Traktus kortikospinal yang dikenal juga dengan nama traktus piramidalis
merupakan traktus desenden yang paling besar dan paling penting pada manusia dalam fungsi regulasi gerakan volunter. Traktus kortikospinal berasal dari area motori serebri, berjalan menuju medulla spinalis. Traktus kortikospinal terdiri atas axon-axon yang berasal dari sel-sel neuron di dalam korteks serebri. 1,2
Serabut-serabut motorik ini berasal dari beberapa area motorik korteks serebri yaitu dua pertiga dari primary motor area (area 4), supplementary motor area (medial area 6),dan premotor area (lateral area 6), sisanya berasal dari somatosensory cortex (area 3,2,1) dan posterior parietal cortex (area 5 dan 7). Serat-serat motorik berupa homunculus motorik yang meninggalkan korteks motorik akan bergabung melalui materi putih (korona radiata) otak, membentuk limbus posterior kapsula interna (disini serabut-serabut saraf saling berdekatan), lalu masuk ke cerebral peduncle (crus cerebri) melalui pons bagian tengah. Diperbatasan pons dan medulla oblongata serabut memanjang terbalik dan menonjol seperti pyramid terbalik, oleh karena itu disebut traktus piramidalis. Pada bagian bawah akhir medulla oblongata, 80-85% serabut traktus piramidalis akan menyilang di garis tengah, yang disebut decussatio pyramidalis. Serabut kortikospinal yang menyilang kemudian berjalan di funikulus dorsolateralis kontralateral dinamakan traktus kortikospinalis lateralis, dan sebagian kecil yang tidak menyilang turun ke medulla spinalis bagian ipsilateral funikulus anterior yang disebut sebagai traktus kortikospinalis anterior, lalu menuju bagian yang lebih bawah (biasanya setingkat dengan segmen yang akan dipersarafi) melalui komisura anterior medula spinalis. 1
Serabut traktus kortikospinal lateral dan anterior makin ke kaudal semakin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri perjalanannya. Pembagian serabut traktus kortikospinal sepanjang medulla spinalis, diantaranya: 50% pada bagian servikal, 20% pada bagian torakal, dan 30% pada bagian lumbosakral. 4,5 90% serabut kortikospinalis sebenarnya tidak langsung bersinaps dengan motoneuron, melainkan dengan interneuron disekitar motor neuron. Melalui neuron-neuron perantara itu, baik motoneuron maupun motor neuron menerima pesan dari korteks serebri. Traktus kortikospinal mengontrol semua gerakan volunter yang terdiri dari Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (UMN). Kerusakan traktus kortikospinal menghambat semua impuls volunteer sepanjang perjalanannya dari korteks serebri turun ke motor neuron masing-masing pada kornu anterior medulla spinalis.
Fase akut lesi traktus kortikospinalis, reflek tendon akan hipoaktif, adaflaksid, dan kelemahan otot. Reflek ini akan kembali dalam beberapa hari atau minggu dan menjadi hiperaktif karena respon serabut otot lebih sensitif terhadap regangan, terutama sekali pada otot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan ekstensor ekstrimitas bawah. 1
Hipersensitifitas ini terjadi akibat kehilangan kontrol inhibitor sentral desenden dari sel-sel fusimotor ( motor neuron), yang menginervasi serabut otot,sehingga terjadi aktivasi yang permanen den respon yang lebih cepat dari normalnya. Gangguan terhadap sistem pengaturan panjang serabut otot juga terjadi, sehinggaotot-otot fleksor ekstrimitas atas, dan ekstensor ekstrimitas bawah menjadi lebih pendek. Hasil dari semuanya adalah tonus otot meningkat, terjadi spastik, dan hiperreflek, yang disebut juga tanda traktus piramidalis dan klonus, selain itu dikenal juga tanda pada jari tangan dan kaki (seperti tanda babinski). 1
Pada lesi UMN terjadi paralisis spastik, hipertonia, hiperrefleks, refleks patologis dan klonus positif. Refleks patologis yang sering didapatkan adalah refleks Babinski. Sedangkan lesi LMN terjadi karena kerusakan sel-sel kornu anterior atau akson-akson pada ganglion anterior, serta saraf perifer, gambaran klinisnya berupa paralisis flaksid, hipotonia, hiporefleks, reflex patologis negatif, atrofi otot-otot bersangkutan yang progresif dan fasikulasi. Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri kontralateral. Dalam mendiagnosis, harus dilakukan pertanyaan lebih lanjut dan mendetil mengenai waktu terjadinya gejala sehingga dapat mengklarifikasikan perjalanan patologis dari lesi ini. Hubungan antara waktu dengan penyebab neuropatologis spesifik, dengan mengambil contoh lesi hemisfer serebri dengan gejala kelemahan tubuh kontralateral: 1. Onset yang cepat dan kejadian ikutan yang statis member kesan suatu kejadian vascular (stroke), yaitu perdarahan atau infark. 2. Suatu kejadian dengan progresi lambat lebih mengarah ke lesi berupa massa, yaitu tumor. 3. Kejadian yang berulang dengan pola remisi umumnya mengarah pada proses inflamasi atau demielinisasi kronik, contohnya: sklerosis multiple.