bisa dinikmati dalam bentuk
ukiran di rumah adat, tetapi seiring dengan berkembangnya waktu dan peradaban, maka dikembangkan
dalam bentuk batik.

Warna khas Batik Toraja adalah hitam, merah, putih dan kuning. Untuk warna kombinasi setelah kain
dicap, kemudian di celup dengan pewarna dan selanjutnya beberapa garis motif ditutup dengan warna
yang berbeda.

Banyak yang mengatakan bahwa Batik Toraja identik dengan Batik Jogja. Memperkaya khasanah budaya,
Toraja juga memiliki kerajinan tangan ini yang unik dijadikan buah tangan para wisatawan.

Jangan Mati Sebelum Ke Toraja. Inilah slogan yang pernah dikumandangkan oleh Gubernur Sulawesi
Selatan Syahrul Yasin Limpo untuk menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara agar
mengunjungi Sulawesi Selatan dan terkhusus untuk Kabupaten Tana Toraja. Slogan ini menggambarkan
bahwa belum lengkap perjalanan wisata anda jika belum pernah memijakkan kaki di salah satu daerah
wisata Sulawesi Selatan ini. Yuk, kita kunjungi Toraja dan temukan batik khas nya.




















BATIK PEKALONGAN
Batik Pekalongan sejarah batik Pekalongan dimulai setelah terjadi peperangan dan perpecahan di
lingkungan kerajaan Mataram yang dirajai oleh Panembahan Senopati. Peperangan yang terjadi melawan
kolonial Belanda dan perpecahan di lingkungan keraton memang sering sekali terjadi hingga
menyebabkan banyak keluarga kerajaan yang mengungsi sekaligus menetap ke daerah-daerah lain dan
salah satunya, yaitu Pekalongan. Keluarga keraton memiliki tradisi dalam hal membatik, di saat
mengungsi inilah pembatikan Pekalongan berkembang dan terkenal di seluruh pelosok nusantara.
Akhirnya, batik di daerah Pekalongan tumbuh dengan cepat dan pesat seperti daerah Buaran,
Wonopringgo, dan Pekajangan. Keluarga keraton yang mengungsi tersebut membawa pengikut dari
daerah lain untuk pindah ke daerah Pekalongan. Di tempat itu juga membatik terus diteruskan dan
menjadi salah satu mata pencaharian mereka. Motif batik di daerah Pekalongan sendiri berbeda dengan
daerah lain karena motif batik daerah ini disesuaikan dengan keadaan daerah sekitarnya.
Awal abad ke-XX, proses pembuatan batik yang dikenal adalah batik tulis dengan berbahan dasar morinya
buatan dalam negeri maupun luar negeri. Pertama kali dikenal di Pekajangan, yaitu pertenunan yang
menghasilkan stagen sedangkan benangnya dipintal secara manual. Barulah setelah perang dunia I
selesai, proses pembatikan dengan batik cap dimulai dan juga dengan pemakaian obat-obatan luar negeri
seperti buatan Jerman dan Inggris
Perkembangan serta pertumbuhan pembatikan lebih cepat dibandingkan pertenunan stagen. Bahan yang
digunakan untuk kainnya ialah hasil tenunan sendiri dan bahan untuk catnya di ambil dari pohon
mengkudu, pohon soga, pohon tom, pohon jawa, dan lain-lain.
Sampai abad saat ini, batik Pekalongan tetap dan masih dikenal di seluruh Indonesia bahkan luar negeri
sekalipun. Jadi, cintailah budaya Indonesia, cintailah batik dengan itu anda telah melestarikan budaya
Indonesia. majulah terus budaya Indonesia!.

















BATIK KEBUMEN
Sebuah kebanggaan menjadi bagian dari orang-orang yang suka dan cinta dengan karya
anak bangsa. Batik Kebumen sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, namun cerita
sejarahnya masih simpang siur. Batik Kebumen dikatakan beberapa media di bawa dari
keraton Yogya. Akan tetapi sebenarnya tidak ada BUKTI yang kuat tentang itu. Dari
banyaknya pengrajin Batik kebumen saat saya tanya dari pusat Batik Kebumen dari Desa
Jemur, Seliling dan Tanuraksan, Semua Pengrajin Batik Tulis Kebumen tidak ada yang tahu
secara pasti awal Batik kebumen dibuat. Mereka semuanya kompak menjawab bahwa
mereka hanya membuat saja secara turun temurun dan tidak mengetahui secara pasti.
Pembatikan di Kebumen dikenal sekitar awal abad ke-XIX yang dibawa oleh pendatang-
pendatang dari Yogya dalam rangka dakwah Islam antara lain yang dikenal ialah:
PenghuluNusjaf. Beliau inilah yang mengembangkan batik di Kebumen dan tempat pertama
menetap ialah sebelah Timur Kali Lukolo sekarang dan juga ada peninggalan masjid atas
usaha beliau. Proses batik pertama di Kebumen dinamakan teng-abang atau blambangan
dan selanjutnya proses terakhir dikerjakan di Banyumas/Solo. Sekitar awal abad ke-XX
untuk membuat polanya dipergunakan kunir yang capnya terbuat dari kayu. Motif-motif
Kebumen ialah: pohon-pohon, burung-burungan. Bahan-bahan lainnya yang dipergunakan
ialah pohon pace, kemudu dan nila tom.

Pemakaian obat-obat import di Kebumen dikenal sekitar tahun 1920 yang diperkenalkan
oleh pegawai Bank Rakyat Indonesia yang akhimya meninggalkan bahan-bahan bikinan
sendiri, karena menghemat waktu. Pemakaian cap dari tembaga dikenal sekitar tahun 1930
yang dibawa oleh Purnomo dari Yogyakarta. Daerah pembatikan di Kebumen ialah didesa:
Watugarut, Tanurekso yang banyak dan ada beberapa desa lainnya.
Batik Kebumen memang sangat unik dan menarik perhatian banyak pecinta Batik Tanah Air,
bahkan tidak sedikit mereka yang berasal dari luar jawa seperti Bali dan Sumatra, bahkan
beberapa pengrajin Batik Tulis Kebumen mengatakan jika pelanggan mereka sudah sampai
ke Belanda.
BATIK KALIMANTAN
Menurut sahibul-hikayat, Batik kalimantan pertama kali dibuat tatkala Patih Lambung Mangkurat
bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit balarut banyu. Menjelang akhir tapanya, rakit
tersebut tiba di daerah Rantau Kota Bagantung. Tiba-tiba, dari seonggok buih di hadapannya,
terdengar suara seorang wanita. Wanita yang kemudian dipastikan sebagai Putri Junjung Buih,
yang kelak menjadi Raja di Banua ini.
Namun, sang Putri baru akan muncul ke permukaan jika syarat-syarat yang diminta dipenuhi
yaitu sebuah Istana Batung beserta dengan kain yang harus selesai dibuat dalam satu hari. Kain
itu pun bukan kain sembarangan melainkan kain yang ditenun dan dicalap (diwarnai) oleh 40
orang putri dengan motif wadi atau padiwaringin. Dari situlah Kain Calapan/Sasirangan
atau batik kalimantan pertama kali dibuat.
























BATIK ACEH

Selama ini batik memang lekat berasal dari daerah-daerah di
Pulau Jawa. Namun siapa sangka, Aceh juga memiliki kerajinan
tradisional yang satu ini. Daerah yang dikenal dengan sebutan
serambi Mekah ini memiliki motif serta corak yang berbeda dan
khas.
Batik Aceh memiliki motif yang menggunakan unsur alam dan
budaya sebagai perpaduannya. Perpaduan warna yang cukup
berani yakni merah, hijau, kuning serta merah muda menjadi ciri
tersendiri pada batik Aceh. Tidak hanya itu, motif yang
digunakan pada batik Aceh juga mengandung makna falsafah hidup masyarakat Aceh.

Sebagai contoh pada motif pintu. Pada motif ini menunjukan tingi pintu yang rendah yang
dipercaya melambangkan masyarakat Aceh yang memiliki sifat yang tidak mudah terbuka
dengan orang asing tetapi ramah bagi siapapun yang telah mengenalnya. Selain itu, motif lain
yakni motif tolak angin yang menjadi perlambang bahwa masyarakat Aceh mudah menerima
berbagai perbedaan.

Motif lain yang menjadi ciri khas utama pada masyarakat Aceh adalah motif bunga Jeumpa yang
memang menjadi simbol serta bunga khas yang berasal dari Aceh. Ada pula motif khas lain
seperti Rencong, Awan berarak, dan motif gayo. Selain itu pengaruh agama Islam yang menjadi
mayoritas di Aceh juga tercermin dari berbagai ragam hias seperti sulur, melingkar serta garis.
Pada masyarakat Aceh, motif ini kerap digunakan sebagai busana formal ataupun non-formal.
Sesuai dengan tradisi masyarakat Aceh, busana batik Aceh pun disesuaikan sesuai dengan
hukum syariat yang diterapkan. Pada batik perempuan biasanya diwarnai dengan model panjang
dan longgar.

Batik Aceh memang memiliki keunikan tersendiri. Kesan indah dan glamor langsung terpancar
dari batik khas Aceh ini. Motif yang khas menjadikan batik ini memiliki ciri serta daya tarik sendiri
dibandingkan dengan batik pada umumnya. Sebagai salah saru seni budaya Indonesia, batik
Aceh terus dipopulerkan ke beragam wilayah nusantara bahkan dunia. Batik Aceh juga bukan
sekedar batik dengan segala keindahan yang mengirinya. Di dalamnya terdapat makna falsafah
kehidupan yang menjadi kearifan lokal dan pedoman hidup masyarakat Aceh.
BATIK BANYUWANGI

Perjalanan
sejarah batik Banyuwangi berkembang
berawal dari penaklukan Blambangan
oleh Mataram (Sultan Agung, tahun
1633), dari hipotesa sejarah dimaksud
dapat dikatakan asal muasal adanya
kemunculan batik di Banyuwangi.
Alkisah pada masa kekuasaan Mataram
di Blambangan (abad 15) dimana banyak
kawula Blambangan yang dibawa ke
pusat pemerintahan Mataram Islam di
Plered Kotagede, sehingga tidak mustahil kala itu banyak kawula Blambangan antusias untuk menekuni
kerajinan batik di Keraton Mataram Islam di Plered Kotagede.

Seiring dengan perkembangan sejarah banyak masyarakat Blambangan tertarik menekuni
warisan luhur bangsa (batik) untuk dikembangkan dan dilestarikan di bumi Blambangan, sampai
saat ini jumlah referensi koleksi motif batik Banyuwangi yang tersimpan di museum Budaya
Banyuwangi mencapai 22 (dua puluh dua) motif batik diantaranya : Gajah Oling, Kangkung
Setingkes, Alas Kobong, Paras Gempal, Kopi Pecah, Gedekan, Ukel, Moto Pitik, Sembruk Cacing, Blarak
Semplah, Gringsing, Sekar Jagad, Semanggian, Garuda, Cendrawasih, Latar Putih, Sisik Papak, Maspun,
Galaran, Dilem Semplah, Joloan dan Kawung (motif batik khas Banyuwangi terlampir), namun
dalam perkembangannya saat ini masih banyak ditemukan motif batik khas Banyuwangi yang
belum direferensikan masuk dalam koleksi museum budaya Banyuwangi.

Batik Khas Banyuwangi kerap kali diidentikkan dengan motif Gajah Oling hal ini banyak diyakini
oleh beberapa budayawan dan pemerhati batik Banyuwangi bahwa gajah oling merupakan motif
batik Banyuwangi yang asli atau bisa dikatakan tertua dibandingkan motif batik yang ada di
Banyuwangi, motif batik yang tertuang pada batik Banyuwangi tidak hanya merupakan sebuah
perwujudan estetika dari ragam hias namun juga memiliki nilai luhur yang dianut oleh mayarakat
Banyuwangi. Gajah Oling dalam gambar batik khas Banyuwangi seakan menyerupai tanda tanya
( ? ), yang secara filosofis merupakan bentuk sebuah belalai gajah dan sekaligus digambarkan
menyerupai uling (seekor belut/moa), disamping kedua unsur tersebut karakter gambar
dimaksud juga dikelilingi sejumlah atribut lain diantaranya kupu-kupu, tumbuh-tumbuhan laut,
manggar (bunga pinang/kelapa) dan sebagainya.

Motif batik Gajah Oling yang saat ini diyakini banyak kalangan sebagai motif asli batik khas
Banyuwangi, secara garis besar melambangkan bentuk kekuatan yang tumbuh dalam jati diri
masyarakat Banyuwangi. Dan pemaknaan motif Gajah Oling sendiri berkaitan dengan karakter
masyarakat Banyuwangi yang religius, penyebutanGajah Eling yang mempunyai arti hewan yang
bertubuh besar (gajah) dalam hal ini diartikan maha besar, sedangkan uling dapat diartikan ingat.
Maka secara utuh dapat diartikan kita selalu diingatkan untuk ingat akan kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa, dengan harapan apabila masyarakat menggunakan/ memakai batik gajah oling
secara tidak langsung diajak agar kita selalu ingat kepada kemahabesaran Sang Pencipta
sebagai dasar menjalankan sendi roda kehidupan.
Keberadaan Batik Banyuwangi dari tahun ke tahun dinilai cukup menggembirakan, ditilik dari
awal pengembangan batik di Banyuwangi, pembinaannya dimulai pada era tahun 80-an yang
dimulai di Kelurahan Temenggungan, Kecamatan Banyuwangi mengingat wilayah tersebut
merupakan sentra batik yang ada di Banyuwangi.
Dilihat dari perkembangan batik di Banyuwangi sampai saat ini banyak tumbuh berkembang
pengrajin batik menyebar hampir di seluruh wilayah Kecamatan, hal tersebut dikarenakan
adanya dukungan positif dari semua pihak terhadap keberadaan batik Banyuwangi diantaranya
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan batik di Banyuwangi serta
pemanfaatan/pemakaian Batik khas daerah untuk seragam Dinas maupun Sekolah pada hari
dan even-even tertentu. Adapun jumlah pengrajin batik di Banyuwangi saat ini sebanyak 22 (dua
puluh dua) unit usaha sebagaimana data industri batik Banyuwangi terlampir, dimana dari sekian
jumlah tersebut 12 (dua belas) unit usaha berkembang ke motif proses painting (sarung pantai)
yang pangsa pasarnya cukup besar di Bali.
Melihat begitu besar animo akan batik saat ini Pemerintah Daearah Kabupaten Banyuwangi
berupaya meningkatkan pengembangan batik khas Banyuwangi melalui upaya pembinaan,
diantaranya melalui pelatihan/bimbingan teknik peningkatan kualitas dan kuantitas produk,
penerapan zat alam serta untuk menambah khasanah motif batik khas melalui pelaksanaan
lomba desain batik khas Banyuwangi.
Dan sebagai langkah lanjut terhadap pengembangan industri kerajinan batik di Kabupaten
Banyuwangi tahun 2013 telah direncanakan pembentukan sentra baru di wilayah Kecamatan
Kabat, mengingat wilayah dimaksud sangat potensi baik dilihat jumlah unit usaha serta pangsa
pasarnya cukup jelas. Maka sangat tepat Wilayah Kecamatan Kabat untuk dijadikan sentra
industri kecil kerajinan batik di Banyuwangi.

Anda mungkin juga menyukai